2 nutrisi yang rendah. Meskipun demikian, kebutuhan akan tanaman pakan sebagai sumber hijauan makanan ternak ruminansia tetaplah penting. Pada saat tekanan yang sangat tinggi terhadap kebutuhan lahan, maka usaha optimalisasi penggunaan lahan merupakan langkah yang sangat efektif untuk meningkatkan produktivitas lahan. Selain itu, untuk membuat suatu sistem pertanian yang berkelanjutan, dapat memadukan berbagai subsektor yang ada dalam pertanian sebagai suatu usaha yang terintegrasi. Menurut Delgado et al. (1999) salah satu teknologi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas ternak adalah dengan melakukan sistem pertanian campuran atau integrasi ternak dengan tanaman. Pola integrasi tanaman ternak mempunyai banyak keuntungan diantaranya tersedianya sumber pakan, menekan biaya pengendalian gulma, meningkatkan kesuburan tanah, meningkatkan hasil tanaman utama, membagi resiko kerugian. Hal ini akan dapat meningkatkan produktivitas lahan yang lebih tinggi, sehingga akan memberikan keuntungan yang lebih besar bagi petani-peternak. Beberapa pola integrasi STS seperti dengan tanaman pangan, perkebunan, dan kehutanan telah banyak dikembangkan, karena subsektor-subsektor tersebutlah yang banyak mempunyai lahan yang relatif sangat luas. Hal ini sesuai dangan yang disampaikan oleh Dirjen Bina Produksi Perkebunan (2004) bahwa potensi pemanfaatan integrasi ternak pada perkebunan dapat berupa memanfaatkan lahan diantara tanaman perkebunan untuk tanaman pakan atau untuk penggembalaan, dan pemanfaatan limbah tanaman ataupun limbah dari pabrik. Beberapa penelitian telah dilakukan, seperti penelitian yang dilakukan oleh Mansyur et al. (2005) yang menunjukkan bahwa integrasi penanaman tanaman pakan sebagai penutup lahan pada tanaman pangan meningkatkan produksi dan kualitas hijauan yang dihasilkan dengan tidak mengurangi hasil panen dari tanaman utama. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis mencoba memaparkan konsep dan pengembangan STS pada usaha pertanian/peternakan rakyat di Bali berbasis ransum, yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan pertanian, dan untuk meningkatkan produksi ternak ruminansia melalui penyediaan hijauan makanan ternak sepanjang tahun. Salah satu integrasi ternak-tanaman yang mungkin untuk dikembangkan adalah integrasi ternak ruminansia dengan perkebunan pisang rakyat, dimana lahan diantara tanaman pisang dapat ditanami hijauan pakan, dan limbah tanaman pisang dapat digunakan untuk sumber hijauan. Selain itu penyebaran kebun pisang rakyat yang ditanam pada lahan-lahan kering pertanian cukup luas. Penelitian Mansyur dan Titi Dhalika (2005) menunjukkan bahwa terdapat beberapa tanaman pakan yang mampu hidup dibawah naungan kebun pisang, dan dengan mengandalkan vegetasi alami yang hidup di kebun pisang sebagai sumber pakan ternak dimungkinkan untuk dapat dikembangkan ternak 1.62 satuan ternak untuk setiap hektar kebun pisang.
3 2. PEMBAHASAN A. Sistem Tiga Strata (STS) Sistem Tiga Strata (STS) adalah tata cara penanaman dan pemangkasan rumput, leguminosa, semak dan pohon, sehingga hijauan makanan ternak tersedia sepanjang tahun (Nitis, 2000; 2001). Hijauan makan ternak dapat tersedia sepanjang tahun dikarenakan a) pada waktu musim hujan, sebagian besar hijauan makanan ternak terdiri dari rumput dan leguminosa (sebagai stratum 1), b) pada pertenghan musim kering, sebagian besar hijauan makanan ternak terdiri dari semaksemak (sebagai stratum 2), c) pada akhir musim kering, sebagian besar hijauan makanan ternak terdiri dari daun pohon-pohonan (sebagai stratum 3). Adapun deskripsi STS menurut Nitis (2001a) adalah sebagai berikut: 1) Satu unit STS adalah suatu lahan yang luasnya minimal 25 are (2500 m 2 ) yang terdiri dari tiga bagian yaitu bagian inti seluas 16 are (1600 m 2 ), bagian selimut seluas 9 are (900 m 2 ), dan bagian pinggir dengan keliling 200 m; 2) Bagian inti adalah lahan yang terletak ditengah-tengah unit. Lahan inti tetap ditanami tanaman pangan (seperti jagung, kedele, ketela pohon) atau tanaman industri (seperti cengkeh, panili, kelapa, kapok); 3) Bagian selimut adalah lahan yang berbatasan dengan bagian inti dan bagian pinggir. Bagian selimut luasnya 9 are ditanami rumput unggul (seperti bafel, urokloa dan panikum) dan leguminosa unggul (seperti centrosema, stelo verano dan stelo skabra). Dengan demikian maka pada setiap unit terdapat 9 are rumput dan leguminosa jenis unggul yang merupakan stratum 1. Bagian pinggir adalah batas keliling dari satu unit STS. Pohon (seperti bunut, santan dan waru) ditanam pada jarak 5 m sekeliling unit tersebut, diantara 2 pohon ditanami 50 gamal, dan diantara 2 pohon berikutnya ditanami lamtoro atau akasia vilosa dengan jarak tanam 10 cm. Dengan demikian maka setiap unit STS dikelilingi oleh pagar hidup yang terdiri atas 1000 semak gamal dan 1000 semak lamtoro dan atau akasia vilosa yang merupakan stratum 2; dan terdiri atas 14 pohon bunut, 14 pohon santan, dan 14 pohon waru yang merupakan stratum 3. Dengan uraian diatas, maka setiap 25 are STS akan terdapat 16 are tanaman pangan/industri, 9 are rumput dan leguminosa, 2000 semak dan 42 pohon. Dengan STS, permasalahan kekurangan hijauan pada waktu musim kering dapat ditanggulangi. Dan dengan STS yang diintegrasikan dengan tanaman leguminosa diharapkan kesuburan lahan akan bertambah karena sumbangan nitrogen dari bintil-bintil akar, dan nilai gizi ransum ternak bertambah baik karena daun leguminosa kadar proteinnya lebih tinggi dari tanaman non-leguminosa. Menurut Nitis (2001) bahwa Sistem Tiga Strata (STS) dapat diterapkan dengan baik pada pertanian lahan kering yang curah hujannya kurang dari 1500 m/th dengan 8 bulan musim kering dan 4 bulan musim hujan; pada pertanian lahan kering yang topografinya datar atupun miring yang kurang produktif untuk pertanian pangan; pada lahan perkebunan yang mengintegrasikan ternak ruminansia (sapi dan atau kambing); dan pada lahan tidur dan lahan kritis. Adapun manfaat yang diperoleh dari
4 penerapan STS menurut Nitis (2001) adalah: meningkatkan persediaan dan mutu hijauan makanan ternak; menyediakan hijauan sepanjang tahun; mempercepat pertumbuhan dan reproduksi ternak; mengurangi waktu memelihara ternak; meningkatkan daya tampung; meningkatkan kesuburan tanah; mengurangi erosi; menyediakan kayu api; menyediakan bibit untuk perluasan STS; memperkuat pagar; merangsang timbulnya kegiatan penunjang; meningkatkan pendapatan petani; dan menambah kehijauan dan keindahan lingkungan. B. Produksi Hijauan dalam Sistem Tiga Strata Pada waktu musim hujan, ternak ruminasia tumbuh dengan cepat, sedangkan pada waktu musim kering tumbuhnya terlambat bahkan turun berat badannya, dan hanya dapat diperbaiki jika penurunan berat badan tersebut tidak lebih dari 20% dari berat badan awal. Dengan Sistem Tiga Strata (STS), kekurangan hiajauan pada waktu musim kering serta turunnya berat badan ternak ruminansia pada musim itu dapat ditanggulangi.caranya adalah dengan menanam dan memangkas rumput dan leguminosa (strata 1), semak (strata 2) dan pohon (strata 3) sedemikian rupa sehingga tersedia pakan hijauan sepanjang tahun. Meskipun rumput, semak dan pohon selalu ada dalam ransum, namun pada waktu musim hujan komposisinya sebagian besar adalah rumput dan leguminosa (strata 1), pada pertengahan musim kering sebagian besar terdiri dari semak (strata 2) dan pada akhir musim kering sebagian besar terdiri dari pohon (strata 3). Satu petak STS merupakan satu areal yang luasnya 25 are (0,25 ha) yang terdiri dari seluas 0,16 ha (16 are) sebagai bagian inti, letaknya ditengah, ditanami dengan tanaman pangan, tanaman perkebunan, atau tanaman hutan; seluas 0,09 ha (9 are) sebagai bagian selimut, yang mengelilingi bagian inti, ditanami dengan rumput dan legumniosa unggul; bagian pinggir, yang mengelilingi bagian selimut, dengan keliling 2000 meter, ditanami dengan semak dan pohon. Jarak tanam antara 2 semak adalah 10 cm, sedangkan jarak tanam antara 2 pohon adalah 5 m. Dengan demikian, pada 1 petak STS terdapat 2000 semak dan 42 pohon. Ternak sapi, kambing dan ayam kampung dapat diintegrasikan pada tahun ke-2. Dari 9 are rumput unggul dan leguminosa, 2000 semak, dan 42 pohon dapat menyediakan cukup pakan untuk 1 ekor sapi berat 375 kg, atau satu ekor induk dengan satu ekor pedet berat sapih, atau 6 ekor kambing berat masing-masing 60 kg. Satu petak STS cukup dapat menyediakan makanan untuk 25-50 ekor ayam kampung (Nitis, 2001a). a. Rumput dan Leguminosa (stratum 1). Leguminosa lebih lambat perkembangannya daripada rumput, namun nilai gizinya sangat tinggi. Untuk mencapai pertumbuhan ternak yang maksimal, kehadiran leguminosa sebagai sumber protein mutlak diperlukan. Di samping itu, pada akar leguminosa dijumpai adanya bintul-bintil zat lemas (nodul akar) yang mengandung bakteri yang dapat menfiksasi N atmosfer sehingga dapat menambah kesuburan lahan. Adapun rumput unggul yang dapat dipakai adalah:
5 - Rumput bufel (Cenchrus ciliaris). Produksinya tinggi yaitu 6,5-8,4 ton DM/ha/tahun, tahan kekeringan, tidak tahan terhadap naungan dan tanah yang berdrainase jelek, nilai gizinya tinggi dan mudah berkembang biak. Kandungan bahan kering (BK) pada musim hujan mencapai 28,48% dan pada musim kering sebesar 47,15%. - Rumput panikum (Panicum maximum). Produksinya tinggi yaitu 6,7-8,9 ton DM/ha/tahun, tahan terhadap naungan, tahan kekeringan, dan dapat beradaptasi dengan baik dengan tanaman leguminosa. Kandungan bahan kering (BK) pada musim hujan mencapai 26,00% dan pada musim kering sebesar 42,15%. Sedangkan leguminosa unggul yang dipakai adalah: - Stylosanthes (S. guyanesnis). Produksinya 6-10 ton DM/ha/tahun, tahan kering, tumbuhnya tegak, gampang berkembang biak, dan nilai gizinya tinggi. - Centro (Centrosema pubescens). Tahan terhadap naungan, berdaun relatif lebar dan sifat tumbuhnya membelit. - Siratro (Macroptilium atropurpureum). Tumbuhnya membelit, nilai gizinya tinggi, tahan kekeringan, hidup dengan baik bila dicampur dengan rumput. b. Semak (stratum 2). Adapun semak yang dapat dipakai adalah: - Gamal (Gliricidia sepium). Tanaman gamal mudah dikembangbiakan dengan stek sehingga dapat berkembang dengan cepat. Kandungan bahan kering (BK) pada musim hujan mencapai 20,02% dan pada musim kering sebesar 14,58%. - Lamtoro (Leucaena leucocephala). Lamtoro merupakan sumber hijauan potensial, nilai gizinya tinggi, berdaptasi pada lahan kritis, produksinya tinggi dan mudah dikembangbiakkan. Kandungan bahan kering (BK) pada musim hujan mencapai 36,96% dan pada musim kering sebesar 22,41%. - Turi (Sesbania grandiflora). Turi dikembangbiakkan dengan biji, daunnya sumber hijauan yang baik, nilai gizinya tinggi, disenangi oleh ternak dan dapat diberikan kepada ternak pada musim kering. c. Pohon (stratum 3). Adapun pohon yang dipakai adalah: - Bunut (Ficus spoacelli). Bunut tahan hidup pada lahan kering dan miring karena mempunyai sistem perakaran yang dalam. Daun bunut disenangi oleh ternak, produksinya tinggi, dan sumber hijauan potensial pada musim kering. Kandungan bahan kering (BK) pada musim hujan mencapai 27,83%. - Santen (Lannea coromandilica). Kayu santen sangat tahan terhadap kekeringan karena mempunyai kulit batang yang sangat tebal. Pohon ini cukup baik sebagai sumber hijauan terutama pada musim kering.
6 - Waru (Hibiscus tilleaceus). Mampu beradaptasi pada lahan basah sampai kering. Produksinya tinggi dengan nilai gizi yang tinggi pula. Waru tahan terhadap tanah bergaram, tetapi kurang mampu beradaptasi terhadap lahan miring dengan lapisan tanah yang dangkal. Kandungan bahan kering (BK) pada musim hujan mencapai 25,52%. C. Daya Dukung dalam Sistem Tiga Strata Daya dukung (stocking rate) adalah kemampuan petak STS untuk menyediakan hijauan untuk pakan ternak selama satu musim (musim hujan atau musim kering). Seekor ternak membutuhkan makanan sesuai dengan berat badannya. Secara umum, seekor sapi membutuhkan makanan 3% dari berat badannya apabila dihitung dalam bentuk bahan kering (BK), atau 12% dalam bentuk segar atau basah. Berat badan sapi bali rata-rata bertambah 0,25 kg per hari maka hijauan yang diberikan perlu ditambah 0,25 x 0,12 kg berat basah (segar) setiap hari atau 0,03 kg segar setiap hari agar pemberian hijauan secara berlebihan (ad libitum). Kebutuhan akan hijauan dari ternak sapi dengan berat badan 300 kg adalah 3285 kg DM/tahun, dengan rincian: pada musim hujan adalah 1080 kg DM dan pada musim kering adalah 2205 kg DM (Kearl, 1982). Sedangkan, kebutuhan akan hijauan dari ternak sapi dengan berat badan 350 kg adalah 3833 kg DM/tahun, dengan rincian: pada musim hujan adalah 1260 kg DM dan pada musim kering adalah 2573 kg DM (Kearl, 1982). Persediaan hijauan untuk STS pada musim hujan dua kali dibandingkan dengan pada musim kering. Satu petak STS dapat menampung dua ekor sapi dengan berat badan 280 300 kg, sedangkan pada musim kering hanya dapat menanpung seekor sapi dengan berat 100 130 kg. D. Daya Tampung dalam Sistem Tiga Strata Daya tampung (carrying capacity) adalah kemampuan menampung ternak dalam satu tahun yang mencakup musim hujan dan kering. Produksi hijauan setiap petak STS selama satu tahun adalah 3264 kg. Jadi produksi untuk satu hektar atau empat unit STS adalah 4 x 3264 kg = 13056 kg. Dengan demikian, satu petak STS dapat menampung seekor sapi dengan berat badan 300 kg selama satu tahun atau empat ekor sapi per hektar dengan berat 300 kg. Merujuk pada satu unit STS yang telah dikembangkan dan telah berproduksi pada musim hujan dan musim kering (Nitis, 2001), yang terdiri dari: Stratum 1 (rumput buffel dan rumput panikum), stratum 2 (gamal dan lamtoro), stratum 3 (bunut dan waru), dan jerami (kedelai, jagung, dan ketela pohon), maka diperoleh hasil persediaan hijauan dalam satu unit STS selama satu tahun adalah 3264 kg. Jika berat sapi yang dipelihara 350 kg dengan konsumsi pakan (%DM) sebesar 2,5 maka konsumsi pakan per hari (%DM) adalah 8,75. Hal ini berarti kebutuhan hijauan untuk ternak sapi dengan bobot badan 350 kg adalah 3193,75 kg/dm/tahun. Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa produksi hijauan dalam satu unit STS sebesar 3263 kg/dm/th dapat memenuhi kebutuhan hijauan untuk satu ekor ternak sapi dengan bobot badan 350 kg yang membutuhkan hijauan sebesar 3193,75 kg/dm/tahun. Dengan memperhatikan daya dukung atau
7 daya tampung petak STS, petani peternak dapat mengatur jumlah ternak, berat ternak dan jenis ternak yang dipelihara pada petak STS tanpa terjadi kekurangan hijauan. E. Integrasi STS dengan Perkebunan Pisang Dewasa ini, cara pendekatan Sistem Tiga Strata (STS) adalah terpadu (Integrated Farming Sytem), yaitu mengintegrasikan STS dengan lahan, tanaman, ternak, pengelola, dan lingkungan, yang dikelola secara terpadu, berorientasi ekologis, sehingga diperoleh peningkatan nilai ekonomi, tingkat efisiensi, dan produktivitas yang tinggi. Konsep pertanian terpadu atau konsep LEISA (Low External Input Susitainable Agriculture) diharapkan menjadi arah baru bagi pembangunan pertanian masa depan, yang dapat memberi hasil yang sepadan dan berkelanjutan bagi semua insan yang terlibat (LHM, 2005). Bentuk pendekatannya adalah menyeluruh (holistik) sehingga tercapai keseimbangan yang dinamis antara sumber daya alam, sumber daya buatan, dan lingkungan. Keseimbangan yang dinamis berarti adanya prioritas pemanfaatan sumber daya alam (seperti: rumput, leguminosa, semak dan pohon), sumber daya buatan (seperti: lahan tanaman pangan, lahan perkebunan, dan teknik pembiakan tanaman), dan lingkungan (seperti: udara, panas, hujan, angin, serta sinar matahari), sehingga produk dari STS tersebut menjadi optimum (Nitis, 2001; Horne, 1999) Beberapa pola integrasi STS seperti dengan tanaman pangan, perkebunan, dan kehutanan telah banyak dikembangkan, karena subsektor-subsektor tersebutlah yang banyak mempunyai lahan yang relatif sangat luas. Salah satu integrasi ternak-tanaman yang mungkin untuk dikembangkan adalah integrasi ternak ruminansia dengan perkebunan pisang rakyat, dimana lahan diantara tanaman pisang dapat ditanami hijauan pakan, dan limbah tanaman pisang dapat digunakan untuk sumber hijauan. Bagian inti ditanami dengan tanaman perkebunan yaitu tanaman pisang (Musa spp.), yang diintegrasikan dengan umbi-umbian (seperti: ubi jalar/ipomoea batatas) dan kacang pinto (Arachis pintoi) diantara tanaman pisang. Bagian selimut yang berbatasan dengan lahan inti dan lahan pinggir, ditanamai rumput gajah/pennisetum purpureum, rumput signal (Brachiaria decumbens) (sebagai stratum 1), bagian pinggir ditanami dengan semak leguminosa seperti: lamtoro/leucaena leucocephala (sebagai stratum 2) dan pohon seperti: dagdag/kol banda/pisonia grandis (sebagai stratum 3). Tanaman pisang (Musa spp.) dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh petani-peternak, sedangkan limbah tanaman pisang dapat digunakan sebagai sumber pakan ternak, baik daun, buah, maupun batangnya yang banyak mengandung air, yang sangat bermanfaat bagi ternak pada musim kemarau. Umbi-umbian (ubi jalar/ Ipomoea batatas) dapat sepenuhnya dimanfaatkan oleh petanipeternak, dan daun ubi jalar dapat dimanfaatkan oleh ternak ruminansia (sapi), maupun ternak non ruminansia (babi). Tanaman kacang pinto (Arachis pintoi), selain dapat dimanfaatkan sebagai sumber hijauan pakan ternak, juga sangat bermanfaat untuk menekan pertumbuhan gulma, mengurangi erosi, dan mampu meningkatkan kesuburan tanah. Tanaman rumput (Pennisetum purpureum, Brachiaria
8 decumbens) dan lamtoro (Leucaena leucocephala) pada pinggir lahan inti dapat dimanfaatkan sepenuhnya sebagai hijauan makanan ternak pada pertengahan musim kemarau, dan tanaman pohon dagdag (Pisonia grandis), selain dapat dimanfaatkan sebagai sumber hijauan pakan ternak, juga sangat bermanfaat untuk mengurangi erosi tanah. Gambar 1. Integrasi STS dengan perkebunan pisang (a) (b) (c) (d) Gambar 2. Ubi jalar/ipomoea batantas (a,b) dan Kacang pinto/arachis pintoi (c,d) (a) (b) (c) (d) Gambar 3. Rumput gajah/pennisetum purpureum (a); Lamtoro/Leucaena lecochepala (b); Dagdag/Pisonia grandis (c) 3. SIMPULAN DAN SARAN Dengan memperhatikan daya dukung dan atau daya tampung petak STS, petani peternak dapat mengatur jumlah ternak, berat ternak dan jenis ternak yang dipelihara pada petak STS tanpa terjadi kekurangan hijauan. Pengembangan STS mempunyai prospek yang cukup cerah karena dapat memenuhi kebutuhan hidup petani, tehnologinya mudah diterapkan, dan dapat dikembangkan serta menunjang program pembangunan. Produksi hijauan dalam satu unit STS sebesar 3263 kg/dm/th dapat memenuhi kebutuhan hijauan untuk satu ekor ternak sapi dengan bobot badan 350 kg yang membutuhkan hijauan sebesar 3193,75 kg/dm/tahun. Dengan mengandalkan vegetasi alami yang
9 hidup di kebun pisang sebagai sumber pakan ternak dimungkinkan untuk dapat dikembangkan ternak 1.62 satuan ternak untuk setiap hektar kebun pisang. Dari kesimpulan diatas dapat disarankan bahwa Integrasi STS dengan perkebunan pisang dapat dikembangkan pada beberapa unit STS dan atau memungkinkan pada satu unit STS yang lebih luas (> 25 are). REFERENSI Delgado,C., M.Rosegrant, H.Steinfield, S.Ehui, and C.Sourbius. 1999. Livestock to 2020: The Next Food Revolution, Food, Agriculture, an Environment Discussion Paper 28. International Food Policy Research Institute. 72. Direktur Jendral Bina Produksi Perkebunan. 2004. Prospek Pengembangan Pola Integrasi di Kawasan Perkebunan. Prosiding Seminar dan Ekspose Nasional Sistem Integrasi Ternak- Tanaman. Denpasar, 20-22 Juli 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Litbang Pertanian. Horne, P.M. dan StUr, W.W. 1999. Mengembangkan Teknologi Hijauan Makanan Ternak Bersama Petani Kecil - cara memilih varietas terbaik untuk ditawarkan kepada petani di Asia Tenggara. ACIAR Monograph No. 65. Australian Centre for International Agricultural Research (ACIAR) dan Centro Internacional de Agricultura Tropical (CIAT). Kearl. 1982. Nutrien Requrement of Ruminant in Developing Countries. International Feedstuffs Institute, Utah Arg. Exp. Sta, Logan. Lembah Hijau Multifarm. 2005. Low External Input Sustainable Agriculture: Konsep Pertanian Terpadu. Mansyur dan Tidi Dhalika. 2005. Analisis Vegetasi Hijauan Kebun Pisang. Jurnal Ilmu Ternak. Vol 5(1) Juli 2005: 22-27. Mansyur, Nyimas Popi Indrani, dan Iin Susilawati. 2005. Peranan Leguminosa Tanaman Penutup pada Sistem Pertanaman Jagung untuk Penyediaan Hijauan Pakan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005. Bogor, 12-13 September 2005. Nitis, I.M. 2000. Ketahanan Pakan Ternak di Kawasan Timur Indonesia: Pendekatan Holistik melalui Agroforestri. BKS PTN Indonesia Timur-Makassar. Nitis, I.M. 2001. Petunjuk Praktis Tata Laksana sistem Tiga Strata, Ed.5. Universitas Udayana- Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat. Nitis, I.M. 2001a. Peningkatan Produktivitas Peternakan dan Kelestarian Lingkungan Pertanian Lahan Kering dengan Sistem Tiga Strata. Buku Ajar. UPT-Penerbit Universitas Udayana