RELATIONSHIP BETWEEN KANAMYCIN INJECTION TREATMENT AND EVALUATION OF HEARING LOSS IN MDR-TB PATIENTS IN Dr. MOEWARDI HOSPITAL

dokumen-dokumen yang mirip
Streptomisin dan Insidens Penurunan Pendengaran pada Pasien Multidrug Resistant Tuberculosis di Rumah Sakit Dr. Moewardi

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di

Gangguan pendengaran penderita Tuberkulosis Multidrug Resistant

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Jenis kelamin pasien TB-MDR pada penelitian ini lebih banyak

Identifikasi Faktor Resiko 1

STATUS PENDENGARAN PADA TIGA ORANG PENDERITA TUBERKULOSIS YANG MENDAPATKAN PENGOBATAN STREPTOMISIN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ,

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi

KARAKTERISTIK PASIEN TUBERCULOSIS MULTI DRUG RESISTANCE DI KOTA SURABAYA TAHUN

Sri Marisya Setiarni, Adi Heru Sutomo, Widodo Hariyono Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta

HUBUNGAN PEMBERIAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT) DENGAN KADAR ASAM URAT SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

BAB 1 PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi

MULTI DRUG RESISANT TUBERCULOSIS (MDR-TB): PENGOBATAN PADA DEWASA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global. yang utama. Penyakit infeksi ini menyerang jutaan manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) sejak tahun 1993

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. bahwa penyakit tuberkulosis merupakan suatu kedaruratan dunia (global

BAB I PENDAHULUAN. bakterituberkulosis tersebut (Kemenkes RI,2012). Jumlah prevalensi TB di

INTISARI. Ari Aulia Rahman 1 ; Yugo Susanto 2 ; Rachmawati 3

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR RISIKO KEJADIAN TUBERKULOSIS MULTIDRUG RESISTANT

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA TB PARU DI PUSKESMAS PAMARICAN KABUPATEN CIAMIS PERIODE JANUARI 2013 DESEMBER : Triswaty Winata, dr., M.Kes.

ABSTRACT. Keywords : Mycobacterium tuberculosis, Resistance, Isoniazid, Rifampin, Streptomycin, Ethambutol. xviii

ABSTRAK PREVALENSI TUBERKULOSIS PARU DI RUMAH SAKIT PARU ROTINSULU BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2007

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA MULTIDRUG-RESISTANT TUBERCULOSIS DI RUMAH SAKIT PARU DR.H.A.ROTINSULU, BANDUNG TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PREVALENSI DAN KARAKTERISTIK PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI BALAI PENGOBATAN PENYAKIT PARU-PARU MEDAN TAHUN Oleh : ANGGIE IMANIAH SITOMPUL

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan tuberkulosis yang menyerang organ diluar paru-paru disebut

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang

PERBEDAAN KADAR UREUM-KREATININ SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN OBAT ANTITUBERKULOSIS FASE AWAL

Peran ISTC dalam Pencegahan MDR. Erlina Burhan Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI RSUP Persahabatan

Hubungan Pengetahuan dan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis di Puskesmas Andalas Kota Padang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang yakni

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pneumonia merupakan salah satu infeksi berat penyebab 2 juta kematian

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTITUBERKULOSIS PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DEWASA DI INSTALASI RAWAT JALAN BALAI BESAR KESEHATAN PARU X TAHUN 2011

J. Teguh Widjaja 1, Hartini Tiono 2, Nadia Dara Ayundha 3 1 Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

FAKTOR RISIKO KEJADIAN TUBERKULOSIS RESISTEN OBAT GANDA (TB ROG)

HUBUNGAN PERILAKU PENCARIAN LAYANAN KESEHATAN DENGAN KETERLAMBATAN PASIEN DALAM DIAGNOSIS TB PARU DI BBKPM SURAKARTA SKRIPSI

Artikel Penelitian. Abstrak. Abstract PENDAHULUAN. Nitari Rahmi 1, Irvan Medison 2, Ifdelia Suryadi 3

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

The burden of MDR/XDR Tuberculosis

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh bakteri dari

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan

ABSTRAK EVALUASI HASIL TERAPI OBAT ANTI TUBERKULOSIS FASE INTENSIF PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS KOTAMADYA BANDUNG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

2016 GAMBARAN MOTIVASI KLIEN TB PARU DALAM MINUM OBAT ANTI TUBERCULOSIS DI POLIKLINIK PARU RUMAH SAKIT DUSTIRA KOTA CIMAHI

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.bakteri ini berbentuk batang dan bersifat

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World. Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi

BAB IV METODE PENELITIAN. Bedah Kepala dan Leher subbagian Neuro-otologi. Perawatan Bayi Resiko Tinggi (PBRT) dan Neonatal Intensive Care Unit (NICU)

I. PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Menurut World Health Organization (WHO)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemberian OAT fase awal di BP4 (Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru)

KARAKTERISTIK PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS TUMINTING MANADO

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTITUBERKULOSIS PADA PASIEN TUBERCULOSIS MULTI DRUG RESISTANT DI RUMAH SAKIT X PERIODE JANUARI-JUNI 2013 NASKAH PUBLIKASI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of

PEMBAHASAN. 1. Air beroksigen 2. Pemakaian masker 3. Rokok elektronik 4. Iklan kanker paru 5. MDR TB

PERBEDAAN KADAR KREATININ DAN ASAM URAT SEBELUM DAN SETELAH TERAPI KANAMISIN DAN PIRAZINAMID PADA PASIEN TB-MDR DI RS DR MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

BAB 1 PENDAHULUAN. TB Paru merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. dunia dan menyebabkan angka kematian yang tinggi. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN UKDW. negara berkembang, penyakit ini disebabkan oleh kuman. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2014, dari 20 negara di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. pengobatan. Pada era Jaminan Kesehatan Nasional saat ini pembangunan

I. PENDAHULUAN. secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Diagnosis danpengobatan TB ParuDewasa

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis) complex (Isbaniyah et al., 2011;

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang

BAB I PENDAHULUAN. kedua di dunia setelah HIV/AIDS. Pada tahun 2012, terdapat 8.6 juta orang

PERBEDAAN KADAR LEUKOSIT SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN OBAT ANTITUBERKULOSIS PADA FASE AWAL

Penyakit Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit. infeksi yang memberikan dampak morbiditas dan mortalitas

ABSTRAK PERBANDINGAN POLA RESISTENSI KUMAN PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RUANGAN ICU DAN NON ICU RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis complex (Depkes RI, 2008). Tingginya angka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang terbaru (2010), masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan

Ni'mah et al, Riwayat Kepatuhan Pengobatan TB Pasien MDR-TB di Kabupaten Jember 2014

Jurnal Kesehatan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PENDERITA TUBERKULOSIS TERHADAP KETIDAKPATUHAN DALAM PENGOBATAN MENURUT SISTEM DOTS DI RSU

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan. masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization

Transkripsi:

RELATIONSHIP BETWEEN KANAMYCIN INJECTION TREATMENT AND EVALUATION OF HEARING LOSS IN MDR-TB PATIENTS IN Dr. MOEWARDI HOSPITAL Magdalena Sutanto, dr*, Harsini, dr, Sp.P, DR. Reviono, dr, Sp.P(K), Jatu Aphridasari,dr, Sp.P Vicky Eko,dr, Sp.THT-KL magdalena.sutanto.dr@gmail.com (082328045566) Department of Pulmonology and Respiratory Medicine, Faculty of Medicine Sebelas Maret University Surakarta Department of ENT Head and Neck Surgery, Faculty of Medicine Sebelas Maret University Surakarta ABSTRACT Introduction: Multi-drug resistant tuberculosis (MDR-TB) is still become a serious problem in the world. Kanamycin is a second line antituberculosis drugs that used for the treatment of MDR-TB patients in early phase and it has an adverse effect such as hearing loss. There are many factors that affecting hearing loss in addition to the side effects of the kanamycin itself. Method: A cohort study was used to evaluate audiometric of MDR-TB patients before and after the use of kanamycin in 81 patients (45 women and 36 men) who received treatment for MDR-TB from January 2011 April 2013 in Dr. Moewardi Hospital. Data were collected in and analyzed using the chi square and multivariate analysis with SPSS 13. Result: A total 81 subjek enrolled the study, 36 (44.4%) men and 45 (55.6%) women. Age and a history of previous use of streptomycin had no significant effect on hearing loss p = 0.855 and p = 0.377. Dose (OR = 3.438, p = 0.008) and duration of injection (OR = 2.870, p = 0.023) significantly associated with hearing loss. Multivariate logistic regression analysis showed a significant doserelated over with hearing loss (p = 0.019). Duration of injection are independent risk factors with p = 0.052 and RR = 0.171. Conclusion: The kanamycin dose is associated with decreasing or worsening hearing loss on MDR TB patients in Dr. Moewardi hospital. Keywords: Hearing loss, kanamycin, multidrug resistan, tuberculosis

Pendahuluan Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan dunia. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional World Health Organization (WHO) jumlah kasus TB di Asia yaitu sebanyak 55% dari seluruh kasus TB di dunia. Indonesia menduduki peringkat ke-5 dengan prevalensi tertinggi di dunia setelah Cina, India, Afrika Selatan dan Nigeria. 1 World Health Organization memperkirakan 5,3% dari seluruh kasus tuberculosis adalah multidrug Iresistant tuberculosis (MDR-TB) dan jumlah ini terus meningkat tiap tahun. 2 TB-MDR merupakan penyakit yang disebabkan oleh strain Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap pengobatan isoniazid dan rifampicin dengan atau tanpa resisten obat lainnya. Resistensi terhadap OAT memerlukan pengobatan setidaknya 18 bulan. Penggunaan obat lini kedua yang lebih toksik menimbulkan berbagai macam efek samping. 3 Salah satu obat lini kedua yang digunakan adalah injeksi antimikroba golongan aminoglikosid. Pedoman pemberian injeksi atau fase intensif yang direkomendasikan berdasarkan kultur konversi, sekurang-kurangnya 6 bulan dan minimal 4 bulan setelah hasil sputum atau kultur yang pertama menjadi negatif. 4 Pedoman WHO menyarankan penggunaan injeksi kanamisin atau amikasin pada awal pengobatan, dan pada kasus yang resisten dapat diberikan injeksi kapreomisin. Ototoksik dan nefrotoksik keduanya merupakan efek samping terbesar pada pemberian injeksi. Ototoksik berupa gangguan pendengaran atau gejala vestibular. Penurunan pendengaran dapat terjadi ireversibel, bilateral dan frekuensi tinggi, perburukan pada frekuensi rendah pada beberapa pasien sering disertai dengan tinnitus, dan dapat terjadi tuli total. 2,5 Monitoring penurunan pendengaran sangat penting dilakukan. Deteksi awal penurunan pendengaran memungkinkan untuk mengubah regimen atau menghentikan atau menurunkan dosis obat, dan mencegah perburukan penurunan pendengaran dimana akan mengganggu komunikasi. Apabila sudah terjadi penurunan pendengaran yang signifikan dan sudah terdeteksi, intervensi dapat dilakukan untuk membantu komunikasi, dengan memakai alat bantu pendengaran, implant cochlear, atau alat bantu pendengaran yang lain,maupun melakukan rehabilitasi wicara. 6 Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan injeksi kanamisin dengan penurunan pendengaran pada pasien MDR-TB di RS. Dr. Moewardi Surakarta.

Bahan dan Metodologi Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kohort, dilaksanakan di poli PMDT RS. Dr. Moewardi Surakarta. Populasi penelitian adalah pasien MDR-TB yang menjalani pengobatan OAT lini kedua di poli PMDT RS. Dr. Moewardi Surakarta mulai dari bulan Januari 2011 sampai dengan bulan April 2013. Kriteria inklusi yang ditetapkan adalah semua pasien MDR-TB dan telah menyelesaikan pengobatan fase awal yang menjalani pengobatan OAT lini kedua di poli PMDT RS Dr Moewardi Surakarta mulai bulan Januari 2011 sampai bulan April 2013. Kriteriaekslusi adalah pasien MDR-TB yang tidak menyelesaikan fase awal, data audiometeri tidak lengkap, dan pasien yang sejak awal sudah tuli total. Variabel bebas pada penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin, dosis, lama suntik, riwayat OAT lini satu. Variabel terikat adalah penurunan pendengaran. Definisi operasional variabel pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Jenis kelamin : laki-laki dan perempuan 2. Umur : umur biologis dalam tahun. 3. Berat Badan : berat badan pasien dinyatakan dalam kilogram 4. Lama suntik : lama pemberian fase awal 5. Riwayat OAT : non injeksi streptomisin dan injeksi streptomisin Data yang diperoleh dari penelitian akan ditabulasi dan dianalisis menggunakan Statistical Programme for Social Science (SPSS) for windows versi 13.00. Hubungan antara karakteristik demografi pasien MDR-TB dengan penurunan pendengaran dianalisis dengan uji chi square dan dilanjutkan dengan analisa multivariat model regresi logistik. Hasil Penelitian Dalam penelitian ini didapatkan variasi umur pasien MDR-TB paling banyak usia kurang dari 50 tahun sebanyak 65 pasien (80,2%), usia lebih dari 50 tahun 16 pasien (19,8%). Jenis kelamin didapatkan laki-laki 36 pasien (44,4 %) dan wanita 45 pasien (55,6%). Dosis injeksi kanamisin yang digunakan adalah < 750 mg pada 36 pasien (44,4%) dan mg pada 45 pasien (55,6%). Injeksi kanamisin yang digunakan selama 6 bulan sebanyak 38 pasien (46,9%), lama suntik lebih dari 6 bulan sebanyak 43 pasien (53,1%). Riwayat OAT kategori 1 didapatkan 21 pasien (25,9%), kategori 2 sebanyak 60 pasien (74,1%). Seperti terdapat pada tabel 1.

Tabel 1. Deskripsi per Variabel untuk Keseluruhan Sampel Variabel F (N = 81) % Umur < 50 th 65 80,2 > 50 th 16 19,8 Jenis Kelamin Laki-laki 36 44,4 Perempuan 45 55,6 Riwayat OAT Non Injeksi streptomisin Injeksi streptomisin Dosis 21 25,9 60 74,1 < 750 mg 36 44,4 750 mg 45 55,6 Lama Suntik 6 bulan > 6 bulan 38 46,9 43 53,1 Perubahan audiometri yang dinilai dari awal sebelum memulai terapi sebagai baseline dan setelah selesai terapi injeksi kanamisin, dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Perubahan Audiometri Audiometri Baseline Akhir 1. Normal 2. SNHL ringan 3. SNHL sedang 4. SNHL berat 5. Tuli total 48 (59,3%) 20 (24,7%) 13 (16,0%) 20 (24,7%) 21 (25,9%) 29 (35,8%) 6 (7,4%) 5 (6,2%) Dilakukan analisa berdasarkan karakteristik pasien terhadap penurunan pendengaran. Hubungan antara umur dengan penurunan pendengaran dianalisa tampak pada tabel 3. Tabel 3. Hubungan umur dengan penurunan pendengaran Umur Tanpa Penurunan (n = 32) Penurunan (n = 49) P OR < 50 tahun > 50 tahun 26 (81,3%) 6 (18,8%) 39 (79,6%) 10 (20,4%) 0,855 1,111

Didapatkan pasien tanpa penurunan pendengaran yang berumur < 50 tahun sebanyak 26 orang (81,3%) dan > 50 tahun didapatkan pada 6 orang (18,8%), sedangkan kelompok pasien dengan penurunan pendengaran yang berumur < 50 tahun ada 6 orang (18,8%) dan > 50 tahun ada 10 orang (20,4%). Umur > 50 tahun akan meningkatkan resiko penurunan pendengaran dengan OR=1,111 dibandingkan umur < 50 tahun, tetapi tidak didapatkan hubungan yang bermakna dengan nilai p 0,855. Dilakukan analisa yang menghubungkan riwayat OAT tidak pernah menggunakan injeksi streptomisin dengan yang pernah menggunakan injeksi streptomisin dengan penurunan pendengaran, dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Hubungan riwayat OAT dengan penurunan pendengaran Riwayat OAT Tanpa Penurunan (n = 32) Penurunan (n = 49) P OR Non injeksi streptomisin Injeksi streptomisin 10 (31,3%) 22 (68,8%) 11 (22,4%) 38 (77,6%) 0,377 1,570 Pada kelompok pasien tanpa penurunan pendengaran yang non injeksi streptomisin sebanyak 10 orang (31,3%) dan yang menggunakan injeksi streptomisin ada 22 orang (68,8%) dan kelompok pasien dengan penurunan pendengaran yang menggunakan OAT non injeksi streptomisin ada 11 orang (22,4%) dan menggunakan injeksi streptomisin terdapat pada 38 orang (77,6%). Riwayat OAT menggunakan injeksi streptomisin akan meningkatkan resiko penurunan pendengaran dengan OR=1,570 dibandingkan dengan yang tidak menggunakan injeksi streptomisin, tetapi tidak bermakna signifikan dengan nilai p 0,377. Analisa hubungan juga dilakukan antara dosis injeksi kanamisin yang diberikan dengan penurunan pendengaran, dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Hubungan dosis injeksi kanamisin dengan penurunan pendengaran Dosis Injeksi Kanamisin Tanpa Penurunan (n = 32) Penurunan (n = 49) p OR < 750 mg 750 mg 20 (62,5%) 12 (37,5%) 16 (32,7%) 33 (67,3%) 0,008* 3,438 Kelompok pasien tanpa penurunan pendengaran yang mendapatkan injeksi kanamisin dengan dosis < 70 mg ada 20 orang (62,5%), dan menggunakan dosis 750 mg ada 33 orang (67,3%).

Kelompok pasien dengan penurunan pendengaran yang mendapat dosis < 750 mg ada 12 orang (37,5%) dan yang menggunakan dosis 750 mg sebanyak 33 orang (67,3%). Dosis injeksi 750 mg meningkatkan resiko penurunan pendengaran dengan OR=3,438 dibandingkan dosis < 750 mg, dan bermakna signifikan secara statistik dengan nilai p 0,008. Dilakukan analisa hubungan antara lama suntik dengan penurunan pendengaran, yang dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Hubungan lama injeksi dengan penurunan pendengaran Lama Suntik Tanpa Penurunan (n = 32) Penurunan (n = 49) P OR 6 bulan > 6 bulan 20 (62,5%) 12 (37,5%) 18 (36,7%) 31 (63,3%) 0,023* 2,870 Didapatkan pada kelompok tanpa penurunan pendengaran yang memakai injeksi kanamisin 6 bulan sebanyak 20 orang (62,5%) dan yang menggunakan > 6 bulan sebanyak 12 orang (37,5 %), sedangkan pada kelompok penurunan pendengaran yang memakai injeksi kanamisin 6 bulan ada 18 orang (36,7%) dan > 6 bulan ada 31 orang (63,3%). Penggunaan injeksi kanamisin lebih dari 6 bulan meningkatkan resiko penurunan pendengaran dengan OR=2,870 dibandingkan dengan yang lama suntik < 6 bulan, dan bermakna signifikan dengan nilai p 0,023. Pengujian dilanjutkan untuk menilai faktor yang paling dominan, dengan menyingkirkan faktor perancu menggunakan analisis multivariat dengan model regresi logistik, seperti terlihat pada tabel 7. Tabel 7. Analisa multivariat dengan model regresi logistic Variabel Koefisien B P R 2 Dosis Lama Suntik 1,147 0,950 0,019* 0,052 0,171 Dengan mempertimbangkan faktor perancu yang ada, didapatkan bahwa dosis lebih bermakna dalam mempengaruhi penurunan pendengaran dibandingkan dengan lama suntik dengan nilai p 0,019. Lama suntik tidak berpengaruh signifikan terhadap penurunan pendengaran dibanding dosis p = 0,052. Lama suntik merupakan faktor risiko independen yang meningkatkan penurunan pendengaran sebesar dengan RR=0,171 apabila bersamaan dengan faktor risiko langsung.

Diskusi Terapi aminoglikosida pada MDR-TB beresiko untuk terjadinya gangguan fungsi renal, fungsi telinga, dan sistem keseimbangan tubuh. Gangguan fungsi renal bersifat reversibel akan tetapi gangguan pendengaran dan sistem keseimbangan tubuh bersifat ireversibel/ permanen. Ototoksisitas merupakan toksisitas mayor antibiotik golongan aminoglikosida yang ireversibel. Kerusakan pada koklea dapat menimbulkan penurunan pendengaran permanen, sedangkan kerusakan pada organ keseimbangan menyebabkan dizziness, ataksia, dan atau nistagmus. 5 Mekanisme awal aminoglikosida dalam merusak pendengaran adalah penghancuran sel-sel rambut coclea, khususnya sel-sel rambut luar. Aminoglikosida muncul untuk menghasilkan radikal bebas di dalam telinga bagian dalam dengan mengaktifkan nitric oksida sintetase (NOS) yang dapat meningkatkan konsentrasi oksida nitrat. Radikal oksigen bebas (ROS) kemudian bereaksi dengan oksida nitrat membentuk radikal peroxynitrite destruktif, yang dapat secara langsung merangsang kematian sel. Apoptosis adalah mekanisme utama kematian sel dan terutama diperantarai oleh kaskade mitokondria intrinsik. Fenomena ini menyebabkan kerusakan permanen pada sel-sel rambut luar koklea, yang mengakibatkan kehilangan pendengaran permanen. 7 Komponen utama penurunan pendengaran dilihat dari frekuensi, amplitude, letak kelainan yang terjadi unilateral atau bilateral, dan jenis kelainannya berupa sensorineural, konduktif, dan kombinasi keduanya. 6,7 Pada penelitian ini dibagi 2 kelompok yaitu pasien yang tidak mengalami penurunan pendengaran, dimana terdiri dari pasien yang audiometri awalnya normal dan audiometri akhir fase intensif tetap normal, ataupun pasien yang awalnya sudah ada gangguan dan audiometri akhir hasilnya menetap. Kelompok yang kedua adalah kelompok dengan penurunan pendengaran, dimana terdiri dari pasien yang audiometri awalnya normal namun hasil audiometri akhirnya terdapat penurunan pendengaran dan pasien yang awalnya sudah terdapat gangguan pendengaran dan hasil audiometri akhirnya mengalami perburukan. Pemeriksaan audiometri dilakukan setiap bulan pada masing-masing pasien sampai terapi selesai, karena efek ototoksik dari aminoglikosid dapat progresif setelah pengobatan berhenti. Pada follow up jangka panjang yang dilakukan di India membuktikan bahwa penurunan pendengaran karena aminoglikosid ini permanen dan irreversible. 5 Distribusi pasien MDR-TB berdasarkan jenis kelamin pada penelitian ini terdiri dari laki-laki 36 orang (44,4%) dan perempuan 45 orang (55,6%). Penderita MDR-TB pada penelitian ini sebagian besar berumur kurang dari 50 tahun dengan jumlah 65 orang (80,2%). Penelitian Munir dkk dikutip dari 9 menunjukan bahwa pasien TB-MDR banyak pada umur produktif yaitu antara umur 25 tahun sampai 34 tahun. Umur produktif sangat berbahaya terhadap tingkat penularan karena pasien mudah berinteraksi dengan orang lain, mobilitas yang tinggi dan memungkinkan untuk menular ke orang lain serta lingkungan sekitar tempat tinggal. Pembatasan usia pada penelitian ini dipakai melihat prevalensi gangguan pendengaran pada orang tua 50% dimulai dari usia 50 tahun,

ini merupakan awal penurunan pendengaran neurosensorik yang berhubungan dengan proses penuaan. 11,12 Riwayat OAT pada pasien yang pernah mendapat injeksi streptomisin pada lini pertama pengobatan OAT, tidak didapatkan hubungan dengan penurunan pendengaran. Hal ini sesuai dengan penelitian Wida dkk dikutip dari 15 bahwa tidak ada hubungan penurunan pendengaran pada riwayat pengobatan streptomisin. Dosis pemberian obat pada pasien MDR-TB ditetapkan oleh Tim Ahli Klinis (TAK) yang berdasarkan berat badan pasien dan hasil kultur sensitivitas kuman. Dosis kanamisin seperti yang tertulis pada tabel 8 dibawah ini. 13 Tabel 8. Dosis pemberian obat kanamisin Klasifikasi Dosis obat sesuai berat badan Obat Dosis rata-rata 33-50 kg 51-70 kg >70 kg Harian ( dosis maksimal ) Kanamisin (Km) 15-20 mg/kg/hari 500-750 mg 1000 mg 1000 mg Dikutip dari (13) Dalam penelitian ini dosis terbanyak yang digunakkan 750 mg secara intramuskuler seminggu 5 kali pada 45 pasien (55,6%). Terdapat perbedaan yang bermakna antara dosis dengan penurunan pendengaran. Pasien dengan pemberian injeksi kurang dari 6 bulan ada 38 pasien (46,9%), dan yang menerima injeksi > 6 bulan ada 43 pasien (53,1%). Lama injeksi kanamycin meningkatkan risiko penurunan secara signifikan. Penelitian Javadi et al mendapatkan bahwa dosis, lama terapi berperan dalam penurunan pendengaran. Penelitian peloquin et al menyatakan bahwa total dosis kumulatif berhubungan dengan penurunan pendengaran, sehingga disarankan penggunaan dosis yang optimal dengan durasi terpendek yang memungkinkan. Pada pengujian lanjutan untuk menilai faktor yang paling bermakna terhadap penurunan pendengaran didapatkan adalah dosis. Lama pemberian injeksi mempengaruhi 17,1% dan merupakan faktor risiko independen penurunan pendengaran, sehingga hal ini menyatakan masih banyak faktor lain yang berpengaruh terhadap penurunan pendengaran. Menjadi saran bagi penelitian lanjutan untuk menilai faktor-faktor lain yang lebih luas yang dapat mempengaruhi penurunan pendengaran seperti faktor tempat tinggal maupun genetik. Simpulan Didapatkan hubungan yang bermakna antara dosis dan lama injeksi kanamisin dengan penurunan pendengaran. Dosis lebih signifikan dalam mempengaruhi penurunan pendengaran. Penurunan pendengaran akan mempengaruhi kemampuan dalam berkomunikasi pasien, sehingga

membatasi kemampuan pasien dalam berinteraksi sosial dan dalam hal mata pencaharian. Monitoring audiometri penting dilakukan dengan tertib untuk membantu mendeteksi terjadinya penurunan pendengaran, ataupun mencegah gangguan pendengaran ini menjadi permanen. Tim ahli klinis pada penatalaksanaan MDR-TB berperan penting dalam penanganan yang berhubungan dengan morbiditas.

DAFTAR PUSTAKA 1. World Health Organization. Global tuberculosis report 2012. Geneve. 2012. 2. Sturdy A, Goodman A, Jose J.R, Loyse A, O Donoghue M, et al. Multidrug-resistant tuberculosis (MDR-TB) treatment in UK: a study of injectable use and toxicity in practice. J Antimicrob Chemother 2011; 66: 1815-1820. 3. Ormerod LP. Multidrug-resistant tuberculosis (MDR-TB): epidemiology, prevention and treatment. Br Med Bull 2005. 73-74 (1): 17-24. 4. Isbaniyah F, Thabarani Z, Soepandi P.Z, Burhan E, Reviono, dkk. Tuberkulosis. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011 5. Duggal P, Sarkar M. Audiologic monitoring of multi-drug resistant tuberculosis patients on aminoglycoside treatment with long term follow-up. BMC Ear, Nose and Throat Disorders. 2007;7(5):1-7. 6. Seddon J.A, Fausset P.G, Jacobs K, Ebrahim A, Anneke C, et al. Hearing loss in patients on treatment for drug resistant tuberculosis. Eur respir J. 2012; 40: 1277-86. 7. Tupper G, Ahmad N, Seidman M, 2005 Mechanisme of Ototoxicity, in Hearing and Hearing Disorder, Research and Diagnostic, Departement of Otolaryngology, Head and Neck Surgery, Henry Ford Health System, Vol 9, no 1, p. 2-10. 8. Javadi M.R, Abtahi B, Gholami K, Moghadam B.S, Tabarsi P, et al. The incidence of amikacin ototoxicity in multidrug-resistant tuberculosis patients. Iranian Journal of Pharmaceutical Research. 2011; 10(4): 905-911. 9. Munir S.M, Nawas A, Soetoyo D.K. Pengamatan pasien tuberculosis paru dengan multidrug resistant (TB-MDR) di poliklinik paru RSUP Persahabatan.J Respir Indo.2010;30(2): 92-104. 10. Charles A.P, Shaun E.B, Annete T.N, Patricia M.S, Marian G, et al. Aminoglycoside toxicity: daily versus thrice-weekly dosing for treatment of mycobacterial diseases. CID. 2004:38. Available at http://cid.oxfordjournals.org 11. Davis A, Davis K.A. Epidemiology of aging and hearing loss related to other chronic illnesses. Hearing Care for adults. 2009; 2: 23-32. 12. Hilton c, Huang T. Age-related hearing loss. Geriatric & aging. 2008; 11(9): 522-24. 13. Departemen Kesehatan RI. Petunjuk Teknis Penatalaksanaan Pasien TB MDR. Departemen Kesehatan RI. 2009.p: 12-8. 14. Jager. P, Altena RV. Hearing Loss and Nephrotoxicity in long-term aminoglicoside Treatment in Patients with Tuberculosis. Faculty of medical sciences, university of Groningen, Groningen. Int J Tuberc Lung. 2002. Disc 6 (7):p. 622-7. 15. Widayanto, Reviono, Harsini, Aphridasari J, Sutanto Y.S. Streptomisin dan insidens penurunan pendengaran pada pasien multidrug resistant tuberculosis di Rumah Sakit Dr. Moewardi. J Respir Indo. 2013; 33:167-72.