2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Oseanografi Perairan Teluk Bone Letak geografis Perairan Teluk Bone berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Selatan di sebelah Barat dan Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara di sebelah Timur, dan sebelah Selatan dengan Laut Banda. Kedalaman perarian di daerah pesisir mulai dari lima hingga puluhan meter, agak ke tengah maka kedalaman langsung bertambah dari ratusan meter hingga ribuan meter. Pada bagian tengah perairan kedalaman mencapai 2420 meter. Menurut Pariwono (1987), tipe pasang surut yang terbentuk pada Perairan Timur Indonesia (Gambar 1), memiliki tipe pasang surut campuran dominan ganda. Hal ini disebabkan oleh penjalaran gelombang pasang surut yang mendominasi dari Samudera Pasifik yang masuk ke Perairan Indonesia dari bagian Timur di sebelah Utara yakni melalui perairan Selat Makasar, Laut Sulawesi, dan Laut Arafura. Gelombang pasang surut antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik memilki selisih waktu 5 jam pada konstanta ganda (semidiurnal constituents) dan selisih 4 jam pada konstanta tunggal (diurnal consitutents) (Hatamaya, 1996). Sistem pasut di kedua samudera ini berinteraksi dengan perairan nusantara. Topografi dasar perairan juga menyebabkan kondisi pasut di Indonesia semakin kompleks (Pariwono,1987). Secara umum pergerakan arus di Teluk Bone pada kondisi pasang purnama semakin ke arah tengah perairan arus begerak lebih cepat sedangkan pada bagian pesisir arus yang terbentuk bergerak dengan kecepatan yang lebih lambat. 4
5 Sumber : Pariwono (1985) Gambar 1. Peta tipe pasut di Perairan ASEAN Hal ini diakibatkan arus yang terbentuk lebih banyak mengalami rintangan pada daerah pesisir diakibatkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi antara lain batimetri dan kegiatan manusia (pembangunan pelabuhan) di daerah pesisir. Pembangunan pelabuhan mempengaruhi arus pasut yang terbentuk dari pembangunan breakwater, sehingga hal ini akan menyebabkan penumpukan sedimen dan perubahan kedalaman dalam jangka panjang (BRKP, 2004). Kondisi pasang surut di daerah Teluk Bone dari Gambar 2 dan Gambar 3 menunjukkan bahwa komponen M2 memberikan pengaruh lebih dibandingkan dengan komponen K1. Komponen M2 memiliki kisaran amplitudo 50-60 cm
4 Sumber: Egbert dan Erofeeva, 2002 Gambar 2. Amplitudo (kiri) dan Beda fase Greenwich (kanan) dari komponen M2 berdasarkan asimilasi data 10 tahun satelit altimetry dari Topex/Poseidon menjadi model hidrodinamika. Kontur beda fase sebesar 30 o sebanding dengan 1 jam waktu bulan 6
5 Sumber: Egbert dan Erofeeva, 2002 Gambar 3. Amplitudo (kiri) dan Beda fase Greenwich (kanan) dari komponen K1 berdasarkan asimilasi data 10 tahun satelit altimetry dari Topex/Poseidon menjadi model hidrodinamika. Kontur beda fase sebesar 30 o sebanding dengan 2 jam waktu sidereals 7
dengan kisaran nilai fase sebesar 90 o -120 o. Sedangkan untuk komponen K1, 8 kisaran nilai amplitudonya sebesar 30-35 cm dengan kisaran nilai fase sebesar 180 o. Gelombang pasut yang menjalar masuk ke dalam Teluk Bone berasal dari gelombang pasut yang menjalar melalui Laut Flores dan Laut Banda. Kedua laut ini memiliki batimetri yang dalam sehingga pasut dengan amplitudo yang tinggi secara simultan akan melewati kedua laut ini. Di Perairan Timur Indonesia memiliki karakteristik bahwa pasut ganda berperan lebih besar karena adanya pertemuan penjalaran gelombang dari Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, sedangkan komponen pasut diurnal lebih mendominasi di Perairan Indonesia bagian Barat seperti di Laut Jawa dan Laut Cina Selatan (Ray, 2005). 2.2. Pasang Surut 2.2.1. Perambatan gelombang pasut Gelombang pasut menjalar pada samudera di bumi sebagai gelombang panjang yang bersifat progresif, yang dapat termodifikasi oleh refleksi (pantulan) balik, gaya Coriolis dan friksi. Gaya-gaya dan gelombang ini yang paling memberikan pengaruh terhadap kehidupan di daerah pesisir, dari semua gelombang panjang yang ada di samudera. Gelombang pasang surut dibentuk dari gaya gravitasi yang terbentuk dari posisi matahari dan bulan serta gayagaya lainnya yang mempengaruhi gelombang ini. Periode dari semua gaya yang bekerja pada gelombang ini harus diketahui untuk dapat memahami fenomena pasang surut yang terjadi. Beberapa hal tersebut yang menyebabkan gelombang pasang surut memerlukan perlakuan yang istimewa daripada gelombang lainnya (Dietrich, 1963).
HW HW HW HHW LHW 9 0 LW DIURNAL (jarang) (a) 24 h 0 LW LW SEMI-DIURNAL (equal) (cth: Atlantic) (b) 24 h 0 LLW HLW SEMI-DIURNAL (unequal) (cth: Pasific) (c) 24 h Sumber: Modifikasi dari Pond dan Pickard (1983) Gambar 4. Klasifikasi Gelombang pasut sederhana: (a) diurnal, (b) semi-diurnal (equal), (c) semi-diurnal (unequal). HW = high water, LW = low water, HHW = higher high water, LLW = lower low water, LHW = lower high water, HLW = higher low water Penjalaran gelombang pasut di bagian pesisir, secara sederhana dibedakan atas konstanta pasut tunggal dan ganda yang disebabkan oleh gaya pembangkit pasut yang bekerja. Pada Gambar 4, untuk pasut tunggal terdapat satu puncak dan satu lembah di setiap satu hari periode bulan (24.8 jam), sementara untuk pasut ganda terdapat dua pasang dan dua lembah dalam selang waktu interval yang sama. Untuk pasut ganda, di beberapa daerah akan memiliki nilai pasang tertinggi yang sama dan nilai surut terendah yang juga sama, sehingga disebut juga pasang ganda equal. Di beberapa daerah lainnya pasang tertinggi tidak selalu memiliki nilai yang sama begitu pula nilai surut terendah, sehingga disebut juga pasut ganda unequal. Pada waktu neap tide, di beberapa lokasi pasut campuran dominan ganda berubah menjadi pasut tunggal dalam waktu yang singkat di setiap bulannya (Pond dan Pickard, 1983). Gambar 5 menunjukkan pola pembentukan sirkulasi amphidromic yang terjadi di lautan pada Belahan Bumi Utara (BBU). Titik amphidromic adalah posisi atau daerah basin di lautan, yang memiliki pengaruh pasut paling kecil, dimana puncak dari gelombang pasut berotasi melewati satu siklus pasut.
8 Pasut Naik Pasang tinggi Pasut turun Surut rendah Pasut turun Pasut Naik Pasang tinggi Pasang tinggi Surut rendah AP = Titik Amphidromic Puncak dari gelombang pasut masuk ke dalam basin dan dibelokkan ke kanan (BBU) akibat gaya coriolis Sumber: Modifikasi dari Garrison (2006) Gambar 5. Pembentukan Sirkulasi Amphidromic. (a) Satu puncak gelombang pasut masut ke dalam basin samudera pada BBU. (b) Gelombang yang terbentuk bergerak ke arah kanan dikarenakan efek gaya Coriolis, menyebabkan pasang tinggi pada daerah basin di pesisir bagian Timur. (c) Gelombang tidak dapat bergerak terus ke arah kanan yang disebabkan adanya daratan, sehingga puncak gelombang bergerak ke arah Utara, mengikuti garis pantai dan menyebabkan pasang tinggi pada daerah basin di pesisir bagian Utara. (d) Gelombang bergerak secara terus menerus dalam sebuah basin berlawanan arah jarum jam, membentuk pasang tinggi pada pesisir bagian barat dan melengkapi siklus tertutupnya. 10
11 Akibat dari bentuk dan posisi dari daratan di sekitar basin samudera, puncak dan lembah pasut saling menghilangkan pada titik ini. Gelombang pasut yang dipengaruhi oleh gaya Coriolis dikarenakan volume yang cukup besar dari pergerakan air laut dengan gelombang pasut. Gelombang pasut bergerak berlawanan arah dengan jarum jam di sekitar titik amphidromic pada BBU dan searah dengan jarum jam pada BBS. Amplitudo pasut semakin besar apabila semakin jauh dengan titik amphidromic (Garrison, 2006). 2.2.2. Arus pasut dan arus residu Arus pasut adalah pergerakan air secara horizontal yang disebabkan oleh pasang surut akan tetapi, antara arus pasut dengan pasut tidak selalu memiliki hubungan yang dapat dikaitkan satu dengan yang lainnya. Terkadang di beberapa pesisir perairan tidak memiliki arus pasut, dan yang lainnya memiliki arus pasut tetapi tidak ada pasut (Gross, 1990). Arus pasut terjadi pada daerah perairan yang umumnya semi tertutup (Ali, 1994). Arus pasut memiliki fenomena yang lebih rumit dibandingkan dengan gelombang pasang surut karena arus pasut secara umum mewakili proses yang dua dimensi, sedangkan gelombang pasut hanya mewakili proses yang satu dimensi. Proses dua dimensi dari arus pasut yang merambat di suatu wilayah, mewakili pergerakan arus terhadap luasan perairan dan waktu. Hanya dalam kasus-kasus tertentu arus pasut dapat bersifat satu dimensi, contohnya pada sungai (Dietrich,1963). Daerah lautan terbuka arus pasut bersifat lebih rumit. Posisi relatif terhadap titik amphidromic, bentuk dari basin, dan magnitude dari gaya gravitasi dan inertia, semua hal tersebut harus diperhitungkan dalam perhitungan kecepatan dan arah dari arus pasut dibandingkan faktor kedalaman dasar laut.
12 Kecepatan arus pasut pada lautan terbuka diukur dalam sentimeter per detik dan umumnya kecepatannya berkurang seiring dengan semakin dalamnya perairan (Garrison, 2006). Salah satu arus pasut yang terkenal adalah arus pasut yang bolak-balik. Hal ini umumnya terjadi di daerah pelabuhan. Bila gelombang pasut datang dan masuk ke dalam pelabuhan maka akan terjadi kenaikan muka air laut di pelabuhan, hal ini disebut flood current. Sewaktu gelombang air bergerak kembali pergi keluar dari pelabuhan maka akan terjadi penyusutan tinggi muka air laut yang disebut ebb current. Ketika arus berganti arah maka akan menimbulkan waktu dimana ketika tidak terjadi arus sama sekali di perairan, dinamakan slack water (Gross, 1990). Arus pasut dapat dipengaruhi oleh runoff dari sungai dan angin. Masukan dari sungai dapat juga memperbesar arus pasut yang terjadi. Misal ketika terjadi ebb current, maka masukan dari sungai ini dapat memperbesar dan mempercepat pergerakan massa air meninggalkan pesisir (Gross, 1990). Kekuatan dari arus pasut ini bergantung dari volume air yang dibawanya dan bukaan mulut dari suatu perairan yang semi tertutup. Ada beberapa hal yang tidak mungkin dilakukan antara lain ialah memperkirakan besarnya kekuatan dari arus pasut ini, namun dapat dilihat dari besarnya tidal range yang ada. Semakin besar tunggang pasut yang terjadi maka arus pasut yang terbentuk akan semakin lemah dan begitu pula sebaliknya. Pada saat pasang purnama memiliki arus pasut yang lebih kuat dibanding pada saat pasang perbani. Secara umum, arus pasut merupakan arus berkekuatan besar di daerah pesisir (Gross, 1990).
Arus residu memiliki pengertian sebagai besar nilai arus yang diamati 13 dikurang dengan besar nilai arus pasut astronomi (Spring, 2000). Arus residu memiliki peranan penting dalam pemindahan material di estuari dan penting dalam proses biologi-kimia dalam perairan (Manda, 2010). Pemodelan arus residu yang dihasilkan tidak memiliki validasi data terhadap kondisi yang terjadi di lapangan, sehingga pola arus yang terbentuk masih harus dikaji ulang terhadap pengukuran arus dari data lapang. Pengukuran arus residu secara observasi di lapangan cukup sulit dilakukan di perairan yang memiliki arus pasut. Arus residu umumnya ditemukan pada daerah perairan pesisir (Guo, 2004). Pemodelan arus residu disimulasikan selama 30 hari dan yang ditampilkan menjadi pola arusnya hanya satu siklus M2 saja, diintegrasikan selama 12,4 jam terakhir. Dan untuk Pemodelan arus residu K1 yang ditampilkan menjadi pola arusnya hanya satu siklus K1 saja, diintegrasikan selama 24 jam terakhir. Pengintegrasian nilai kecepatan arus residu (u dan v) untuk komponen pasut M2 dan K1 mengikuti persamaan (Hearn, 2008): dimana: adalah nilai pengintegrasian komponen u selama satu siklus komponen pasut M2 dan K1. adalah nilai pengintegrasian komponen v selama satu siklus komponen pasut M2 dan K1. T adalah waktu (dalam jam) yang diperlukan komponen pasut M2 dan K1 untuk berosilasi selama 1 siklus. u dan v adalah komponen arus residu yang dihitung.
14 2.3. Persamaan Hidrodinamika ELCOM Persamaan transpor elcom berdasarkan persamaan Reynolds - rerata Navier-Stokes (RANS) dan transpor scalar yang tidak stabil menggunakan Boussinesq dan menolak kondisi tekanan non-hidrostatik. Persamaan RANS yang tak stabil dibentuk dari menapis persamaan Navier-Stokes yang tak stabil dalam sebuah periode waktu yang relative cukup panjang dalam skala proses sub-grid, tetapi relative lebih kecil dibanding proses skala grid dalam area penelitian. Dalam metode numerik RANS yang tidak stabil, skala waktu yang digunakan untuk merata-ratakan adalah langkah waktu yang digunakan dalam kemajuan di persamaan-persamaan evolusi. Sehingga, langkah waktu maksimum yang diberikan dari setiap resolusi grid secara mendasar dibatasi oleh ukuran fisik dari grid, tanpa memperhatikan metode numerik (Hodges dan Dallimore, 2009). Berikut ini adalah Ringkasan dari Persamaan Hidrodinamika yang digunakan dalam ELCOM Transport momentum... (1) Kontinuitas... (2) Kondisi batas momentum kondisi free surface... (3)
15 Kondisi batas momentum bagian dasar dan samping... (4) Transport skalar... (5) Kondisi batas skalar... (6) Evolusi free-surface... (7) Free-Surface wind shear... (8) Masukan momentum dari angin... (9)