III PENYUSUNAN MASTERPLAN RTH PERKOTAAN MASTERPLAN RTH

dokumen-dokumen yang mirip
Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU)

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011).

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah.

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

RENCANA PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN RUANG TERBUKA, SERTA PRASARANA DAN SARANA UMUM

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA...

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN

DAFTAR ISI... PARAKATA... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM

Arahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah

Pranata Pembangunan Pertemuan 1 Pembangunan di Kawasan Hijau. Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars.

ARAHAN POLA PENYEBARAN RUANG TERBUKA HIJAU IBUKOTA KECAMATAN TADU RAYA KABUPATEN NAGAN RAYA, NAD. Oleh : Linda Dwi Rohmadiani

MEMUTUSKAN : : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU.

Pelaksanakan survai dan pengolahan data adalah untuk memperoleh data dan informasi tentang kondisi awal kawasan perencanaan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

METODOLOGI 3.1 Lokasi dan waktu

BAB I PENDAHULUAN. dimensi ekonomi dibandingkan dengan dimensi ekologi. Struktur alami sebagai tulang punggung Ruang Terbuka Hijau harus dilihat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR

Studi Peran & Efektifitas RTH Publik di Kota Karanganyar Isnaeny Adhi Nurmasari I BAB I PENDAHULUAN

FORMAT SURAT KEPUTUSAN MENTERI, KEPUTUSAN GUBERNUR, DAN KEPUTUSAN BUPATI/WALIKOTA TENTANG PENETAPAN PELAKSANAAN PENINJAUAN KEMBALI

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMBANGUNAN KOTABARU LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA. Keserasian Kawasan. Perumahan. Pemukiman. Pedoman.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGEMBANGAN ARSITEKTUR LANSEKAP KOTA KEDIRI STUDI KASUS: PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU JALUR JALAN UTAMA KOTA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

2.4 Kerangka Teori dan Pertanyaan Penelitian... 47

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 60 TAHUN TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN RUANG TERBUKA HIJAU

BAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA DI KELURAHAN TAMANSARI

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PENDAHULUAN Latar Belakang

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nom

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Rencana Tata Ruang Wilayah. pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang. Hal tersebut telah digariskan dalam

Implikasi dan Implementasi UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Provinsi Jawa Timur

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

Kecamatan Kalisat Kabupaten Jember Studio Perencanaan Kota 2014 EXECUTIVE SUMMARY

TIPOLOGI KEPEMILIKAN RTH DI PERKOTAAN TOBELO

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SURABAYA TAHUN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun

MODUL 6 : PENILAIAN KELENGKAPAN SUBSTANSI MATERI TEKNIS, RAPERDA, DAN PETA UNTUK STANDAR REKOMENDASI GUBERNUR

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TAHUN 2016 TENTANG

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

Warta Kebijakan. Tata Ruang dan Proses Penataan Ruang. Tata Ruang, penataan ruang dan perencanaan tata ruang. Perencanaan Tata Ruang

Transkripsi:

III PENYUSUNAN MASTERPLAN RTH PERKOTAAN MASTERPLAN RTH

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Maksud dan Tujuan I.3 Ruang Lingkup I.4 Keluaran I.5 Jadwal Pelaksanaan III.1 III.2 III.3 III.3 III.3 III.4 BAB II MUATAN MASTERPLAN RTH KOTA II.1 Gambaran Umum Kota (Profil Kota/Kabupaten) II.1.1 BioGeoFisik II.1.2 Kependudukan II.1.3 Ekonomi II.1.4 Sarana dan Prasarana II.2 Identifikasi dan Evaluasi RTH Kota II.2.1 Ruang Terbuka Hijau Kota II.2.2 Evaluasi RTH Kota II.2.3 Evaluasi RTH Berdasarkan Citra Satelit II.3 Analisis Kebutuhan RTH Kota II.3.1 Kebutuhan RTH Berdasarkan Persentasi Wilayah II.3.2 Kebutuhan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk II.3.3 Kebutuhan RTH Berdasarkan Kebutuhan Oksigen II.3.4 Kebutuhan RTH Berdasarkan Netralisasai Karbon Dioksida II.3.5 Kebutuhan RTH Berdasarkan Perhitungan Kebutuhan Air III.5 III.6 III.6 III.6 III.7 III.7 III.8 III.8 III.9 III.9 III.10 III.10 III.10 III.11 III.11 III.11

II.4 Rencana Pembangunan RTH Kota II.4.1 Peran RTH dalam Membentuk Karakter Kota II.4.2 Potensi dan Peluang Pengembangan RTH II.4.3 Kebijakan Pengembangan RTH Kota II.4.4 Arah Pengembangan dan Pembangunan RTH II.4.5 Strategi Pembangunan Kota II.4.6 Pembangunan RTH Taman dan Jalur Hijau II.4.7 Pembangunan Kawasan Hijau Kota II.4.8 Pembangunan RTH dengan fungsi khusus II.4.9 Pembangunan RTH Privat II.4.10 Peran Serta Masyarakat dalam Pembangunan RTH Kota II.4.11 Tanaman Penghijauan di Wilayah Perkotaan II.5 Tabel Indikasi Program II.6 Daftar Peta 2.6.1 Peta sebagai Input II.6.2 Peta sebagai Output III.12 III.12 III.12 III.12 III.13 III.13 III.13 III.13 III.14 III.14 III.14 III.14 III.15 III.16 III.16 III.16 BAB III LAMPIRAN : CONTOH PENYUSUNAN MASTERPLAN RTH (KOTA BOGOR) III.18 III.1 Tabel Luasan RTH Kota Bogor per Kecamatan III.19 III.2 Peta Analisis Alih Fungsi RTH III.20 III.3 Peta Sebaran RTH dan Peta Tata Guna Lahan Eksisting III.21 III.4 Tabel Kebutuhan RTH Kota Bogor III.22 III.5 Tabel Rencana Pembangunan RTH Kota Bogor III.23 III.6 Peta Arahan Pembangunan RTH Kota Bogor III.24

BAB I PENDAHULUAN III.01

I.1 LATAR BELAKANG Penyediaan RTH merupakan amanat dari UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang dimana disyaratkan luas RTH minimal sebesar 30% dari luas wilayah kawasan perkotaan yang dibagi menjadi RTH Publik minimal 20% dan RTH Privat minimal 10%. Pada kenyataannya, terjadi penurunan kuantitas Ruang Terbuka Hijau yang sangat signifikan di kawasan perkotaan yang menyebabkan menurunnya kualitas ruang terbuka publik perkotaan. Oleh karena itu, salah satu langkah yang harus diambil terutama oleh para pembuat keputusan yaitu menyusun kebijakan hijau. Pemerintah Daerah dan DPRD perlu secepatnya menempatkan masalah RTH sebagai salah satu isu penting dalam pembahasan anggaran dan program pembangunan yang berkelanjutan. Perlu didorong lahirnya Perda tentang RTH dan Rencana Induk RTH agar perencanaan pembangunan RTH memiliki kekuatan hukum yang jelas dan tegas. Masterplan RTH bertujuan untuk memetakan RTH eksisting dan menetapkan rencana pembangunan RTH dalam periode 10 tahun. Dengan Masterplan RTH diharapkan perwujudan RTH perkotaan minimal 30% dapat tersusun dalam kerangka indikasi program yang sistematis dan realistis. III.02

I.2 MAKSUD DAN TUJUAN a. Maksud Kegiatan ini dimaksudkan sebagai salah satu upaya mendorong terwujudnya kota hijau khususnya RTH 30% dalam rangka implementasi RTRW kota/kabupaten dan untuk pemenuhan amanat UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. b. Tujuan Tujuan dari pelaksanaan kegiatan ini adalah untuk melakukan penajaman dari Rencana Aksi Kota Hijau (RAKH) sekaligus untuk menjadi dasar penetapan lokasi-lokasi yang diprioritaskan perwujudannya. I.3 RUANG LINGKUP a. Lingkup Wilayah Perencanaan Kegiatan ini dilaksanakan pada lingkup wilayah administratif kota (city wide) dan kawasan fungsional perkotaan di kabupaten. b. Lingkup Periode Perencanaan Masterplan RTH disusun dalam lingkup periode p e r a n c a n a a n 2 0 t a h u n s e s u a i R T R W Kota/Kabupaten c. Lingkup Target Group Penyusunan Masterplan RTH ditujukan untuk Pemerintah Kota/Kabupaten, swasta, dan masyarakat. Pemerintah Kota/Kabupaten dapat memanfaatkan masterplan RTH sebagai salah satu suplemen utama dalam penetapan kebijakan pembangunan yang berkelanjutan. Swasta dapat memanfaatkan Masterplan RTH untuk mengambil peluang-peluang usaha yang mendukung kebijakan pembangunan kota hijau. Dalam masterplan sebaiknya memuat pula kerjasama pembangunan dan pemeliharaan RTH yang terbuka bagi pihak swasta. Melalui masterplan RTH yang dapat diakses oleh semua pihak, masyarakat dapat membantu menjalankan fungsi pengawasan terhadap pembangunan yang berjalan agar tidak menyalahi kebijakan RTH yang sudah diambil. I.4 KELUARAN 1.Dokumen teknis Masterplan RTH yang antara lain memuat: a. Gambaran Umum Kota (Profil Kota/Kabupaten) b. Identifikasi dan Evaluasi RTH Kota (RTH Eksisting) c. Analisis Kebutuhan RTH Kota d. Rencana Pembangunan RTH Kota e. Tabel Indikasi Program 2. Album peta yang disajikan dengan tingkat ketelitian skala minimal 1:25.000 dalam format A1 yang dilengkapi dengan data peta digital yang memenuhi ketentuan sistem informasi geografis (GIS) yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. Album peta tersebut terdiri dari: a. Peta eksisting RTH (taman, jalur hijau jalan, sempadan sungai, jalur SUTET, dll) b. Peta RTH rencana periode 20 tahun c. Peta lokasi prioritas pembangunan RTH skala 1:5000 d. Peta tematik (topografi, geologi, hidrologi, resapan air, dll) III.03

I.5 JADWAL PELAKSANAAN Bulan No Tahapan Kagiatan Keterangan April Mei Juni Juli Agustus 1 Pekerjaan Persiapan 2 Pekerjaan Survey dan Pembuatan RTH eksisting Termasuk menyortir kompilasi data survey Greenmap 3 Pekerjaan Analisis Fisik dan Kebutuhan RTH 4 Pekerjaan Pembuatan Rencana RTH 5 Pembuatan Indikasi Program I.6 SYARAT TENAGA AHLI PENDAMPING Komposisi Tenaga Ahli yang dibutuhkan dalam penyusunan Masterplan RTH, diantaranya : 1. Ahli Perencanaan atau Perancangan Kota 2. Ahli Arsitektur Lansekap atau Arsitektur 3. Ahli Pemberdayaan Masyarakat (memiliki pengalaman di bidang organisasi komunitas atau sebagai fasilitator masyarakat 4. Ahli Pemetaan/Geodesi/GIS 5. Ahli Ekonomi Pembangunan 6. Ahli Teknik Sipil atau Teknik Lingkungan III.04

28

BAB II MUATAN MASTERPLAN RTH KOTA III.05

II.1 GAMBARAN UMUM KOTA (PROFIL II.1.1 BioGeoFisik Profil BioGeoFisik kota menjelaskan tentang keterkaitan seluruh komponen ekologis yang kesemuanya berjalan seimbang dan selaras dengan menekankan pada fungsinya masing-masing dalam menunjang ketercapaian ekologis yang dinamis. Adapun komponen ekologis yang seharusnya dijadikan sebagai acuan utama dalam analisis biogeofisik adalah letak geografis dan wilayah administrasi, klimatologi, tanah, topografi dan kemiringan lereng, geologi, hidrologi dan daerah resapan air, vegetasi/flora (khas lokal), fauna, kualitas visual, kualitas udara, dan kualitas air. II.1.2 Kependudukan Profil kependudukan menjelaskan antara lain mengenai jumlah penduduk pada kurun periode tertentu, sebaran penduduk pada suatu wilayah, dan laju pertumbuhan penduduk. Selain itu melalui profil penduduk dapat pula diestimasikan dari berbagai parameter demografi (kelahiran, kematian, migrasi). Profil penduduk bermanfaat dalam perencanaan maupun evaluasi program pembangunan. III.06

II.1.3 Ekonomi Profil ekonomi menggambarkan antara lain struktur ekonomi, pertumbuhan ekonomi, kemampuan keuangan daerah, peranan ekonomi daerah terhadap perekonomian nasional, serta peluang investasi. Secara umum, melalui profil ekonomi kota/kabupaten dapat terlihat sektor-sektor yang menjadi unggulan kota/kabupaten sehingga diharapkan melalui pengembangan RTH di lokasi yang tepat dapat meningkatkan produktifitas perekonomian. II.1.4 Sarana dan Prasarana Profil sarana dan prasarana memperlihatkan seberapa jauh kota/kabupaten telah memenuhi standar pelayanan wilayah sesuai dengan fungsi yang diembannya. Profil sarana dan prasarana kota/kabupaten terdiri dari antara lain: sarana dan prasarana pendidikan, kesehatan, transportasi publik termasuk pula sarana dan prasarana untuk kegiatan yang sifatnya rekreatif seperti bersosialisasi dan bermain. III.07

II.2 IDENTIFIKASI DAN EVALUASI RTH KOTA Masterplan RTH kota harus mencantumkan identifikasi dan evaluasi kemanfaatan RTH kota terbangun (eksisting). Identifikasi dan evaluasi tersebut meliputi: II.2.1. Ruang Terbuka Hijau Kota A. Penggunaan Lahan Kota Dalam penyusunan rencana pembangunan RTH kota, terlebih dahulu harus diperhatikan peta penggunaan lahan eksisting. Dari peta tersebut dapat diketahui keberadaan kebutuhan RTH pada tiap-tiap zonasi kawasan sehingga rencana pembangunan RTH nantinya diharapkan sesuai kebutuhan yang akan datang. B. Identifikasi Jenis RTH Kota Identifikasi jenis-jenis RTH yang telah tersedia dalam sebuah kawasan menjadi pertimbangan dalam menentukan jenis RTH yang akan dibangun. Hal ini dimaksudkan agar penyebaran RTH kota/kawasan perkotaan dapat lebih variatif dan komplementer. Sebagai contoh, jika dalam sebuah kawasan telah banyak dibangun RTH yang cenderung kepada fungsi sosial seperti taman komunitas, dapat dipertimbangkan untuk membangun RTH yang cenderung kepada fungsi ekologis seperti hutan kota. III.08

II.2.2. Evaluasi RTH Kota Evaluasi RTH diperlukan untuk melihat sejauh mana RTH yang telah terbangun dapat memenuhi fungsi yang diharapkan sehingga dapat ditarik kesimpulan mengapa sebagian dari RTH eksisting tidak memberikan manfaat yang optimal. Pemeliharaan yang tidak optimal, kurangnya pengetahuan masyarakat, atau jenis RTH yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat adalah hal-hal yang perlu dievaluasi. Melalui proses evaluasi ini diharapkan dapat menjadi bahan agar perencanaan RTH. II.2.3. Evaluasi RTH Berdasarkan Citra Satelit Citra satelit merupakan perangkat yang dapat membantu mengidentifikasi secara cepat penggunaan lahan kota. Melalui citra satelit dapat dengan mudah terpantau penambahan maupun pengurangan luasan RTH kota/kawasan perkotaan pada periode tertentu. III.09 32

II.3. ANALISIS KEBUTUHAN RTH KOTA II.3.1. Kebutuhan RTH Berdasarkan Persentasi Wilayah Penyediaan RTH berdasarkan luas wilayah di perkotaan adalah sebagai berikut: - RTH di perkotaan terdiri dari RTH privat dan RTH publik - Proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20% RTH publik dan 10% RTH privat - Apabila luas RTH baik publik maupun privat di kota yang bersangkutan telah memiliki total luas lebih besar dari peraturan dan perundangan yang berlaku, maka proporsi tersebut harus tetap dipertahankan keberadaannya II.3.2. Kebutuhan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk No Untuk menentukan luas RTH berdasarkan jumlah penduduk, dilakukan dengan mengalikan antara jumlah penduduk yang dilayani dengan standar luas RTH per kapita sesuai peraturan yang berlaku. Contoh Perhitungan Luas RTH berdasarkan Jumlah Penduduk Unit lingkungan Tipe RTH Luas minimal/ unit (m 2 ) Luas minimal/ kapita (m 2 ) Lokasi 1 250 jiwa Taman RT 250 1,0 Di tengah lingkungan RT 2 2500 jiwa Taman RW 1.250 0,5 Di pusat kegiatan RW 3 30.000 jiwa Taman Kelurahan 9.000 0,3 Dikelompokkan dengan sekolah/pusat kelurahan 4 120.000 jiwa Taman Kecamatan 24.000 0,2 Dikelompokkan dengan sekolah/pusat kecamatan Pemakaman disesuaikan 1,2 tersebar 5 480.000 jiwa Taman kota 144.000 0,3 Di pusat wilayah/kota Hutan kota disesuaikan 4,0 Di dalam /kawasan pinggiran III.10 Untuk fungsifungsi tertentu disesuaikan 12,5 Disesuaikan dengan kebutuhan

II.3.3. Kebutuhan RTH Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Kebutuhan RTH kota berdasarkan kebutuhan oksigen dapat dihitung berdasarkan pendekatan Gerakis yang dapat dijelaskan dengan contoh sebagai berikut: Hasil penelitian di sebuah kota dengan luas 431 km2, jumlah penduduk 2,6 juta jiwa, jumlah kendaraan bermotor 200.000 maka kebutuhan oksigennya = 5,352 X 10 gram atau setara 5.709 X 10 gram berat kering tanaman. Untuk memproduksi oksigen oleh kelompok tanaman sebesar jumlah tersebut perlu dibangun: (5.709 X 10) : 24 = 105.7 km2 atau 24.6% luas kota adalah RTH Dengan catatan asumsi bahwa setiap meter persegi (m2) tanaman menghasilkan 54 gram bahan kering. II.3.4. Kebutuhan RTH Berdasarkan Netralisasai Karbon Dioksida RTH juga memiliki fungsi sebagai penyerap karbon dioksida (CO 2 ), namun harus diperhatikan jenis RTH yang dapat memaksimalkan fungsi ini adalah RTH hutan kota. Cahaya matahari yang memancar sepanjang hari akan dimanfaatkan oleh vegetasi dalam fotosintesis yang berfungsi untuk mengubah gas CO 2 dari H 2 O menjadi Karbohidrat dan Oksigen (O2). Proses ini sangat berguna bagi manusia, sebab bila konsentrasi CO2 meningkat akan beracun bagi manusia dan menyebabkan efek rumah kaca (green-house effect). II.3.5. Kebutuhan RTH Berdasarkan Perhitungan Kebutuhan Air 34 Kebutuhan air dalam kota tergantung dari faktor kebutuhan air bersih pertahun, jumlah air yang dapat disediakan oleh PAM, potensi air saat ini, dan kemampuan RTH menyimpan air. Berdasarkan angka kebutuhan air tersebut lebih lanjut dapat dihitung luas RTH kota yang dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan air masyarakat kota. III.11

II.4. RENCANA PEMBANGUNAN RTH KOTA II.4.1. Peran RTH dalam Membentuk Karakter Kota Dalam penentuan jenis dan lokasi RTH yang direncanakan dalam masterplan sebaiknya dipilih RTH yang memberikan kontribusi signifikan dalam membentuk image sebuah kota. Beberapa kasus RTH yang sukses dalam membentuk karakter bahkan menjadi ikon kota antara lain New York Central Park, Monas di Jakarta, Kebun Raya di Kota Bogor, dan Lapangan Gasibu di Bandung. Kota Bogor dan Kota Bandung dikenal dengan karakter fisik alamnya. Kota-kota tersebut juga terkenal teduh dan nyaman karena di sepanjang jalan terdapat jalur hijau yang ditumbuhi pepohonan besar berdaun rindang. II.4.2. Potensi dan Peluang Pengembangan RTH Kota Masterplan yang disusun harus secara pragmatis memperlihatkan lokasi-lokasi yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai RTH pada tahun-tahun mendatang sebagai upaya pemenuhan luasan RTH 30%. Disertakan pula tahapan-tahapan perwujudan RTH di lokasi-lokasi tersebut. Di sisi lain, pemenuhan luasan RTH tidak selalu berarti pembangunan RTH baru, namun dapat dilakukan melalui akuisisi RTH privat, revitalisasi RTH yang sudah mengalami alih fungsi, atau melalui pengembangan RTH pada fungsi khusus seperti RTH sempadan rel, jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi, dll. Alternatif penambahan luasan RTH tersebut juga harus tergambar dalam potensi dan peluang II.4.3. Kebijakan Pengembangan RTH Kota Pemerintah Kota/Kabupaten harus secara tegas menetapkan kebijakan pengembangan RTH kota demi pemenuhan amanat 30% luas RTH kota. Penyusunan Perda RTH, penetapan daerah yang dikonservasi, peningkatan peran serta masyarakat, serta perangkat insentif dan disinsentif adalah beberapa alternatif kebijakan yang dapat diambil. III.12

II.4.4. Arah Pengembangan dan Pembangunan RTH Kota Dalam masterplan RTH harus ditentukan arah pengembangan dan pembangunan RTH kota yang disesuaikan dengan karakteristik dan potensi kota. Arah pengembangan tersebut tercermin dari kebijakan yang tertuang dalam indikasi program. Dalam indikasi program akan terlihat prioritas implementasi kebijakan RTH sebuah Kota. II.4.5. Strategi Pembangunan Kota Arah pengembangan masterplan RTH tidak seharusnya bertentangan dengan strategi pembangunan kota. Harus diupayakan agar arah pengembangan RTH kota sejalan bahkan mendukung strategi tersebut. II.4.6. Pembangunan RTH Taman dan Jalur Hijau Salah satu bentuk RTH yang paling umum dan memenuhi fungsi RTH baik dari segi ekologi maupun sosial adalah taman. Adapun pengembangan jalur-jalur hijau membantu membentuk struktur ruang kota dan berperan sebagai infrastruktur hijau. Baik pengembangan taman maupun jalur hijau merupakan elemen yang wajib dimuat dalam rencana pengembangan RTH kota II.4.7 Pembangunan Kawasan Hijau Kota Jika kondisi fisik kota memungkinkan, sebaiknya masterplan RTH kota mencantumkan beberapa bagian wilayah kota yang dikonservasi dan dibiarkan alami dalam bentuk hutan kota agar fungsi ekologis RTH dapat terpenuhi secara maksimal. III.13

II.4.8. Pembangunan RTH dengan fungsi khusus RTH dengan fungsi khusus adalah RTH untuk perlindungan atau pengamanan, sarana dan prasarana misalnya melindungi kelestarian sumber daya alam, pengaman pejalan kaki atau membatasi perkembangan penggunaan lahan agar fungsi utamanya tidak terganggu. RTH kategori ini meliputi: jalur hijau sempadan rel kereta api, jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi, RTH kawasan perlindungan setempat berupa RTH sempadan sungai, RTH sempadan pantai, dan RTH pengamanan sumber air baku/mata air. II.4.9. Pembangunan RTH Privat (Koefisien Dasar Hijau) Penerapan Koefisien Dasar Hijau (KDH) pada lahan-lahan privat yang dimiliki masyarakat dan swasta diterapkan pada pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Pengembang diminta untuk memenuhi kewajiban penyediaan fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum). Dalam pengembangan kawasan disyaratkan koefisien dasar hijau (KDH) minimal 20% berupa taman III.14 II.4.10 Peran Serta Masyarakat dalam Pembangunan RTH Kota Warga dapat diajak berperan mengelola lahan hijau pekarangan melalui penanaman pohon rindang dan karpet hijau tanaman dan pembuatan lubang biopori. Selain itu, pemerintah daerah dapat mulai mendata dan menetapkan RTH privat pekarangan rumah, sekolah, perkantoran, hingga pengembang (kawasan terpadu, pusat perbelanjaan, hotel, apartemen) sebagai bagian dari RTH. Insentif bagi warga yang lahannya bersedia diakuisisi berupa keringanan pajak PBB, pajak air tanah, pembayaran tagihan listrik maupun telepon. II.4.11 Tanaman Penghijauan di Wilayah Perkotaan Penghijauan kota dapat menggunakan jenis-jenis tanaman yang lazim digunakan sebagai tanaman penghijau kota lengkap dengan kelebihan dan kekurangannya. Dapat disertakan pula teknik penanaman dan pemeliharaan tanaman tersebut sebagai pengetahuan bagi masyarakat.

II.5 INDIKASI PROGRAM PEMBANGUNAN RTH Masterplan RTH harus dilengkapi dengan tabel indikasi program pembangunan RTH perkotaan yang meliputi: 1. Usulan Program Utama: Program-program pembangunan RTH yang diindikasikan memiliki bobot kepentingan utama dan diprioritaskan untuk mewujudkan tujuan pembangunan RTH kota/kawasan perkotaan 2. Lokasi: Lokasi adalah tempat dimana usulan program utama akan dilaksanakan 3. Besaran: Besaran adalah perkiraan jumlah satuan masing-masing program utama yang akan dilaksanakan 4. Sumber pendanaan: Sumber pendanaan dapat berasal dari APBD Kota, APBD Provinsi, APBN, swasta, dan/atau masyarakat 5. Instansi pelaksana: Instansi pelaksana adalah pihak-pihak pelaksana program yang meliputi pemerintah (sesuai dengan kewenangan masing-masing pemerintahan), swasta, dan masyarakat 6. Waktu dan tahapan pelaksanaan Usulan indikasi program utama direncanakan dalam kurun waktu perencanaan 20 (dua puluh) tahun yang dirinci setiap 5 (lima) tahunan, sedangkan masing-masing program mempunyai durasi pelaksanaan yang bervariasi sesuai kebutuhan. Penyusunan indikasi program utama disesuaikan dengan pentahapan jangka waktu 5 (lima) tahunan RPJP Kota/Kabupaten TABEL INDIKASI PROGRAM UTAMA DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN RTH PERKOTAAN No Program Utama Lokasi Besaran Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Sumber dana Instansi Pelaksana III.15

II.6 DAFTAR PETA II.6.1 Peta sebagai input Untuk melengkapi analisis pembangunan RTH kawasan perkotaan, dokumen teknis Masterplan RTH perlu dilengkapi dengan peta-peta tematik sebagai berikut: 1. Peta administrasi Kota/Kabupaten 2. Peta alih fungsi RTH 3. Peta geologi lahan 4. Peta hidrologi 5. Peta tipologi lereng 6. Peta kawasan resapan air 7. Peta sempadan sungai 8. Peta sempadan sutet 9. Peta sempadan rel KA 10. Peta penggunaan lahan eksisting II.6.2 Peta sebagai output Adapun salah satu output yang diharapkan dari kegiatan penyusunan Masterplan RTH kawasan perkotaan berupa peta yang terdiri dari: 1. Peta RTH eksisting berdasarkan tipologi (skala 1:25.000) 2. Peta rencana penambahan luasan RTH untuk kurun waktu 20 (dua puluh) tahun (skala 1:25.000) 2. Peta rencana Pembangunan RTH untuk kurun waktu 20 (dua puluh) tahun sebagai pemenuhan target 30% (skala 1:25.000) III.16

CONTOH PETA-PETA TEMATIK (KOTA BOGOR) 2 1 4 Peta Administrasi Peta Kawasan Resapan Air 5 3 Peta Geologi Peta Kawasan Sempadan Sungai 6 Peta Hidrologi Peta Kawasan SUTET/SUTT III.17

BAB III LAMPIRAN CONTOH PENYUSUNAN MASTERPLAN RTH (KOTA BOGOR) III.18

Tabel 1: Luas RTH Eksisting Kota Bogor per Kecamatan No Jenis RTH Bogor Barat Bogor Selatan Bogor Tengah Bogor Timur Bogor Utara Tanah Sareal Kota Bogor 57.62 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 57.62 1 Hutan Kota 2 Jalur Hijau Jalan 2.41 3.86 23.67 40.89 51.15 16.32 138.29 3 Jalur Hijau SUTET 0.52 0.00 0.00 4.62 7.53 1.69 14.36 4 Kawasan Hijau 336.66 748.61 34.30 123.09 320.18 411.95 1,974.79 5 Kebun Raya 0.00 0.00 72.12 0.00 0.00 0.00 72.12 6 Lahan Pertanian Kota 613.94 1,053.83 26.70 293.17 522.94 623.65 3,134.23 7 Lapangan Olah Raga 34.89 65.92 5.40 4.89 15.93 24.77 151.79 8 Sempadan Sungai 49.20 74.85 11.19 16.70 20.85 9.00 181.79 9 TPU 9.78 99.69 1.61 2.14 1.95 11.54 126.71 10 Taman Kota 0.40 0.12 1.17 0.53 1.44 0.28 3.94 11 Taman Lingkungan 12.00 15.91 4.93 8.76 23.84 20.58 86.02 12 Taman Perkantoran 40.60 7.27 37.80 4.91 15.48 18.71 124.77 13 Taman Rekreasi 0.00 5.61 34.29 0.00 0.00 0.19 40.08 1,158.00 2,075.66 253.18 499.69 981.28 1,138.68 6,106.50 9.77 17.52 2.14 4.22 8.28 9.61 51.53 Total (Ha) Persentase (%) Sumber: - Hasil Analisis tahun 2007 - Permendagri No.1 tahun 2007 - Ikonos Kota Bogor tahun 2005 - Badan Perencanaan Daerah Kota Bogor III.19

ANALISIS ALIH FUNGSI RTH PETA LUASAN RTH 1995 PETA LUASAN RTH 2005 III.20

PETA SEBARAN RTH BERDASARKAN TIPOLOGI III.21 PETA TATA GUNA LAHAN EKSISTING

Tabel 2: Kebutuhan RTH Kota Bogor Berdasarkan Jumlah Penduduk dan Fungsi Tertentu Luas Kota Bogor: 11.850 Ha NO KEBUTUHAN RTH KOTA LUAS RTH % TERHADAP LUAS KOTA KETERANGAN 3.555 ha 30,00 % Sesuai UU no. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang RTH Fasum (2,53 m2/jiwa) Lingkungan (15 m2/jiwa) 1. Berdasarkan Persentase Luas Wilayah Kota 2. Berdasarkan Jumlah Penduduk 2.619,32 Ha 22,10 % 3. Berdasarkan Kepadatan Penduduk 2.210,39 Ha 18,65 % 4. Berdasarkan Kebutuhan Oksigen (O2) 1,468.10 Ha 12,39 % S ai Vi + S bi Vi + S ci Zi L = --------------------------K 5. Berdasarkan Kebutuhan Pohon untuk Suplai O2 1.867,74 Ha 15,76 % 6. Berdasarkan Netralisasi Karbondioksida(CO2) 5.273,91 ha 44,50 % 12 H2O + 6 CO2 C6H12O6 + 6 H2O + 6 O2 7. Bertdasarkan Kebutuhan Air Bersih 1.706,60 Ha 14,40 % III.22

Tabel 3: Rencana Pembangunan RTH Kota Bogor No JENIS RTH KOTA Bogor Barat Bogor Selatan Bogor Tengah Bogor Timur Bogor Utara Tanah Sareal Kota Bogor % 1 HUTAN KOTA 57.62 - - - - - 57.62 0.49 2 JALUR HIJAU JALAN 119.42 86.44 90.48 111.94 177.93 113.21 699.42 5.90 3 JALUR HIJAU SUTT 29.98 - - 77.32 53.95 88.18 249.43 2.10 4 RTH LERENG > 40% - 340.80 - - - - 340.80 2.88 5 KEBUN RAYA - - 72.12 - - - 72.12 0.61 6 RTH OLAHRAGA 35.22 56.11 4.14 13.66 21.24 32.42 162.79 1.37 7 JALUR HIJAU SUNGAI 97.56 100.65 50.24 62.82 90.68 88.51 490.46 4.14 8 RTH PEMAKAMAN 14.78 99.69 1.61 7.14 1.95 16.54 139.76 1.18 9 RTH PERTAMANAN 55.87 65.97 15.62 21.10 37.84 46.53 242.93 2.05 10 JALUR HIJAU REL KA - 45.39 16.81 - - 24.63 86.83 0.73 11 JALUR HIJAU SITU 9.50 4.74 1.43 1.43 1.82 2.65 21.57 0.18 12 KAWASAN HIJAU KOTA 395.03 698.60 18.97 387.55 862.30 360.46 2,722.91 22,98 Luas Total RTH (Ha) 814.99 1,498.39 271.42 682..96 1,245.76 773.13 5,286.64 44.61 Persentase (%) 6.88 12.64 2.29 5.76` 10.52 6.52 44.61 Luas Wilayah 1772.00 3081.00 813.00 1015.00 3285.00 1884.00 11850.00 III.23

35 35 Peta Arahan Pembangunan RTH Kota Bogor III.24