HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU TENTANG PERKEMBANGAN MOTORIK BALITA DAN STATUS SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK BALITA DI PUSKESMAS MANDALA MEDAN Oleh : David M. T Simangunsong Departemen Fisiologi, Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen E-mail : dmts_210980@yahoo.co.id Abstrak Fase yang penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita. Masa balita diidentifikasikan sebagai periode krisis untuk perkembangan dan penguasaan kemampuan motorik. Perkembangan anak dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain kemiskinan dan malnutrisi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara pengetahuan ibu tentang perkembangan motorik balita dan status sosial ekonomi keluarga (pekerjaan ibu, tingkat pendidikan ibu, dan tingkat pendapatan keluarga) dengan Puskesmas Mandala Medan tahun 2015. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 50 orang, diambil dengan metode consecutive sampling. Pengetahuan ibu dan sosial ekonomi keluarga diperoleh melalui kuesioner. Perkembangan motorik balita diukur dengan Denver Development Screening Test II. Dari 50 orang sampel, 54% ibu memiliki pengetahuan yang tinggi tentang perkembangan motorik balita, 90% ibu tidak bekerja, 60% tingkat pendidikan ibu menengah, dan 56% tingkat pendapatan keluarga memiliki pendapatan < Rp 2.000.000,00. Perkembangan motorik balita didapati 80% normal. Terdapat hubungan antara pengetahuan ibu tentang perkembangan motorik balita dengan perkembangan motorik balita (p = 0,001). Tidak terdapat hubungan antara status sosial ekonomi keluarga dengan perkembangan motorik balita (p > 0,05). Terdapat hubungan antara pengetahuan ibu tentang perkembangan motorik balita dengan perkembangan motorik balita, namun sebaliknya tidak terdapat hubungan antara status sosial ekonomi keluarga dengan 2015. Kata kunci : Pengetahuan ibu, sosial ekonomi keluarga, perkembangan motorik balita 125
Pendahuluan Fase yang penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita. Karena pada fase ini akan menjadi dasar yang mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. 1 Masa balita diidentifikasikan sebagai periode krisis untuk perkembangan dan penguasaan kemampuan motorik, dikenal juga sebagai keterampilan gerakan dasar. Status sosial ekonomi diakui berpengaruh terhadap perkembangan balita, yakni anak-anak yang berasal dari latar belakang sosial ekonomi yang kurang beruntung rentan terhadap keterlambatan perkembangan. 2 Perkembangan anak dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain kemiskinan, malnutrisi, kesehatan yang minim, pengaruh lingkungan yang kurang memberi stimulasi, dan faktor sosial ekonomi keluarga yang mencakup pendidikan ibu, pekerjaan, dan pendapatan ibu. Seperti penjelasan Grantham dalam Novita (2012), dijelaskan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh pendidikan dan pekerjaan ibu. Karena pendidikan yang rendah menyebabkan rendahnya pengetahuan ibu mengenai perkembangan anak dan pekerjaan ibu mempengaruhi interaksi antara ibu dan anak. 3 Tahun 2007 sampai 2011 proporsi penduduk miskin di Indonesia mengalami penurunan dari 16,6% pada tahun 2007 menjadi 12,5% pada tahun 2011, tetapi masalah gizi tidak menunjukkan penurunan secara signifikan. 4 Berdasarkan data Riskesdas 2013, prevalensi untuk berat badan kurang (underweight) secara nasional tahun 2013 adalah 19,6%, mengalami kenaikan dari tahun 2007 (18,4 dan 2010 (17,9. Prevalensi untuk tinggi badan kurang pada tahun 2013 adalah 37,2%, yang berarti terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2007 (36,8 dan 2010 (35,6. Provinsi Sumatera Utara berada di peringkat 16 untuk prevalensi kategori underweight dan berada di peringkat 8 untuk prevalensi tinggi badan kurang. 5 Hal ini akan berpengaruh terhadap perkembangan sumber daya manusia Indonesia di masa yang akan datang. Keterlambatan perkembangan umum adalah bagian dari ketidakmampuan mencapai perkembangan sesuai usia, dan didefinisikan sebagai keterlambatan dalam dua bidang atau lebih, perkembangan motorik kasar/motorik halus, bicara/berbahasa, kognisi, personal/sosial, dan aktifitas seharihari. 6 Istilah keterlambatan perkembangan umum biasanya diperuntukkan bagi anak-anak yang berusia muda, biasanya berusia kurang dari lima tahun. 126
Prevalensi keterlambatan perkembangan umum tidak diketahui secara pasti. Diperkirakan 5-10% anak mengalami keterlambatan perkembangan.6 Empat juta kelahiran per tahun di negara Amerika Serikat dan Kanada, antara 40.000 dan 120.000 anak di masingmasing negara tersebut, mengalami keterlambatan perkembangan umum. Sebuah studi oleh Shevell dkk, mendapat hasil bahwa keterlambatan perkembangan umum mempengaruhi 1-3% anak-anak. 7 Dua belas sampai enam belas persen anak-anak di Amerika Serikat setidaknya memiliki satu keterlambatan perkembangan. 8 Jumlah pasien di Klinik Khusus Tumbuh Kembang RSAB Harapan Kita sebanyak 604 pasien pada Januari 2008 sampai dengan Desember 2009, yang setelah dievaluasi didapatkan 187 (30,9 pasien dengan keterlambatan perkembangan umum, dan 94 (50,3 kasus adalah keterlambatan perkembangan umum tanpa penyakit penyerta. Keluhan utama pasien keterlambatan perkembangan umum tanpa penyakit penyerta adalah gangguan bicara (46,8, perkembangan gerak terlambat (30,9, dan tanpa keluhan (12,8. 6 Pada penelitian yang dilakukan oleh Gunawan dkk, dari subjek sebanyak 308 anak usia 1-2 tahun, anak yang mengalami perkembangan normal sebanyak 278 anak (90,22 dan meragukan sebanyak 30 anak (9,78. 9 Penelitian Susanty di Puskesmas Bugangan Semarang didapati hasil sebanyak 16,3% dari 43 anak diduga mengalami keterlambatan perkembangan motorik kasar dan 14% dari 43 anak diduga mengalami keterlambatan perkembangan motorik halus. 5 Penelitian Christiari dkk menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu tentang stimulasi dini dengan perkembangan motorik anak usia 6-24 bulan, dimana anak yang mempunyai ibu dengan pengetahuan yang rendah beresiko mengalami dugaan keterlambatan motorik. 10 Penelitan Pratama mengungkapkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan ibu dan tingkat ekonomi keluarga terhadap perkembangan motorik balita. 11 Berdasarkan latar belakang diatas, bahwa perkembangan balita dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti pekerjaan/pendapatan ibu, pendidikan ibu,dan pengetahuan ibu, peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu tentang perkembangan motorik balita dan status sosial ekonomi keluarga dengan perkembangan motorik balita. 127 126
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian analitik dengan desain cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu dan sosial ekonomi keluarga dengan perkembangan motorik balita. Penelitian dilaksanakan di Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Mandala, Jalan Cucakrawa 2 Perumnas Mandala, Medan. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 50 orang yang diambuil dengan cara consecutive sampling. Kepada responden diberikan pengumuman melalui posyanduposyandu di wilayah kerja Puskesmas Mandala Medan mengenai penelitian yang akan dilakukan. Responden yang bersedia dipersilahkan untuk menandatangani informed consent. Responden yang telah menandatangani informed consent akan dijadwalkan untuk mengisi kuisioner yang diberikan dan menilai perkembangan motorik balita responden. Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan data-data yang sudah dikumpulkan. Analisis bivariat dengan menggunakan Fisher Exact Test. Hasil Hasil penelitan distribusi pekerjaan ibu di Puskesmas Mandala Medan tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 1.1. di bawah ini. Tabel 1.1. Distribusi Pekerjaan Ibu Pekerjaan Ibu Jumlah n % Tidak bekerja 45 90,0 Bekerja 5 10,0 Total 50 100,0 Berdasarkan tabel 1.1. dapat dilihat bahwa responden yang tidak bekerja sebanyak 45 orang (90,0 dan yang bekerja sebanyak 5 orang (10,0. Hasil penelitian distribusi tingkat pendidikan ibu di Puskesmas Mandala Medan tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 1.2. di bawah ini. Tabel 1.2. Distribusi Tingkat Pendidikan Ibu Pendidikan Ibu Jumlah n % Dasar 9 18 Menengah 30 60 Tinggi 11 22 Total 50 100 Berdasarkan tabel 1.2. dapat dilihat bahwa responden terbanyak merupakan ibu dengan pendidikan menengah, yang berarti ibu tamatan SMA yaitu sebanyak 30 orang (60. Hasil penelitian distribusi tingkat pendapatan keluarga per bulan di Puskesmas Mandala Medan tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 1.3. di bawah ini. 128 127
Tabel 1.3. Distribusi Tingkat Pendapatan Keluarga per bulan Pendapatan Keluarga < Rp 2.000.000,00 Rp 2.000.000,00 Rp 5.000.000,00 Jumlah n % 28 56,0 22 44,0 Total 50 100,0 Berdasarkan tabel 1.3. dapat dilihat bahwa responden yang memiliki pendapatan per bulan < Rp 2.000.000,00 sebanyak 28 orang (56,0 dan yang memiliki pendapatan per bulan antara Rp 2.000.000,00 Rp 5.000.000,00 sebanyak 22 orang (44,0. Hasil penelitian distribusi pengetahuan ibu mengenai perkembangan motorik di Puskesmas Mandala Medan tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 1.4. di bawah ini. Tabel 1.4. Distribusi Pengetahuan Ibu Mengenai Perkembangan Motorik Pengetahuan Ibu Kurang Sedang Tinggi Jumlah n % 4 19 27 8,0 38,0 54,0 Total 50 100,0 Berdasarkan tabel 1.4. dapat dilihat bahwa responden memiliki pengetahuan tinggi sebanyak 27 orang (54,0, pengetahuan sedang sebanyak 19 orang (38,0 dan pengetahuan kurang sebanyak 4 orang (8,0. Hasil penelitian distribusi 2015 dapat dilihat pada tabel 1.5. di bawah ini. Tabel 1.5. Distribusi Perkembangan Motorik Balita Perkembangan Jumlah Motorik n % Suspek 10 20,0 Normal 40 80,0 Total 50 100,0 Berdasarkan tabel 1.5. dapat dilihat bahwa balita responden yang memiliki perkembangan motorik suspek sebanyak 10 orang (20,0 dan yang memiliki perkembangan motorik normal sebanyak 40 orang (80,0. Hasil penelitian hubungan antara pengetahuan ibu dengan 2015 dapat dilihat pada tabel 1.6. di bawah ini. Tabel 1.6. Penget ahuan Ibu Kura ng Seda ng + Tingg i Hubungan antara Pengetahuan Ibu dengan Perkembangan Motorik Balita Perkembangan Motorik Balita Susp Norm ek al 4 (8, 0 6 (12,0 Total 10 (20,0 (*) Uji Fisher Exact 0 ( 0,0 40 (80,0 40 (80,0 Tot al 4 (8,0 % ) 46 (92, 0 50 (100,0 p value (*) R P,001 7,666 Berdasarkan tabel 1.6. di atas didapatkan bahwa ibu dengan pengetahuan kurang yang memiliki suspek sebanyak 4 orang (8,0, serta ibu yang dengan pengetahuan 129 128
sedang dan tinggi yang memiliki suspek sebanyak 6 orang (12,0 dan perkembangan motorik normal sebanyak 40 orang ( 80,0. Hasil analisa data didapatkan nilai p sebesar 0,001 dan nilai rasio prevalensi sebesar 7,666. Hal ini menunjukkan bahwa diperoleh nilai p < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dan 2015. Hasil penelitian hubungan antara pekerjaan ibu dengan 2015 dapat dilihat pada tabel 1.7. di bawah ini. Tabel 1.7. Hubungan antara Pekerjaan Ibu dengan Perkembangan Motorik Balita Pekerja an Ibu Tidak beker ja Beker ja Perkembangan Motorik Balita Susp ek 10 (20,0 0 (0,0 Total 10 (20,0 (*) Uji Fisher Exact Norm al 35 (70,0 5 (10,0 40 (80,0 Total 45 (90,0 % ) 5 (10,0 50 (100,0 p val ue (*) 0,56 9 Berdasarkan tabel 1.7. di atas didapatkan bahwa ibu yang tidak bekerja yang memiliki balita dengan perkembangan motorik suspek sebanyak 10 orang (20,0 dan perkembangan motorik normal sebanyak 35 orang (70,0, serta ibu yang bekerja yang memiliki R P 0 normal sebanyak 5 orang (10,0. Hasil analisa data di dapatkan nilai p sebesar 0,569 dan nilai rasio prevalensi sebesar 0. Hal ini menunjukkan bahwa diperoleh nilai p > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pekerjaan ibu dan 2015. Hasil penelitian hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan 2015 dapat dilihat pada tabel 1.8. di bawah ini. Tabel 1.8. Pen didi kan Ibu Hubungan antara Tingkat Pendidikan Ibu dengan Perkembangan Motorik Balita D as ar M en en ga h + Ti ng gi rkembangan Motorik Balita Total p Suspek Norma l va lu e (* ) 1 (2,0 9 (18,0 Total 10 (20,0 (*) Uji Fisher Exact 8 (16,0 32 (64,0 40 (80,0 9 (18,0 41 (82,0 50 (100,0 Berdasarkan tabel 1.8. di atas didapatkan bahwa ibu dengan pendidikan dasar yang memiliki suspek sebanyak 1 orang (2,0 dan perkembangan motorik normal sebanyak 8 orang (16,0, serta ibu dengan pendidikan menengah dan tinggi yang memiliki balita dengan perkembangan motorik suspek sebanyak 9 orang (18,0 dan perkembangan motorik normal 0, 66 5 R P 0, 50 6 130 129
sebanyak 32 orang ( 64,0. Hasil analisa data didapatkan nilai p sebesar 0,665 dan nilai rasio prevalensi sebesar 0,506. Hal ini menunjukkan bahwa diperoleh nilai p > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pendidikan ibu dan 2015. Hasil penelitian hubungan antara tingkat pendapatan keluarga per bulan dengan perkembangan motorik balita di Puskesmas Mandala Medan tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 1.9. di bawah ini. Tabel 1.9. Hubungan antara Tingkat Pendapatan Keluarga dengan Perkembangan Motorik Balita Penda patan Keluar ga Perkembangan Motorik Balita Tota l Susp Normal ek < Rp 2.000.000,00 6 (12,0 Rp 2.000.000,00 Rp 5.000.000,00 4 (8,0 Total 10 (20,0 (*) Uji Fisher Exact p valu e (*) 22 (44,0 18 (36,0 40 (80,0 R P 28 (56,0 22 (44,0 50 (100, 0 1,000 1,17 8 Berdasarkan tabel 1.9. di atas didapatkan bahwa keluarga dengan pendapatan < Rp 2.000.000,00 yang memiliki balita dengan perkembangan motorik suspek sebanyak 6 orang (12,0 dan balita dengan perkembangan motorik normal sebanyak 22 orang (44,0, serta keluarga dengan pendapatan antara Rp 2.000.000,00 Rp 5.000.000,00 yang memiliki balita dengan perkembangan motorik suspek sebanyak 4 orang (8,0 dan normal sebanyak 18 orang (36,0. Hasil analisa datadidapatkan nilai p sebesar 1,000 dan nilai rasio prevalensi sebesar 1,178. Hal ini menunjukkan bahwa diperoleh nilai p > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pendapatan keluarga dan 2015. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian, dari 50 responden, sebanyak 54,0% memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai perkembangan motorik balita, 38,0% memiliki pengetahuan yang sedang, dan 8,0% yang memiliki pengetahuan kurang. Berdasarkan data yang telah dijabarkan di atas, didapati bahwa status sosial ekonomi keluarga, yang meliputi pekerjaan, pendidikan, dan pendapatan keluarga per bulan hasilnya sebanyak 10,0% ibu yang bekerja dan 90,0% ibu yang tidak bekerja, 22% ibu dengan pendidikan tinggi yang merupakan tamatan diploma dan S1, 60,0% ibu dengan pendidikan menengah yang merupakan tamatan SMA/sederajat, 18% ibu dengan pendidikan dasar yang merupakan tamatan SD dan SMP, serta 44,0% keluarga dengan pendapatan antara Rp 2.000.000,00 Rp 5.000.000,00 dan 56,0% keluarga dengan pendapatan < Rp 2.000.000,00. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Susanty, bahwa sebanyak 67,4% responden merupakan ibu yang tidak bekerja, 60,5% responden tamatan 131 130
SMA, dan 53,5% responden memiliki pendapatan per kapita rumah tangga yang cukup. 3 Berdasarkan tabel 4.5. didapati hasil sebanyak 20,0% balita dengan perkembangan motorik suspek dan 80,0% balita dengan perkembangan motorik normal. Perkembangan motorik balita dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor genetik dan faktor lingkungan, seperti pengaruh lingkungan prenatal dan lingkungan post natal. 12 Hasil uji pada tabel 4.6. diperoleh p value dari analisa hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang perkembangan motorik balita terhadap 2015 adalah sebesar 0,001 yang menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu dengan perkembangan motorik balita. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Laiya, yang menemukan ada hubungan yang erat antara pengetahuan ibu tentang tumbuh kembang anak dengan perkembangan motorik kasar anak usia 3-5 tahun di Desa Bube Baru Kecamatan Suwawa Kabupaten Bone Bolango. 13 Dari hasil penelitian didapat bahwa sebagian besar ibu memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai perkembangan motorik balita, ada juga ibu yang memiliki pengetahuan yang cukup, serta ada juga yang berpengetahuan kurang mengenai perkembangan motorik balita. Menurut hasil penelitian ini, semakin baik pengetahuan ibu mengenai perkembangan motorik balita, semakin baik pula perkembangan balita tersebut. Ibu sebagai pengasuh terdekat anak harus mengetahui lebih banyak mengenai perkembangan motorik balita. Pengetahuan ibu sangatlah penting karena dapat mengarahkan ibu untuk berinteraksi dengan anak sehingga diharapkan perkembangan motorik balita juga berkembang dengan baik. 16,12 Hasil uji pada tabel 4.7. didapatkan p value 0,569, dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan antara pekerjaan ibu terhadap 2015. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Taju, yang memperoleh hasil bahwa tidak terdapat hubungan antara status pekerjaan ibu dengan perkembangan motorik halus dan kasar anak usia prasekolah PAUD GMIM Bukit Hermon dan TK Idhata Malalayang. 14 Dari penelitian diketahui banyak ibu yang tidak bekerja atau sebagian besar merupakan ibu rumah tangga. Dari tabel 4.7. diketahui bahwa ibu yang tidak bekerja 70,0% mempunyai balita dengan perkembangan motorik normal dan semua ibu yang bekerja mempunyai normal, yaitu sebanyak 10,0%. Tidak adanya hubungan tersebut dikarenakan tidak diketahui bagaimana pola asuh dan interaksi ibu dengan anak. 3 Hasil uji pada tabel 4.8. menunjukkan p value 0,665, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pendidikan ibu dengan 2015. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Susanty, yang disimpulkan tidak ada hubungan antara pendidikan ibu dengan perkembangan motorik halus dan kasar anak usia 24-36 bulan di wilayah kerja Puskesmas Bugangan Semarang. 3 Penelitian ini menunjukkan ibu yang tergolong pendidikan menengah 132 131
dan tinggi dengan perkembangan motorik balita normal sebanyak 64,0% dan ibu yang tergolong pendidikan dasar dengan perkembangan motorik balita normal sebanyak 16,0%. Tidak terdapat hubungan antara pendidikan ibu dengan perkembangan motorik balita mungkin dikarenakan belum tentu seorang ibu yang berpendidikan tinggi memiliki pengetahuan dan pengalaman yang baik mengenai perkembangan motorik balita. 3 Hasil uji pada tabel 4.9. menunjukkan p value 1,000, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pendapatan kelaurga dengan 2015. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Susanty, disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan perkembangan motorik halus dan kasar anak usia 24-36 bulan di wilayah kerja Puskesmas Bugangan Semarang. 3 Tidak terdapatnya hubungan tersebut dikarenakan pendapatan keluarga merupakan faktor tidak langsung yang mempengaruhi perkembangan motorik balita. s 12 Kesimpulan Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan ibu mengenai perkembangan motorik balita dengan Puskesmas Mandala tahun 2015. Tidak terdapat hubungan antara pekerjaan ibu, tingkat pendidikan ibu, dan tingkat pendapatan keluarga dengan perkembangan motorik di Puskesmas Mandala tahun 2015. Referensi 1. Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC; 1995. h. 2-29. 2. Draper CE, Achmat M, Forbes J, Lambert EV. Impact Of A Community-Based Programme For Motor Development On Gross Motor Skills And Cognitive Function In Preschool Children From Disadvantaged Settings. Early Child Development and Care. 2012;182(1):137 52. 3. Susanty NM. Hubungan Derajat Stunting, Asupan Zat Gizi Dan Sosial Ekonomi Rumah Tangga Dengan Perkembangan Motorik Anak Usia 24-36 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Bugangan Semarang. [Last update 2012; cited 2015 Sep 24]. Available from: http://eprints.undip.ac.id/3843 4/ 4. Indonesaia UNICEF.Gizi Ibu & Anak. [Last update 2012 Oct; cited 2015 Jun 12]. Available from: www.unicef.org/indonesia/id/ A6_- _B_Ringkasan_Kajian_Gizi.p df 5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar 2013. 133 132
[Last update 2013 Dec 01; cited 2015 Jun 11]. Available from: www.depkes.go.id/resources/d ownload/general/hasil%20ris kesdas%202013.pdf 6. Tjandrajani A, Dewanti A, Burhany AA, Widjaja JA. Keluhan Utama Pada Keterlambatan Perkembangan Umum Di Klinik Khusus Tumbuh Kembang RSAB Harapan Kita. Sari Pediatri. 2012;13(6):373-7. 7. Shevell M, Ashwal S, Donley D, Flint J, Gingold M, Hirtz D, et al. Practice Parameter : Evaluation Of The Child With Global Developmental Delay. American Academy of Neurology. 2003;60:367-80. 8. Mackrides PS, Ryherd SJ. Screening For Developmental Delay. Am Fam Physician. 2011;84(5):544-9. 9. Gunawan G, Fadlyana E, Rusmil K.Hubungan Status Gizi Dan Perkembangan Anak Usia 1-2 Tahun.Sari Pediari. 2011;13(2):142-6. 10. Christiari AY, Syamlan R, Kusuma IF. Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Stimulasi Dini Dengan Perkembangan Motorik Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kecamatan Mayang Kabupaten Jember. Jurnal Pustaka Kesehatan. 2013;1(1):20-3. 11. Pratama PNP, Listiowati E. Hubungan Pengetahuan Ibu Dan Tingkat Ekonomi Keluarga Terhadap Perkembangan Motorik Balita. Mutiara Medika. 2013;13(2):77 83. 12. Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak. Edisi 2.Jakarta: EGC; 2013. h. 61-71 13. Laiya MO, Mobiliu S, Paramata NR. Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Tumbuh Kembang Anak Dengan Perkembangan Motorik Kasar Anak Usia 3-5 Tahun Di Desa Bube Baru Kec. Suwawa Kab. Bone Bolango. 2014. h. 1-14. 14. Taju CM. Hubungan Status Pekerjaan Ibu Dengan Perkembangan Motorik Halus Dan Motorik Kasar Anak Usia Prasekolah Di PAUD GMIM Bukit Hermon Dan TK Idhata Kecamatan Malalayang Kota Manado. ejournal Keperawatan. 2015;3(2):1-8. 134 133