HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN STATUS TANDA-TANDA VITAL PADA PASIEN PRE-OPERASI LAPAROTOMI DI RUANG MELATI III RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN Siti Fadlilah INTISARI Latar Belakang: Pasien yang akan menjalani operasi laparotomi akan mengalami ketakutan, misalnya: rasa takut terhadap anastesi, takut terhadap nyeri atau kematian, takut karena ketidaktahuan atau takut tentang deformitas atau ancaman lain terhadap citra tubuh.. Ketakutan dan kecemasan pada pasien pre-operasi dapat dimanifestasikan dengan perubahan fisik terutama pada tanda-tanda vital, gangguan tidur, dan sering buang air kecil, sehingga ada kalanya terjadi pembatalan operasi. Berdasarkan dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Ruang Melati III RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten pada tanggal 22 Januari 2014 didapatkan data jumlah pasien laparotomi dari bulan Oktober-Desembar berjumlah 42 orang. Tujuan Penelitian: Mengetahui hubungan antara tingkat kecamasan dengan status tanda-tanda vital pada pasien pre-operasi laparotomi di Ruang Melati III RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan rancangan kuantitatif korelasional dengan menggunakan metode pendekatan cross sectional. Sampel pada penelitian ini adalah pasien preoperasi laparotomi yang berjumlah 30 responden. Teknik sampling yang digunakan adalah accidental sampling. Data diolah dan dianalisis dengan analisis spearman rank.. Hasil : Tingkat kecemasan responden mayoritas mengalami kecemasan sedang. Tekanan darah responden mayoritas dalam kategori Normal. Ada hubungan tingkat kecemasan dengan tekanan darah pada pasien pre-operasi laparotomi dengan nilai Rho 0.534 dengan p-value sebesar 0.002 (p<0.05). Frekuensi Nadi responden mayoritas dalam kategori normal. Ada hubungan antara tingkat kecemasan dengan frekuensi nadi pada pasien pre-operasi laparotomi dengan nilai Rho 0.580 dengan p-value sebesar 0.001 (p<0.05). Frekuensi napas responden mayoritas dalam kategori normal. Ada hubungan antara tingkat kecemasan dengan frekuensi napas pada pasien pre-operasi laparotomi dengan nilai Rho 0.538 dengan p-value sebesar 0.002 (p<0.05). Kesimpulan: Ada hubungan antara tingkat kecemasan dengan status tanda-tanda vital pada pasien pre-operasi laparotomi. Kata Kunci: Tingkat Kecemasan, Status Tanda-Tanda Vital, Pre-Operasi Laparotomi. A. Pendahuluan Asuhan keperawatan perioperatif adalah asuhan keperawatan yang
diberikan sebelum (preoperatif), selama (intraoperatif), dan setelah pembedahan (pascaoperatif). Perawatan tersebut dapat dilakukan di rumah sakit, pusat bedah mandiri, pusat bedah yang bekerja sama dengan rumah sakit, atau di ruang praktik dokter. Keperawatan perioperatif merupakan bidang pekerjaan yang berkembang pesat, senantiasa berubah, dan penuh tantangan 1. Secara garis besar pembedahan dibedakan menjadi dua, yaitu pembedahan mayor dan pembedahan minor. Istilah bedah minor (operasi kecil) dipakai untuk tindakan operasi ringan yang biasanya dikerjakan dengan anestesi lokal, seperti mengangkat tumor jinak, kista pada kulit, sirkumsisi, ekstraksi kuku, penanganan luka. Bedah mayor adalah tindakan bedah besar yang menggunakan anestesi umum/general anestesi, yang merupakan salah satu bentuk dari pembedahan yang sering dilakukan 2. Salah satu jenis tindakan operasi bedah mayor adalah bedah abdomen. Bedah abdomen merupakan pembedahan yang melibatkan suatu insisi pada dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen 2. Tindakan bedah abdomen juga merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan obstetri gynecologi. Dengan kata lain bedah abdomen juga disebut dengan laparotomi. Laparotomi berasal dari dua kata terpisah, yaitu laparo dan tomi. Laparo sendiri berati perut atau abdomen sedangkan tomi berarti penyayatan. Adapun tindakan bedah yang sering dilakukan adalah, gasterektomi, kolesistoduodenostomi, hepatektomi, splenektomi, apendektomi, kolostomi, dan fistulektomi 3. Pasien yang akan menjalani tindakan operasi laparotomi, akan mengalami ketakutan, misalnya: rasa takut terhadap anastesi, takut terhadap nyeri atau kematian, takut karena ketidaktahuan atau takut tentang deformitas atau ancaman lain terhadap citra tubuh, pasien juga biasanya sering mengalami kekhawatiran lain, seperti masalah keuangan, tanggung jawab terhadap keluarga, dan kewajiban pekerjaan atau ketakutan terhadap prognosa yang buruk atau probabilitas kecacatan di masa mendatang, jika tidak ditangani dapat menyebabkan timbulnya ketidaktenangan atau kecemasan pada pasien pre-operasi 4. Kecemasan (ansietas/anxiety) adalah gangguan alam perasaan (affective) yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan. Diperkirakan jumlah mereka yang menderita gangguan kecemasan ini baik akut maupun kronik mencapai 5% dari jumlah penduduk, dengan perbandingan antara wanita dan pria sebesar 2 berbanding 1 dan diperkirakan antara 2-4% di antara penduduk di suatu saat dalam kehidupannya pernah mengalami gangguan cemas 5. Berdasarkan data
WHO (2007), Amerika Serikat menganalisis data dari 35.539 pasien bedah dirawat di unit perawatan intensif antara 1 Oktober 2003 dan 30 September 2006, di antaranya 8.922 pasien (25,1%) mengalami masalah kejiwaan dan 2,473 pasien (7%) mengalami kecemasan. Respon kecemasan merupakan sesuatu yang sering muncul pada pasien yang akan menjalani operasi, karena merupakan pengalaman baru bagi pasien yang akan menjalani operasi. Ketakutan dan kecemasan klien dapat dimanifestasikan dengan perubahan fisik terutama tanda-tanda vital, gangguan tidur, dan sering buang air kecil, sehingga ada kalanya terjadi pembatalan operasi 1. Tanda-tanda vital merupakan cara yang cepat dan efisien untuk memantau kondisi klien atau mengidentifikasi masalah dan mengevaluasi respon klien terhadap intervensi. Pengkajian tandatanda vital memungkinkan perawat untuk mengidentifikasi diagnosa keperawatan, mengimplementasikan rencana intervensi dan mengevaluasi keberhasilan bila tanda-tanda vital dikembalikan pada nilai normal. Pengukuran yang paling sering dilakukan oleh praktisi kesehatan adalah pengukuran tanda-tanda vital: antara lain adalah tekanan darah, nadi, suhu, dan frekuensi pernapasan 1. Akibat dari kecemasan pasien preoperasi yang sangat hebat maka ada kemungkinan operasi tidak bisa dilaksanakan karena pada pasien yang mengalami kecemasan sebelum operasi akan muncul kelainan seperti tekanan darah yang meningkat, sehingga apabila tetap dilakukan operasi akan dapat mengakibatkan penyulit dimana efek dari obat anastesi yang diberikan kemungkinan menyebabkan pasien dapat kembali sadar dalam waktu yang lama karena adanya gangguan pada tekanan darah 4. Berdasarkan dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di ruang Melati III RSUP. Dr Soeradji Tirtonegoro Klaten pada tanggal 22 Januari 2014 didapatkan data jumlah pasien laparotomi dari bulan Oktober sampai Desember berjumlah 42 orang. Hasil wawancara terhadap 5 responden didapatkan hasil seluruh pasien mengalami kecemasan, didapatkan hasil 1 responden mengalami kecemasan berat dengan peningkatan tekanan darah, sedangkan frekuensi napas dan nadi dalam keadaan normal; 3 responden mengalami kecemasan sedang, 2 responden di antaranya mengalami tekanan darah, sedangkan frekuensi napas dan nadi menunjukkan hasil normal; dan 1 responden mengalami kecemasan ringan dengan tekanan darah, frekuensi napas, dan nadi menunjukkan hasil normal. Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan antara tingkat kecemasan dengan status tanda-tanda vital pada pasien pre-operasi di ruang
Melati III RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. B. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kuantitatif korelational dengan menggunakan metode pendekatan cross sectional. Dalam penelitian ini adalah mengetahui hubungan tingkat kecemasan dengan status tanda-tanda vital yang meliputi tekanan darah, frekuensi nadi, dan frekuensi napas. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 Maret sampai 15 Juni 2014 di Ruang Melati III RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang akan menjalani operasi laparotomi di Ruang Melati III RSUP. Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Jumlah populasi pada penelitian ini dihitung berdasarkan jumlah pasien 3 bulan terakhir yaitu bulan Oktober sampai Desember 2013. Jumlah populasi yaitu 42 pasien pre-operasi laparotomi yang mengalami kecemasan. Sampel pada penelitian ini adalah pasien yang akan menjalani operasi laparotomi yang mengalami kecemasan di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Teknik pengambilan sampel yang digunakan peneliti adalah Accidental Sampling. Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner, yang terdiri dari 5 bagian. Bagian pertama digunakan demografi atau karakteristik responden yang terdiri atas nama, usia, jenis kelamin. Bagian kedua untuk mengkaji data yang berkaitan dengan tingkat kecemasan, dengan menggunakan skala AAS (Analog Anxiety Scale). Bagian ketiga digunakan untuk lembar observasi tekanan darah, alat yang digunakan spygmomanometer air raksa dan stetoskop. Bagian keempat digunakan untuk lembar observasi frekuensi nadi, alat yang digunakan arloji detik. Bagian kelima digunakan untuk lembar observasi frekuensi pernapasan, alat yang digunakan arloji detik. Dalam penelitian ini seluruh responden di ukur dengan menggunakan alat yang sama. Uji korelasi yang digunakan pada penelitian ini adalah uji spearman rank. C. Hasil Penelitian 1. Analisa Univariat a. Karakteristik Responden Responden penelitian ini adalah pasien operasi laparotomi di RSUP. Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten sebanyak 30 orang. Karakteristik responden pada penelitian ini meliputi jenis kelamin, umur, pendidikan, dan diagnosa medis yang dapat dilihat pada tabel 1: Tabel 1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden pada Pasien Pre-Operasi Laparotomi di RSUP. Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, Maret-Juni 2014
Karakteristik Jumlah (n) Persentase (%) Jenis kelamin Laki-laki 17 56,7 Perempuan 13 43,3 Jumlah 30 100 Umur 20-29 30-50 51-59 11 17 2 36,7 56,7 6,7 Jumlah 30 100 Pendidikan SMP SMA S1 15 13 2 50 43,3 6,7 Jumlah 30 100 Tindakan Operasi Appendictomi 12 40 Kolostomi 10 33,3 Kolektomi 8 26,7 Jumlah 30 100 Sumber: Data Primer 2014 Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui karakteristik jenis kelamin responden sebagian besar laki-laki yaitu berjumlah 17 orang (56,7%). Dilihat dari umur, diketahui responden yang terbanyak berumur 30-50 tahun yaitu berjumlah 17 orang (56,7%). Dilihat dari tingkat b. Tingkat Kecemasan pendidikan, diketahui tingkat pendidikan terbanyak yaitu SMP berjumlah 15 orang (50%). Dilihat dari diagnosa medis, diketahui tindakan operasi terbanyak yaitu appendictomi berjumlah 12 orang (40%) Tabel 2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Kecemasan pada Pasien Pre- Operasi Laparotomi di RSUP. Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, Maret- Juni 2014 Tingkat Kecemasan Jumlah (n) Persentase (%) Ringan 4 13,3 Sedang 14 46,7 Berat 10 33,3 Panik 2 6,7 Jumlah 30 100 Sumber: Data primer 2014 Berdasarkan tabel 2 didapatkan bahwa mayoritas tingkat kecemasan pasien preoperasi laparotomi di ruang c. Tekanan Darah Melati III dalam kategori sedang yaitu sebanyak 14 responden (46,7%).
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tekanan Darah pada Pasien Pre- Operasi Laparotomi di RSUP. Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, Maret- Juni 2014 Tekanan Darah Jumlah (n) Persentase (%) Normal 18 60 Hipertensi 12 40 Jumlah 30 100 Sumber: Data Primer 2014 Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa mayoritas tekanan darah pada Pasien Pre-Operasi Laparotomi di d. Frekuensi Nadi RSUP. Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten dalam kategori normal sebanyak 18 responden (60%). Tabel 4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Frekuensi Nadi pada Pasien Pre- Operasi Laparotomi di RSUP. Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, Maret- Juni 2014 Frekuensi Nadi Jumlah (n) Persentase (%) Normal 25 83,3 Takikardi 5 16,7 Jumlah 30 100 Sumber: Data Primer 2014 Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa mayoritas frekuensi nadi pada Pasien Pre-Operasi Laparotomi di RSUP. Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten dalam kategori normal sebanyak 25 responden (83,3%). e. Frekuensi Napas Tabel 5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Frekuensi Napas pada Pasien Pre- Operasi Laparotomi di RSUP. Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, Maret- Juni 2014 Frekuensi Napas Jumlah (n) Persentase (%) Normal 26 86,7 Takipneu 4 13,3 Jumlah 30 100 Sumber: Data Primer 2014 Berdasarkan tabel 5 diketahui bahwa mayoritas frekuensi napas pada Pasien Pre-Operasi Laparotomi di 2. Analisa Bivariat RSUP. Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten dalam kategori normal sebanyak 26 responden (86.7%). a. Hubungan antara tingkat kecemasan dengan tekanan darah Tabel 6 Tabulasi Silang Antara Tingkat Kecemasan dan Tekanan Darah pada Pasien Pre-Operasi Laparotomi di RSUP. Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, Maret-Juni 2014 Tingkat Tekanan Darah Total r P-value
Kecemasan Normal Hipertensi n % n % N % Ringan 3 10 1 3.3 4 13.3 Sedang 12 40 2 6.7 14 46.7 Berat 3 10 7 23.3 10 33.3 Panik 0 0 2 6.7 2 6.7 Jumlah 18 60 12 40 30 100 Sumber: Data Primer 2014 0,534 0,002 Berdasarkan tabel 6 diketahui bahwa dari 4 responden (13,3%) yang mengalami cemas ringan sebagian besar mempunyai tekanan darah dalam kategori normal yaitu sebanyak 3 responden (10%). Sebanyak 14 responden (46,7%) yang mengalami kecemasan sedang sebagian besar mempunyai tekanan darah dalam kategori normal sebanyak 12 responden (40%). Sebanyak 10 responden (33,3%) yang mengalami kecemasan berat sebagian besar dalam kategori hipertensi yaitu sebanyak 7 responden (23,3%). Sebanyak 2 responden (6,7%) yang mengalami kecemasan panik mengalami tekanan darah dalam kategori Hipertensi. Pada tabel 6 juga dapat diketahui bahwa nilai p-value didapatkan hasil 0,002. Yang berarti nilai p-value kurang dari 0,05 dapat juga diartikan Ho ditolak atau hipotesis diterima yang artinya ada hubungan antara tingkat kecemasan dengan tekanan darah. Nilai Rho juga dapat diketahui sebesar 0,534. Sesuai dengan tabel keofisien korelasi bahwa didapatkan keeratan hubungan antara tingkat kecemasan dengan tekanan darah termasuk dalam kategori cukup kuat. b. Hubungan antara tingkat kecemasan dengan frekuensi Tabel 7 Tabulasi Silang Antara Tingkat Kecemasan dan Frekuensi Nadi pada Pasien Pre-Operasi Laparotomi di RSUP. Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, Maret-Juni 2014 nadi Frekuensi Nadi Tingkat Total Normal Takikardi Kecemasan n % n % N % Ringan 4 13,3 0 0 4 13,3 Sedang 14 46,7 0 0 14 46,7 Berat 7 23,3 3 10 10 33,3 Panik 0 0 2 6,7 2 6,7 Jumlah 25 83,3 5 16,7 30 100 Sumber: Data Primer 2014 r P-value 0,580 0,001 Berdasarkan tabel 7 diketahui bahwa dari 4 responden (13,3%) yang mengalami cemas ringan sebagian besar mempunyai frekuensi nadi dalam
kategori normal yaitu sebanyak 4 responden (13,3%). Sebanyak 14 responden (46,7%) yang mengalami kecemasan sedang sebagian besar mempunyai frekuensi nadi dalam kategori normal sebanyak 14 responden (46,7%). Sebanyak 10 responden (33,3%) yang mengalami kecemasan berat sebagian besar mempunyai frekuensi nadi dalam kategori normal yaitu sebanyak 7 responden (23,3%). Sebanyak 2 responden (6,7%) yang mengalami kecemasan panik mengalami frekuensi nadi dalam kategori takikardi. Pada tabel 4.7 juga dapat diketahui bahwa nilai p-value didapatkan hasil 0,001. Yang berarti nilai p-value kurang dari 0,05 dapat juga diartikan Ho ditolak atau hipotesis diterima yang artinya ada hubungan antara tingkat kecemasan dengan frekuensi nadi. Nilai Rho juga dapat diketahui sebesar 0,580. Sesuai dengan tabel koefisien korelasi bahwa didapatkan keeratan hubungan antara tingkat kecemasan dengan tekanan darah termasuk dalam kategori cukup kuat. c. Hubungan antara tingkat kecemasan dengan frekuensu napas Tabel 8 Tabulasi Silang Antara Tingkat Kecemasan dan Frekuensi Napas pada Pasien Pre-Operasi Laparotomi di RSUP. Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, Maret-Juni 2014 Frekuensi Napas Tingkat Total Normal Takipneu Kecemasan n % n % N % Ringan 4 13,3 0 0 4 13,3 Sedang 14 46,7 0 0 14 46,7 Berat 8 26,7 2 6,7 10 33,3 Panik 0 0 2 6,7 2 6,7 Jumlah 26 86,7 4 13,3 30 100 Sumber: Data Primer 2014 r P-value 0,538 0,002 Berdasarkan tabel 8 diketahui bahwa dari 4 responden (13,3%) yang mengalami cemas ringan sebagian besar mempunyai frekuensi napas dalam kategori normal yaitu sebanyak 3 responden (10%). Sebanyak 14 responden (46,7%) yang mengalami kecemasan sedang sebagian besar mempunyai frekuensi napas dalam kategori normal sebanyak 14 responden (46,7%). Sebanyak 10 responden (33,3%) yang mengalami kecemasan berat sebagian besar mempunyai frekuensi napas dalam kategori normal yaitu sebanyak 8 responden (26,7%). Sebanyak 2 responden (6,7%) yang mengalami kecemasan panik mengalami
frekuensi napas dalam kategori takipneu. Pada tabel 4.8 juga dapat diketahui bahwa nilai p-value didapatkan hasil 0.002. Yang berarti nilai p-value kurang dari 0,05 dapat juga diartikan Ho ditolak atau hipotesis diterima yang artinya ada hubungan antara tingkat kecemasan D. Pembahasan 1. Tingkat Kecemasan pada Pasien Pre-Operasi Laparotomi di Ruang Melati III RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa mayoritas responden mempunyai tingkat kecemasan dalam kategori sedang yaitu sebanyak 14 responden (46.7%). Hal ini berarti mayoritas pasien pre-operasi laparotomi di ruang Melati III RSUP Dr, Soeradji Tirtonegoro Klaten mempunyai tingkat kecemasan sedang. Ditinjau dari nilai AAS (Analog Anxiety Scale) responden mempunyai tingkat kecemasan sedang dengan rentang skor 200 sampai dengan 299. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa responden yang memiliki kecemasan sedang lebih tinggi bila dibandingkan dengan responden yang memiliki kecemasan panik. Tanda-tanda yang sering muncul pada responden diantaranya susah tidur, gemetar, merasa takut ketika menghadapi operasi, dan takut operasi yang dilakukannya gagal. Hal ini dikarenakan cemas ditandai dengan perasaan ketakutan dan dengan frekuensi napas. Nilai Rho juga dapat diketahui sebesar 0,538. Sesuai dengan tabel keofisien korelasi bahwa didapatkan keeratan hubungan antara tingkat kecemasan dengan tekanan darah termasuk dalam kategori cukup kuat. kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan 5. Individu yang mengalami gangguan fisik seperti cidera, penyakit badan, operasi, cacat badan lebih mudah mengalai stres. Di samping itu orang yang mengalami kelelahan fisik juga akan lebih mudah mengalami stres 6. Tingkat kecemasan juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan seseorang, pada penelitian ini responden yang berpendidikan SMP sebanyak 15 responden (50%) dan responden terbanyak mengalami kecemasan berat, hal tersebut mendukung pendapat yang dikemukakan oleh Stuart (2007) 8, status pendidikan dan status ekonomi yang rendah pada seseorang menyebabkan orang tersebut mengalami stres dibanding dengan mereka yang status pendidikan dan status ekonomi yang tinggi. Tingkat kecemasan dapat juga dipengaruhi oleh usia seseorang, pada penelitian ini responden yang berusia 30-50 sebanyak 17 responden (56.7%) dan responden terbanyak mengalami kecemasan berat (lampiran 13), hal tersebut mendukug pendapat yang dikemukakan oleh Stuart (2007), ada
yang berpendapat bahwa faktor usia muda lebih mudah mengalami stres dari pada usia tua, tetapi ada yang berpendapat sebaliknya. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yunastilia (2011) 7, tentang analisa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pasien pre operasi apendikitis di Ruang Melati III RSUP Dr. Soaradji Tirtonegoro Klaten didapatkan hasil tingkat cemas dalam kategori cemas ringan sebanyak 17 orang (34%), cemas sedang sebanyak 24 orang (48%), dan berat sebanyak 9 orang (18%). 2. Status Tanda-Tanda Vital pada Pasien Pre-Operasi Laparotomi di Ruang Melati III RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa mayoritas responden mempunyai tekanan darah dalam kategori normal yaitu sebanyak 12 responden (40%). Hal ini berarti mayoritas pasien pre-operasi laparotomi di ruang Melati III RSUP Dr, Soeradji Tirtonegoro Klaten mempunyai tekanan darah dalam kategori normal. Tekanan darah adalah pengukuran tekanan jantung untuk melawan tekanan pembuluh darah saat sistole dan diastole. Tekanan darah ini diukur dalam satuan mmhg dengan alat yang disebut tensimeter (sphygmomanometer atau aneroid manometer). Pengukuran tekanan darah ini pada umumnya dilakukan pada lengan tangan dominan bagian atas 8. Hasil tersebut dapat dipengaruhi karena hampir sebagian besar pasien pre-operasi laparotomi adalah berjenis kelamin laki-laki berjumlah 17 responden (56.7%), pada penelitian ini juga didapatkan bahwa mayoritas responden yang berusia 30-50 tahun sebanyak 17 responden (56.7%) dan terbanyak responden mengalami tekanan darah dalam kategori hipertensi. Hal tersebut mendukung teori yang dikemukakan oleh Crisp (2003) dalam Debora (2012) 8, tekanan darah pada laki-laki akan cenderung lebih tinggi pada masa pubertas jika dibandingkan dengan seusianya. Akan tetapi pada masa menopuose tekanan darah wanita akan cenderung lebih tinggi dbandingkan dengan laki-laki seusianya. Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa mayoritas responden mempunyai frekuensi nadi dalam kategori normal yaitu sebanyak 14 responden (46,7%). Hal ini berarti mayoritas pasien preoperasi laparotomi di ruang Melati III RSUP Dr, Soeradji Tirtonegoro Klaten mempunyai frekuensi nadi dalam kategori normal. Frekuensi nadi adalah getaran denyutan aliran darah pada arteri yang bisa dipalpasi pada berbagai macam titik di tubuh. Nadi dihasilkan oleh ejeksi volume sekuncup dan distensi dinding aorta, secara bersamaan
menciptakan gelombang nadi yang merambat hingga titik distal arteri. Oleh karena perambatan nadi ini hingga mencapai bawah tulang dan otot, kita bisa mempalpasi nadi dengan menekan secara lembut di atas beberapa titik nadi 8. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pasien yang mengalami kecemasan tidak semua terjadi peningkatan frekuensi nadi pada pasien pre-operasi laparotomi. Hasil penelitian ini mendukung pendapat yang dikemukanan oleh Crisp dkk (2003) dalam Debora (2012) 8, nyeri akut dan kecemasan meningkatkan kerja saraf simpatis sehingga meningkatkan kerja jantung. Berdasarkan tabel 5 diketahui bahwa mayoritas responden mempunyai frekuensi napas dalam kategori normal yaitu sebanyak 14 responden (46,7%). Hal ini berarti mayoritas pasien preoperasi laparotomi di ruang Melati III RSUP Dr, Soeradji Tirtonegoro Klaten mempunyai frekuensi napas dalam kategori normal. Frekuensi napas adalah mekanisme yang dilakukan oleh tubuh untuk mengeluarkan karbon dioksida ke udara dan mendapat oksigen dari udara dan dibawa ke sel tubuh 8. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pasien yang mengalami kecemasan tidak semua terjadi peningkatan frekuensi napas pada pasien pre-operasi laparotomi. Hasil penelitian ini mendukung dengan pendapat yang dikemukanan oleh Debora (2012) 8, ada beberapa faktor yang bisa memengaruhi pernapasan, antara lain adalah fisik, misalnya kelainan bentuk dada, penyakit pernapasan yang sudah menahun, serta adanya gangguan pada fungsi dan struktur pernapasan. Psikologis, misalnya stres dan cemas, sosiokultural, misalnya merokok. Lingkungan, misalnya adanya alergi dan polusi. 3. Hubungan antara Tingkat Kecemasan dengan Tekanan Darah pada Pasien Pre-Operasi Laparotomi di Ruang Melati III RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Pada tabel 6 dapat diketahui bahwa hubungan antara tingkat kecemasan dengan tekanan darah pada pasien preoperasi diperoleh nilai p-value sebesar 0.002. Hasil diperoleh bahwa p-value 0.002 < 0.05 yang berarti ada hubungan yang signifikan antara tingkat kecemasan dengan tekanan darah, sehingga mendukung hipotesis. Hasil analisis diketahui nilai koefisien korelasi (Rho) sebesar 0.534. Menurut tabel koefisien korelasi menunjukkan keeratan hubungan dalam kategori cukup kuat. Dapat diartikan keeratan hubungan antara tingkat kecemasan dengan tekanan darah pada pasien preoperasi laparotomi di ruang Melati III RSUP. Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten dalam kategori cukup kuat. Berdasarkan tabel 6 diketahui bahwa sejumlah 12 responden (40%)
mengalami tekanan darah dalam kategori hipertensi dan terbanyak responden mengalami kecemasan berat. Hasil penelitian ini mendukung pendapat yang dikemukanan oleh Muttaqin & Sari (2011) 3, Ansietas, takut, nyeri, dan emosi dapat merangsang saraf simpatis sehinga menimbulkan penekanan denyut jantung, dan tahanan vena perifer. Perangsangan saraf simpatis menyebabkan peningkatan tekanan darah. Pada panelitian ini juga didapatkan responden dalam kategori cemas ringan mengalami peningkatan tekanan darah atau hipertensi sebanyak 1 responden (3.3%) dikarenakan faktor lain, pada saat penelitian peneliti mendapatkan bahwa pasien mengalami nyeri di bagian yang mengalami penyakit. Hal ini berbeda dengan pendapat yang dikemukakan oleh Stuart (2007) 6, tanda dan gejala kecemasan ringan antara lain sesekali napas pendek, nadi dan tekanan darah naik, gejala ringan pada lambung, muka berkerut, bibir bergetar, lapang persepsi meluas, konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah secara selektif, tidak dapat duduk dengan tenang, tremor halus pada tangan. Hal ini dikarenakan ada faktor lain yaitu stresor psikologis dan fisik yang dapat mempengaruhi tekanan darah yang tidak dikendalikan di kriteria inklusi dan eksklusi. 4. Hubungan antara Tingkat Kecemasan dengan Frekuensi Nadi pada Pasien Pre-Operasi Laparotomi di Ruang Melati III RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Pada tabel 7 dapat diketahui bahwa hubungan antara tingkat kecemasan dengan frekuensi nadi pada pasien pre-operasi diperoleh nilai p-value sebesar 0.001. Hasil diperoleh bahwa p-value 0.001 < 0.05 yang berarti ada hubungan yang signifikan antara tingkat kecemasan dengan frekuensi nadi, sehingga mendukung hipotesis. Hasil analisis diketahui nilai koefisien korelasi (Rho) sebesar 0.580. Menurut tabel koefisien korelasi menunjukkan keeratan hubungan dalam kategori kuat. Dapat diartikan keeratan hubungan antara tingkat kecemasan dengan frekuensi nadi pada pasien pre-operasi laarotomi di ruang Melati III RSUP. Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten dalam kategori cukup kuat. Dari penelitian ini didapatkan sebanyak 5 responden (16.7%) yang mengalami kecemasan berat dan panik mengalami frekuensi nadi dalam kategori takikardi. Hasil penelitian ini mendukung pendapat yang dikemukanan oleh Crisp dkk (2003) dalam Debora (2012) 8, nyeri akut dan kecemasan meningkatkan kerja saraf simpatis sehingga meningkatkan kerja
jantung. Tanda dan gejala pada kecemasan berat antara lain napas pendek, nadi, dan tekanan darah meningkat, berkeringat, sakit kepala, penglihatan kabur, ketegangan, lapang persepsi sangat sempit, tidak mampu menyelesaikan masalah, verbalitas, dan perasaan ancaman meningkat. Tanda dan gejala pada kecemasan panik antara lain yaitu napas pendek, rasa tercekik, palpitasi, sakit dada, pucat, lapang persepsi sangat sempit, marah, ketakutan, berteriak-teriak, dan persepsi kacau 6. 5. Hubungan antara tingkat kecemasan dengan frekuensi napas pada Pasien Pre-Operasi Laparotomi di Ruang Melati III RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Pada tabel 8 dapat diketahui bahwa hubungan antara tingkat kecemasan dengan frekuensi napas pada pasien preoperasi diperoleh nilai p-value sebesar 0.002. Hasil diperoleh bahwa p-value 0.002 < 0.05 yang berarti ada hubungan yang signifikan antara tingkat kecemasan dengan frekuensi napas, sehingga mendukung hipotesis. Hasil analisis diketahui nilai koefisien korelasi (Rho) sebesar 0.538. Menurut tabel koefisien korelasi menunjukkan keeratan hubungan dalam kategori kuat. Dapat diartikan keeratan hubungan antara tingkat kecemasan dengan frekuensi napas pada pasien pre-operasi laarotomi di ruang Melati III RSUP. Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten dalam kategori cukup kuat. Dari penelitian ini didapatkan sebanyak 4 responden (13.3%) yang mengalami kecemasan berat dan panik mengalami frekuensi napas dalam kategori takipneu. Hasil penelitian ini mendukung pendapat yang dikemukanan oleh Debora (2012) 8, ada beberapa faktor yang bisa memengaruhi pernapasan, antara lain adalah fisik, misalnya kelainan bentuk dada, penyakit pernapasan yang sudah menahun, serta adanya gangguan pada fungsi dan struktur pernapasan. Psikologis, misalnya stres dan cemas. Sosiokultural, misalnya merokok. Lingkungan, misalnya adanya alergi dan polusi. Tanda dan gejala pada kecemasan berat antara lain napas pendek, nadi, dan tekanan darah meningkat, berkeringat, sakit kepala, penglihatan kabur, ketegangan, lapang persepsi sangat sempit, tidak mampu menyelesaikan masalah, verbalitas, dan perasaan ancaman meningkat. Tanda dan gejala pada kecemasan panik antara lain yaitu napas pendek, rasa tercekik, palpitasi, sakit dada, pucat, lapang persepsi sangat sempit, marah, ketakutan, berteriak-teriak, dan persepsi kacau 6. E. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan
a. Tingkat kecemasan pada pasien preoperasi laparotomi sebagian besar mengalami kecemasan sedang. b. Tekanan darah pada pasien preoperasi laparotomi sebagian besar dalam kategori normal. c. Frekuensi nadi pada pasien preoperasi laparotomi sebagian besar dalam kategori normal. d. Frekuensi napas pada pasien preoperasi laparotomi sebagian besar dalam kategori normal. e. Ada hubungan antara tingkat kecemasan dengan tekanan darah pada pasien pre-operasi laparotomi dengan dengan nilai p-value 0.002 < 0.05 f. Ada hubungan antara tingkat kecemasan dengan frekuensi nadi pada pasien pre-operasi laparotomi dengan nilai p-value 0.001 < 0.05 g. Ada hubungan antara tingkat kecemasan dengan frekuensi napas pada pasien pre-operasi laparotomi dengan nilai p-value 0.002 < 0.05 h. Keeratan hubungan antara tingkat kecemasan dengan status tanda-tanda vital pada pasien pre-operasi laparotomi dalam kategori cukup kuat. 2. Saran Bagi RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten sebagai pengambil keputusan dapat memberikan seminar bagi perawat untuk mengatasi tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien pre-operasi laparotomi. Bagi Perawat rumah sakit dapat meningkatkan kualitas pelayanan dengan memberikan edukasi tentang kecemasan untuk mengatasi tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien pre-operasi laparotomi. Sebagai peneliti selanjutnya dapat menambah lebih banyak sampel agar hasil penelitian bisa lebih sempurna dan menghubungkan dengan variebel yang lainnya. Daftar Pustaka 1. Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan:konsep, proses, dan praktik, volume 1, edisi 4, Jakarta: EGC. 2. Sjamsuhidayat, R. dan Jong W, (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi revisi. Jakarta: EGC 3. Muttaqin, A dan Sari, K. (2013). Asuhan Keperawatan Perioperatif :Konsep, Proses, dan Aplikasi. Jakarta: Salembaa Medika. 4. Smeltzer & Bare. (2002). Keperawatan Medikal Bedah, Volume 1, Edisi, 8. Jakarta: EGC 5. Hawari, D. (2001). Manajemen stress, cemas, dan depresi.jakarta: Balai Penerbit FKUI. 6. Stuart, Gail W. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC. 7. Yunastilia, Ni Made. (2011). Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Apendisitis Di Ruang Melati III RSUP. Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Skripsi, Universitas Respati Yogyakarta. 8. Debora, O. (2012). Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Salemba Medika.