BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penurunan massa tulang dan penurunan mikro -arsitektur yang menyebabkan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat. menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di

PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK

BAB I PENDAHULUAN. Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang pada tahap awal belum

BAB I PENDAHULUAN. Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif yang. menjadi permasalah global di bidang kesehatan termasuk di Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

OSTEOPOROSIS DEFINISI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang kemudian, secara normal, terjadi setiap bulan selama usia reproduktif.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DENGAN OSTEOPOROSIS

Gambaran Kepadatan Tulang Wanita Menopause Pada Kelompok X di Bandung

BAB I. PENDAHULUAN. berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya patah tulang. Selama ini osteoporosis indentik dengan orang tua tapi

BAB II KEROPOS TULANG (OSTEOPOROSIS)

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas hidup manusia, baik kemajuan dalam bidang sosioekonomi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berakibat pada rendahnya kepadatan ( densitas ) tulang. Orang-orang acap kali

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Osteoporosis adalah penyakit pengeroposan tulang yang banyak diderita

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Minat dan kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut semakin

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Radiografi baik intra maupun ekstra oral sangat banyak pemakaiannya

BAB I PENDAHULUAN. Osteoporosis atau keropos tulang adalah penyakit silent epidemic, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Osteoporosis merupakan kondisi atau penyakit dimana tulang

MANFAAT KEBIASAAN SENAM TERA PADA WANITA TERHADAP KEPADATAN MINERAL TULANG DI DUSUN SOROBAYAN, GADINGSARI, SANDEN, BANTUL SKRIPSI

LATIHAN, NUTRISI DAN TULANG SEHAT

BAB I PENDAHULUAN. Faktor umur harapan hidup masyarakat Indonesia saat ini memerlukan

EFEK JALAN KAKI PAGI TERHADAP KEPADATAN MINERAL TULANG PADA WANITA LANSIA DI DESA GADINGSARI SANDEN BANTUL SKRIPSI

Perbandingan Otsu Dan Iterative Adaptive Thresholding Dalam Binerisasi Gigi Kaninus Foto Panoramik

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.

OSTEOSARCOMA PADA RAHANG

LEMBARAN KUESIONER. Analisis faktor faktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahan penyakit osteoporosis

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Ketetapan resmi terkini ISCD tahun 2013 (pasien anak-anak) Dibawah ini adalah ketetapan resmi ISCD yang telah diperbaruhi tahun 2013

Jurnal Keperawatan, Volume VIII, No. 1, April 2012 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan pembentukan tulang. Salah satu penyakit yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. cantik, tidak lagi bugar dan tidak lagi produktif. Padahal masa tua

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4

BAB I PENDAHULUAN. umur. Pada saat terjadi menopause, indung telur (ovarium) tidak berespon

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Para ahli tulang Indonesia sepakat bahwa dengan meningkatnya harapan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mineral tulang disertai dengan perubahan mikroarsitektural tulang,

TINJAUAN PUSTAKA. Hormon adalah pembawa pesan kimiawi yang dihasilkan oleh kelenjar

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. berdasarkan usia, jenis kelamin, elemen gigi dan posisi gigi. Berikut tabel

BAB I PENDAHULUAN. Sehingga hal tersebut akan mempengaruhi pola konsumsi gizi dan aktivitas fisik

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknik radiografi yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi ada dua yaitu teknik intraoral dan ekstraoral.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipahami. Ketiga konsep ini saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Ketiga konsep pengertian tersebut adalah :

BAB 1 PENDAHULUAN. dari masa remaja memberikan dampak pada masalah kesehatan. Salah satu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

MAKALAH KAPITA SELEKTA FARMAKOTERAPI OSTEOPOROSIS

BAB I PENDAHULUAN. dalam pencegahannya. Osteoporosis merupakan salah satu penyakit

BAB II LANDASAN TEORI. mengeluarkan hormon estrogen (Manuaba, 2008). Menarche terjadi di

Osteoporosis Apakah tulang anda beresiko?

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maturitas adalah proses pematangan yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KUESIONER TENTANG PENGETAHUAN IBU TENTANG PERSIAPAN MEMASUKI MASA MENOPAUSE DI DUSUN V DESA SAMBIREJO KECAMATAN BINJAI KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2007

Penentuan Stadium Kanker Payudara dengan Metode Canny dan Global Feature Diameter

BAB 5 HASIL Osteoporosis. Proporsi kasus osteoporosis dan osteoporosis berat terlihat pada gambar. berikut:

OBAT YANG MEMPENGARUHI HOMEOSTASIS MINERAL TULANG

Penyebab, Gejala, dan Pengobatan Kanker Payudara Thursday, 14 August :15

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. terhadap grade osteoarthritis menurut Kellgren dan Lawrence. Diagnosis. ditegakkan berdasarkan klinis dan radiologinya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk merupakan alasan untuk diperlukannya pelayanan Keluarga Berencana

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. maupun modern, secara umum mencakup radiografi intra dan ekstra oral. Jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menopause berasal dari bahasa Yunani yaitu mens berarti bulan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. ini adalah dengan cara mengumpulkan massa tulang secara maksimal selama masa

Calcium Softgel Cegah Osteoporosis

UJI KORELASI NILAI TEKSTUR CITRA RADIOGRAF PERIAPIKAL DIGITAL DENGAN NILAI KEPADATAN MASSA TULANG. Abstract. Intisari

HUBUNGAN HIGH DENSITY LIPOPROTEIN DENGAN PENURUNAN FUNGSI KOGNITIF PADA WANITA POST MENOPAUSE

KEHILANGAN TULANG DAN POLA PERUSAKAN TULANG Kehilangan tulang dan cacat tulang yang diakibatkan penyakit periodontal membahayakan bagi gigi, bahkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Osteoporosis. Anita's Personal Blog Osteoporosis Copyright anita handayani

Patogenesis dan Metabolisme Osteoporosis pada Manula

TINJAUAN PUSTAKA. menopause (Kuncara, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. dan 2011 yang memenuhi kriteria inklusi, dismenorea adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. tulang ditentukan oleh tingkat kepadatannya. Penurunan massa tulang akan terus

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. keluar melalui serviks dan vagina (Widyastuti, 2009). Berdasarkan Riset

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoporosis Osteoporosis didefinisikan sebagai gangguan tulang yang ditandai dengan penurunan massa tulang dan penurunan mikro -arsitektur yang menyebabkan tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Penurunan mikro -arsitektur tampak sebagai spikulum tulang yang semakin sedikit dan tipis serta adanya topangan horizontal abnormal yang tidak menyatu untuk membentuk trabekula. Perubahan struktural ini yang menyebabkan tulang ra puh (Price, 1995) Penyebab utama rapuhnya tulang setelah menopause adalah defisiensi estrogen. Estrogen menghambat sekresi berbagai sitokin seperti IL -1,IL-6, dan TNF α, dan sitokin-sitokin ini membantu perkembangan osteoklas. Estrogen juga merangsang produksi TGF β, dan sitokin ini meningkatkan apoptosis osteoklas. Terdapat reseptor estrogen di osteoblas, dan mungkin terdapat efek stimulasi langsung pada reseptor tersebut (Ganong, 2002) Osteoblas pada tulang biasanya kurang normal pada seseorang yang osteoporosis, dan akibatnya kecepatan pengendapan tulang menurun. Wanita dewasa memiliki massa tulang yang lebih sedikit dibandingkan pria dewasa, dan setelah menopause mereka mulai kehilangan tulang lebih cepat dibandingkan pria dengan usia setara. Akibatnya, wanita lebih rentan menderita osteoporosis serius (Ganong, 2002) Resorbsi dan formasi tulang yang tidak seimbang paling sering terjadi pada wanita setelah menopause. S elain hormon estrogen yang menurun, hormon

lain seperti kalsium, serta vitamin D dapat menyebabkan massa tulang wanita tua menjadi berkurang. Faktor yang berperan dalam proses pengeroposan tulang yaitu usia, keturunan, estrogen, androgen, kalsium, vitamin D, hormon paratiroid, hormon tiroid, kortikosteroid, hormon pertumbuhan, faktor faktor pertumbuhan dan sitokin (Tandra, 2009) 2.1.1 Etiologi Penyebab umum dari osteoporosis adalah (1) kurangnya tekanan fisik pada tulang karena tidak aktif; (2) kekuranga n gizi sehingga protein matriks tidak dapat terbentuk; (3) kekurangan vitamin c, yang diperlukan untuk sekresi zat -zat yang antarseluler oleh semua sel, termasuk pembentukan osteoid dengan osteoblas; (4) pada kondisi postmenopause sekresi estrogen berkuran g sehingga mengurangi jumlah dan aktivitas osteoclasts; (5) usia tua, dimana hormon pertumbuhan dan faktor pertumbuhan terjadi penurunan sangat besar, dan banyak dari fungsi anabolik protein juga memburuk seiring dengan tuanya usia, sehingga matriks tulang tidak dapat dibentuk dengan baik; dan (6) Cushing s sindrom, karena glukokortikoid dikeluarkan dalam jumlah besar sehingga menyebabkan penurunan pengendapan protein pada seluruh tubuh serta peningkatan katabolisme protein. Penyakit kekurangan metabolisme protein dapat menyebabkan osteoporosis (Guyton, 1997) Penyebab utama berkurangnya tulang setelah menopause adalah defisiensi estrogen, dan pemberian estrogen menghentikan penyakit. Estrogen menghambat sekresi berbagai sitogen seperti IL-1, IL-6, dan TNF α, dan sitokin sitokin ini membantu perkembangan osteoklas. Estrogen juga merangsang produksi TGF β, dan sitokin ini meningkatkan apoptosis osteoklas. Terdapat reseptor estrogen di

osteoblast, dan mungkin pada efek stimulasi langsung pada reseptor reseptor itu (Ganong, 2002) 2.1.2 Macam dan gejala Osteoporosis dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu osteoporosis primer dan osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer terdapat pada kondisi yang tidak terkait dengan penyakit kronis lain, biasanya berhubun gan dengan penuaan dan penurunan fungsi gonad, seperti penurunan tingkat estrogen, sedangkan osteoporosis sekunder adalah jenis osteoporosis yang disebabkan oleh masalah kesehatan lainnya (Lau dan Guo, 2011) Tipe 1 Osteoporosis Postmenopause timbul setelah menopause dan disebabkan oleh rendahnya hormon estrogen, kondisi ini terjadi pada usia 55-70 tahun. Tipe 2 Osteoporosis Senile timbul pada usia lanjut, yang berkisar antara usia 70-85 tahun. Tipe 2 ini sering berhubungan dengan usia, dan dapat terjadi pad a lakilaki maupun perempuan. 2.2 Menopause Menopause berasal dari bahasa Yunani yang berarti berhenti haid ( a pause in the menses). Premenopause adalah tahap pertama seorang wanita melalui sebelum menopause. Siklus haid pada wanita premenopause tidak ter atur. Premenopause bertahan sehingga terjadinya menopause. Menopause didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana terhentinya aliran menstruasi secara permanen dan terjadi apabila genap satu tahun ( amenorrhea). Aliran menstruasi wanita yang sudah terhenti selama satu tahun atau lebih disebut postmenopause. Menopause adalah perdarahan surut ( withdrawal bleeding) fisiologik yang terakhir dalam seumur hidup wanita, yang menunjukkan berakhirnya kemampuan

bereproduksi. Dengan kata lain meno (menstruasi) pause (sto p) adalah berhenti haid atau menstruasi. Beberapa istilah lain yang ada kaitannya dengan menopause, yakni klimakterium (klimakter = tangga) merupakan masa peralihan antara masa reproduksi kepada tahap tidak berproduksi. Menopause terjadi pada perempuan yang memasuki usia menjelang 50 tahun. Siklus haid untuk wanita yang melalui usia ini mulai terganggu dan proses ovulasi sering gagal. Setelah beberapa bulan hingga beberapa tahun, siklus haid ini berhenti dan menghilang sama sekali. Hal ini disebabkan penurunan dan hilangnya hormon estrogen. (Ghany, 2009) Penyebab menopause adalah karena terjadinya burning out pada ovari. Sepanjang kehidupan reproduksi wanita, sekitar 400 folikel primordial tumbuh menjadi folikel matang dan mengalami ovulasi, dan ratusan ri bu ova mengalami degenerasi. Sekitar usia 45 tahun, hanya beberapa folikel primordial yang tetap dirangsang oleh FSH dan LH, dan, apabila jumlah folikel primordial mendekati nol, produksi estrogen oleh ovari menurun (Guyton, 1997) Setelah menopause, estrogen berkurang karena ovari tidak dapat mengeluarkan estrogen. Kekurangan estrogen ini mengarah ke (1) peningkatan aktivitas osteoklastik (2) penurunan matriks tulang dan (3) penurunan deposisi kalsium tulang dan fosfat. Efek ini sangat parah pada beberapa w anita, dan kondisi yang dihasilkan adalah osteoporosis. Hal ini dapat melemahkan tulang dan mengakibatkan fraktur tulang, terutama fraktur vertebra. Sebagian besar wanita diberi perawatan profilaksis sebagai pengganti estrogen untuk mencegah efek osteoporotik (Guyton, 1997) Postmenopause adalah kelanjutan menopause selama 3 5 tahun, dimana gejala gejala dan keluhan keluhan klimakterik bisa terjadi, dan produksi

estrogen dan ovarium akhirnya berhenti. Perbedaan menopause dan postmenopause adalah pengur angan gejala - misalnya frekuensi terjadinya hot flashes berkurang (Guyton, 1997) 2.2.1 Gejala Menopause timbul dari tiga komponen utama, yaitu: menurunnya kegiatan ovarium yang diikuti dengan defisiensi hormonal terutama estrogen yang memunculkan berbagai gejala dan tanda menjelang, selama serta postmenopause; faktor faktor social budaya yang ditentukan oleh lingkungan perempuan, faktor faktor psikologik yang tergantung dari struktur karakter perempuan (Ghany, 2009) Penurunan produksi estrogen yang te rjadi selama menopause merupakan suatu implikasi yang penting untuk kesehatan tulang karena estrogen memainkan peran besar dalam pertumbuhan dan pemeliharaan tulang pada wanita. Estrogen yang berkurang mempunyai hubungan dengan kepadatan tulang mineral ata u bone mineral density (BMD) yang rendah dan mempunyai resiko tinggi terjadinya fraktur pada wanita menopause, (Sacco dan Ward, 2010) Produksi estrogen yang berkurang sehingga di bawah nilai kritis, estrogen tidak lagi dapat menghambat produksi gonadotropi ns FSH dan LH. Gonadotropins FSH dan LH (terutama FSH) diproduksi dalam jumlah besar setelah menopause dan secara terus -menerus, tetapi ketika folikel primordial yang tersisa tutup secara abnormal, produksi estrogen oleh ovari berkurang sehingga mendekati nol. Saat terjadinya menopause, seorang wanita harus menyesuaikan gaya hidup tanpa hormon estrogen dan progesterone. Estrogen yang tidak ada pada tubuh wanita sering menyebabkan perubahan fisiologis pada fungsi tubuh,

termasuk (1) hot flashes bercirikan sensasi panas pada kulit, (2) sensasi dyspnea (sesak nafas) (3) perasaan marah, (4) kelelahan, (5) cemas, (6) kadang -kadang berbagai kondisi psikotik, dan (7) menurunnya kekuatan dan kalsifikasi tulang seluruh tubuh. Jika konseling gagal, administrasi estr ogen secara harian dalam jumlah kecil biasanya dapat mengurangi gejala yang dialami, dan dengan dosis yang dikurangkan secara bertahap, adanya kemungkinan wanita postmenopause dapat menghindari gejala yang lebih parah (Guyton, 1997) 2.2.2 Faktor Resiko Faktor resiko potensial untuk osteoporosis yang digunakan dalam analisis ini diidentifikasikan dari literatur medis termasuk usia, ras/latar belakang etnis, tinggi, berat badan, usia pada menopause, penggunaan estrogen postmenopause, sejarah maternal osteoporosis, sejarah fraktur pada keluarga dan pribadi, merokok, olahraga, penggunaan suplemen kalsium, penggunaan hormon tiroid, kortison, atau obat-obatan diuretik dan konsumsi kafein dan alkohol. 2.3 Trabekula Tulang trabekula atau spongiosa berada di antara lempeng tulang kortikal di kedua rahang, terdiri dari lempeng radiopak tipis dan batang disekelilingi kantong kantong radiolusen dari sumsum tulang. Pola radiograf trabekula mempunyai pola berbeda pada individu bahkan pada individu yang sama yang merupa variasi normal dan bukan manifestasi dari suatu kelainan. Gambaran trabekula dievaluasi pada bagian tertentu yaitu, distribusi, ukuran, dan kepadatannya harus diperiksa sebelum dibandingkan dengan kedua rahang. Di bagian posterior mandibula periradikuler trabekula dan sumsum

ruangan dapat sebanding dengan di anterior mandibula tapi agak lebih besar. (White dan Pharaoh, 2000) Menurut Lindh et al (2008), trabekula diklasifikasi kepada 3 yaitu; dense homogenous, yaitu trabekula yang padat dan mempunyai trabek ula yang banyak terhubung satu sama lain; heterogenous trabekula, kedua jenis trabekula dapat terlihat yaitu struktur trabekula yang padat dan trabekula jarang dapat ditemukan pada radiograf; dan sparse trabekula yaitu struktur trabekula jarang yang mempunyai trabekula yang sedikit, ruang sumsum lebih besar, dan kesan radiolusen yang lebih pada gambar. Gambar 2.1: A, Dense homogeneous trabecular patter pada rahang bawah (kiri) dan rahang atas (right). B, Heterogeneous trabecular pattern ada rahang bawah (kiri) dan rahang atas (kanan). C, Sparse homogeneous trabecular pattern pada rahang bawah (kiri) dan rahang atas (kanan) (Lindh et. al, 2008) 2.4 Radiograf Kedokteran Gigi Terdapat dua teknik pemotretan dan penempatan film dalam pemeriksaan radiografik dalam bidang kedokteran, yaitu radiografik intra oral dan ekstra oral.

Radiografik intra oral adalah pemeriksaan gigi dan jaringan sekitar secara radiografik dan filmnya ditempatkan di dalam mulut pasien. Ada tiga pemeriksaan radiografik intra oral yaitu: pemeriksaan periapikal, interproksimal, dan oklusal (Brocklebank, 1997) Radiografik ekstra oral digunakan untuk melihat area yang luas pada rahang dan tengkorak, film yang digunakan diletakkan di luar mulut. Radiograf panoramik merupakan teknik radiograf ik ekstra oral yang sering digunakan, sedangkan radiografik ekstra oral lainnya adalah foto lateral, foto antero posterior, foto postero anterior, foto cephalometri, proyeksi Waters, proyeksi reverse Towne, proyeksi Submentovertex (Haring dan Jansen, 2 000) Radiograf panoramik merupakan salah satu metode mengambil gambaran radiografik ekstra oral yang menghasilkan gambaran yang memperlihatkan struktur fasial termasuk mandibula dan maksila beserta struktur pendukungnya. Gambaran panoramik ini dapat diguna kan untuk mengevaluasi gigi impaksi, pola erupsi, pertumbuhan dan perkembangan gigi, mendeteksi penyakit dan mengevaluasi trauma (Haring dan Jansen, 2000) Melalui radiograf panoramik, dokter gigi dapat melihat hasil radiograf dengan daerah yang luas dari m aksila dan mandibula hanya dengan menggunakan satu film. Kekurangan dari gambaran panoramik ini adalah sulit untuk melihat bagian mulut yang paling dalam, gambaran panoramik bisa distorsi, dan biaya alat yang relative tinggi (Haring dan Jansen, 2000) 2.4.1 Gambaran panoramik untuk identifikasi osteoporosis pada w anita menopause Pada umumnya osteoporosis ditentukan melalui pemeriksaan densitas yang dapat dilakukan dengan single photon absorptiometry (SPA), dual photon

absorptiometry (DPA), dual-energy x-ray absorptiometry (DEXA), quantitative ultrasound, atau quantitative computer tomography (QCT). Densitas tulang juga dapat dilihat dengan dental radiografik seperti radiografik periapikal dan panoramik (Cakur et al, 2008) Taguchi et al (1997) melakukan sat u penelitian untuk mengetahui keakuratan gambaran radiograf panoramik dalam mendiagnosa penderita yang osteoporosis dengan menguji kemampuan diagnostik dari pengukuran pada trabekula. Hasil penelitian Taguchi et al (1997), memperlihatkan dari uji kepadatan tulang mineral, wanita menopause dapat diidentifikasi melalui pola trabekula. Disimpulkan bahwa dengan adanya hasil ini, dokter gigi dapat mengarahkan pada wanita postmenopause asimptomatik dengan osteoporosis untuk memeriksa kepadatan tulang melalui gam baran radiograf panoramik (Zusan, 2007)

Gambar 2.2:A. Aspek normal struktur tulang mandibula. B. Mandibula yang mengalami osteoporosis digambarkan dengan kehilangan tulang (square) (Watanabe et al. (2007) 2.4.2 Tekstur Trabekula Metode analisis tekstur mampu mengukur tekstur trabekula secara objektif. Oleh karena itu, fitur tekstur dapat digunakan untuk mengkarakterisasi, diskriminasi dan membuat segmentasi pada tekstur. Sebagian besar metode

analisis tekstur dikembangkan dan diuji pada tekstur dari gambar sebelum digunakan pada lingkungan yang lebih realistis (Veenland, 1999) Namun, osteoporosis tidak hanya ditandai dengan penurunan kepadatan, tetapi juga perubahan struktural dalam tulang. Menurut penelitian J.F. Veenland, perubahan struktural dalam tulang difokuskan pada trabekula dan perubahan yang terjadi pada tulang yang berbeda dideskripsikan dengan menggunakan teknik dari histomorphometry. Prosedur yang lebih invasif ditawarkan oleh citra radiografik yaitu struktur 3 dimensi diproyeksikan pada radiograf, dimana terlihat tekstur trabekula (Veenland, 1999) Penggunaan metode analisis tekstur terkomputerisasi untuk kuantifikasi pola radiografik trabekula memiliki beberapa keuntungan. J.F Veenland menyatakan, struktur dapat dievaluasi secara independ en dari densitas radiografik dan melalui metode komputerisasi, hasil lebih objektif dari inspeksi visual dapat dicapai (Veenland, 1999) 2.5 Ketebalan Mineral Tulang/ Bone Mineral Density (BMD) Uji kepadatan tulang mineral (BMD) mengukur kepadatan mineral (seperti kalsium) dalam tulang dengan menggunakan sinar -x yang khusus atau scan computed tomography (CT). Informasi ini digunakan untuk memperkirakan kekuatan tulang (Poinier, 2012) Uji kepadatan tulang mineral (BMD) adalah cara terbaik untuk menentukan kesehatan tulang. Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi osteoporosis dan menentukan resiko fraktur seseorang. Paling luas diakui uji BMD disebut dual-energi sinar-x absorptiometry, atau uji DEXA. Pemeriksaan ini dapat mengukur kepadatan daerah pinggul dan tulang belakang.

2.5.1 T Skor Patokan Badan Kesehatan Sedunia (WHO) yang digunakan untuk diagnosis osteoporosis adalah sebesar -2,5 standar deviasi (SD) nilai T dari densitas mineral tulang rata rata (mbmd) dengan Dual Energy X -Ray Absorptiometri (DEXA). Bila hasil pemeriksaan dengan DEXA tertera > -1 SD mbmd, maka tulang dikatakan normal. Bila nilai T adalah -1 sampai -2,5 SD mbmd, maka status tulang osteopenia (massa tulang rendah). Bila nilai T adalah -2,5 SD mbmd maka didiagnosa sebagai osteoporosi s dan bila DEXA menunjukkan hasil nilai T -2,5 SD mbmd plus > 1 fraktur kerapuhan maka didiagnosa sebagai osteoporosis berat. Pengukuran pengukuran ini didasarkan atas perbandingan BMD pasien dengan mbmd dari wanita sehat usia 25 49 tahun (WHO, 2004) 2.6 Program Osteometer Program Osteometer adalah satu program yang menggunakan metode algoritma multiscale operator untuk menganalisis tulang trabekula. Multiscale line operator merupakan salah satu algoritma deteksi garis yang digunakan untuk mendeteksi struktur linear pada citra mamografi bersama metode deteksi garis lainnya. Dibandingkan dengan metode lain, algoritme line operator terbukti memberikan hasil yang baik dari aspek sinyal hingga derau ( noise), akurasi garis lebar, dan lokalisasi (Ariffin et al, 2010) Program Osteometer mengukur kekuatan garis ( line strength) pada trabekula dibagian kiri dan kanan mandibula. Deteksi struktur kekuatan garis dari tulang trabekula pada citra diubah menjadi citra biner, citra yang hanya mempunyai dua nilai derajat keabuan; hitam dan putih. Pengukuran kekuatan

garis pada tulang trabekula diaplikasikan pada citra biner pada setiap piksel yaitu representasi sebuah titik terkecil dalam sebuah gambar grafis yang dihitung per inci, dan berdasarkan keberadaanya pada tulang trabekula dengan memprioritaskan segmen garis yang memiliki orientasi yang sama dengan akar gigi. Nilai total kekuatan garis dari empat sampel hitam dan putih pada setiap radiograf panoramik ditambahkan, dan nilai rata rata kekuatan garis (mean bone value) pada satu radiograf panoramik dihitung. Kekuatan garis dibandingkan dengan nilai ambang dari program Osteometer (Ariffin et al, 2010)