PENGARUH PEMBERIAN PENYULUHAN PADA PENDERITA SUSPEK TUBERKULOSIS PARU TERHADAP HASIL PEMERIKSAAN SPUTUM BASIL TAHAN ASAM (BTA) DI RSUD

dokumen-dokumen yang mirip
Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization

BAB 1 PENDAHULUAN. TB.Paru merupakan penyakit yang mudah menular dan bersifat menahun, disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PANDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Mycobacterium Tuberculosis (MTB) telah. menginfeksi sepertiga pendududk dunia (Depkes RI,

Endang Basuki dan Trevino Pakasi Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sinar matahari, tetapi dapat hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada tahun 2014 sebagian besar terjadi di Asia

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Indonesia dalam rangka percepatan Millenium Development Goals (MDGs) mentargetkan penemuan kasus baru TB BTA positif atau Case Detection Rate (CDR)

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Melalui pembangunan kesehatan diharapkan akan tercapai

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi Directly

Mulyadi *, Mudatsir ** *** ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tuberkulosis Paru (TB Paru) suatu penyakit kronis yang dapat

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Mycobacterium tuberculosis. Tanggal 24 Maret 1882 Dr. Robert Koch

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular. langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi, yang juga dikenal sebagai communicable disease atau transmissible

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. karena penularannya mudah dan cepat, juga membutuhkan waktu yang lama

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PROFIL RADIOLOGIS TORAKS PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI POLIKLINIK PARU RSUD DR HARDJONO-PONOROGO SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. bahwa penyakit tuberkulosis merupakan suatu kedaruratan dunia (global

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Indonesia saat ini berada pada ranking kelima negara

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang. disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium Tuberculosis yang pada

BAB I PENDAHULUAN. menyerang paru dan dapat juga menyerang organ tubuh lain (Laban, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti karena menular. Menurut Robins (Misnadiarly, 2006), tuberkulosis adalah

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksius yang menular yang

BAB I PENDAHULUAN. jiwa dan diantaranya adalah anak-anak. WHO (2014) mengestimasi

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lampiran 1. Pedoman Wawancara Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium

Dikembangkan dari publikasi di JMPK yang ditulis oleh Alex Prasudi 1 dan Adi Utarini 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang sudah ada sejak zaman purbakala. Hal ini terbukti dari penemuan-penemuan kuno seperti sisa-sisa tulang belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN MOTIVASI PETUGAS TBC DENGAN ANGKA PENEMUAN KASUS TBC DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan dunia karena

SKRIPSI. Penelitian Keperawatan Komunitas

BAB I PENDAHULUAN. kuman Myiobakterium Tuberculosis. WHO mencanangkan keadaan darurat

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World. Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis merupakan

BAB 2 BAHAN, SUBJEK, DAN METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai sediaan obat uji, subjek uji dan disain penelitian.

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.bakteri ini berbentuk batang dan bersifat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. (Thomas, 2004). Ada beberapa klasifikasi utama patogen yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif yaitu tahun,

PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS. Edwin C4

BAB 1 : PENDAHULUAN. tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV dinyatakan sebagai epidemik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dan termasuk salah satu sasaran Millennium Development Goals (MDGs) dalam

I. PENDAHULUAN. secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu

KERANGKA ACUAN PROGRAM TB PARU UPTD PUSKESMAS BANDA RAYA KECAMATAN BANDA RAYA

I. PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

PRATIWI ARI HENDRAWATI J

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. pengobatan. Pada era Jaminan Kesehatan Nasional saat ini pembangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh kuman dari kelompok Mycobacterium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. tanah lembab dan tidak adanya sinar matahari (Corwin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh (Mycobacterium tuberculosis). Penyakit ini juga dapat

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Alsagaff,H, 2006). Penyakit ini juga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

GAMBARAN PERAN DAN STRATEGI SUB RECIPIENT (SR) COMMUNITY TB CARE AISYIYAH DALAM PENANGGULANGAN TB DI KOTA PADANG TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama. kesehatan global. TB menyebabkan kesakitan pada jutaan

Transkripsi:

PENGARUH PEMBERIAN PENYULUHAN PADA PENDERITA SUSPEK TUBERKULOSIS PARU TERHADAP HASIL PEMERIKSAAN SPUTUM BASIL TAHAN ASAM (BTA) DI RSUD. SELE BE SOLU KOTA SORONG PROVINSI PAPUA BARAT Oleh. Emma Malaseme Abstrak Tuberkulosis paru (TB paru) merupakan jenis penyakit kronis yang masih menjadi masalah kesehatan dunia.. Tuberkulosis paru (TB paru) merupakan jenis penyakit kronis yang masih menjadi masalah kesehatan dunia. Tahun 2008 di RSUD Sele Be Solu terdapat 371 penderita suspek TB paru dan setelah dilakukan pemeriksaan mikroskopis 45 diantaranya sebagai penderita TB positif. Pada tahun 2009 terdapat 486 penderita suspek TB dan 46 adalah penderita TB dengan BTA positif. Sampai Agustus 2010 jumlah penderita suspek TB paru adalah 375 dan yang terdeteksi dengan BTA positif adalah 33 penderita TB. Tujuan dari penelitian intervensi ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian penyuluhan pada penderita suspek TB paru terhadap hasil pemeriksaan sputum BTA penderita TB paru di RSUD Sele be Solu, Kota Sorong, Papua Barat. Dengan sampel penderita suspek TB sebanyak 130 pasien akan dialokasikan secara acak dalam 2 kolompok pada yaitu 65 kelompok kontrol dan 65 kelompok intervensi. Dengan menggunakan Rumus Uji-t (perbedaan 2 proporsi). Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah data responden, wadah sputum, hasil pemeriksaan laboratorium pada penderita suspek TB paru, leaflet bergambar tentang pentingnya pemeriksaan sputum dan cara menghasilkan sputum yang adekuat. Hasil penelitian jelas tidak terdapat perbedaan antara kelompok kontrol dengan kelompok intervensi Tetapi dari hasil pemeriksaan yang ada jelas terdapat perbedaan, diantaranya Kelompok kontrol dengan hasil 12 orang positif, serta kelompok intervensi dengan hasil 15 orang positif. Untuk mendapatkan kualitas dan kuantitas sputum yang baik sebelum pengambilan dahak pasien hendaknya didahului dengan penyuluhan tentang pentingnya pengambilan sputum dan cara menghasilkan sputum yang baik. Hal itu dilakukan agar dalam pemeriksaan mikroskopis mendapatkan hasil yang baik. Kata Kunci : Penyuluhan, Penderita Suspek TB, Hasil Pemeriksaan Sputum BTA I. PENDAHULUAN Situasi tuberkulosis (TB) di dunia semakin memburuk, jumlah kasus meningkat dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada negara yang dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah TB besar (high burden countries). Menyikapi hal tersebut, pada tahun 1993, World Health Organization (WHO) mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia (Anonimous, 2007). Pada awal tahun 1990-an WHO dan International Union Agains Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD) mengembangkan strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai strategi direct observed treatment short-course (DOTS) dan telah terbukti sebagi strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif (cost-efective). Salah satu dari lima komponen kunci strategi DOTS adalah pemeriksaan dahak mikroskopik yang terjamin mutunya. 2.2. Tuberkulosis Paru 2.2.1.Pengertian dan Etiologi Tuberkulosis Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru yang disebabkan oleh Mikobakterium tuberkulosis. Penyakit ini dapat juga menyebar ke bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe. (Somantri, 2008). 2.2.2.Pemeriksaan dan Diagnosis Tuberkulosis Paru Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. A. Pemeriksaan Radiologik Pemeriksaan radiologik standar pada foto thoraks postero-anterior (PA) dengan atau tanpa lateral. Beberapa karakteristik radiologi yang menunjang diagnosis TB paru antara lain: Bayangan lesi yang terletak di lapangan

Penegakkan diagnosis dengan pemeriksaan dahak dilakukan dengan mengumpulkan tiga spesimen dahak dalam 2 hari kunjungan yang berurutan yaitu sputum sewaktu (I) pada saat kunjungan pertama, sputum pagi (II) pada kunjungan kedua keesokkan harinya dan sputum sewaktu (III) pada waktu kunjungan kedua tersebut (Anonimous, 2007). Ketidakhadiran pasien suspek TB pada kunjungan berikutnya karena beberapa alasan dan sulitnya pasien mengeluarkan sputum merupakan kendala yang sering dijumpai dalam pengumpulan sputum (Suharjana dkk, 2005). Sedangkan pemeriksaan mikroskopis dengan hasil BTA negatif biasanya disebabkan oleh terlalu sedikit kuman akibat pengambilan sampel sputum yang kurang adekuat serta kualitas sputum yang kurang baik (Aditama,1990). Ozkutuk dkk (2007) melaporkan bahwa 97% pemeriksaan BTA sputum dideteksi pada pemeriksaan pertama, 3% yang ditegakkan pada pemeriksaan kedua, sedangkan pemeriksaan ketiga tidak mempunyai nilai diagnostik apapun. Suatu penelitian intervensi yang dilakukan oleh Alisjahbana dkk (2005) melaporkan adanya perbedaan penemuan kasus (case detection) yang signifikan antara kelompok kontrol (menjalani prosedur diagnostik rutin) dengan kelompok intervensi (menjalani konseling paramedik tentang cara menghasilkan sputum yang baik dan menerima wadah sputum yang telah ditentukan jumlah volume sputum yang harus dihasilkan). Dinas Kesehatan Kota Sorong merupakan salah satu dinas kesehatan di Provinsi Papua Barat yang telah melaksanakan program pemberantasan penyakit TB. Laporan Dinas Kesehatan Kota Sorong tahun 2007 sampai dengan tahun 2010 terdapat 1164 kasus TB dengan penduduk Kota Sorong sebanyak 157. 952 jiwa. Angka Prevalensi penyakit TB di Kota Sorong dari tahun 2007 sampai dengan 2010 adalah 7,37. Berdasarkan data TB tahun 2008 pada RSUD Sele Be Solu terdapat 371 penderita suspek TB paru dan setelah dilakukan pemeriksaan mikroskopis 45 diantaranya sebagai penderita TB positif. Pada tahun atas paru atau segmen posterior lobus superior. Bayangan berawan (patchy) atau bercak (noduler) Adanya kavitas tunggal atau ganda Bayangan milier Bayangan menetap atau relatif menetap setelah pada foto ulang setelah beberapa minggu. Bagian yang paling sering terkena pada bagian apical segmen posterior lobus superior. Hal ini disebabkan karena pada bagian apikal dan subapikal mempunyai tekanan oksigen lebih tinggi bila dibanding dengan tempat lain. B. Pemeriksaan Laboratorium a. Pemeriksaan Hematologi Rutin Pemeriksaan laboratorium rutin yang menunjang untuk menegakkan diagnosis TB paru yaitu peningkatan LED dan leukosit. Dalam keadaan aktif dan eksaserbasi, jumlah leukosit akan meninggi dan pada hitung jenis didapatkan keadaan shift to the left serta sedikit peningkatan jumlah limfosit. Sedangkan pada keadaan penyembuhan jumlah leukosit dan LED kembali normal. b. Pemeriksaan Serologi Uji Tuberkulin Uji tuberkulin merupakan prosedur diagnostik penting pada TB paru anak. Bahkan kadang merupakan satu-satunya bukti adanya infeksi mikobakterium tuberkulosa. Sedang pada orang dewasa terutama pada daerah dengan prevalensi tinggi seperti Indonesia maka angka sensivitasnya rendah. Pada penderita immunodefisiensi sering didapatkan hasil negatif palsu, mungkin karena tubuh kurang mampu merespon rangsangan antigen. Metode Aglutinasi Langsung Perkembangan pemeriksaan serologi untuk TB paru sudah mulai sejak tahun 1898 di Perancis dengan menggunakan prinsip aglutinasi langsung yang kurang sensitif dan spesifik. Cara lain yang digunakan antara lain adalah uji fiksasi komplemen, uji hemaglutinasi, uji difusi agar ganda, uji immunofluoresen dan radioimmunoassay.

2009 terdapat 486 penderita suspek TB dan 46 adalah penderita TB dengan BTA positif. Sampai Agustus 2010 jumlah penderita suspek TB paru adalah 375 dan yang terdeteksi dengan BTA positif adalah 33 penderita TB. Disamping itu, Rumah Sakit ini sudah menjalankan strategi DOTS, sehingga berdasarkan data dan permasalahan yang ada, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang TB di Rumah Sakit ini. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyuluhan Kesehatan Penyuluhan kesehatan menurut Azwar (1983) yang dikutip oleh Maulana (2009) adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan. Menurut Effendy (1998) faktor-faktor yang perlu diperhatikan terhadap sasaran dalam keberhasilan penyuluhan kesehatan adalah: 1. Tingkat Pendidikan. Pendidikan dapat mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap informasi baru yang diterimanya. Maka dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikannya, semakin mudah seseorang menerima informasi yang didapatnya. 2. Tingkat Sosial Ekonomi. Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, semakin mudah pula dalam menerima informasi baru. 3. Adat Istiadat. Pengaruh dari adat istiadat dalam menerima informasi baru merupakan hal yang tidak dapat diabaikan, karena masyarakat kita masih sangat menghargai dan menganggap sesuatu yang tidak boleh diabaikan. 4. Kepercayaan Masyarakat. Masyarakat lebih memperhatikan informasi yang disampaikan oleh orang orang yang sudah mereka kenal, karena sudah timbul kepercayaan masyarakat dengan penyampai informasi. 5. Ketersediaan Waktu di Masyarakat Metode Mikroelisa Uji ini ditujukan untuk mendeteksi antibodi (ig G) terhadap antigen mikobakterium tuberculosis. `Penggunaan antibody monoclonal telah dikembangkan antara lain dengan antigen 38 kda dimana antigen ini spesifik untuk TB komplek. Contoh uji yang menggunakan metode ini adalah metode pathozyme-tb complex, tes ini dinilai praktis karena dapat memeriksa spesimen dalam jumlah besar sekaligus. Immunokromatologi tak langsung (immunobinding assay) Berbeda dengan ELISA, antigen yang digunakan berlabel partikel halus yaitu colloidal gold yang berwarna merah sehingga tidak membutuhkan substrat kromogen. Contoh uji ini adalah: mycodot yang memakai antigen LAM (lipoarabinomanan), ICT TB yang memakai 5 (lima) macam antigen yaitu antigen 38 kda yang spesifik dan 4 (empat) antigen lain dari membran sitoplasma mikobakterium tuberkulosis. c. Pemeriksaan BTA Positif Pada pemeriksaan ini tiga spesimen dahak dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan. S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua. P (pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, sesegera sebelum bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di Pojok DOTS. S (sewaktu): dahak dikumpulkan di Pojok DOTS pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi. Diagnosis utama ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA) melalui pemeriksaan dahak mikroskopis. VI. PEMBAHASAN Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna hasil BTA positif kelompok kontrol dan kelompok intervensi (penyuluhan). Ketiadaan perbedaan secara statistik

Waktu penyampaian informasi harus memperhatikan tingkat aktifitas masyarakat untuk menjamin tingkat kehadiran masyarakat dalam penyuluhan. III. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian intervensi dengan mengalokasikan secara acak subjek penelitian (penderita suspek TB paru) ke dalam dua kelompok yakni kelompok kontrol dan kelompok intervensi (randomized control trial study) Berdasarkan Stata versi 10 maka jumlah sampel yang mewakili dalam penelitian ini adalah 130 pasien suspek TB paru yang terbagi menjadi 65 pasien pada kelompok intervensi dan 65 pasien pada kelompok control IV. HASIL PENELITIAN Pada bagian ini disajikan ada tidaknya perbedaan hasil yang dihasilkan oleh suatu tindakan atau percobaan yang diberikan kepada responden (ada/tidaknya penyuluhan). Pada uji signifikansi, data dianalisis menggunakan uji-t variabel independen (perbedaan dua proporsi) dengan taraf signifikansi 0,05. Dasar pengambilan keputusan yang dipakai adalah bila nilai probabilitas (p) dengan interval kepercayaan (IK) menghasilkan kesimpulan yang konsisten. Bila nilai p menghasilkan kesimpulan yang bermakna, maka IK akan menghasilkan kesimpulan yang bermakna juga. Konsistensi nilai p dengan nilai IK adalah bila pada uji hipotesis komparatif perhitungan nilai p < 0,05 (bermakna) maka pada perhitungan IK, nilai 0 tidak akan tercakup di dalam nilai intervalnya (bermakna). taraf signifikansi 0,05. Dengan demikian -0,185 P 1 -P 2 < 0,093 diluar dari wilayah kritik -1,96 > z >1,96 dan angka 0 tercakup di dalam nilai IK (memotong angka 0) berarti tidak bermakna sehingga kesimpulan dari uji statatik ini adalah tidak ada perbedaan yang signifikan hasil pemeriksaan sputum BTA antara kelompok penderita suspek di TB yang diberikan penyuluhan (kelompok intervensi) dan yang tidak diberikan penyuluhan (kelompok kontrol).yzz V. PENUTUP Kesimpulan yang diperoleh bisa juga disebabkan oleh jumlah suspek TB yang positif hanya sedikit yaitu 12 orang (9,23%) untuk kontrol dan 15 orang (11,54%) untuk intervensi sehingga hasil uji diperoleh nilai yang tidak signifikan atau tidak ada perbedaan nyata. Namun, hal yang perlu diperhatikan bahwa adanya perbedaan jumlah positif antara kedua kelompok yang diteliti yaitu 9,23% responden pada kelompok kontrol dan 11,54 % responden pada kelompok intervensi (1:1,25) menunjukkan bahwa pemberian penyuluhan sebelum pemeriksaan memberikan pengaruh terhadap hasil pemeriksaan. Jadi, perbedaan ini tidak bisa diabaikan khususnya jika dilihat dari sisi epidemiologi (penularannya), karena 1 penderita saja bisa menulari banyak orang. Adapun beberapa faktor yang menyebabkan ketiadaan perbedaan hasil penelitian ini antara lain : 1. Faktor Responden Tingkat pendidikan responden sangat berpengaruh terhadap penerimaan pesan kesehatan yang disampaikan penyuluh kepada reseponden tersebut. Berdasarkan tingkat pendidikan terlihat bahwa sebagian besar responden dengan hasil positif terdistribusi pada mereka yang berpendidikan SMP. Pada tingkat pendidikan ini dianggap bahwa tingkat pendidikan yang relatif rendah, sehingga cara penerimaan dan menginterpretasi pesan yang disampaikan dalam penyuluhan juga relatif rendah Selain itu, sebagian besar penduduk Papua melakukan kebiasaan minum teh sangat manis (2-3 sendok makan gula/gelas). Berdasarkan kajian Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan, minum teh manis merupakan salah satu teknik mengeluarkan dahak secara tradisional. 2. Faktor Kelemahan dalam Penelitian Penyuluhan ini hanya diberikan 1 kali saat subyek penelitian pertama kali datang dan memberikan sputum sewaktu I dengan menggunakan leaflet bergambar dalam waktu 3-5 menit.peneliti merasa ketersediaan waktu untuk penyuluhan masih kurang karena adanya perbedaan pola penerimaan pesan yang disampaikan saat penyuluhan. Ada

Berdasarkan hasil penelitian ini tidak terdapat pengaruh pemberian penyuluhan pada penderita suspek TB terhadap hasil pemeriksaan sputum BTA penderita suspek TB. Saran 1. Untuk dapat menghasilkan kualitas dan kuantitas sputum BTA yang baik maka pemberian penyuluhan harus terus dilakukan secara intensif bagi penderita suspek TB paru. 2. Perlu adanya perbaikan instrumen penelitian agar langkah-langkah melakuakan batuk efektif dapat dilakukan dengan benar. 3. Pihak RSUD Sele Be Solu perlu menambahkan petugas P2TB di Pojok DOTS mengingat petugas yang ada dan terlatih dalam memegang program DOTS saat ini hanya 1 (satu) orang. responden yang langsung dapat menangkap pesan saat diberikan satu kali penyuluhan namun ada pula responden yang baru akan menangkap pesan saat harus diberikan penyuluhan berulang.sikap sungkan dan malu bertanya juga merupakan faktor lain yang membuat peneliti sulit untuk mengetahui sejauhmana responden memahami pesan yang sudah disampaikan. Instrumen penelitian (leafleat) tidak memuat cara- cara lengkap untuk melakukan batuk efektif seperti misalnya sebelum dilakukan batuk, klien dianjurkan untuk minum air hangat dengan rasionalisasi untuk mengencerkan dahak. Atau dengan kata lain instrumen ini tidak bisa diterapkan di tempat penelitian ini. F fttttttfrfff DAFTAR PUSTAKA Aditama, T.Y.,1990. Pola Gejala dan Kecenderungan Berobat Penderita Tuberkulosis Paru. Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran. Anonimous, 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Ed. Kedua Cetakan I. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta : Dirjen P2M PLP.