BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PEMEGANG SAHAM DI INDONESIA A. Hak dan Kewajiban Pemegang Saham Saham adalah benda bergerak yang memberikan hak kebendaan bagi pemiliknya. Hak-hak pemegang saham lahir dari kebendaan tersebut. Saham yang dimiliki oleh pemegang saham memberikan hak kepada pemegang saham. Adapun hak-hak yang dimiliki oleh para pemegang saham antara lain: 21 1. Hak Pemegang Saham a. Hak memesan terdahulu Dalam undang-undang perseroan terbatas bila perseroan terbatas menerbitkan saham yang baru, terlebih dahulu ditawarkan kepada pemegang saham lama. 22 Dalam rangka memenuhi kewajiban Pasal tersebut, maka pihak manajemen perusahaan menawarkan ke pemegang saham lama. Sedangkan pihak pemegang saham lama akan melakukan pemesanan saham yang akan diterbitkan. b. Hak mengajukan gugatan ke pengadilan Bila pemegang saham melihat tindakan yang dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham, Komisaris, Direksi dapat membahayakan kelangsungan PT, maka pemegang saham dapat mengajukan gugatan ke pengadilan bahwa tindakan yang dilakukan oleh organ PT tersebut dapat merugikan pemegang saham. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 61 UUPT yang 21 Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan tentang Perseroan Terbatas, (Bandung: CV. Nuansa Aulia, 2006), hal. 61 22 Pasal 43 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
mengemukakan, setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan ke Pengadilan Negeri, apabila dirugikan karena tindakan perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan yang wajar, sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi, atau Komisaris. Gugatan semacam ini dinamakan dengan personal rights yang dimiliki oleh setiap pemegang saham. Selain itu, terdapat juga bentuk gugatan derivative action, yaitu suatu gugatan berdasarkan atas hak utama (primary rights) dari perseroan, tetapi dilaksanakan oleh pemegang saham atas nama perseroan, gugatan mana dilakukan karena adanya suatu kegagalan dalam perseroan, atau dengan perkataan lain, derivative action merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh para pemegang saham untuk dna atas nama perseroan. 23 c. Hak saham dibeli dengan harga wajar Ada kemungkinan perseroan akan membeli kembali saham yang telah dikeluarkan. Bila terjadi hal semacam ini, dalam UUPT dijelaskan bahwa para pemegang saham berhak mendapatkan harga yang wajar terhadap saham yang dipegangnya. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 62 ayat (1) UUPT, yang mengemukakan bahwa setiap pemegang saham berhak meminta kepada perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan perseroan yang merugikan pemegang saham atau perseroan, berupa: a. Perubahan anggaran dasar hal. 41. 23 Steven H. Gifis, Law Dictionary, (New York: Barron s Educational Series, Inc, 1984),
b. Pengalihan atau penjaminan kekayaan perseroan yang mempunyai nilai lebih dari 50% (lima puluh persen) kekayaan bersih perseroan c. Penaggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan. Jumlah nilai nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh Perseroan dan gadai sahamatau jaminan fidusia atas saham yang dipegang oleh Perseroan sendiri dan/atau Perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung dimiliki oleh Perseroan, tidak melebihi 10% (sepuluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan dalam Perseroan, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. 24 Dalam hal saham yang diminta untuk dibeli melebihibatas ketentuan pembelian kembali saham oleh Perseroan, Perseroan wajib mengusahakan agar sisa saham dibeli oleh pihak ketiga. 25 d. Hak meminta ke pengadilan negeri menyelenggarakan RUPS Pada dasarnya penyelenggaraan RUPS dilakukan sekali dalam setahun, namun dalam hal tertentu, para pemegang saham dapat meminta diadakan RUPS. Hal ini dijabarkan dalam Pasal 79 UUPT yakni sebagai berikut: a. Direksi menyelenggarakan RUPS tahunan dan RUPS lainnya dengan didahului pemanggilan RUPS b. Penyelenggaraan RUPS dapat dilakukan atas permintaan 1 (satu) orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/100 (satu persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan suatu jumlah yang kecil atau dewan komisaris. Modal 24 Pasal 37 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Penanaman 25 Pasal 62 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
c. Permintaan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada direksi dengan surat tercatat disertai alasannnya. d. RUPS diselenggarakan Direksi berdasarkan panggilan RUPS membicarkan masalah yang berkaitan dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan mata acara lainnya yang dipandang perlu oleh Direksi. e. RUPS yang diselenggarakan Dewan Komisaris berdasarkan panggilan RUPS sebagaimana pada ayat (6) huruf b dan ayat (2) hanya membicarakan masalah yang berkaitan dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Jika RUPS belum diselenggarakan sebagaimana layaknya, maka pemegang saham berhak meminta kepada ketua pengadilan negeri untuk menyelenggarakan RUPS. Hal ini dijabarkan dalam Pasal 80 UUPT sebagai berikut: a. Ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan dapat memberikan izin kepada pemohon untuk: 1) Melakukan sendiri pemanggilan RUPS tahunan, atas permohonan pemegang saham apabila direksi atau komisaris tidak menyelenggarakan RUPS tahunan pada waktu yang telah ditentukan 2) Melakukan sendiri RUPS lainnya, atas permohonan pemegang saham sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1), apabila direksi atau komisaris setelah lewat waktu 15 (lima belas)
hari terhitung sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS diterima 3) Ketua pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat menetapkan bentuk, isi, dan jangka waktu pemanggilan RUPS serta menunjuk ketua rapat tanpa terikat pada ketentuan undang-undang ini atau anggaran dasar. 4) Dalam RUPS yang diselenggarakan ketua pengadilan dapat memerintahkan direksi dan atau komisaris untuk hadir 5) Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai pemberian izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan penetapan instansi pertama dan terakhir e. Hak menghadiri RUPS Salah satu hak yang cukup penting bagi pemegang saham adalah menghadiri RUPS. Dalam Pasal 85 UUPT dijelaskan sebagai berikut: a. Pemegang saham dengan hak suara yang sah, baik sendiri maupun dengan kuasa tertuis, berhak menghadiri RUPS dan menggunakan hak suaranya b. Dalam pemungutan suara, anggota direksi, anggota komisaris, dan karyawan-karyawan perseroan yang bersangkutan dilarang untuk bertindak sebagai kuasa dari pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Saham juga memberikan hak kepada pemiliknya untuk: 26 a. Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS 26 Pasal 52 ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
b. Menerima pembayaran deviden dan sisa kekayaan hasil likuidasi c. Menjalankan hak lainnya berdasarkan undang-undang ini d. Hak menerima dividen e. Hak menerima sisa kekayaan perseroan dalam hal perseroan dilikuidasi Selain mempunyai hak, pemegang saham juga memiliki kewajian yang harus dijalankan oleh pemegang saham, kewajiban tersebut yaitu: 27 2. Kewajiban pemegang saham a. Kewajiban dalam pengalihan saham Mengalihkan saham yang dimiliki oleh pemegang saham merupakan hak dari pemegang saham yang bersangkutan. Hak ini tidak berarti dapat dilakukan tanpa memperhatikan ketentuan perundang-undangan dan anggaran dasar perseroan. Anggaran dasar perseroan dapat menetapkan kewajiban bagi pemegang saham yang akan mengalihkan sahamnya terlebih dahulu harus menawarkan saham yang akan dialihkan tersebut kepada kelompok pemegang saham tertentu atau pemegang saham lain untuk kepada karyawan melakukan penawaran kepada pihak lain. Pemegang saham wajib terlebih dahulu meminta persetujuan dari organ perseroan apabila anggaran dasar menetapkan bahwa pengalihan hak atas saham harus mendapatkan eprsetujuan dari organ perseroan. Ketentuan lain yang harus diperhatikan oleh pemegang saham adalah kewajiban pengalihan saham atas nama dengan mempergunakan akta pemindahan hak. Akta dimaksud dapat berupa akta di bawah tangan ataupun akta otentik 27 Irwadi, Hukum Perusahaan Suatu Telaah Yuridis Normatif, (Jakarta: Mitra Karya, 2003), hal. 48.
b. Kewajiban mengalihkan saham dalam hal pemegang saham kurang dari dua orang Pengertian perseroan terbatas dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 mengandung pengertian bahwa perseroan terbatas terbentuk berdasarkan sebuah perjanjian. Dengan demikian, berarti dibutuhkan lebih dari satu orang dalam pembentukan sebuah perseroan terbatas. Atau dengan kata lain saat perseroan didirikan harus terdapat paling sedikit dua orang pemegang saham. Namun adakalanya bisa terjadi bahwa setelah perseroan disahkan (memperoleh status badan hukum) salah seorang atau beberapa pemegang saham mengalihkan sahamnya kepada pemegang saham lain, sehingga bisa terjadi keadaan dimana hanya satu orang saja pemegang saham perseroan. 28 Apabila terjadi keadaan yang demikian, maka pemegang saham tunggal tersebut dalam jangka waktu bulan tertentu sejak keadaan tersebut, wajib mengalihkan sahamnya kepada orang lain. Akibat hukum yang diterima oleh pemegang saham tunggal tersebut apabila terlampau jangka waktu enam bulan tersebut adalah pemegang saham tunggal tersebut betanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan atau kerugian perseroan. Tangung jawab yang demikian tidak terbatas hanya pada besaran saham yang dimiliki dalam perseroan, tapi juga meliputi harta pribadi pemegang saham yang bersangkutan. 29 c. Tanggung jawab terbatas 2010. 28 http://boedexx.blogspot.com/2009_08_01_archive.html. Diakses tanggal 7 Desember 29 Ibid
Ciri utama perseroan terbatas adalah bahwa PT merupakan subjek hukum yang berstatus badan hukum. Status yang demikian membawa konsekuensi berupa terbatasnya tanggung jawab para pemegang saham (limited liability). Prinsip tanggung jawab terbatas pemegang saham dianut dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007, yang berbunyi: Pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi nilai saham yang telah diambilnya. a. Persoalan tanggung jawab terbatas pemegang saham ini, pada awalnya memunculkan kontroversi. Sebagian ahli hukum dan para praktisi bisnis berpendapat bahwa prinsip pertanggungjawaban terbatas para pemegang saham hanya bertanggung jawab sebatas jumlah saham yang telah diambilnya. Sebagian ahli hukum dan para praktisi bisnis berpendapat bahwa prinsip pertanggungjawaban terbatas para pemegang saham ini bersifat mutlak absolute. Artinya dalam segala keadaan pemegang saham hanya bertanggung jawab sebatas jumlah saham yang telah diambilnya. Pendapat ini diajukan dengan pertimbangan bahwa jika pertanggungjawaban terbatas tersebut bersifat absolute, maka perseroan terbatas sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi.
b. Pemegang saham yang bersangkutan, baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan semata-mata untuk kepentingan pribadi. c. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan, atau d. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun secara tidak langsung melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan. Dengan demikian, terlihat bahwa dalam hal-hal tertentu, tidak tertutup kemungkinan hapusnya tanggung jawab terbatas dari pemegang saham. Prinsip pembatasan penerapan tanggung jawab terbatas dari pemegang saham dikenal dengan prinsip piercing corporate veil. 30 Prinsip ini dalam bahasa Indonesia selalu diartikan menyingkap tabir atau cadar perseroan. Tabir atau cadar yang disingkap dimaksud adalah diterobosya pertanggungjawaban terbatas dari pemegang saham yang telah ditetapkan dalm Pasal 3 ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tersebut. Dalam keadaan tersebut diketahui bahwa untuk terjadinya piercing the corporate veil dipersyaratkan beberapa hal sebagai berikut: a. Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi b. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan semata-mata untuk kepentingan pribadi 30 Rudhi Prasetya, Upaya Mencegah Penyalahgunaan Badan Hukum, Serangkaian Pembahasan Pembaharuan Hukum di Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993), hal. 81.
c. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan, atau d. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan. B. Jenis-jenis Kepemilikan Saham dalam Perseroan Terbatas Pada umumnya setiap orang yang dapat menjadi pendiri suatu perseroan terbatas dapat menjadi pemegang sahamn perseroan terbatas. Pendiri adalah mereka yang hadir di hadapan notaries pada saat akta pendirian perseroan terbatas ditandatangani. Status hukum para pendiri ini akan berubah menjadi pemegang saham pada saat perseroan terbatas memperoleh status sebagai badan hukum, yaitu pada saat akta pendirian perseroan terbatas tersebut memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM. Dengan demikian, berarti pada saat yang bersamaan juga, yaitu pada saat perseroan terbatas memperoleh status badan hukum, saham perseroan sebagai bukti pemilikan pemegang saham dalam perseroan terbatas memperoleh kedudukan dalam hukum. Kepemilikan saham dalam perseroan terbatas dapat diklasifikan dalam: 1. Kepemilikan melalui perusahaan kelompok Perusahaan kelompok dikenal dengan berbagai macam istilah, ada yang menyebut holding company/ parent company/ controlling company atau dikenal pula dengan istilah concern/ group company.
Perusahaan kelompok adalah perusahaan yang bertujuan untuk memiliki saham satu atau lebih perusahaan lain dan/ atau mengatur satu atau lebih perusahaan lain tersebut. Yang lain menyebutnya sebagai satuan ekonomi dimana badan-badan hukum/ perseroan secara organisasi terkait sedemikian rupa sehingga mereka berada di bawah satu pimpinan. 31 Di dalam kedua pengertian tersebut di atas, pada prinsipnya memiliki poin yang sama dalam aspek ekonomi, dimana adanya perusahaan sentral yang memimpin anak-anak perusahaan. Perusahaan sentral tersebut disebut juga dengan induk perusahaan (parent company/ controlling company) yang kegiatan utamanya adalah melaksanakan investasi pada anak-anak perusahaan dan selanjutnya mengontrol dan mengawasi kegiatan manajemen anak perusahaan (daughter company) dan juga mengawasi kegiatan antar anak perusahaan (sister company) Dalam struktur kepemilikan saham dalam perseroan terbatas, dimungkinkan pemilikan saham oleh induk perusahaan ke dalam lebih dari satu anak perusahaan dan selanjutnya, sehingga membentuk suatu kepemilikan bertingkat yang pada akhirnya bermuara pada suatu perusahaan kelompok dengan anak perusahaan, cucu perusahaan, dan seterusnya. Sebagai suatu perusahaan, perusahaan kelompok dapat merupakan perusahaan dengan berbagai macam bentuk persekutuan perdata, firma, persekutuan komanditer sampai dengan perseroan terbatas. Bentuk-bentuk tersebut bukanlah suatu keharusan, namun dalam praktek bisnis sehari-hari ditemukan bahwa perusahaan kelompok selalu dibentuk dalam suatu perseroan 84. 31 Munir Fuady, Hukum Perusahaan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999), hal. 83-
terbatas. Dengan status hukum perseroan terbatas maka perusahaan kelompok di Indonesia tunduk kepada Undang-undang Perseroan Terbatas. Pada perusahaan kelompok, hubungan antara induk dan anak perusahaan terjadi karena berbagai sebab antara lain, karena penguasaan saham, karena perjanjian dan dapat juga terjadi karena fakuta unipersonal/ personnya dimana anggota direksi perusahaan anak adalah juga anggota direksi pada perusahaan induk, sehingga kebijakan dalam menjalankan perseroan ada pada perusahaan induk. 32 Beberapa ketentuan Undang-undang Perseroan Terbatas seharusnya diperhatikan baik oleh induk dan anak perusahaan, yaitu: 33 a. Ketentuan mengenai batas-batas kewenangan dan tanggung jawab direksi, komisaris dan pemegang saham b. Ketentuan mengenai merger, konsolidasi, akuisisi dan (spin off) c. Ketentuan mengenai kepemilikan saham d. Ketentuan mengenai treasury stock e. Ketentuan mengenai perjanjian penjaminan saham dan jual beli saham. 2. Kepemilikan piramid oleh perseroan Di samping kepemilikan melalui holding company serikali dalam kepemilikan saham perseroan terjadi kepemilikan piramid. Kepemilikan pyramid ini terdiri dari piramid 2 (dua) tingkat dan piramid 3 (tiga) tingkat. Dalam piramid 2 (dua) tingkat, pemegang saham minoritas pengendali memegang saham pengendali di dalam suatu perusahaan induk (holding company) yang selanjutnya 32 Ningrum N. Sirait, Modul Hukum Perusahaan, Program Studi Magister Ilmu Hukum, (Medan: USU, 2006), hal. 32 33 Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, (Jakarta: PT. RajaGrafindo, 2003), hal. 154.
memegang saham pengendali (controlling stake) di dalam perusahaan yang menjalankan operasional (operating company). Di dalam Piramid 3 (tiga) tingkat, perusahaan induk utama (primary holding company) yang selanjutnya memegang kendali atas perusahaan induk sekunder (secondtier holding company) yang selanjutnya memegang kendali atas perusahaan yang menjalankan operasional (operating company). 34 Gunawan Widjaya menyebutkan kepemilikan piramid adalah pengendalian suatu perseroan oleh pemegang saham minoritas dalam suatu perusahaan, sekaligus yang juga merupakan pemegang saham pengendali pada pemegang saham mayoritas perusahaan tersebut. Dengan kata lain, kepemilikan piramid adalah kepemilikan saham minoritas oleh induk perusahaan pada cucu perusahaan dimana saham mayoritasnya dimiliki oleh anak perusahaan dari induk perusahaan tersebut. 35 Dalam kepemilikan piramid atau disebut juga piramid holding, tidak ada hubungan kepemilikan yang bersilang secara horizontal (horizontal cross holding) pada saham pengendali yang mempunyai kekuatan pengendali secara terpusat. Karenanya hak suara yang digunakan untuk mengendalikan kelompok perusahaan tetap didistribusikan ke seluruh anggota gru bukan terkonsentrasi di tangan satu perusahaan atau pemegang saham. 3. Kepemilikan oleh anak perusahaan Undang-undang Perseroan terbatas melarang perseroan untuk mengeluarkan saham untuk dimiliki sendiri atau dimiliki oleh perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh perseroan. 36 34 Ibid, hal. 155. 35 Gunawan Widjaja, Hak Individu dan Kolektif Para Pemegang Saham, (Jakarta: Forum Sahabat, 2008), hal. 43 36 Pasal 36 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007
Karena pada prinsipnya pengeluaran saham adalah suatu upaya pengumuman modal karena kewajiban penyetoran saham sudah seharusnya dibebankan kepada pihak lain. Selain itu, kepemilikan langsung atau penguasaan langsung oleh perseroan atas saham-saham miliknya sendiri dapat menciptakan kesewenang-wenangan dalam perseroan terbatas, oleh karena perseroan terbatas tersebut menjadi tidak dapat lagi dikontrol dan diawasi. 37 Di samping itu, menyatunya pemilikan dan pengurusan perseroan di bawah satu kendali, yaitu direksi sebagai wakil perseroan sebagai pemilik dan direksi sekaligus sebagai organ yang melaksanakan fungsi pengurusan dan perwakilan jelas sangat bertentangan dengan prinsip good corporate governance, sehingga kepemilikan jenis ini pada umumnya dilarang. 38 Kepemilikan sendiri secara langsung ini dapat terjadi karena: 39 a. Perseroan mengeluarkan sahamnya untuk diambil bagian dan dimiliki sendiri b. Perseroan membeli saham dari pemegang saham yang hendak menjual sahamnya c. Suatu peristiwa atau perbuatan hukum, misalnya merger antara anak perusahan dengan cuaca perusahaan. Berkaitan dengan konteks pembelian saham, terutama pembelian kembali saham perseroan, Pasal 37 Undang-undang Perseroan Terbatas menegaskan bahwa hal tersebut masih diperbolehkan dengan ketentuan bahwa: 37 Ibid, hal. 44. 38 Ibid 39 Ibid, hal. 45.
a. Pembelian kembali saham tersebut tidak menyebabkan kekayaan bersih perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan ditambah cadangan wajib yang telah disisihkan b. Jumlah nilai nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh perseroan berikut gadai saam atau jaminan fidusia atas saham yang dipegang oleh perseroan sendiri dan/ atau perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung dimiliki oleh perseroan, tidak melebihi 10% dari jumlah yang ditempatkan dalam perseroan, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal, dan c. Hanya boleh dikuasai perseroan paling lama tiga tahun Pembelian kembali saham oleh perseroan tersebut di atas dan atau pengalihannya lebih lanjut hanya boleh dilakukan berdasarkan persetujuan RUPS, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal, dengan ketentuan bahwa keputusan RUPS yang memuat persetujuan tersebut hanya sah apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai panggilan rapat, kuorum, dan persetujuan jumlah suara untuk perubahan anggaran dasar sebagaimana diatur dalam Undang-undang Perseroan Terbatas dan/ atau anggaran dasar. RUPS dapat menyerahkan kewenangan persetujuan pembelian kembali saham oleh perseroan kepada dewan komisaris untuk jangka waktu paling lama satu tahun, dan setiap kali dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama, namun demikian penyerahan kewenangan tersebut hanya ditarik kembali sewaktuwaktu oleh RUPS. 4. Kepemilikan silang
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tidak ada mengatur mengenai mengenai larangan kepemilikan silang. Larangan yang terdapat dalam Pasal 29 Undang-undang ini adalah larangan kepada perseroan terbatas untuk mengeluarkan saham dengan tujuan untuk dimiliki sendiri, dan larangan kepemilikan saham tersebut juga berlaku bagi anak perusahaan terhadap saham yang dikeluarkan oleh induk perusahaan. Alasan larangan tersebut berpegang pada prinsip bahwa pengeluaran saham bertujuan untuk mengumpulkan modal, karenanya kewajiban penyetoran saham seharusnya dibebankan kepada pihak lain, 40 dan alasan mengapa anak perusahaan dilarang memiliki saham yang dikeluarkan oleh induk perusahaan adalah karena anak dan induk perusahaan dianggap merupakan satu kesatuan bisnis yang tidak dapat dipisahkan kepemilikan di antara mereka, baik oleh induk perusahaan maupun anak perusahaan. Menurut undang-undang perseroan terbatas, kepemilikan silang adalah kepemilikan yang timbul sebagai akibat pengeluaran saham baru untuk dimiliki anak perusahaan dan atau cucu perusahaan dan seterusnya. Dengan demikian, berarti dari tiga jenis kepemilikan saham perseroan terbatas oleh anak perusahaan hanya kepemilikan saham yang timbul sebagai akibat pengeluaran saham baru saja yang dilarang dengan tegas. Kepemilikan saham silang melanggar Undang-Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yaitu pada Pasal 36 ayat (1) yang mengatur mengenai larangan kepemilikan saham silang oleh Perseroan baik secara langsung maupun tidak langsung. 40 Penjelasan Pasal 29 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
Sehubungan dengan penjelasan Pasal berkenaan, kepemilikan saham perseroan oleh anak perusahaan dan atau cucu perusahaan dan seterusnya yang timbul sebagai akibat peralihan karena hukum dan atau jual beli, hibah dan wasiat tidak secara eksplisit dikatakan dilarang, namun dengan konsekuensi hukum bahwa terjadinya kepemilikan silang tidak boleh dibiarkan permanen. 41 Ada beberapa alasan yang merupakan penyebab tidak disukainya bentuk kepemilikan silang, yaitu: a. Dari sisi permodalan, khusus dalam konteks pengeluaran saham baru, maka jelas tidak ada setoran modal secara riil yang masuk ke dalam perseroan b. Dari sisi manajemen, kepemilikan silang cenderung menyebabkan terjadinya percampuran antara pemilikan dan pengurusan perseroan, sehingga dalam hal ini manajemen menjadi tidak lagi independent satu terhadap lainnya. 5. Kepemilikan oleh Nominee Secara harfiah, nominee mempunyai dua arti yang berbeda. Pertama, nominee merujuk pada suatu usulan, atau nominasi kandidat atau calon untuk menduduki suatu jabatan tertentu, untuk memperoleh suatu penghargaan tertentu, atau untuk jenis-jenis pencalonan lainnya. Kedua nominee memberikan pengertian sebagai seseorang yang mewakili kepentingan pihak lain. Dalam pengertian kedua ini, seorang nominee menjadi pemilik dari suatu benda (termasuk kepentingan atau hak yang lahir dari suatu perikatan) yang berada dalam pengurusannya, 41 Gunawan Widjaja, Hak Individu dan Kolektif Para Pemegang Saham, Op. cit, hal. 49.
sedangkan penerima kuasa tidak pernah menjadi pemilik dari benda (termasuk kepentingan) yang diurus oleh nominee ini. 42 Ketentuan dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 yang hanya mengenal satu pemegang saham sebagai pemegang saham dalam dominium ternyata telah mendapatkan terobosannya dalam Undang-undang Pasar Modal, melalui pranata penitipan kolektif pada lembaga Kustodian, dimana lembaga kustodian tersebut selanjutnya menjadi pemegang saham terdaftar dalam perseroan terbatas tersebut. Perjanjian penitipan kolektif yang dibuatkan oleh dan antara emiten dengan lembaga Kustodian, yang salah satunya adalah Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP) yang dalam hal ini diwakili oleh Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) akan mengatur dengan tegas dan jelas hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang terkait di antara kedua belah pihak, termasuk hak-hak yang diturunkan dari perjanjian penitipan kolektif tersebut, khususnya yang terkait dengan hak-hak pemilik rekening dalam penitipankolektif pada LPP tersebut dan lain seterusnya. Berdasarkan pada perjanjian penitipan kolektif itulah, dapat dijelaskan, dipahami dan dimengerti mengapa yang tercatat dalam daftar pemegang saham emiten adalah lembaga penyimpanan dan penyelesaian, sedangkan pihak yang berhak hadir dlam rapat RUPS emiten adalah pemegang sub rekening dalam Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian. Dengan demikian berarti, selama dan sepanjang diakui oleh undang-undang (khusus) dan diatur dengan jelas dan tegas pengaturannya dalam perjanjian penunjukan nominee shareholders, maka keberadaan nominee shareholders tidak perlu dipersoalkan. Namun demikian, seperti diketahui bahwa hingga saat ini tidak ada 42 http://www.artikata.com/arti-124727-nominee.php. Diakses tangal 7 Desember 2010.
aturan khusus yang mengesampingkan atau memberikan kemungkinan lain terkait dengan masalah kepemilikan saham mutlak (dominium plenum) oleh pemegang saham yang terdaftar dalam daftar pemegang saham perseroan terbatas, selain Undang-undang Pasar Modal dalam bentuk penitipan kolektif, maka jelaslah keberadaan nominee shareholders, dapat dikatakan belum diakui keberadaannya di Indonesia. Undang-undang PT hanya mengenal satu orang pemegang saham dengan segala hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab yang melekat padanya sebagai pemegang saham mutlak (dominium plenum). 43 6. Kepemilikan tunggal Sebagaimana Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa perseroan didirikan oleh dua orang atau lebih., maka diketahui bahwa pada dasarnya perseroan terbatas didirikan berdasarkan perjanjian yang diperjelas pula oleh Pasal 1 butir 1 Undang-undang Perseroan Terbatas, dimana di dalam perjanjian tersebut minimal terdapat dua orang/ pihak yang eksistensinya harus tetap dipertahankan oleh perseroan tersebut selama perseroan terbats berdiri. Terhadap kemungkinan terjadinya pemilikan perseroan oleh hanya satu orang/ pihak atau terjadinya pemilikan tunggal setelah perseroan berdiri, jika perseroan yang berdiri belum memperoleh pengesahan dari menteri hukum dan HAM, maak selama pendiri belum memperoleh pihak lain sebagai pasangan perjanjiannya, maka ia tidak akan pernah memperoleh pengesahan sebagai badan hukum dan otomatis ia juga tetap dianggap sebagai usaha perseorangan dengan 43 Lihat Pasal 528 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
tanggung jawab pribadi dari satu-satunya pendiri dan atau pihak lain yang mengambil alih seluruh penyertaan pendiri. Apabila perseroan telah berstatus badan hukum dan pihak pemegang sahamnya menjadi satu orang saja, maka Pasal 7 ayat (5) Undang-undang Perseroan Terbatas mengharapkan pemegang saham tersebut dalam waktu paling lama enam bulan terhitung sejak keadaan ia menjadi pemegang saham tunggal, wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain atau perseroan mengeluarkan saham baru kepada orang lain. Jadi, undang-undang perseroan terbatas memungkinkan suatu perseroan yang berbadan hukum dengan satu pemegang saham, untuk masa waktu maksimal enam bulan saja, tetapi ketika keadaan ini terjadi, otomatis tanggung jawab perseroan terbatas akan digantikan oleh tanggung jawab pribadi pemegang saham terhadap berbagai bentuk kerugian perseroan dan prinsip piercing the corporate veil bagi pemegang saham perseroan berlaku dalam hal ini, tetapi terhitung sejak lewat masa enam bulan yang diizinkan oleh UUPT. Konsekuensi lain dari pemilikan tunggal adalah dapat menyebabkan dibubarkannya perseroan tersebut oleh pengadilan negeri atas permohonan pihak yang berkepentingan, termasuk kejaksaan untuk kepentingan umum, pemegang saham, direksi, dewan komisaris, karyawan perseroan, kreditur dan/ atau pemangku kepentingan (shareholder) lainnya. Pengecualian terhadap pemilikan tunggal terdapat dalam ketentuan Pasal 7 ayat (7) yang mengizinkan perseroan yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara dan perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpangan dan penyelesaiann, lembaga lain sebagaimana diatur
dalam undang-undang tentang pasar modal untuk didirikan oleh satu orang saja, dan tentu saja prinsip piercing the corporate veil tidak berlaku di sini. C. Perlindungan Hukum terhadap Pemegang Saham Dengan diberlakukannya UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, maka setiap Pemegang Saham mempunyai hak satu suara, kecuali anggaran dasar menentukan lain. Pemegang saham mempunyai hak suara sesuai dengan jumlah saham yang dimiliki (one share one vote). 44 Dasar Hukum perlindungan terhadap pemegang saham ini terdapat dalam Pasal 84 ayat 1 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, sehingga dapat disimpulkan bahwa UU PT ini tidak membatasi kekuatan Pemegang saham dalam jumlah yang besar dalam perolehan hak suara yang diperoleh, seperti yang tercantum dalam Pasal 54 KUHD. Berikut Pasal-Pasal yang terkait dengan perlindungan pemegang saham: 1. Pasal 3 tentang tanggung jawab pemegang saham Berdasarkan Pasal 3 ayat 1 maka, Pemegang saham bertanggungjawab hanya sebatas setoran atas seluruh saham yang dimiliki dan tidak sampai bertanggungjawab sampai harta pribadi dari pemegang saham 2. Pasal 60 ayat 4 tentang gadai saham Adanya Prinsip perlekatan antara kepemilikan saham dengan hak suara, maksunya walupun saham telah digadaikan, maka hak suara tetap berada dalam pemgang saham bukan pemegang hak fidusia. Sehingga memberikan perjanjian tertentu yaitu voting agreement yang merupakan voting persetujuan oleh pihak pemegang saham yang dilakukan di dalam 44 http://rechtheory.blogspot.com/2008/11/perlindungan-pemegang-saham.html. Diakses tanggal 8 Oktober 2010.
RUPS. Sehingga terdapat suatu perjanjian dalam pengaturan hak suara bagi pemegang saham. Hal ini membatasi kebebasan pemegang saham. Pemegang saham yang telah membuat suatu perjanjian hak suara dapat mengeluarkan suaranya sesuai dengan kehendaknya. Akibatnya, pemegang saham yang kecil-kecil dapat bersatu dan memberikan suara yang sama. 3. Pasal 61 tentang pengajuan gugatan oleh pemegang saham Berdasarkan Ketentuan diatas, maka Undang-undang Perseroan Terbatas memberikan perlindungan kepada para Pemegang Saham, jika merasa dirugikan, khususnya Pemegang Saham minoritas. 4. Pasal 62 tentang pembelian saham Berdasarkan Pasal di atas dapat diketahui bahwa Pemegang saham minoritas dapat menjual saham kepada Persero jika Pemegang saham merasa Perseroan mengambil tindakan yang merugikan. 5. Pasal 88 tentang kuorum minimal Dapat dilihat bahwa dalam UU No. 40 Tahun 2007 ini memberikan perlindungan hukum bagi pemegang saham untuk menentukan besar angka kuorum yang harus dilaksanakan, melihat dari angka kuorum hak suara yang terpenuhi, bukan melihat jumlah kuorum pemegang saham yang terbanyak yang hadir dalam RUPS, sehingga terdapat hak kuorum minimal bagi pemegang saham khususnya minoritas. 6. Pasal 87 tentang forum keputusan rapat
Keputusan RUPS didasarkan pada jumlah suara yang terbanyak dalam menyetujui keputusan tersebut, bukan melihat jumlah lembar pemegang saham terbanyak. 7. Pasal 126 tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan Hak Pemegang Saham harus diperhaikan ketika terjadinya penggabungan, pengambilalihan, pemisahan Perseroan. Jika pemegang saham minoritas tidak menyetujui hasil dari RUPS tersebut, pemegang saham dapat mengajukan gugaan ke Pengadilan Negeri. 8. Pasal 138 tentang Pemeriksaan terhadap Perseroan Adanya gugatan derivatif bagi pemegang saham. Artinya pemegang saham dapat melakukan permohonan kepada Pengadilan Negeri agar melakukan intervensi keputusan yang diambil, dirasa merugikan pemegang saham minoritas. Jadi kesimpulannya Berdasarkan analisis diatas bahwa Perlndungan Pemegang Saham Minoritas masih dijamin dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, hanya saja ketentuan ini diserahkan kepada masing-masing Perseroan. Artinya apabila didalam anggaran dasar dapat dikecualikan mengenai hak dan kewajiban pemegang saham minoritas. Jika terjadi keruagian bagi Pemegang Saham minoritas dapat mengajukan gugatan Ke Pengadilan negeri tempat Perseroan berkedudukan.