Penentuan Awal Bulan Qamariyah & Prediksi Hisab Ramadhan - Syawal 1431 H

dokumen-dokumen yang mirip
Perbedaan Penentuan Awal Bulan Puasa dan Idul Fitri diantara Organisasi Islam di Indonesia: NU dan Muhammadiyah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

IMKAN RUKYAT: PARAMETER PENAMPAKAN SABIT HILAL DAN RAGAM KRITERIANYA (MENUJU PENYATUAN KALENDER ISLAM DI INDONESIA)

Abdul Rachman dan Thomas Djamaluddin Peneliti Matahari dan Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

BAB I PENDAHULUAN. dan hari raya Islam (Idul fitri dan Idul adha) memang selalu diperbincangkan oleh

Unifikasi Kalender Islam di Indonesia Susiknan Azhari

Tugas Penulisan Karya Tulis Ilmiah (Materi : Batasan dan Ragam KTI)

Kapan Idul Adha 1436 H?

Proposal Ringkas Penyatuan Kalender Islam Global

BAB I PENDAHULUAN. hadirnya hilal. Pemahaman tersebut melahirkan aliran rukyah dalam penentuan

Awal Ramadan dan Awal Syawal 1433 H

LEBARAN KAPAN PAK?? Oleh : Mutoha Arkanuddin Koord. Rukyatul Hilal Indonesia (RHI)

Imkan Rukyat: Parameter Penampakan Sabit Hilal dan Ragam Kriterianya (MENUJU PENYATUAN KALENDER ISLAM DI INDONESIA)

BAB IV ANALISIS PANDANGAN MUHAMMADIYAH DAN THOMAS DJAMALUDDIN TENTANG WUJU<DUL HILAL

PREDIKSI KEMUNGKINAN TERJADI PERBEDAAN PENETAPAN AWAL RAMADHAN 1433 H DI INDONESIA. Oleh : Drs. H. Muhammad, MH. (Ketua PA Klungkung)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Abdul Rachman dan Thomas Djamaluddin Peneliti Matahari dan Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

Oleh: Hafidz Abdurrahman

PENJELASAN TENTANG HASIL HISAB BULAN RAMADAN, SYAWAL, DAN ZULHIJAH 1436 H (2015 M)

PERBEDAAN IDUL FITRI: HISAB, RU YAH LOKAL, DAN RU YAH GLOBAL

PENGERTIAN DAN PERBANDINGAN MADZHAB TENTANG HISAB RUKYAT DAN MATHLA'

HISAB PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH MENURUT MUHAMMADIYAH (STUDI PENETAPAN HUKUMNYA) SKRIPSI

Hisab dan rukyat - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklop...

KONSEP DAN KRITERIA HISAB AWAL BULAN KAMARIAH MUHAMMADIYAH

Rukyat Legault, Ijtimak Sebelum Gurub, dan Penyatuan Kalender Islam

BAB IV ANALISIS SISTEM HISAB AWAL BULAN QAMARIAH DR. ING. KHAFID DALAM PROGRAM MAWAAQIT. A. Analisis terhadap Metode Hisab Awal Bulan Qamariah dalam

ALMANAK KALENDER TAHUN 2017 LEMBAGA FALAKIYAH PWNU JAWA TIMUR

Topik ini menggarisbawahi akan pentingnya kekaffahan seseorang dalam ber-islam agar mampu melihat persoalan tidak secara parsial, utamanya dalam

KAJIAN ALGORITMA MEEUS DALAM MENENTUKAN AWAL BULAN HIJRIYAH MENURUT TIGA KRITERIA HISAB (WUJUDUL HILAL, MABIMS DAN LAPAN)

Sistem Penanggalan Hijriyah/Islam

PENENTUAN AWAL RAMADAN, SYAWAL, DAN ZULHIJAH 1432 H

BAB I PENDAHULUAN. pemeluknya untuk berfikir terbuka, dan menolak setiap aturan, norma, yang menyalahi

Hilal Ramadhan Monday, 25 July 2011

MAKALAH ASTRONOMI KALENDER BULAN. Dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Astronomi. Dosen Pengampu: Arif Widiyatmoko, M.Pd.

1 ZULHIJJAH 1430 HIJRIYYAH DI INDONESIA Dipublikasikan Pada Tanggal 11 November 2009

BAB IV PERBEDAAN DAN PERSAMAAN DALAM PENENTUAN AWAL BULAN SYAWAL 1992, 1993, 1994 M DAN AWAL ZULHIJAH 2000 M ANTARA NAHDLATUL ULAMA DAN PEMERINTAH


BAB VI PENUTUP. Berdasarkan analisis dalam pembahasan disertasi ini, peneliti. 1. Matlak menurut fikih adalah batas daerah berdasarkan jangkauan

Hisab dan Rukyat Setara: Astronomi Menguak Isyarat Lengkap dalam Al-Quran tentang Penentuan Awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah

Modul Pelatihan HISAB - RUKYAT AWAL BULAN HIJRIYAH

Cladius Ptolemaus (abad 2) Geosentris

Kaedah imaging untuk cerapan Hilal berasaskan Charge Couple Device (CCD) Hj Julaihi Hj Lamat,

PENGERTIAN DAN PERBANDINGAN MADZHAB TENTANG HISAB RUKYAT DAN MATHLA' (Kritik terhadap Teori Wujudul Hilal dan Mathla' Wilayatul Hukmi) 1

Seputar Perbedaan Ilmu Hisab dan Penentuan Hari Raya

IMPLEMENTASI KALENDER HIJRIYAH GLOBAL TUNGGAL

Kelemahan Rukyat Menurut Muhammadiyah PERMASALAHAN RUKYAT

Idul Fitri 2007, Akankah Kita Berbeda Lagi?

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM TANGGAL 2 JUNI 2011 M PENENTU AWAL BULAN RAJAB 1432 H

Kilas Balik Penetapan Awal Puasa Dan Hari Raya Di Indonesia. Moh Iqbal Tawakal

INFORMASI ASTRONOMIS HILAL DAN MATAHARI SAAT MATAHARI TERBENAM TANGGAL 8 DAN 9 SEPTEMBER 2010 PENENTU AWAL BULAN SYAWWAL 1431 H

BAB IV KELAYAKAN PANTAI PANCUR ALAS PURWO BANYUWANGI SEBAGAI TEMPAT RUKYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH

ZAARI BIN MOHAMAD HBSC4203_V2 - EARTH AND SPACE / BUMI DAN ANGKASA BUMI DAN ANGKASA A. PENDAHULUAN

Baharrudin Bin Zainal Universiti Darul Iman Malaysia Kampus KUSZA Kuala Terengganu, Terengganu Mel-e :

Menjelang tahun 1390H / 1970, isu penentuan awal Ramadhan dan Syawal menjadi

Polemik Ramadhan Ketinggian Hilal Harus 2 derajat?

Metode Penetapan Awal Ramadhan dan Syawal Rukyat or Hisab; Local or Global? (Lanjutan)

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN SUSIKNAN AZHARI TENTANG UNIFIKASI KALENDER HIJRIAH DAN PROSPEKNYA MENUJU UNIFIKASI KALENDER HIJRIAH DI INDONESIA

BAB V PENUTUP. 1. Dalam hadits-hadits Nabi saw. waktu Shalat Isya dimulai pada

Wawancara Merdeka.com: Metode hisab dan Rukyat Bisa Disatukan karena Ilmu Astronomi Bisa Tentukan Awal Bulan Sesuai Dalil Rukyat

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM TANGGAL 23 JANUARI 2012 M PENENTU AWAL BULAN RABI UL AWAL 1433 H

PERUMUSAN GARIS TANGGAL KAMARIAH INTERNASIONAL BERDASARKAN KONJUNGSI

Peran Pemerintah Minimal Saja

MAKALAH ISLAM. Fenomena Gerhana 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. nampaknya semua orang sepakat terhadap hasil hisab, namun penentuan awal

PENENTUAN AWAL BULAN QOMARIAH DI INDONESIA BERDASARKAN DATA PENGAMATAN HILAL BMKG

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN PENENTUAN KETINGGIAN HILAL PERSPEKTIF ALMANAK NAUTIKA DAN EPHEMERIS

Gerhana Bulan Total 31 Januari 2018

BAB I PENDAHULUAN. Perbedaan pendapat mengenai penetapan awal bulan Qamariyah kerap

IMPLEMENTASI MATLAK WILAYATUL ḤUKMI

Penetapan Awal Ramadhan dan Syawal

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 2 Tahun 2004 Tentang PENETAPAN AWAL RAMADHAN, SYAWAL, DAN DZULHIJJAH

Oleh PENGAJIAN RAMADAN 9 RAMADAN 1433 H/28 JULI 2012 M PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH. Oman Fathurohman SW

HISAB RUKYAT DALAM ASTRONOMI MODERN. T. Djamaluddin 1

Kriteria Imkan Rukyat Kesepakatan Perlu Diubah Disesuaikan dengan Kriteria Astronomis. Posted on 24 Mei 2012 by tdjamaluddin.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BENARKAN TAHUN INI ADA MATAHARI KEMBAR?

PERADABAN TANPA KALENDER UNIFIKATIF: INIKAH PILIHAN KITA? Syamsul Anwar

MENGHITUNG WAKTU IJTIMAK

BAB IV ANALISIS METODE RASHDUL KIBLAT BULAN AHMAD GHOZALI DALAM KITAB JAMI U AL-ADILLAH

Fiqh Ulil Amri: Perspektif Muhammadiyah 1

SAATNYA MENCOCOKKAN ARAH KIBLAT. Oleh: Drs. H. Zaenal Hakim, S.H. 1. I.HUKUM MENGHADAP KIBLAT. Firman Allah dalam Surat al-baqarah ayat 144: Artinya:

KONSEP BEST TIME DALAM OBSERVASI HILAL MENURUT MODEL VISIBILITAS KASTNER

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN HISAB IRTIFA HILAL MENURUT ALMANAK NAUTIKA DAN NEWCOMB

Sebelum menjelaskan metode kalender Solar penulis ingin menjelaskan terlebih dahulu mengenai gerak matahari.

Paradigma Pendidikan Sains Fisika Berbasis Nilai (Sunatullah Merupakan Sinonim Ilmu Pengetahuan (Science)).

BAB SHOLAT KUSUF (GERHANA)

Seri Ilmu Falak. Pedoman Praktis Perhitungan Awal Waktu Salat, Arah Kiblat dan Awal Bulan Qamariyah

BAB IV ANALISIS KONSEP MUH. MA RUFIN SUDIBYO TENTANG KRITERIA VISIBILITAS HILAL RHI. A. Kriteria Visibilitas Hilal RHI Perspetif Astronomi

BAB I PENDAHULUAN. kandungan atau makna yang tersirat di dalam suatu nash. Mulai dari ibadah yang

Memburu Malam Seribu Bulan

TINJAUAN UMUM TENTANG HADIS-HADIS HISAB-RUKYAT DAN TRADISI ISLAM PEMBAHARU DI TIMUR TENGAH DAN INDONESIA... 55

BAB I PENDAHULUAN. Penanggalan Islam atau yang lebih dikenal bulan qamariyah merupakan

Ceramah Ramadhan 1433 H/2012 M Bagaimana Kita Merespon Perintah Puasa


Penentuan Awal Bulan Qomariah

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan agama yang lain adalah bahwasannya peribadatan dalam

BAB V PENUTUP Kesimpulan

HISAB PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH MENURUT MUHAMMADIYAH (STUDI PENETAPAN HUKUMNYA) NASKAH PUBLIKASI

Penetapan Awal Bulan Ramadhan dan Syawal

Transkripsi:

Prolog Setiap menjelang Ramadhan & Syawal biasanya umat Islam disibukkan dengan persoalan hisab & rukyat berkaitan penentuan awal bulan yang telah lama menjadi perbincangan di negri ini. Perbedaan dan perdebatan seputar hisab & rukyat telah demikian rutin terjadi di Indonesia khususnya menjelang puasa dan hari raya. Prolog Setiap menjelang Ramadhan & Syawal biasanya umat Islam disibukkan dengan persoalan hisab & rukyat berkaitan penentuan awal bulan yang telah lama menjadi perbincangan di negri ini. Perbedaan dan perdebatan seputar hisab & rukyat telah demikian rutin terjadi di Indonesia khususnya menjelang puasa dan hari raya. Seperti dimaklumi, penentuan bulan-bulan Islam dilakukan berdasarkan sistem bulan (qamarî) yaitu dengan muncul atau terlihatnya hilal di akhir bulan. Pada generasi awal Islam, penentuan 1 / 12

awal bulan mutlak dilakukan dengan penagmatan (ru yah) di lapangan setiap menjelang tanggal 29 Sya ban untuk menentukan awal Ramadhan (puasa) dan setiap menjelang tanggal 29 Ramadhan untuk menentukan awal Syawal (hari raya). Dalam prakteknya, jika berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada tanggal 29 tersebut hilal terlihat, maka sejak malam itu awal bulan telah tiba, namun jika hilal tidak terlihat, disebabkan berbagai hal, diantaranya mendung (ghumma), maka dilakukan penggenapan bilangan bulan (i km l al- iddah) menjadi 30 hari, dan awal Ramadhan dan atau awal Syawal di mulai keesokan harinya tanpa perlu melakukan rukyat lagi. Dengan cara ini, Rasulullah Saw. & para sahabat menentukan puasa & hari raya dan ibadah-ibadah lainnya. Isyarat rukyat ini antara lain ditegaskan Allah Swt. dalam QS. Al-Baqarah [02] ayat 189 mereka bertanya kepadamu tentang ahillah (bulan sabit), katakanlah: "bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji.... Ayat ini menegaskan pertanyaan para sahabat kepada Nabi Saw. tentang penciptaan dan hikmah bulan sabit (ahillah), Nabi Saw. pun menjelaskan bahwa ahillah atau hilal itu sebagai kalender (pertanda waktu) bagi manusia yang diantaranya kegiatan haji. Pertanyaan sahabat tentang ahillah ini muncul karena sebelumnya para sahabat telah melihat perubahan penampakan hilal dari hari kehari setiap bulannya, yang berarti hilal tersebut terlihat dengan mata oleh para sahabat. Selain dengan ayat di 2 / 12

atas, anjuran rukyat ini juga ditegaskan dalam hadits-hadits Nabi Saw., diantaranya: puasalah kamu karena melihat hilal, dan berbuka (hari raya)lah karena melihat hilal, dan jika hilal tertutup oleh awan, lakukanlah pengkadaran [HR. Muslim]. Sejak lama, para ulama telah memberi rumusan dalam masalah penentuan awal puasa dan hari raya ini seperti terlihat dalam literatur-literatur fikih klasik. Tetapi dalam penerapannya di masyarakat tidak-lah sederhana, karena masalah penentuan awal bulan yang berkaitan dengan ibadah penting umat Islam ini tidak hanya berkaitan dengan sisi fikih saja, namun juga berkaitan dengan sisi sains atau ilmu pengetahuan. Disamping itu, di era keterbukaan dan kemajuan teknologi saat ini, persoalan ini menyangkut lagi faktor-faktor lain, seperti faktor memandang sains (ilmu pengetahuan), faktor geografis dan lingkungan, faktor sosial, dan tak kalah pentingnya faktor perbedaan pandangan dalam hukum (mazhab & fikih). Hisab Astronomis Dari sudut hisab astronomis, masalah penentuan awal-awal bulan qamariyah sesungguhnya masalah sederhana. Karena seperti dimaklumi, hilal atau bulan yang menjadi standar dalam menentukan awal puasa dan hari raya merupakan benda angkasa ciptaan Allah Swt. dan menjadi obyek penelitian dalam disiplin ilmu astronomi. 3 / 12

Secara hisab astronomis, satu bulan qamariyah adalah jangka waktu yang dihabiskan bulan dalam fase-fasenya hingga sempurna selama 29 hari 12 jam 44 menit 2,9 detik, d imana bulan senantiasa bertukar kedudukan dipandang dari arah bumi sebagai akibat posisi relatif bulan terhadap bumi dan matahari yang menyebabkan bentuk bulan bertukar dalam fase-fasenya, yang di istilahkan dengan awjuh al-qamar atau phases of the moon. Fase-fase itu adalah: Crescent (al-hil l), First Quarter (at-tarb î ' al-awwal), First Gibbous (al-ahdab al-awwal), Full Moon (al-badar), Second Gibbous (al-ahdab ats-ts n î ), Second Quarter (at-tarb î ' ats-ts n î ), Second Crescent (al-hil l ats-ts n î ), 4 / 12

dan Wane (al-mahaq) atau disebut juga fase konjungsi atau ijtimak. Konjungsi atau ijtimak merupakan syarat awal masuknya bulan baru qamariyah secara astronomis, yaitu saat bulan berada diantara matahari dan bumi, dimana wajah bulan tidak nampak dari bumi. Ijtimak atau konjungsi adalah pertemuan atau berimpitnya dua benda yang berjalan secara aktif yang terletak pada posisi garis bujur yang sama bila dilihat dari arah timur ataupun arah barat. Para ilmuwan dan ulama sepakat bahwa ijtimak atau konjungsi merupakan syarat utama masuknya awal bulan qamariyah secara astronomis. Secara astronomis, hilal adalah bagian dari bulan yang menampakkan cahayanya terlihat dari bumi sesaat setelah matahari terbenam dengan didahului terjadinya ijtimak atau konjungsi. Bul an tidak memancarkan cahaya sendiri, bentuk hilal yang becahaya didapat dari pantulan sinar matahari. Bentuk bulan terlihat berubah-ubah dari hari ke hari, namun sebenarnya bentuk bulan tidak berubah, hal ini disebabkan dalam peredarannya bulan melakukan tiga gerakan yaitu rotasi, revolusi dan gerak bersama bulan & bumi mengelilingi matahari. Terjadinya hilal secara astronomis atau sains adalah melalui rangkaian fase-fase bulan, yaitu ketika bulan berada pada fase Wane (al-mahaq) yang disebut juga dengan proses ijtimak atau konjungsi. Maka ketika itu hilal dinyatakan telah wujud meski terkadang tidak terlihat oleh mata. Dalam prakteknya, jika fase wane (al-mahaq) atau konjungsi ini terjadi sebelum terbenam matahari, hilal punya kemungkinan untuk terlihat namun bergantung pada ketinggiannya diatas ufuk dan kecerahan langit dan faktor-faktor lainnya. Namun bila konjungsi atau ijtimak terjadi setelah terbenam matahari, maka dipastikan hilal tidak terlihat. Dalam kenyataannya, bulan baru (hill) yang diartikan semenjak berlakunya ijtimak, pada saat itu sama sekali tidak terlihat dari permukaan bumi karena seluruh bahagian yang disinari matahari membelakangi bumi. Bumi menghadap bulan yang sama sekali tidak terkena sinaran 5 / 12

matahari. Dalam peredarannya, bulan akan bergerak dari kedudukan ijtimaknya dari barat ke timur dengan kadar 10 derajat atau lebih dalam sehari, dan bulan akan bergerak dari posisi segaris itu untuk membentuk satu sudut perpisahan antara bulan, bumi & matahari, yang disebut dengan sudut elongasi. Selanjutnya, lama kelamaan permukaan bercahaya bulan akan mulai kelihatan sebagai hilal. Dari sini menjadi jelas bahwa secara astronomis, parameter yang menjadi faktor keterlihatan (visibilitas) hilal adalah terjadinya ijtimak atau konjungsi, sudut elongasi dan ghurûb (terbenam matahari). Selanjutnya, melalui penelitian para astronom, diantaranya dilakukan oleh Prof.Dr. Muhammad Ahmad Sulaiman (Guru Besar Astronomi di Observatorium Astronomi & Geofisika Helwam, Mesir), menyatakan bahwa hilal yang merupakan acuan utama untuk masuknya awal bulan memiliki beberapa karakteristik ilmiah, yaitu: (1) adakalanya bulan terbenam lebih dulu dari matahari (hilal masih berada dibawah ufuk, atau disebut juga hilal negatif). (2) Dalam keadaan ini, hilal dipastikan tidak terlihat, dan setiap kesaksian akan tertolak, (2) matahari terbenam lebih dulu dari bulan. Dalam keadaan ini, ada kemungkinan hilal terlihat, namun bergantung ketinggiannya diatas ufuk, dan bergantung pada situasi senja hari dan faktor-faktor lainnya, (3) hilal terlihat setelah terbenamnya matahari sebelum terjadi konjungsi. Hal ini belum terhitung 6 / 12

sebagai hilal awal bulan dan masih terhitung sebagai hilal akhir bulan. (fenomena ini terhitung ganjil dan jarang terjadi), (4) terjadinya konjungsi ketika terbenamnya matahari dalam keadaan tertutup (kasyifah), yaitu ketika itu terjadi gerhana matahari, maka dipastikan hilal tidak akan terlihat karena kekontrasan cahaya matahari, (5) bulan terbenam setelah terbenamnya matahari, sementara itu di wilayah lain sebaliknya (dalam satu wilayah kesatuan negara). Maka dalam hal ini, setiap wilayah berlaku penetapan masing-masing berlandaskan pada hadits Kuraib. Penentuan Awal Bulan di Indonesia Dari uraian diatas, melahirkan ragam penafsiran sebagai akibat perbedaan cara pandang (wajh istidl l) terhadap dalil-dalil yang berkaitan dan perbedaan penalaran ilmiah tentang hilal itu sendiri. D alam konteks Indonesia, masalah penentuan awal bulan cukup pelik untuk dijelaskan, hal ini mengingat beragamnya penafsiran terhadap masalah ini. Secara umum, setidaknya ada tiga konsep yang berkembang di Indonesia yang dipelopori oleh tiga elemen penting, yaitu NU, Muhammadiyah dan Pemerintah (DEPAG). NU, dalam masalah penentuan awal puasa dan hari raya mutlak melakukan observasi lapangan (rukyat faktual). Sikap ini muncul dari cara pandang mereka terhadap dalil-dalil terkait 7 / 12

yang dipahami sebagai perintah yang bersifat tunduk patuh (ta abbudî). Meski demikian, NU tetap melakukan hisab astronomis untuk mendukung pelaksanaan rukyat di lapangan. Namun dalam hal ini, hisab hanya berposisi sebagai pelengkap, bukan penentu. Sementara Muhammadiyah, dalam masalah penentuan awal puasa dan hari raya cendrung mengutamakan hisab meski memposisikan rukyat & hisab dalam posisi sejajar. Ini terlihat dalam Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah yang menyatakan bahwa puasa dan hari raya adalah dengan rukyat namun tidak mengapa menggunakan hisab (ash-shawmu wa al-fithr bi ar-ru yah wa l mni a bi al-hisb). Namun dalam prakteknya hisab justeru lebih dominan digunakan bahkan menjadi dominasi ormas ini. Bahkan, Muhammadiyah dianggap sebagai simbol mazhab hisab di Indonesia. Muhammadiyah menggunakan konsep yang di sebut hisab wujudul hilal yang menggunakan tiga parameter, yaitu (1) telah terjadi ijtimak atau komjungsi, (2) ijtimak atau konjugsi terjadi sebelum matahari terbenam, dan (3) pada saat terbenam matahari piringan atas bulan berada diatas ufuk, yang berarti bulan baru telah wujud. Ketiga kriteria ini penggunaannya secara kumulatif. Berbeda dengan NU dan Muhammadiyah, pemerintah, dalam hal ini Deprtemen Agama menetapkan dengan konsep yang berbeda. Menurut pemerintah, awal bulan telah tiba apabila memenuhi beberapa kriteria, (1) telah terjadi ijtimak atau konjungsi, 8 / 12

(2) setelah terbenam matahari hilal minimal 2 derajat diatas ufuk, (3) sudut elongasi 3 derajat, dan (3) umur hilal minimal 8 jam setelah terjadinya ijtimak. Kriteria ini dianggap sebagai penengah antara hisab dan rukyat, atau tepatnya antara NU dan Muhammadiyah. Pemerintah memberi batasan minimal 2 derajat sebagai pengakomodasian terhadap hisab dan rukyat, sebab hilal yang telah mencapai ketinggian 2 derajat memiliki kemungkinan dapat teramati (ru yah) dan secara astronomis (hisab) telah berterima, karena dipastikan telah terjadi konjungsi atau ijtimak. Selain tiga konsep diatas, masih terdapat banyak konsep dan tata cara lagi yang berkembang dan diterapkan di Indonesia baik dalam lingkup kelompok maupun individu yang kesemuanya berpotensi menimbulkan perbedaan dan keresahan dikalangan masyarakat awam. Prediksi Hisab Awal Ramadhan & Syawal 1431 H Ramadhan 1431 H 9 / 12

Tentang awal Ramadhan 1431 H tahun ini, data hisab astronomis hilal Ramadhan 1431 H menunjukkan sebagai berikut: Ijtimak awal Ramadhan 1431 H terjadi pada hari Selasa, 10 Agustus 2010 M jam 10:09 WIB. Tinggi hilal di Medan pada saat terbenam Matahari ( = 03 34 dan = 98 40 ) = +02 24' 15". Sementara itu di Biak ( = -01 11 dan = 136 05 ) tinggi hilal = +01 23. Syawal 1431 H Sementara itu, data hisab astronomi awal Syawal 1431 H menunjukkan sebagai berikut: Ijtimak awal Syawal 1431 H terjadi pada hari Rabu, 08 September 2010 M jam 17:31 WIB. Ting gi hilal di Medan pada saat terbenam Matahari ( = 03 34 dan = 98 40 ) = -02 36'. Sementara itu di Biak ( = -01 11 dan = 136 05 ) tinggi hilal = -03 37'. Dari data hisab diatas dapat disimpulkan, bahwa awal Ramadhan 1431 H menurut Muhammadiyah jatuh pada hari Rabu, 11 Agustus 2010 M, karena sesuai hisab yang dipedomaninya pada saat ghurûb hilal telah wujud diseluruh Indonesia. Bahkan sejak tanggal 10 / 12

16 Juli 2010 M yang lalu Muhammadiyah telah menetapkan keputusan ini melalui nomor 05/MLM/1.0/E/2010. Demikian juga halnya dengan pemerintah (DEPAG) yang menganut konsep hisab imkanur ru yah dengan parameter 2 diatas ufuk akan memulai puasa pada hari Rabu, 11 Agustus 2010 M karena tinggi hilal di wilayah Barat Indonesia pada saat ghurûb telah mencapai 2 derajat lebih, adapun untuk wilayah Timur Indonesia dimana pada saat ghurûb hilal masih berada dibawah ketinggian 2 derajat tetap berhari raya pada hari Rabu, 11 Agustus 2010 M mengikuti penetapan wilayah Barat Indonesia dengan alasan prinsip wilayatul hukmi. Namun sesuai mekanisme yang berlaku, penetapan masih menunggu sidang itsbat Departemen Agama pada tanggal 10 Agustus 2010 M, dan peluang terjadinya perbedaan masih memungkinkan karena menurut kalangan astronom hilal dalam kondisi ini dinilai sebagai hilal kritis. Adapun NU, seperti dimaklumi tetap melakukan pengamatan lapangan (ru yah) sebagai pengamalan terhadap hadits-hadits Nabi Saw., keputusan baru dikeluarkan (ikhbr) setelah dilakukan survey lapangan (ru yah). Adapun tentang awal Syawal (hari raya), sesuai prediksi hisab, baik Muhammadiyah, pemerintah dan NU akan berhari raya secara bersama yaitu pada hari Jum at, 10 September 2010 M. Hal ini dengan alasan karena saat matahari terbenam (ghurûb) pada tanggal 08 September 2010 M hilal diseluruh wilayah Indonesia, baik wilayah Barat maupun wilayah Timur, masih berada dibawah ufuk (hilal negatif), dengan demikian bilangan bulan akan digenapkan menjadi 30 hari (istikml). Dan mekanisme penetapan dilakukan masing-masing pihak. Wallhu a lam * **** ( 11 / 12

Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar, MA : alumnus S-2 Institut of Arab Research & Studies The Arab League ALECSO Cairo-Egypt, dalam penelitian (Tesis) Ilmu Falak. ) 12 / 12