TITER ANTIBODI PROTEKTIF TERHADAP NEWCASTLE DISEASE PADA BURUNG UNTA (STRUTHIO CAMELUS)

dokumen-dokumen yang mirip
Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006 MATERI DAN METODA Vaksin ND ( Newcastle Diseases ) Vaksin ND yang dipergunakan terdiri dari a Ga

STUDI KEPEKAAN BURUNG UNTA (STRUTHIO CAMELUS) TERHADAP VIRUS NEWCASTLE DISEASE GALUR VELOGENIK ISOLAT LOKAL

METODELOGI PENELITIAN

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang

TEKNIK PENGUJIAN DAYA HIDUP VIRUS VAKSIN ND (NEWCASTLE DISEASE) YANG TELAH DIENCERKAN DALAM WAKTU PENYIMPANAN YANG BERBEDA RINGKASAN

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Tetelo yang merupakan salah satu penyakit penting pada unggas. Penyakit ini

UJI TANTANG DENGAN VIRUS IBD ISOLAT LAPANG PADA AYAM YANG MENDAPATKAN VAKSIN IBD AKTIF DAN INAKTIF KOMERSIL

VAKSINASI NEWCASTLE DISEASE SECARA LATERAL PADA AYAM PEDAGING : PENGARUH RASIO DAN DENSITAS

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

PERBANDINGAN UJI HI DAN ELISA UNTUK MENGUKUR MATERNAL ANTIBODI ND PADA ANAK AYAM

HASIL DAN PEMBAHASAN

ABSTRAK. Kata Kunci : Bursa Fabrisius, Infectious Bursal Disease (IBD), Ayam pedaging

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam subfamily Paramyxovirinae, family Paramyxoviridae (OIE, 2009).

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

RINGKASAN. Kata kunci : Titer antibodi ND, Newcastle Disease, Ayam Petelur, Fase layer I, Fase Layer II

Deteksi Respon Antibodi dengan Uji Hemaglutinasi Inhibisi dan Titer Proteksi terhadap Virus Avian Influenza Subtipe H5N1

RESPON ANTIBODI DAN PROTEKSI VAKSIN INAKTIF INFECTIOUS BRONCHITIS ISOLAT LOKAL PADA AYAM PETELUR

Waktu Vaksinasi Avian Influenza (AI) yang Tepat untuk Menghasilkan Respon Imunologis Protektif pada Ayam Ras Pedaging

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

Kajian Vaksin Avian Influesa (AI) pada Ayam Buras dengan Sistem Kandang Kurung di Gunung Kidul Yogyakarta

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI VIRUS Avian influenza ASAL BEBEK

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya

PEMBUATAN DAN STANDARISASI ANTIGEN AI H5N1 KOMERSIAL UNTUK MONITORING TITER ANTIBODI HASIL VAKSINASI AI DI INDUSTRI PETERNAKAN AYAM

GAMBARAN RESPON KEBAL TERHADAP INFECTIOUS BURSAL DISEASE

NEWCASTLE DISEASE VIRUS,,,, Penyebab Newcastle Disease. tahukan Anda???? Margareta Sisca Ganwarin ( )

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan

SEROEPIDEMIOLOGI PASCA VAKSINASI NEWCASTLE DISEASE (ND) DENGAN 2 STRAIN ANTIGEN

METODOLOGI PENELITIAN

RESPON TITER ANTIBODI PASCAVAKSINASI AVIAN INFLUENZA PADA AYAM YANG DIBERI EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma xanthorriza Roxb.)

PENGEMBANGAN VAKSIN INFECTIOUS BRONCHITIS INAKTIF ISOLAT LOKAL

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013.

Perbandingan Titer Antibodi Newcastle Disease pada Ayam Petelur Fase Layer I dan II

PROFIL TITER ANTIBODI Newcastle Disease (ND) dan Avian Influenza (AI) PADA ITIK PETELUR FASE STARTER DI KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

Respons Antibodi Sekunder Terhadap Penyakit Tetelo pada Ayam Petelur Pascavaksinasi Ulangan dengan Vaksin Tetelo Aktif

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING

VAKSINASI PENYAKIT TETELO SECARA KONTAK PADA AYAM BURAS : PERBANDINGAN ANALISIS ANTARA KONDISI LABORATORIUM DAN LAPANGAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

SERODETEKSI PENYAKIT TETELO PADA AYAM DI TIMOR LESTE Muhammad Ulqiya Syukron 1, I Nyoman Suartha 2, Nyoman Sadra Dharmawan 3.

TAHUN Nur Khusni Hidayanto, Ramlah, Ferry Ardiawan dan Yati Suryati

PROFIL TITER ANTIBODI Avian Influenza (AI) dan Newcastle Disease (ND) PADA ITIK PEJANTAN DI KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU

PROFIL TITER ANTIBODI Newcastle Disease (ND) dan Avian Influenza (AI) PADA ITIK PETELUR FASE GROWER DI KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

EVALUASI HASIL PENGUJIAN UJI KEAMANAN VAKSIN GUMBORO AKTIF DI BBPMSOH TAHUN

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. sangat akut dan mudah sekali menular. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus

UJI BANDING ANTAR LABORATORIUM TERHADAP TITER ANTIBODI AYAM PASCA VAKSINASI CORYZA DENGAN METODE HI (Haemaglutination Inhibition)

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan

1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 3

GAMBARAN TITER ANTIBODI ANTI H5 PADA SERUM DAN KUNING TELUR AYAM SINGLE COMB BROWN LEGHORN YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN INAKTIF H5N2 WA ODE YUSRAN

AHMAD MAIZIR, SYAEFURROSAD, ERNES A, NENENG A, N M RIA ISRIYANTHI. Unit Uji Bakteriologi

umum digunakan untuk brucellosis yang di Indonesia umumnya menggunakan teknik Rose Bengal Plate Test (RBPT), Serum Agglutination Test (SAT), dan Compl

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA BIDANG KEGIATAN PENELITIAN VAKSIN LOKAL AYAM ASAL FESES TEPAT GUNA

RESPON IMUN ANAK BABI PASCA VAKSINASI HOG CHOLERA DARI INDUK YANG TELAH DIVAKSIN SECARA TERATUR ABSTRAK

BAHAN DAN METODE. Materi Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Skematis virus ND. (FAO 2004)

RINGKASAN PENDAHULUAN

PRODUKSI ANTIBODI POLIKLONAL ANTI H5N1 PADA MARMOT (Cavia porcellus) YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN AVIAN INFLUENZA H5N1 DAN H5N2 KUNTO WIDYASMORO

EFIKASI VAKSIN MYCOPLASMA GALLISEPTICUM UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT PERNAFASAN MENAHUN PADA AYAM BURAS DI LOKASI PENGEMBANGAN BIBIT TERNAK

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dapat disebabkan oleh kausa infeksius, non-infeksius dan nutrisional (Ali dkk.,

WARTAZOA Vol. 15 No. 2 Th Naskah ini bertujuan untuk mengungkap aspek virus ND pada itik yang dapat menyebabkan penyakit tetelo pada ayam serta

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berproduksi secara maksimal adalah kelompok ayam pada peternakan tersebut

Perbandingan Tingkat Proteksi Program Vaksinasi Newcastle Disease pada Broiler

RIWAYAT HIDUP. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 2005 di SDN 1

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 25 September 17 Oktober 2012 di unit kandang

Respon Antibodi dan Protektivitas pada Ayam Pasca Vaksinasi Menggunakan Vaksin Nd Aktif Lv12

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica

Tingkat Perlindungan Vaksin Komersial AI H5N1 Clade terhadap Virus AI H5N1 clade Asal Itik pada Ayam SPF dalam Kondisi Laboratorium

3. METODE PENELITIAN

GAMBARAN RESPON VAKSINASI IBD MENGGUNAKAN VAKSIN IBD INAKTIF PADA AYAM PEDAGING KOMERSIAL DEVA PUTRI ATTIKASARI

VAKSIN NEWCASTLE DISEASE INAKTIF BERASAL DARI VIRUS ISOLAT LOKAL GALUR VELOGENIK

PENGKAJIAN KUALITAS VAKSIN INFECTIOUS BRONCHITIS (IB) AKTIF di BEBERAPA PROVINSI di INDONESIA EMILIA, YUNI YUPIANA, NENI NURYANI, YATI SURYATI

PENGENDALIAN NEWCASTLE DISEASE (ND) PADA AYAM BURAS MELALUI VAKSINASI SERTA ANALISIS EFIKASI DALAM PENGEMBANGAN AYAM BURAS JAWA TENGAH DAN YOGYAKARTA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Februari -- Maret 2013 di unit kandang

Pengembangan Prototipe Vaksin Inaktif Avian Influenza (AI) H5N1 Isolat Lokal dan Aplikasinya pada Hewan Coba di Tingkat Laboratoium

Respon Imun Primer Ayam Petelur Pasca Vaksinasi Egg Drop Syndrome

TINJAUAN PUSTAKA Newcastle Disease (ND)

FLU BURUNG AVIAN FLU BIRD FLU. RUSDIDJAS, RAFITA RAMAYATI dan OKE RINA RAMAYANI

BAB III METODE PENELITIAN

AKABANE A. PENDAHULUAN

PENGARUH TOKSIN BINDER DAN AFLATOKSIN B1 TERHADAP RESPON TANGGAP KEBAL NEWCASTLE DISEASE PADA AYAM PEDAGING

DETEKSI ANTIBODI ANTI- Escherichia coli K99 DI DALAM SERUM INDUK SAPI FRIESIAN HOLSTEIN BUNTING POST VAKSINASI E. coli DENGAN TEKNIK ELISA

DETEKSI KEBERADAAN ANTIBODI ANTI H5N1 MENGGUNAKAN METODE ENZYME-LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) PADA SERUM SAPI YANG DIVAKSINASI H5N1 NOVIYANTI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai

UJI PENEGUHAN REAL TIME PCR AVIAN INFLUENZA DI BBKP SURABAYA TERHADAP METODE UJI STANDAR AVIAN INFLUENZA SESUAI STANDAR OIE.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Usaha pembibitan ayam merupakan usaha untuk menghasilkan ayam broiler

METODOLOGI PENELITIAN

UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas Asung Kerta Wara Nugraha-Nya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Maternal antibodi atau yang bisa disebut maternally derived antibodies atau

LAPORAN GAMBARAN DURATION OF IMMUNITY VAKSIN RABIVET 92. Pusat Veterinaria Farma ABSTRAK

Gambar 4 Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-7 dan 28.

Kudrjawzow dan Rumanow (1928) yang telah dimodifikasi oleh Hardjoutomo dan Sri Poernomo (1976). Untuk pembuatan antigen kokto tersebut dikerjakan sepe

ABSTRAK PENGARUH KALSIUM TERHADAP KADAR KOLESTEROL DARAH TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Salah Satu Manajemen Perkandangan pada Peternakan Ayam Broiler.

BAB 3 METODE PENELITIAN

Transkripsi:

TITER ANTIBODI PROTEKTIF TERHADAP NEWCASTLE DISEASE PADA BURUNG UNTA (STRUTHIO CAMELUS) DARMINTO, S. BAHRI, dan N. SURYANA Balai Penelitian Veteriner Jalan R.E. Martadinata 30, P.O. Box 151, Bogor16114, Indonesia (Diterima dewan redaksi 26 Agustus 1998) ABSTRACT DARMINTO, S. BAHRI, and N. SURYANA. 1998. Protective antibody titre against Newcastle disease in ostriches (Struthio camelus). Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 3(4): 243-250. The aim of this study was to define an estimated antibody titre which was considered to be protective against Newcastle disease (ND) virus infection in ostriches. Eighteen young ostriches of 4 days of age were divided into two groups each containing 9 birds. The first group was unvaccinated and the second group was vaccinated against ND virus twice at 4 and 14 days of age. Antibody titres were monitored at 1, 14, 28, 42, 56, 70 and 85 days of age by haemagglutination inhibition (HI) test. All birds were then challenged with a velogenic strain of ND virus, Ita strain, at 42 days of age. The excretion of the challenge virus were monitored daily after challenge up to the end of this experiment. Several organs such as brain, trachea, lungs and spleen were collected from died birds for re-isolation of the challenged virus. Results indicated that all unvaccinated birds succumbed to the challenged virus, except one bird that survived challenged. In contrast to the unvaccinated birds, all vaccinated birds survived challenged, except two birds with low antibody titres succumbed challenged. All birds with antibody titres of 4 (HI-log 2 ) or greater survived challenged. All challenged birds excreted the challenged virus through out their oropharyngs. Moreover, challenged virus can be successfully re-isolated from most organs of the died birds. This study concludes that : (a) the estimated protective titre against ND in ostriches is 4 (HI-log 2 ), (b) the immune status for ostrich with antibody titre less the 4 (HI-log 2 ) could not be defined, and (c) vaccination against Newcastle disease in ostriches could successfully prevent birds from sick and died of ND, but unable to prevent virus infection and unable to stop carrier status after infection. Key words : Newcastle disease, ostrich, antibody, protective titre ABSTRAK DARMINTO, S. BAHRI, dan N. SURYANA. 1998. Titer antibodi protektif terhadap Newcastle disease pada burung unta (Struthio camelus). Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 3 (4): 243-250. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan perkiraan titer antibodi terhadap Newcastle disease (ND) yang protektif pada burung unta. Untuk itu, sebanyak 18 ekor anak burung unta umur 4 hari dibagi menjadi dua kelompok: kelompok I tidak divaksinasi dan kelompok II divaksinasi dengan vaksin ND sebanyak dua kali pada umur 4 dan 14 minggu. Titer antibodi terhadap ND dipantau pada umur 1, 14, 28, 42, 56, 70 dan 85 hari dengan uji hemaglutinasi inhibisi (HI). Semua burung kemudian ditantang dengan virus ND galur velogenik, galur Ita, pada umur 42 hari. Eskresi virus penantang dipantau setiap hari hingga akhir pengamatan. Dari burung yang mati diambil contoh organnya berupa otak, trakhea, paru-paru dan limpa untuk diisolasi kembali virus penantang. Hasil percobaan menunjukkan bahwa semua burung yang tidak divaksinasi mati dalam penantangan, kecuali satu ekor yang tetap hidup. Sebaliknya semua burung yang divaksinasi tetap hidup dalam uji tantang, kecuali dua ekor burung yang memiliki titer antibodi rendah mati dalam penantangan. Semua burung unta yang memiliki titer antibodi 4 (HI-log 2 ) atau lebih besar tetap hidup dalam penantangan. Semua burung yang ditantang mengekskresikan virus melalui mulut (orofaring). Dari organ-organ burung yang mati dalam penantangan dapat diisolasi kembali virus penantangnya. Secara keseluruhan, dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: (a) titer antibodi protektif terhadap ND adalah 4 (HIlog 2 ), (b) status imun untuk burung unta yang memiliki titer antibodi di bawah 4 (HI-log 2 ) tidak dapat ditentukan dan (c) vaksinasi ND pada burung unta dapat mencegah sakit dan kematian akibat serangan virus ND, namun tidak dapat mencegah proses infeksi virus galur velogenik dan tidak dapat mencegah status karier setelah infeksi oleh virus ND. Kata kunci: Newcastle disease, burung unta, antibodi, titer protektif 243

DARMINTO et al. : Titer Antibodi Protektif terhadap Newcastle Disease pada Burung Unta (Struthio camelus) PENDAHULUAN Sebagaimana spesies burung lainnya, burung unta (Struthio camelus), ternyata juga rentan terhadap berbagai macam penyakit menular (HUCHZERMEYER, 1994; DARMINTO dan BAHRI, 1998). Dari sekian banyak penyakit menular yang dapat menyerang burung unta, tampaknya Newcastle disease (ND) merupakan penyakit yang perlu mendapat perhatian, khususnya untuk peternakan burung unta di Indonesia. ND merupakan penyakit endemik di Indonesia. Virus ND yang umumnya terdiri atas galur velogenik atau ganas (DARMINTO dan RONOHARDJO, 1996) bersirkulasi di lingkungan dan potensial menyebabkan wabah pada unggas yang dapat terjadi setiap saat sepanjang tahun (DARMINTO et al., 1993; DARMINTO, 1995), merupakan ancaman potensial untuk peternakan burung unta. Lebih lanjut dilaporkan bahwa dalam percobaan di laboratorium, burung unta terbukti rentan terhadap infeksi oleh virus ND galur velogenik isolat lokal (DARMINTO dan BAHRI, 1997). Dari sejumlah burung unta umur 5-6 minggu yang diinfeksi dengan virus ND velogenik isolat lokal, separuhnya (50%) memperlihatkan gejala sakit ND dan mati beberapa hari setelah gejala klinis muncul. Sisanya yang 50% lagi terinfeksi, tetapi tidak memperlihatkan gejala klinis ND, namun dari saluran pernafasan dan pencernaannya dapat dibuktikan adanya ekskresi virus ND (DARMINTO dan BAHRI, 1997) yang dapat menulari burung unta rentan yang ada di sekitarnya (DARMINTO et al., 1998). Data tersebut memperlihatkan bahwa burung unta yang terinfeksi oleh virus ND menjadi karier, sehingga dapat berperan sebagai sumber infeksi bagi peternakan burung unta. Berbagai upaya telah dipelajari untuk menanggulangi serangan ND pada burung unta melalui vaksinasi. Aplikasi vaksin ND galur La Sota yang telah dimodifikasi dosisnya untuk disesuaikan dengan kebutuhan burung unta, dapat memberikan hasil yang baik (DARMINTO et al., 1998). Hasil yang baik juga diamati dari pelaksanaan program vaksinasi ND yang melibatkan vaksin ND inaktif yang diproduksi dari galur velogenik asal burung unta di Indonesia, untuk keperluan vaksinasi burung unta pembibitan atau breeder (DARMINTO, data belum dipublikasi). Pelaksanaan program vaksinasi tersebut harus ditunjang dengan program pemantauan titer antibodi setelah vaksinasi untuk dapat memberi jaminan tentang status imun suatu peternakan burung unta terhadap ND setelah vaksinasi. Dalam pemantauan titer antibodi tersebut diperlukan adanya pemahaman tentang titer antibodi yang bersifat protektif setelah vaksinasi. Publikasi ini dimaksudkan untuk melaporkan hasil penelitian tentang titer antibodi protektif terhadap ND pada burung unta. Burung unta MATERI DAN METODE Dua puluh ekor anak burung unta umur sehari yang diperoleh dari peternakan burung unta PT. Royal Ostrindo di Kabupaten Bogor, dibagi menjadi dua kelompok yang masing-masing dikandangkan secara terpisah. Kebutuhan pakan dan air minum diberikan secara ad libitum selama dalam penelitian ini. Telur ayam berembrio Telur ayam berembrio bebas kuman patogen tertentu (specific pathogen free, SPF) yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh secara komersial dari PT. Vaksindo Satwa Nusantara, sedangkan telur ayam tetes yang bukan SPF diperoleh secara komersial dari beberapa perusahaan penetasan ayam di Kabupaten Bogor. Virus Newcastle disease Virus ND lentogenik, galur LaSota, digunakan untuk melakukan vaksinasi dengan dosis 10 9 EID 50 (50% embryo infective dose) per ekor burung unta (DARMINTO et al., 1998). Sementara itu, virus ND velogenik, galur Ita, digunakan untuk virus penantang yang diberikan dengan dosis 10 6 ELD 50 (50% embryo lethal dose) per ekor burung unta (DARMINTO dan BAHRI, 1997). Kedua virus tersebut ditumbuhkan dan dipersiapkan pada telur ayam berembrio yang SPF. Hemaglutinasi inhibisi Titer antibodi terhadap ND diukur dengan uji hemaglutinasi inhibisi (HI) menggunakan cara standar yang telah diuraikan oleh SHORTRIDGE et al. (1982) dan ALEXANDER (1988) dan direkomendasikan oleh OIE (1996). Semua serum yang akan diuji diinaktifkan pada suhu 56 C selama 30 menit. Aglutinin non-spesifik aglutinin yang mungkin ada dalam serum burung unta dihilangkan dengan mengikatnya menggunakan larutan sel-sel darah merah ayam. Serum tersebut kemudian diencerkan secara seri berkelipatan dua dengan larutan phosphate buffered saline (PBS) ph=7,2 dalam lempeng mikrotiter, yang setiap lubangnya berisi enceran sebanyak 0,025 ml. Setelah itu, sebanyak 0,025 ml larutan antigen ND yang mengandung 4 HAU (haemagglutination unit) 244

Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner Vol. 3 No. 4 Th. 1998 per 0,025 ml ditambahkan pada setiap enceran serum dan kemudian lempeng mikrotiter tadi digoyang dengan alat penggoyang elektrik selama 30 detik. Selanjutnya, lempeng mikrotiter dibiarkan selama 30 menit dalam suhu ruangan untuk memberi kesempatan terjadinya reaksi antara antigen ND dan antibodi yang terdapat dalam serum. Setelah itu, pada setiap enceran ditambahkan 0,05 ml suspensi butir-butir darah merah ayam yang berkonsentrasi 0,5% dan lempeng mikrotiter kemudian digoyang dengan alat penggoyang elektrik selama 30 detik. Setelah dibiarkan beberapa saat, hasilnya kemudian dibaca. Pada setiap pengujian selalu disertai dengan kontrol serum positif, serum negatif, suspensi butir-butir darah merah ayam dan titrasi antigen balik (back titration). Hasil pengujian dapat dibaca jika kontrol suspensi butir-butir darah merah telah mengendap berupa satu titik di dasar lubang lempeng mikrotiter. Titer HI dinyatakan sebagai pengenceran serum tertinggi yang masih memperlihatkan aktivitas hemaglutinasi-inhibisi sempurna. Titer HI kemudian dinyatakan dalam bilangan log 2. Isolasi virus penantang Untuk membuktikan bahwa kematian burung unta setelah uji tantang adalah benar-benar oleh virus ND, maka perlu dilakukan isolasi kembali virus penantang dari organ burung tersebut. Untuk itu, terhadap burung unta yang mati setelah uji tantang, dilakukan pengambilan contoh organ berupa otak, trakhea, paruparu dan limpa untuk diisolasi kembali virus penantangnya. Isolasi dilakukan dengan menginokulasikan suspensi organ yang berkonsentrasi 10% dalam larutan PBS steril ph=7,2 dan mengandung antibiotika (2.000 IU penisilin dan 2.000 µg streptomisin per ml) ke dalam telur ayam berembrio non-spf umur 9 hari. Setiap suspensi organ memerlukan 3 butir telur. Setelah diinkubasi selama 4 hari pada suhu 37 C, telur-telur tersebut diperiksa terhadap adanya pertumbuhan virus ND velogenik. Ekskresi virus Ekskresi virus ND penantang dari tubuh burung unta setelah uji tantang dilakukan dengan cara yang telah diuraikan sebelumnya (DARMINTO dan BAHRI, 1997). Mulai dari hari pertama sampai hari terakhir pengamatan dilakukan pengambilan sampel usapan mulut (oropharyngeal swabs) dengan kapas bertangkai. Kapas hasil usapan tersebut kemudian direndam dalam medium biakan sel yang mengandung antibiotika 2.000 IU penisilin dan 2.000 µg streptomisin per ml. Selanjutnya diputar dengan kecepatan 3.000 rpm dalam waktu 30 menit. Supernatannya kemudian diinokulasikan pada tiga butir telur ayam berembrio umur 9 hari. Selanjutnya telur-telur tersebut diamati sebagaimana terjadi pada isolasi virus penantang. Rancangan percobaan Dari 20 ekor anak burung unta yang diterima, 2 ekor di antaranya mati karena kecelakaan. Delapan belas ekor anak burung unta tersebut kemudian dibagi menjadi dua kelompok yang masing-masing terdiri atas 9 ekor. Kelompok pertama tidak divaksinasi dan kelompok kedua divaksinasi dengan vaksin ND dua kali pada umur 4 dan 14 hari secara tetes mata. Perkembangan titer antibodi diamati pada anak burung unta umur 1, 14, 28, 42, 56, 70, dan 85 hari. Pada umur 42 hari semua burung ditantang dengan virus ND velogenik galur Ita secara individu melalui tetes mata. Pengamatan uji tantang dilakukan selama 6 minggu. Ekskresi virus penantang dipantau setiap hari hingga akhir percobaan. Terhadap burung yang mati, diambil contoh organ otak, trakhea, paru-paru dan limpa untuk diisolasi kembali virus penantangnya. Selanjutnya, data serologi dan virologik (mortalitas, ekskresi dan isolasi virus) dalam penelitian ini dianalisis dan diperbandingkan. Titer antibodi HASIL Perkembangan titer antibodi selama percobaan disajikan dalam Tabel 1. Pada umur satu hari, titer antibodi terhadap ND dari anak-anak burung unta berkisar antara 3-5 (HI-log 2 ). Pada umur 14 hari, titer antibodi umumnya sudah menurun dengan kisaran 0-4 (HI-log 2 ). Vaksinasi yang dilakukan pada kelompok II pada umur 4 hari tampaknya tidak berpengaruh terhadap perkembangan titer antibodi. Namun, vaksinasi kedua pada kelompok II yang dilakukan pada umur 14 hari tampak mulai berpengaruh pada perkembangan titer antibodi, sehingga pada umur 28 hari titer antibodi kelompok I (tidak divaksin) berkisar antara 0-1 (HI-log 2 ), sedangkan kelompok II (divaksin) berkisar antara 1-3 (HI-log 2 ). Perbedaan titer antibodi antara kelompok I dan II semakin jelas pada umur 42 hari, yang dalam hal ini titer antibodi kelompok I berkisar antara 0-1 (HI-log 2 ) dan kelompok II antara 3-5 (HI-log 2 ). Pada umur 56 hari titer antibodi kelompok II semakin meningkat, sedangkan burung unta pada kelompok I sudah banyak yang mati karena virus penantang. 245

DARMINTO et al. : Titer Antibodi Protektif terhadap Newcastle Disease pada Burung Unta (Struthio camelus) Tabel 1. Perkembangan titer antibodi pada anak-anak burung unta yang tidak divaksinasi dan divaksinasi dengan vaksin Newcastle disease, kemudian ditantang dengan virus Newcastle disease galur velogenik Kelompok No. identifikasi burung Titer antibodi (HI-log 2 ) pada umur (hari) 1 14 28 42 56 70 85 Tidak divaksinasi 6423 5 3 1 1 T T T 6445 4 2 1 - T T T 6486 4 1-1 T T T 6500 4 1 - - 2 2 4 6411 5 3 1-1 T T 6420 5 3 1 - - T T 6471 4 2 1 1 T T T 6522 3 1 - - T T T 6559 3 1 1 1 T T T Divaksinasi 6459 5 3 3 4 4 4 6 6487 5 4 3 3 2 T T 6511 3 1 3 5 5 6 6 6525 3 1 2 4 4 4 5 6447 5 3 3 4 4 5 6 6451 4 1 1 3 1 T T 6462 5 2 1 4 4 4 5 6490 3-2 4 4 4 6 6540 3 1 3 5 5 6 7 Keterangan: : titer antibodi dinyatakan negatif (dalam pembahasan disebut bertiter 0 (HI-log 2)) T : tidak dilakukan pengukuran titer antibodi karena burungnya telah mati dalam uji tantang Uji tantang Semua burung unta yang tidak divaksinasi (kelompok I) memiliki antibodi terhadap ND dengan titer rendah (0-1 HI log 2 ) pada saat ditantang dan burung-burung tersebut mati dalam uji tantang, kecuali burung dengan nomor identifikasi 6500 yang tidak mati dalam penantangan (Tabel 2). Sementara itu, burung unta yang divaksinasi (kelompok II), umumnya memiliki titer antibodi antara 3-5 (HI-log 2 ). Hampir semua burung unta dalam kelompok II hidup dalam uji tantang, kecuali dua ekor dengan nomor identifikasi 6487 dan 6451 yang mati dalam penantangan (Tabel 2). Yang menarik dari hasil penantangan ini adalah bahwa semua burung yang memiliki titer antibodi 4 (HIlog 2 ) tidak pernah sakit dalam penantangan dan semuanya tetap hidup (Tabel 2). Selanjutnya dari berbagai organ (otak, trakhea, paru-paru dan limpa) burung unta yang mati dapat diisolasi kembali virus ND penantang pada telur ayam berembrio umur 9 hari dan virus tersebut membunuh embrio ayam dalam waktu kurang dari 60 jam (Tabel 3). 246

Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner Vol. 3 No. 4 Th. 1998 Tabel 2. Hubungan antara titer antibodi terhadap virus Newcastle disease dengan kemampuan burung unta untuk tetap bertahan hidup dalam uji tantang yang menggunakan virus Newcastle disease galur velogenik Kelompok No. identifikasi burung Titer antibodi pada saat ditantang (HI-log 2 ) Hasil tantangan % Hidup Tidak divaksinasi 6423 1 M 11,11% 6445 - M 6486 - M 6500 - H 6411 - M 6420 - M 6471 1 M 6522 - M 6559 1 M Divaksinasi 6459 4 H 77,77% 6487 3 M 6511 5 H 6525 4 H 6447 4 H 6451 3 M 6462 4 H 6490 4 H 6540 5 H Keterangan: H : hidup M : mati - : titer antibodi negatif Tabel 3. Isolasi kembali virus penantang dari berbagai organ burung unta yang sakit dan kemudian mati dalam uji tantang Kelompok No. identifikasi burung Organ-organ Otak Trakhea Paru-paru Limpa Tidak divaksinasi 6423 + + + + 6445 + + + - 6486 + + + + 6411 + + + + 6471 + + + - 6522 + + + + 6559 + + + + Divaksinasi 6487 + + + - 6451 + + + - Keterangan: + : Virus dapat diisolasi pada telur ayam berembrio dan membunuh embrio dalam waktu kurang dari 60 jam - : Virus tidak berhasil diisolasi 247

DARMINTO et al. : Titer Antibodi Protektif terhadap Newcastle Disease pada Burung Unta (Struthio camelus) Ekskresi virus penantang Satu hari setelah penantangan, sebagian besar burung unta sudah mengekskresikan virus ND penantang dari mulutnya (orofaring). Pada hari ketiga setelah penantangan, ekskresi virus tersebut sudah terjadi pada semua burung (Tabel 4). Pada burung yang tidak mati dalam uji tantang, ekskresi virus terus terjadi hingga akhir pengamatan, yaitu 30 hari setelah uji tantang. Tabel 4. Ekskresi virus ND penantang yang dideteksi dengan cara isolasi virus dari sampel usapan mulut (oropharyngeal swab) pada telur ayam berembrio umur 9 hari Kelompok No. identifikasi burung Hari setelah uji tantang: 1 3 5 10 15 20 25 30 Tidak divaksinasi 6423 + + T T T T T T 6445 + + + T T T T T 6486 - + + + T T T T 6500 + + + + + + + + 6411 + + + + T T T T 6420 - + + + T T T T 6471 - + + + T T T T 6522 + + + + T T T T 6559 + + + + T T T T Divaksinasi 6459 + + + + + + + + 6487 - + + + + + T T 6511 - + + + + + + + 6525 + + + + + + + + 6447 + + + + + + + + 6451 - + + + T T T T 6462 + + + + + + + + 6490 + + + + + + + + 6540 + + + + + + + + Keterangan: + : Virus penantang terdeteksi dengan isolasi pada telur ayam berembrio - : Virus penantang tidak terdeteksi T : Tidak dilakukan isolasi virus, karena burungnya telah mati dalam penantangan PEMBAHASAN ND pernah dilaporkan mewabah pada peternakan burung unta di Israel yang mengakibatkan kematian sebesar 30% pada burung berusia 5-9 bulan (SAMBERG et al., 1979). Selanjutnya, wabah ND juga dilaporkan melalui internet pada tahun 1996 terjadi di Afrika Selatan dan menyebabkan 60 peternakan burung unta di negara tersebut dinyatakan dalam pengawasan karantina, sehingga dagingnya tidak dapat diekspor ke Eropa untuk sementara waktu (DARMINTO dan BAHRI, 1998). Informasi di atas memberikan gambaran bahwa kerugian akibat ND pada burung unta cukup tinggi, bukan hanya kematian, namun juga ditolaknya produk burung unta dari negara yang mengalami bawah ND. Oleh sebab itu, ND sudah selayaknya memperoleh perhatian tersendiri bagi peternakan burung unta, khususnya yang ada di Indonesia. Di Indonesia, burung unta dilaporkan rentan terhadap virus ND velogenik isolat lokal (DARMINTO dan BAHRI, 1997). Oleh sebab itu, berbagai aspek pengendalian ND pada burung unta perlu dipelajari untuk dapat merumuskan cara-cara pengendalian yang efektif dan efisien. Karena ND disebabkan oleh virus 248

Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner Vol. 3 No. 4 Th. 1998 dan tidak ada obatnya, maka tindakan pengendalian yang paling mungkin adalah dengan pencegahan melalui vaksinasi. Dosis vaksin yang efektif untuk burung unta telah dilaporkan oleh DARMINTO et al. (1998). Sementara itu, program vaksinasinya kini sedang dipelajari. Pada kesempatan ini dilaporkan hasil penelitian tentang titer antibodi protektif terhadap ND pada burung unta. Sebagaimana yang terlihat pada Tabel 1, titer antibodi anak-anak burung unta pada umur 1 hari berkisar antara 3-5 (HI-log 2 ) dan selanjutnya mulai menurun pada umur 14 hari. Pada kelompok yang tidak divaksinasi (kelompok I) titer antibodi semakin menurun dari hari ke hari dan mencapai titer terendah pada saat uji tantang pada umur 42 hari. Sementara itu, untuk kelompok yang mendapatkan vaksinasi, titer antibodi cenderung naik setelah vaksinasi yang kedua (umur 14 hari). Titer antibodi kelompok II ini semakin meningkat setelah uji tantang dan mencapai titer tertinggi pada akhir percobaan. Antibodi yang diamati pada semua burung dari umur 1-14 hari kemungkinan besar merupakan antibodi maternal, sedangkan antibodi yang diamati pada kelompok II pada umur 18 dan 42 hari merupakan antibodi hasil vaksinasi. Sementara itu, antibodi yang terbentuk setelah umur 42 hari pada kelompok II merupakan antibodi hasil penantangan dengan virus ND velogenik. Dalam uji tantang (Tabel 2), semua burung yang tidak divaksinasi mati, kecuali seekor yang hidup hingga selesai percobaan, sedangkan burung unta yang divaksinasi, hampir semuanya hidup, kecuali dua ekor yang mati dengan titer antibodi sebelum ditantang masing-masing sebesar 3 (HI-log 2 ). Semua burung unta yang memiliki titer antibodi sebesar 4 (HI-log 2 ) atau lebih, hidup dalam uji tantang. Burung-burung yang mati tersebut dapat dipastikan disebabkan oleh infeksi virus ND, karena dari organ burung tersebut dapat diisolasi kembali virus ND velogenik yang membunuh telur berembrio kurang dari 72 jam (Tabel 3). Di samping itu, pembuktian infeksi virus ND velogenik penantang juga dapat ditunjukkan melalui data ekskresi virus penantang (Tabel 4) yang dalam hal ini semua burung yang ditantang mengekskresikan virus penantang melalui mulut (orofaring) mulai dari hari pertama hingga akhir penantangan. Karena dalam uji tantang ini semua burung unta yang memiliki titer antibodi sebesar 4 (HI-log 2 ) atau lebih, dapat tetap hidup tanpa memperlihatkan sakit ND, maka dapat disimpulkan bahwa titer antibodi protektif terhadap ND pada burung unta adalah sebesar 4 (HI-log 2 ). Kesimpulan ini mengandung pengertian bahwa burung unta yang memiliki titer antibodi sebesar 4 (HI-log 2 ) atau lebih akan memiliki peluang yang sangat tinggi untuk tetap hidup dan bertahan terhadap serangan virus ND velogenik tanpa menderita sakit, namun tidak dapat berkomentar tentang status kekebalan serta peluang sakit dan mati terhadap burung unta yang memiliki titer antibodi di bawah 4 (HI-log 2 ). Dengan kata lain, burung unta yang memiliki titer antibodi sebesar 4 (HI-log 2 ) atau lebih dapat dinyatakan kebal atau imun terhadap serangan virus ND velogenik, namun status imun atau rentan bagi burung unta yang memiliki titer antibodi di bawah 4 (HI-log 2 ) tidak dapat diberikan. Dalam percobaan ini diketahui ada seekor burung unta yang memiliki titer antibodi negatif atau 0 (HI-log 2 ) pada saat uji tantang, ternyata tidak mati, meskipun sempat mengalami sakit. Demikian juga hasil penelitian yang lalu (DARMINTO dan BAHRI, 1997) menyebutkan bahwa 50% burung unta yang tidak divaksinasi tetap hidup dan bertahan terhadap infeksi virus ND velogenik. Kesamaan hasil penelitian ini dengan hasil penelitian kerentanan burung unta terhadap ND yang lalu (DARMINTO dan BAHRI, 1997) adalah dalam hal ekskresi virus penantangnya. Baik hasil penelitian saat ini maupun yang lalu terlihat konsisten bahwa burung unta, yang memiliki status imun atau yang rentan, setelah diinfeksi dengan virus ND velogenik, akan mengekskresikan virus ND dari mulut (orofaring) mulai dari hari pertama setelah infeksi hingga akhir pengamatan. Data ini menunjukkan bahwa vaksinasi ND mampu meningkatkan status imun burung unta terhadap serangan virus ND velogenik sehingga mencegah terjadinya sakit ND, namun tidak mampu mencegah infeksi virus ND velogenik terhadap burung unta dan status karier ND setelah infeksi. Hal ini berarti bahwa vaksinasi ND pada burung unta hanya mampu mencegah terjadinya sakit ND dan kematian akibat serangan ND, namun tidak dapat mencegah proses infeksi virus ND itu sendiri. Burung unta yang divaksinasi ND dan memiliki status imun dengan titer 4 (HI-log 2 ) akan terhindar dari sakit dan kematian oleh ND, namun masih tetap terinfeksi dan masih dapat menjadi karier. Secara keseluruhan, dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: (a) titer antibodi protektif terhadap ND adalah 4 (HI-log 2 ), (b) status imun dan kerentanan untuk burung unta yang memiliki titer antibodi di bawah 4 (HI-log 2 ) tidak dapat ditentukan, dan (c) vaksinasi pada burung unta dapat mencegah sakit dan kematian akibat serangan ND, namun tidak dapat mencegah proses infeksi virus ND velogenik dan tidak dapat mencegah status karier ND setelah infeksi. UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini dibiayai oleh perusahaan peternakan burung unta di Indonesia, PT. Royal Ostrindo. Kepada 249

DARMINTO et al. : Titer Antibodi Protektif terhadap Newcastle Disease pada Burung Unta (Struthio camelus) pimpinan perusahaan tersebut penulis mengucapkan banyak terimakasih. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada para teknisi dan pembantu teknisi virologi, khususnya Sdr. Apipudin yang telah memberikan bantuan teknis sehingga penelitian ini dapat berjalan lancar. DAFTAR PUSTAKA ALEXANDER, D. J. 1998. Newcastle disease diagnosis. pp. 147-160. In: Newcastle Disease (D.J. ALEXANDER ed.). Kluwer Academic Publication, London. pp. 147-160. DARMINTO. 1995. Diagnosis, Epidemiology and Control of Two Major Avian Viral Respiratory Diseases in Indonesia: Infectious Bronchitis and Newcastle Disease. Ph.D. Thesis. James Cook University of North Queensland, Townsville, Australia. DARMINTO, P.W. DANIELS, and P. RONOHARDJO. 1993. Studies on the epidemiology of Newcastle disease in eastern Indonesia by serology and characterisation of viral isolates using panels of monoclonal antibodies. Penyakit Hewan 25(46): 67-75. DARMINTO dan P. RONOHARDJO. 1996. Karakterisasi isolatisolat virus Newcastle disease asal wilayah Timur Indonesia. Prosiding Temu Ilmiah Nasional Bidang Peternakan dan Veteriner. Kerjasama antara Balai Penelitian Veteriner dan Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia, 12-13 Maret 1996. BAHRI, S. et al. (eds.). pp. 104-113. DARMINTO dan S. BAHRI. 1997. Studi kepekaan burung unta (Struthio camelus) terhadap virus Newcastle disease galur velogenik isolat lokal. J. Ilmu Ternak Vet. 2(4): 250-257. DARMINTO dan S. BAHRI. 1998. Mengenal penyakit-penyakit menular penting pada burung unta (Struthio camelus). Wartazoa 7(1): 22-32. DARMINTO, S. BAHRI, dan N. SURYANA. 1998. Transmisi virus Newcastle disease galur velogenik pada burung unta (Struthio camelus) dan pencegahannya melalui vaksinasi. Prosiding Seminar Hasil-hasil Penelitian Veteriner di Balai Penelitian Veteriner, 18-19 Februari 1998. HARDJOUTOMO, S. et al. (eds.). pp. 117-123. HUCHZERMEYER, F. W. 1994. Ostrich Diseases. Onderstepoort Veterinary Institute, South Africa, 122 pp. OIE. 1996. Manual of Standards for Diagnostic Tests and Vaccines. Third ed. Office International des Epizooties, Paris, France. SAMBERG, Y., D. U. HADASH, B. PERELMAN, and M. MEROZ. 1979. Newcastle disease in ostriches (Struthio camelus): Field case and experimental infection. Avian Pathology 18: 221-226. SHORTRIDGE, K.F., W.H. ALLAN, and D.J. ALEXANDER. 1982. Newcastle Disease: Laboratory Diagnosis and Vaccine Evaluation. Hong Kong Uviversity Press, Hong Kong. 250