IDENTIFIKASI HCVF KONSESI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT AGROLESTARI MANDIRI KABUPATEN KETAPANG LAPORAN FINAL



dokumen-dokumen yang mirip
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili 4.2 Tanah dan Geologi

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Keberadaan lahan gambut selalu dikaitkan dengan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Kondisi lahan gambut yang unik dan khas menjadikan

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENILAIAN NILAI KONSERVASI TINGGI RINGKASAN EKSEKUTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kajian Nilai Konservasi Tinggi Provinsi Kalimantan Tengah

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi negara yang sedang berkembang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

III. METODE PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN. Oleh Yudo Asmoro, Abstrak

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

Lahan rawa untuk budidaya tanaman pangan berwawasan lingkungan Sholehien

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

BAB IV. 4.1 Letak PT. Luas areal. areal kerja PT. PT Suka Jaya. areal Ijin Usaha. Kabupaten

KONDISI W I L A Y A H

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial)

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

KONDISI UMUM BANJARMASIN

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar

PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF

LAPORAN PENELITIAN HUTAN BER-STOK KARBON TINGGI

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang. hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis letak Indonesia berada di daerah tropis atau berada di sekitar

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.67/Menhut-II/2006 TENTANG KRITERIA DAN STANDAR INVENTARISASI HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

Overlay. Scoring. Classification

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

FORMAT PROPOSAL TEKNIS PENAWARAN DALAM PELELANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU (IUPHHK) PADA HUTAN ALAM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2013 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2013 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KAJIAN UMUM WILAYAH Wilayah Administrasi, Letak Geografis dan Aksesbilitas

KEADAAN UMUM WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Letak dan Luas Wilayah

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ekologi Padang Alang-alang

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

IV. METODE PENELITIAN

PANDUAN PENGELOLAAN RIPARIAN

Gambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Hutan adalah salah satu sumber daya alam yang memiliki manfaat

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Karakteristik Daerah Aliran Sungai Mamberamo Papua

Transkripsi:

IDENTIFIKASI HCVF KONSESI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT AGROLESTARI MANDIRI KABUPATEN KETAPANG LAPORAN FINAL OKTOBER 2006

DAFTAR ISI DAFTAR PETA DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN Ringkasan Eksekutif... i I. PENDAHULUAN...1 II. DESKRIPSI UMUM...3 2.1. Lokasi...3 2.2. Perijinan...3 2.3. Lanskap Tataruang di Sekitar PT Agrolestari Mandiri...4 2.4. Iklim...5 2.5. Geologi dan Tanah...5 2.6. Hidrologi...6 2.7. Tipe Hutan dan Keanekaragaman Jenis...6 2.8. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat...7 2.8.1. Kondisi Masyarakat dan Ekonomi Kabupaten Ketapang dan Kecamatan Nanga Tayap...7 2.8.2. Kondisi Sosial Ekonomi Desa-Desa Sekitar PT Agrolestari Mandiri...7 2.8.3. Nilai dan Praktek Budaya Masyarakat Lokal...9 III. METODOLOGI...11 3.1. Komposisi Tim...11 3.2. Waktu...11 3.3. Pendekatan...11 3.4. Metode Penilaian...12 3.4.1. Pengkajian Awal dan Persiapan Kegiatan Lapangan...12 3.4.2. Pengamatan Lapangan dan Pengumpulan Data...12 3.4.3. Analisa Data...15 3.4.4. Pemetaan HCV...16 3.4.5. Deliniasi Batas-Batas HCVF...17

IV. TEMUAN LAPANGAN...18 4.1. Temuan Umum...18 4.2. Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (High Conservation Values, HCVs)...20 4.2.1. HCV 1: Kawasan Hutan Yang Mempunyai Konsentrasi Nilai-Nilai Keanekaragaman Hayati Yang Penting Secara Global, Regional, Dan Nasional (Misal Spesies Endemik, Hampir Punah, Refugia)...20 4.2.1.1. HCV 1.1 Kawasan lindung...20 4.2.1.2. HCV 1.2 Spesies Hampir Punah...22 4.2.1.3. HCV 1.3 Konsentrasi Spesies Endemik, Terancam atau Hampir Punah...27 4.2.1.4. HCV 1.4 Konsentrasi Temporal yang Penting...31 4.2.2. HCV 2: Kawasan Hutan yang Mempunyai Tingkat Lanskap yang Luas yang Penting Secara Global, Regional dan Lokal, yang Berada Di Dalam Unit Pengelolaan, dimana Populasi Spesies Alami Berada Dalam Pola-Pola Distribusi dan Kelimpahan Alam...32 4.2.2.1. HCV 2.1 Unit Pengelolaan Adalah Hutan Dengan Tingkat Lanskap yang Luas...32 4.2.2.2 HCV 2.2 Unit Pengelolaan merupakan bagian integral dari hutan dengan tingkat lanskap yang luas...32 4.2.2.3. HCV 2.3 Unit Pengelolaan mempertahankan populasi spesies yang ada di alam dengan kondisi yang layak...34 4.2.3. HCV 3: Kawasan hutan yang berada dalam ekosistem yang jarang, terancam atau hampir punah...36 4.2.4. HCV 4: Kawasan hutan yang memberikan pelayanan dasar alam dalam situasi yang kritis (e.g. perlindungan daerah aliran sungai, pengendalian erosi)...39 4.2.4.1. HCV 4.1 Sumber Mata Air yang Unik untuk Pemanfaatan Sehari-hari...39 4.2.4.2. HCV 4.2 Kawasan Hutan yang Penting untuk Tangkapan Air dan Pengendalian Erosi...42 4.2.4.3. HCV 4.3 Kawasan Hutan yang Berfungsi untuk Menghalangi Kebakaran yang Merusak...44 4.2.4.4. HCV 4.4 Kawasan hutan dengan dampak penting pada pertanian, budidaya perairan dan perikanan...45 4.2.5. HCV 5: kawasan hutan yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat lokal (mis: subsisten, kesehatan)...46 4.2.5.1. Sungai Mati Sebagai Pemenuhan Kebutuhan Ikan...46 4.2.5.2. Sungai Sebagai Pemenuhan Kebutuhan Ikan Masyarakat.....46 4.2.5.3. Kebun Perdukuhan Sebagai Pemenuhan Kebutuhan Dasar Masyarakat pada Buah-buahan...48 4.2.5.4. Perburuan Sebagai Pemenuhan Kebutuhan Dasar Masyarakat pada Protein...48 4.2.5.5. Perlindungan Hutan Dataran Rendah untuk Kepentingan Tanaman Obat Masyarakat...49 4.2.5.6. Ladang Sebagai Sistem Pertanian Berkelanjutan dalam Pemenuhan Kebutuhan Dasar...49

4.2.6. HCV 6: Kawasan Hutan yang Sangat Penting untuk Identitas BUDAYA Tradisi Masyarakat Lokal (kawasan budaya, ekologi, ekonomi dan agama bagi masyarakat lokal)...51 4.2.6.1. Perlindungan Kebun Perdukuhan Sebagai Penghormatan Kepada Orangtua dan Nenek Moyang...51 4.2.6.2. Perlindungan Paya 600 Sebagai Perhormatan Terhadap Daerah Sakral Bagi Melayu Sei Kelik...51 4.2.6.3. Anakan Sungai Berendam Menuju ke Sungai Merah dan Kaki Bukit Tangkung Kalui Sebagai Tempat Penghormatan Terhadap Alam...51 4.3. Batas-batas Kawasan HCVF...52 4.3.1. Kawasan Hutan Peralihan Hutan Rawa Dataran Rendah dan Dataran Rendah...53 4.3.2. Kawasan Hutan Rawa Gambut...54 4.3.3. Peta Delineasi HCVF...55 V. IMPLIKASI KAWASAN HCVF YANG TERIDENTIFIKASI TERHADAP PENGELOLAAN, PEMANTAUAN DAN PENELITIAN...56 5.1. Aspek Pengelolaan...56 5.2. Aspek Pemantauan (Monitoring)...58 5.3. Aspek Penelitian...59 Daftar Pustaka...60

DAFTAR PETA Peta 1. Lokasi Kawasan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Agrolestari Mandiri...3 Peta 2. Lanskap Tataruang di Sekitar Kebun Kelapa Sawit PT. Agrolestari Mandiri...4 Peta 3. Tutupan Hutan Alam yang Tersisa di Kawasan Perkebunan PT Agrolestari Mandiri...18 Peta 4. Kawasan Hutan yang Merupakan HCV 1.1...21 Peta 5. HCV 1.2 Pada Lokasi Perkebunan PT. AMNL...27 Peta 6. HCV 1.3 Pada Kawasan Perkebunan PT. Agrolestari Mandiri...30 Peta 7. HCV 2.2 yang Diidentifikasi di dalam Kawasan Perkebunan PT. Agrolestari Mandiri...34 Peta 8. HCV 2.3 di Kawasan Perkebunan PT. Agrolestari Mandiri...35 Peta 9. Kawasan Hutan Rawa Gambut dengan Kedalaman di Atas Tiga meter Sebagai HCV 3...38 Peta 10. HCV 4.1 Pada Tepi-tepi Sungai yang Masih Berhutan...41 Peta 11. Hutan Rawa Gambut dengan Kategori HCV 4.2...43 Peta 12. Kawasan Hutan Penyangga yang Bersinggungan dengan HL Batu Menangis Radius 500m...45 Peta13. Kawasan Penting untuk Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari Masyarakat Sebagai HCV 5...50 Peta 14. Identifikasi Lokasi Penting Bagi Masyarakat Berkaitan dengan Identitas Budaya di Luar Kawasan Konsesi Perkebunan PT. Agrolestari Mandiri...52 Peta 15. Deliniasi Batas Indikatif Kawasan HCVF di Wilayah Kebun Kelapa Sawit PT. Agrolestari Mandiri...55

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Kondisi Kawasan Hutan Rawa Gambut di Areal Konsesi PT. Agrolestari Mandiri...22 Gambar 2. Kelimpahan Anakan Ramin (Gonystylus bancanus) dan Nephenthes ampularia di Hutan Rawa Gambut PT. Agrolestari Mandiri...23 Gambar 3. Keadaan Hutan yang berdampingan dengan Hutan Lindung Batu Menangis...32 Gambar 4. Kondisi Pembukaan Jalan dan Lahan pada Saat PengkajianLapangan...33 Gambar 5. Kondisi kawasan Hutan Rawa Gambut yang Terbuka pada Musim Kemarau...37 Gambar 6. Beberapa Ancaman terhadap Keberadaan Hutan Rawa Gambut di Areal Konsesi PT Agrolestari Mandiri...39 Gambar 7. Sungai Merah yang Mengering Karena Adanya Dam di Hulunya...40 Gambar 8. Pengukuran Debit Air Sungai di dalam Areal Konsesi...42 Gambar 9. Aktifitas Masyarakat di Sungai Pekawai...46 Gambar 10. Satu Blok Ladang Yang Telah Didominasi Alang-Alang...49

DAFTAR TABEL Tabel 1. Desa dan Penduduk Sekitar Wilayah Kerja PT Agrolestari Mandiri...8 Tabel 2. Gambaran Persentase Sumber Pemenuhan Kebutuhan Dasar dan Komoditi Penting Masyarakat Di dan Sekitar PT Agrolestari Mandiri...10 Tabel 3. Luas Penutupan yang Tersisa Di Setiap Tipe Hutan Di Kalimantan Barat...36 Tabel 4. Sungai-sungai di dalam kawasan konsesi PT Agrolestari Mandiri...40 Tabel 5. Kondisi Debit Air pada Sungai-Sungai di dalam Areal PT Agrolestari Mandiri...41 Tabel 6. Ringkasan HCV 5...46 Tabel 7. Jenis Ikan yang Berhasil Diidentifikasi...47 Tabel 8. Satwa Penting Bagi Masyarakat...48 Tabel 9. Tumbuhan dan Satwa Penting...49 Tabel 10. Ringkasan Justifikasi HCV 6...51 Tabel 11. Luas dan Persentase Kawasan yang Memiliki HCV di Wilayah PT. Agrolestari Mandiri...52

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Tabel Indeks Nilai Penting Tumbuhan yang Diperoleh Berdasarkan Hasil Survei Lapangan Lampiran 2. Tabel Kekayaan Jenis Satwa dan Statusnya Berdasarkan Hasil Inventarisasi di PT Agrolestari Mandiri Lampiran 3. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Wilayah Konsesi PT Agrolestari Mandiri Lampiran 4. Daftar Apendik CITES dan Keterangannya Lampiran 5. Curriculum Vitae (Riwayat Hidup) Tim Konsultan

RINGKASAN EKSEKUTIF Dalam upaya menuju pengelolaan perkebunan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, Perkebunan kelapa sawit PT Agrolestari Mandiri (AMNL) dibawah PT SMART Tbk., telah melakukan kegiatan pengkajian kawasan hutan yang memiliki nilai konservasi tinggi (High Conservation Value Forest/HVCF) pada wilayah konsesinya. Hal tersebut sesuai dengan amanat yang diemban oleh perusahaan selaku anggota RSPO (Roundtable for Sustainable Palm Oil), untuk melaksanakan praktek-praktek manajemen perkebunan yang lebih baik dengan menjaga kelestarian lingkungan termasuk hutan yang terdapat di dalam kawasan yang dikelola. Kegiatan pengkajian HCVF dilakukan pada pembukaan perkebunan kelapa sawit yang baru dimulai di wilayah Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Pada wilayah ini, PT AMNL memperoleh ijin konsesi seluas kurang lebih 16.500 Ha dari Pemerintah Daerah Kabupaten Ketapang untuk dikelola menjadi kawasan perkebunan kelapa sawit. Dalam melaksanakan kegiatan pengkajian HCVF, PT AMNL melakukan kerjasama dengan Lembaga Simpur Hutan, suatu lembaga penelitian di bidang kehutanan yang berkedudukan di Pontianak, Kalimantan Barat untuk melaksanakannya dengan pengawasan WWF Indonesia. Aspek-aspek yang dikaji sesuai dengan arahan dari panduan identifikasi kawasan HCVF yang dikembangkan oleh ProForest dan Rain Forest Alliance dalam kegiatan ini adalah ekologi hutan, ekologi satwa liar dan sosial ekonomi dimana personilpersonil yang memiliki keahlian pada bidang tersebut disediakan oleh Lembaga Simpur Hutan. Metode yang dipergunakan dalam kegiatan pengkajian ini adalah Metode Pengkajian Cepat (Rapid Assessment) karena keterbatasan waktu. Oleh karena itu, hasil yang diperoleh juga bersifat indikatif dan perlu ditindak-lanjuti dengan metode yang lebih sistematik untuk memperoleh hasil yang lebih rinci dan akurat. Kegiatan lapangan di wilayah Kebun PT AMNL dilaksanakan pada bulan akhir bulan Agustus 2006 hingga awal bulan September 2006. Sedangkan analisis data, presentasi dan pembuatan laporan akhir dilakukan pada bulan September-Oktober 2006. Berdasarkan hasil pengkajian, kawasan hutan yang terdapat di wilayah konsesi PT AMNL masih memiliki nilai yang tinggi untuk konservasi seperti yang tercantum dalam ringkasan Tabel Temuan HCV dibawah. Luas indikatif kawasan hutan yang memiliki HCV1 adalah sekitar 5.645 Ha. Kawasan hutan yang memiliki HCV2 adalah seluas 5.632 Ha, sedangkan untuk HCV 3 seluas kurang lebih 4.327 Ha. Adapun kawasan yang memiliki HCV 4 dan 5, digabungkan dengan total luas 5.990 Ha. Namun demikian, tidak teridentifikasi adanya kawasan hutan yang memiliki HCV6 dalam wilayah konsesi. Dengan demikian, secara keseluruhan kawasan HCVF di wilayah konsesi PT AMNL adalah seluas 6.252 Ha. Tabel Ringkasan Temuan HCV HCV Elemen HCV Ada Berpotensi Ada Absen HCV 1. Kawasan Hutan HCV 1.1 Kawasan lindung X i

HCV Elemen HCV Ada Berpotensi Ada Absen Yang Mempunyai Konsentrasi Nilai- Nilai Keanekaragaman Hayati Yang Penting Secara Global, Regional, Dan Nasional (Misal Spesies Endemik, Hampir Punah, Refugia) HCV 2. Kawasan Hutan Yang Mempunyai Tingkat Lanskap Yang Luas Yang Penting Secara Global, Regional Dan Lokal, Yang Berada Di Dalam Unit Pengelolaan, Dimana Populasi Spesies Alami Berada Dalam Pola-Pola Distribusi Dan Kelimpahan Alam HCV 3. Kawasan hutan yang berada dalam ekosistem yang jarang, terancam atau hampir punah HCV 4. Kawasan hutan yang memberikan pelayanan dasar alam dalam situasi yang kritis (e.g. perlindungan daerah aliran sungai, pengendalian erosi) HCV 5. kawasan hutan yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat lokal (mis, subsisten, kesehatan) HCV 6. kawasan hutan yang sangat penting untuk identitas budaya tradisi masyarakat lokal (kawasan HCV 1.2 spesies hampir punah HCV1.3 konsentrasi spesies endemik, terancam atau hampir punah HCV 1.4 konsentrasi temporal yang penting HCV 2.1 Unit Pengelolaan adalah hutan dengan tingkat lanskap yang luas HCV 2.2 Unit Pengelolaan merupakan bagian integral dari hutan dengan tingkat lanskap yang luas HCV 2.3 Unit Pengelolaan mempertahankan populasi spesies yang ada di alam dengan kondisi yang layak HCV 4.1 Sumber mata air yang unik untuk pemanfaatan sehari-hari HCV 4.2 Kawasan hutan yang penting untuk tangkapan air dan pengendalian erosi HCV 4.3 Kawasan hutan yang berfungsi untuk menghalangi kebakaran yang merusak HCV 4.4 Kawasan hutan dengan dampak penting pada pertanian, budidaya perairan dan perikanan X X X X X X X X X X X X X ii

HCV Elemen HCV Ada Berpotensi Ada Absen budaya, ekologi, ekonomi dan agama bagi masyarakat Temuan HCVF di wilayah konsesi PT AMNL di Ketapang, Kalimantan Barat, menimbulkan beberapa konsekuensi yang berkaitan dengan beberapa aspek. Aspek tersebut adalah Pengelolaan, Pemantauan dan Penelitian. Aspek-aspek tersebut secara bersamasama ditujukan untuk melestarikan, melindungi dan memperkaya kondisi keanekaragaman hayati serta lingkungan (termasuk menjaga tata air dan ekologi kawasan) di wilayah kebun PT AMNL. Pada aspek pengelolaan, hal-hal yang perlu menjadi perhatian dari kebun adalah bagaimana melindungi kekayaan hayati yang terdapat di wilayah tersebut. Perlindungan dapat dilakukan dengan membuat tanda-tanda keberadaan kawasan HCVF, menghindari terjadinya perburuan dan kebakaran, membuat tata-batas wilayah hutan konservasi, membuat kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan perlindungan serta melakukan penyuluhan pada masyarakat. Adapun pengelolaan untuk menambah kekayaan hayati dikawasan tersebut dapat dilakukan dengan melakukan restorasi kawasan hutan yang rusak, terutama di sepanjang sempadan sungai dan anak sungai yang mengalir di dalam wilayah konsesi. Aspek pemantauan dilakukan untuk memperkuat aspek pengelolaan. Pemantauan dilakukan untuk mempertahankan sisa hutan yang merupakan HCVF melalui kegiatan patroli rutin. Patroli rutin akan dapat mengantisipasi hal-hal yang merugikan pada kawasan HCVF dan kebun itu sendiri dengan cepat. Hal-hal yang dapat diantisipasi secara dini dengan adanya patroli adalah kebakaran serta perburuan dan penebangan liar. Disamping itu, pengembangan komunikasi antara pihak manajemen dengan karyawan lapangan juga sangat bermanfaat dalam medukung pemantauan. Pemantauan yang berkaitan dengan inventarisasi kekayaan hayati juga perlu dilakukan untuk mengetahui status keaneka ragaman hayati. Hal tersebut dapat dilakukan melalui kerjasama dengan Universitas dan LSM setempat. Terakhir, aspek penelitian akan sangat menunjang keberhasilan produksi perkebunan dan pelestarian kawasan HCVF. Perlu dilakukan penelitian cepat untuk mengetahui kondisi sosial-ekonomi masyarakat sekitar. Hal ini penting untuk memberikan alternatif kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan kondisi ekonominya. Keterbatasan data mengenai keragaman hayati dan lingkungan di dalam kawasan perkebunan juga dapat diatasi melalui penelitian-penelitian dengan tujuan untuk melengkapi data. Pelatihan terhadap karyawan tentang identifikasi flora dan fauna juga akan sangat bermanfaat. Ketiga aspek diatas harus dilakukan secara sinergis dengan kegiatan pengelolaan kebun. Hal tersebut akan sangat bermanfaat dalam mencapai pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang lestari dan ramah lingkungan. iii

I. PENDAHULUAN High Conservation Value Forest (HCVF) merupakan konsep yang awalnya dipergunakan oleh Forest Stewardship Council (FSC) pada tahun 1999 untuk sertifikasi hutan dengan memandang bahwa hutan memiliki nilai-nilai lingkungan dan nilai sosial yang harus dikelola dengan tepat agar dapat terjaga atau ditingkatkan nilainya. Kemudian konsep ini diadopsi oleh berbagai sektor termasuk oleh pengusaha perkebunan kelapa sawit, untuk mengembangkan pengelolaan yang lebih bertanggung jawab dan lestari seperti yang tercantum dalam Prinsip 5 dan 7 dari Principles and Criteria on Sustainable Palm Oil oleh RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil). Suatu hutan dapat dianggap sebagai HCVF bila mempunyai nilai yang sangat penting secara ekologis, lingkungan dan sosial, apalagi bila kawasan tersebut terancam kualitas dan kuantitasnya. Identifikasinya HCV, akan mempermudah pengelola hutan dalam merencanakan dan melaksanakan pengelolaan dengan cara sedemikian rupa agar dapat mempertahankan atau meningkatkan HCV yang diidentifikasi tersebut dan menerapkan program pemantauan (monitoring) untuk memeriksa apakah tujuan pelaksanaan pengelolaan ini dicapai. Nilai Konservasi Tinggi (HCV) seperti yang dikutip dari FSC (FSC, 2003) dan Lampiran Prinsip dan Kriteria RSPO (2005) memiliki 6 kriteria. Kawasan hutan dengan nilai konservasi tinggi adalah kawasan hutan yang memiliki satu atau lebih ciri-ciri berikut: HCV 1 : Kawasan hutan yang mempunyai konsentrasi nilai-nilai keanekaragaman hayati yang penting secara global, regional dan lokal (misalnya spesies endemi, spesies hampir punah, tempat menyelamatkan diri (refugia). HCV 2 : HCV 3 : HCV 4 : HCV 5 : HCV 6 : Kawasan hutan yang mempunyai tingkat lanskap yang luas yang penting secara global, regional dan lokal, yang berada didalam atau mempunyai unit pengelolaan. Sebagian besar populasi spesies, atau seluruh spesies yang secara alami ada di kawasan tersebut berada dalam pola-pola distribusi dan kelimpahan alami. Kawasan hutan yang berada di dalam atau mempunyai ekosistem yang langka, terancam atau hampir punah. Kawasan hutan yang berfungsi sebagai pengatur alam dalam situasi yang kritis (misanya perlindungan daerah aliran sungai, pengendalian erosi). Kawasan hutan yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat lokal (misalnya pemenuhan kebutuhan pokok, kesehatan) Kawasan hutan yang sangat penting untuk identitas budaya tradisional masyarakat lokal (kawasan-kawasan budaya, ekologi, ekonomi, agama yang penting yang diidentifikasi bersama dengan masyarakat lokal yang bersangkutan). Provinsi Kalimantan Barat memiliki luas daratan 14,807,700 ha (28 % dari luas daratan Indonesia) yang mana dari luas tersebut, 62.5% atau 9,178,760 ha adalah kawasan hutan. Namun demikian, pembangunan yang berjalan di Provinsi Kalimantan Barat akhir-akhir ini lebih dititik beratkan pada pembangunan perkebunan yang berarti juga 1

menuntut lahan yang relatif luas. Keterbatasan lahan yang tersedia dalam pembangunan perkebunan mengakibatkan kawasan hutan yang masih ada di provinsi ini harus dikorbankan. Oleh karena itu, perubahan tutupan lahan berupa hutan untuk mendukung kebutuhan perluasan lahan perkebunan menyebabkan penentuan HCVF merupakan suatu hal yang penting serta mendesak. Sebagai contoh, menurut BPKH Wilayah III Pontianak (2003), dari tahun 1998 sampai 2003 lahan kritis di Kalimantan Barat bertambah dari 3,23 juta hektar menjadi 5,04 juta hektar. Laju penurunan kuantitas dan kualitas hutan seiring dengan bertambahnya penduduk dan derap pembangunan di kawasan tersebut, menyebabkan identifikasi kawasan HCVF menjadi semakin penting sehingga pembangunan yang ada tidak mengganggu keberadaan HCVF tersebut. Pembangunan konsesi PT. Agrolestari Mandiri (AMNL) di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, harus diartikan sebagai suatu investasi masa depan yang tentunya akan menciptakan produktivitas jangka panjang. Pembangunan konsesi untuk perkebunan kelapa sawit ini perlu memperhatikan terpeliharanya proses-proses ekologis dan sistem penunjang kehidupan, konservasi keragaman genetik, dan pemanfaatan jenis dan ekosistem secara berkelanjutan. Dalam rangka memperoleh produktivitas jangka panjang dengan memperhatikan hal-hal tersebut, PT. AMNL dengan dibantu tim independen perlu mengidentifikasi sumber-sumber daya alam/hutan yang memiliki nilai-nilai konservasi tinggi. Melalui identifikasi yang dilanjutkan dengan pengelolaan HCVF di konsesinya, PT. AMNL tidak hanya berkontribusi terhadap perlindungan lingkungan di Kalimantan Barat tetapi juga upaya promosi dan penerapan sustainable palm oil (pengembangan kelapa sawit yang berkelanjutan) di tingkat dunia. TUJUAN KEGIATAN Mengidentifikasi dan mendeliniasi keberadaan HCVF pada kawasan hutan yang masih tersisa di wilayah konsesi perkebunan kelapa sawit PT. Agrolestari Mandiri di Ketapang Kalimantan Barat; Membuat rekomendasi pengelolaan, pemantauan dan penelitian bagi pengelola perkebunan kelapa sawit PT. Agrolestari Mandiri sehubungan dengan keberadaan HCVF di wilayahnya dalam rangka menerapkan Best/Better Management Practices (BMPs) menuju perkebunan kelapa sawit yang ramah lingkungan dan berkelanjutan ; dan Kegiatan ini akan dipakai sebagai contoh bagi penerapan HCVF di konsesi perkebunan PT SMART yang lain dan ringkasan hasilnya akan diserahkan kepada RSPO sebagai RSPO s best practices atas ijin tertulis dari PT. SMART. 2

II. DESKRIPSI UMUM 2.1. Lokasi Secara administratif, lokasi perkebunan kelapa sawit PT Agrolestari Mandiri terletak di Kecamatan Nanga Tayap, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Sedangkan secara geografis lokasi kebun terletak pada 110º 22 17 BT - 110º 36 42 BT sampai dengan 1º 28 02 LS - 1º 38 48 LS. Di sebelah Timur, berbatasan dengan aliran sungai Pawan yang mengalir dari bagian Utara kabupaten Ketapang dan berbatasan langsung dengan Desa Sei Kelik. Pada bagian Utara, kawasan kebun PT AMNL berbatasan langsung dengan Hutan Lindung Batu Menangis. Pada bagian Selatan berbatasan langsung dengan wilayah Desa Sihid dan Sungai Kayung. Sedangkan pada bagian Timur, lokasi PT AMNL berbatasan dengan Desa Nanga Tayap dan Desa Betenung. Peta 1. Lokasi Kawasan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Agrolestari Mandiri 2.2. Perijinan PT Agrolestari Mandiri, telah memperoleh surat Ijin Usaha Perkebunan (IUP) melalui Surat Keputusan Bupati Ketapang No: 385 tahun 2004 tentang Pemberian Izin Lokasi untuk Keperluan Pembangunan Kebun Kelapa Sawit Atas Nama PT. Agro Lestari Mandiri. Pada waktu itu, total luas wilayah perkebunan yang diberi ijin adalah sekitar 27.500 Ha. Surat Bupati Ketapang tersebut diterbitkan sesudah PT Agrolestari Mandiri melengkapi persyaratan administrasi berupa: 3

o Surat rekomendasi/dukungan Dinas Perkebunan Kabupaten Ketapang No. 551.31/1449/DISBUN-C tertanggal 26 Oktober 2004, tentang Dukungan Izin Prinsif Usaha Perkebunan; o Informasi lahan Bupati Ketapang No. 525/1915/IV-BAPEDALPEMBDA, tanggal 16 Agustus 2004; dan o Persetujuan Izin Prinsif Usaha Perkebunan No. 554.31/2471/DISBUN-C, tanggal 1 Nopember 2004. Namun demikian, pada tanggal 19 Mei 2005, Bupati Ketapang mengeluarkan surat baru tentang persetujuan Izin Usaha Perkebunan No. 551.31/10551/DISBUN-C. Surat tersebut adalah merupakan revisi dari surat IUP sebelumnya dengan No. 551.31/2471/DISBUN-C tertanggal 1 Nopember 2004. Pada surat yang terakhir, revisi dilakukan terhadap perubahan luas areal kebun dari 27.500 Ha menjadi 16.500 Ha. Peta 2. Lanskap Tataruang di Sekitar Kebun Kelapa Sawit PT. Agrolestari Mandiri 2.3. Lanskap Tataruang di Sekitar PT Agrolestari Mandiri Secara lanskap keruangan, kawasan konsesi PT AMNL dikelilingi oleh bermacammacam tipe pemanfaatan lahan. Pemanfaatan lahan yang dominan di sekeliling konsesi adalah lahan perkebunan kelapa sawit, lahan konsesi penebangan hutan dan kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan konservasi alam dan perlindungan tata air dan tanah. Kawasan perkebunan kelapa sawit yang berada di dekat PT AMNL adalah PT Subur Ladang Andalan di sebelah Selatan konsesi dan PT. Koperasi Bina Kapuas pada bagian Utara konsesi. Kawasan dengan konsesi penebangan hutan yang terdekat adalah PT. Suka Jaya Makmur di bagian Timur PT. AMNL. Adapun kawasan hutan lindung yang berdekatan dengan PT. AMNL adalah HL Batu Menangis dan Lembuding pada sisi Utara, HL Gunung Tarak di sisi Baratlaut dan HL Serubayan di Tenggaranya. 4

2.4. Iklim Informasi mengenai iklim di kawasan PT AMNL diperoleh berdasarkan Kerangka Acuan Analisa Dampak Lingkungan (KA-ANDAL) PT Agrolestari Mandiri (2006). Berdasarkan klasifikasi iklim Koppen, kawasan konsesi termasuk dalam klasifikasi iklim tropis (Afaw), yakni iklim isothermal hujan tropik dengan musim kemarau yang panas (suhu rata-rata pada bulan terpanas > 22º C) tanpa bulan kering. Sedangkan menurut klasifikasi Oldeman termasuk dalam Zona Agroklimat A yaitu bulan basah > 9 bulan dan bulan kering < 2 bulan. Jumlah curah hujan tahunan adalah sebesar 3.416 mm dengan rata-rata curah hujan 284,66 mm/bulan. Curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus sebesar 84 mm. Hari hujan tahunan sebanyak 210 hari dengan hujan terendah terjadi pada bulan Agustus. Suhu rata-rata bulanan adalah 26,7 ºC, dengan rata-rata suhu udara maksimumnya adalah 31,19 ºC dan minimumnya 23,62 ºC. Adapun kelembaban udara tergolong lembab sepanjang tahun dengan rata-rata kelembaban udara relatif bulanannya adalah 86,5%. Rata-rata Kelembaban udara relatif bulanan tertinggi sebesar 88% dicapai pada bulan Nopember, Desember dan Januari sedangkan yang terendah adalah 85% yang terjadi pada bulan Juli. 2.5. Geologi dan Tanah Secara geologi, Kalimantan Barat memiliki formasi endapan batu pasir dan sabak yang lebih tua dibandingkan di bagian Timur, Selatan dan Tengah. Menurut MacKinnon et. al. (2000), kompleks batuan dasar di Kalimantan Barat mewakili singkapan dasar benua terbesar di Indonesia. Batuan ini biasanya mengalami metamorfosis bila terkena panas. Pada kawasan kapur, hasil metamorfosis akan menghasilkan batu pualam, batuan sekis hijau pada kawasan vulkanik dan batu gneis pada wilayah pasir dan batuan granit. Kawasan konsesi PT AMNL secara geologi merupakan daerah perbatasan antara kawasan dengan endapan aluvium dan gambut serta batuan vulkanik tua. Namun secara umum kawasan konsesi ini lebih didominasi oleh endapan aluvium dan gambut. Mengacu pada peta RePPProT (1990), batuan induk di kawasan PT AMNL tersusun atas kompleks dataran batuan metamorfik berbukit kecil dengan bahan induk berupa granit, granodiorit, sekis, andesit dan basalt; kompleks perbukitan batuan bukan endapan yang tidak teratur dengan bahan induk granit, granodiorit, sekis, andesit dan basalt; dataran batuan bukan endapan berombak hingga bergelombang dengan bahan induk granit, sekis, andesit, basalt, aluvium serta endapan sungai baru: dan, sedikit kelompok punggung gunung batuan endapan tidak teratur dengan bahan induk gneis, pilit, kuarsit, sekis, andesit dan basalt. Jadi, secara umum kawasan tersebut tersusun oleh batuan yang bersifat masam serta telah mengalami pelapukan yang berat. Sebagian besar tanah-tanah di Kalimantan, berkembang pada dataran bergelombang dan pegunungan tertoreh di atas batuan sedimen dan bahan beku tua. Berdasarkan Satuan Peta Tanah (Survei Tanah Tinjau Mendalam) Areal PT. Agrolestari Mandiri, kawasaan konsesi kebun kelapa sawit PT AMNL terdiri atas 7 Satuan Peta Tanah (SPT) yang diklasifikasikan menjadi 6 kelas tanah. Keenam kelas tanah tersebut adalah Typic Tropopsamments, Typic Tropaquepts, Sapric Tropohemists, Typic Hapludults, Typic Dystropepts dan Lithic Hapludults. Berdasarkan kelas-kelas tanah tersebut, yang paling dominan adalah campuran kelas tanah Typic Hapludults dengan Typic Dystropepts yang memiliki luas kurang lebih 10.792 Ha, selanjutnya disusul oleh campuran kelas tanah Typic Tropaquepts dengan Sapric Tropohemists seluas kira-kira 6.962 Ha. Sisanya 5

terbagi pada kelas-kelas tanah yang lain. Akan tetapi perhitungan luas kelas tanah ini masih mempergunakan luasan kebun 20.077 Ha. 2.6. Hidrologi Pada kawasan konsesi PT AMNL, dijumpai beberapa aliran sungai besar dan anak sungai. Aliran-aliran sungai disini terutama anak sungainya sebagian besar berasal dari kawasan perbukitan di Hutan Lindung Batu menangis. Lokasi kebun yang berdekatan dengan HL Batu menangis, menyebabkan kawasan perkebunan ini memegang peranan yang penting dalam menjamin kondisi hidrologi untuk daerah hilir sungai. Debit dan kualitas air sungai di kawasan hilir, sangat tergantung pada kondisi hidrologi disini. Disamping sungai sebagai sumber air bagi kawasan di daerah hilir, kawasan perkebunan juga memiliki hutan rawa gambut yang peranannya tak kalah penting dengan aliran sungai dalam mencadang dan mengalirkan air. Beberapa aliran sungai kecil berpola radial terlihat memiliki hulu di sekitar kubah gambut berhutan yang terdapat pada bagian selatan kebun dan mengalir menuju sungai-sungai yang lebih besar. Terdapat paling tidak tujuh batang sungai besar dan anak sungai yang melintasi atau berasal dari kawasan perkebunan PT AMNL. Sungai-sungai tersebut diantaranya adalah Sungai Muara Kayung, yakni aliran air terbesar yang melintasi wilayah kebun. Sedangkan sungai-sungai kecil dan anakan sungai diantaranya adalah Pekawai, Sengkuamak, Bidadari, Batu Meletop, Aik Merah dan Aik Putih. Disamping itu juga terdapat beberapa danau mati (oxbow) yang merupakan limpahan air sungai ke tempat yang lebih rendah dari permukaan air sungai, biasanya terdapat pada belokan aliran sungai. Salah satu danau mati di kawasan perkebunan adalah Danau Sembikuun yang terletak di dekat desa Sungai Durian. 2.7. Tipe Hutan dan Keanekaragaman Jenis Data mengenai kondisi hutan dan keragaman tumbuhan dan satwa di kawasan konsesi PT AMNL bisa dikatakan tidak ada sama-sekali. Kawasan ini juga tidak termasuk di dalam kawasan Endemic Bird Area (EBA) dan Important Bird Area (IBA) yang disusun oleh Birdlife International serta diluar kawasan lahan basah yang diidentifikasi oleh Wetland International-Indonesia Program. Penelitian-penelitian mengenai kondisi hutan yang pernah dilakukan di daerah ini juga tidak dijumpai. Oleh karena itu, dalam mendeskripsi tipe hutan dan keanekaragaman hayati yang terdapat di kawasan ini, tim mempergunakan data yang dikumpulkan selama kegiatan lapangan ditambah dengan informasi yang diperoleh dari masyarakat maupun karyawan PT AMNL sendiri. Tipe hutan yang tersisa pada kawasan konsesi perkebunan kelapa sawit PT AMNL dapat dibedakan menjadi dua tipe hutan utama yakni tipe Hutan Rawa Gambut yang terletak di bagian selatan dan tipe Hutan Peralihan antara Hutan Rawa dengan Hutan Dataran Rendah di bagian utara. Vegetasi kawasan hutan rawa gambut dicirikan oleh keberadaan jenis-jenis tumbuhan seperti Meranti Bunga, Perepat, Jelutung, Jungkang, Mentibu, Medang, Ubah, Ramin dan jenis-jenis kempas. Dominasi jenis tumbuhan pada tipe hutan ini pada bagian gambut dengan kedalaman dibawah 2 meter terdiri atas vegetasi campuran antara tumbuhan hutan dataran rendah dan rawa gambut dengan tajuk yang relatif tinggi yakni antara 30 45 meter. Lebih ke tengah lagi pada kedalaman antara 2 3 meter, struktur vegetasinya masih didominasi oleh jenis-jenis pohon besar akan tetapi ketinggiannya mulai berkurang dengan rata-rata ketinggian sekitar 35 meter. Selanjutnya pada kawasan gambut dengan kedalaman diatas 3 meter, 6

struktur vegetasi mulai terlihat rapat, daunnya mulai mengecil dengan penambahan ketebalan kulit pohon dan ketingian rata-rata sekitar 25 meter. Pada kawasan hutan peralihan tutupan vegetasi tersusun oleh jenis-jenis Bengkirai, Medang, Kempas, Kumpang, Meranti-merantian, Kapur, dan Nyatoh. Struktur lapisan atas didominasi oleh bengkirai sedangkan lapisan kedua didominasi oleh jenis-jenis meranti dan nyatoh. Kondisi topografi pada kawasan ini juga mengalami perubahan dari datar hingga berombak menjadi agak berbukit dan terus menanjak ke arah kawasan HL Batu Menangis. Jenis-jenis satwa pada kedua tipe hutan tersebut juga hampir sama. Kelempiau, Kelasi, Rusa, Babi Hutan serta beberapa jenis tupai dapat diketahui keberadaannya di kedua tipe hutan ini baik secara langsung, suara, jejak maupun tanda-tanda lain. Dua jenis burung enggang besar yakni Kangkareng Hitam dan Enggang Badak juga dijumpai pada kedua tipe hutan ini. Akan tetapi Kuau Raja dan Enggang Gading hanya dijumpai keberadaanya pada tipe hutan peralihan sedangkan di rawa gambut tidak dijumpai karena habitatnya memang tidak sesuai. 2.8. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat 2.8.1. Kondisi Masyarakat dan Ekonomi Kabupaten Ketapang dan Kecamatan Nanga Tayap Kabupaten Ketapang merupakan wilayah kabupaten dengan areal terluas di Propinsi Kalimantan Barat. Kabupaten Ketapang memiliki luas 35.809 km 2, berpenduduk 473.887 jiwa dengan 13 jiwa/km 2. Pendapatan Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Ketapang Rp. 1.941.137,- mengalami peningkatan 9.89%. Sumber PDRB terbesar berada pada sektor pertanian, diikuti oleh sektor hotel dan restoran dan industri pengolahan (BPS Kabupaten Ketapang, 2004). Salah satu kecamatan di Kabupaten Ketapang adalah Nanga Tayap dengan luas wilayah administratif 1.728 km 2, memiliki 10 desa dengan penduduk 24.355 jiwa dengan pertumbuhan 2,87%, (BPS Kabupaten Ketapang 2004). Sementara kepadatan penduduk Kecamatan Nanga Tayap 23 jiwa/km 2 berdasarkan data kependudukan tahun 2004 (Kerangka Acuan Andal PT Agrolestari Mandiri, 2006). 2.8.2. Kondisi Sosial Ekonomi Desa-Desa Sekitar PT Agrolestari Mandiri Enam desa pada Kecamatan Nanga Tayap merupakan desa yang berada dalam dan sekitar areal pengembangan perkebunan PT AMNL, terdiri dari desa Sei Kelik, Semblangaan, Tayap, Siantau Raya, Lembah Hijau I dan Lembah Hijau II. Tidak semua dusun dari ke enam desa tersebut berada pada wilayah kerja PT AMNL. Tabel 1 dibawah menunjukkan administrasi desa dan penduduk dalam dan sekitar wilayah kerja PT AMNL. 7

Tabel 1. Desa dan Penduduk Sekitar Wilayah Kerja PT Agrolestari Mandiri No Nama Desa Nama Dusun Kepala Keluarga Jiwa 1 Sei Kelik 115 2,752 2 Semblangaan 390 1,540 3 Tayap Sebuak 119 308 Sei Durian 113 368 4 Siantau Raya Siantau 168 783 5 Lembah Hijau I 388 1,150 6 Lembah Hijau II 193 780 Jumlah KK terlibat 1486 7,681 Sumber: Data lapangan Agustus 2006. Komposisi etnis penduduk keenam desa ini terdiri dari Melayu, Dayak dan Jawa. Etnis Melayu dominan pada desa Sei Kelik, Semblangaan, Dusun Sei Durian dan desa Siantau Raya. Etnis Dayak dominan pada dusun Sebuak merupakan kelompok suku Dayak Kriu dari kelompok bahasa Melayik. Etnis Jawa dominan pada Desa Transmigrasi Lembah Hijau I dan II. Sementara etnis Sunda yang masuk dalam program transmigrasi, mendiami dusun Priangan, desa Semblangaan. Penduduk lainnya yang mendiami desa-desa ini adalah Sunda terutama pada permukiman transmigrasi di Desa Semblangaan, etnis Flores di desa Transmigarasi Lembah Hijau I dan II dan sebagian kecil Batak dan Cina. Mata pencarian utama masyarakat Desa dengan etnis Melayu dan Dayak adalah pertanian dengan kombinasi perladangan berpindah (swidden agriculture) untuk kebutuhan subsisten dan perkebunan karet rakyat. Sistem perladangan berpindah merupakan sistem pertanian subsisten pada hutan sekunder dan semak belukar. Secara keruangan sistem ini sangat tergantung pada hutan rapat (close canopy forest) untuk menciptakan semak belukar dan hutan sekunder muda pada ladang. Kebun karet rakyat telah mulai dikembangkan pada tahun 1930-an. Semenjak berkembangnya indusri kayu terutama dimotori oleh PT. Alas Kusuma, maka masyarakat desapun banyak terlibat pada usaha perkayuan baik yang bekerja pada Perusahaan atau diusahakan sendiri. Produk kayu masyarakat masih berupa kayu setengah jadi (sawn timber). Pada saat ini masyarakat menilai bahwa usaha perkayuan menurun dengan proyeksi sekitar 2-5 tahun lagi. Usaha ini dipercaya masyarakat tidak dapat lagi diandalkan untuk jangka panjang. Pada saat ini, masyarakat mulai kembali mengembangkan perkebunan karet rakyat. Masyarakat trasmigrasi lembah Hijau I dan II mulai mengembangkan tanaman sayuran dan sebagian mereka menjualnya sendiri, sebagian kecil merubah mata pencarian mereka menjadi pedagang di Kampung Baru dan sebagai buruh PT Agrolestari Mandiri. Kebakaran merupakan ancaman dasar pertanian masyarakat terutama kebun karet rakyat. Serangan belalang kumbara telah merusak tanaman masyarakat pada tahun 2002-2004. Hama babi dan tikus merupakan ancaman yang dianggap biasa oleh masyarakat. 8

Kejadian penting yang berpengaruh kepada masyarakat desa yang diteliti adalah: 1979: PT Alas Kusuma yang bergerak dalam usaha perkayuan masuk. Perusahaan ini berpengaruh besar terhadap penyerapan tenaga kerja masyarakat dan komersialisasi kayu yang dilakukan oleh masyarakat sendiri. 1986: Penggabungan dusun Semblangaan, Tanjung Toba, Siantau dan Sihid menjadi desa Sei Kelik. 1994: Pada tahun ini sampai tahun 1997 kebakaran besar-besaran mulai terjadi. Padang alang-alang semakin meluas. 2002: Pemekaraan Semblangaan, Tanjung Toba, Priangan menjadi desa Semblangaan. Siantau dan Sihid menjadi desa sendiri 2002: Sampai tahun 2004 serangan belalang kumbara besar-besaran. Belalang menyerang hampir semua pucuk tanaman masyarakat. 2003: SMP didirikan di Sei kelik 2005: Mulai tahun ini sampai sekarang panyak tenaga dikeluarkan oleh PT Alas Kesuma 2.8.3. Nilai dan Praktek Budaya Masyarakat Lokal Secara sederhana kategorisasi Melayu dengan Dayak didasarkan atas dasar perbedaan agama - Melayu beragama Islam dan Dayak beragama Kristen. Akan tetapi kategorisasi ini terlalu sederhana menggambarkan nilai dan praktek budaya diantara keduanya. Melayu pada saat ini lebih mendasarkan referensi perilaku mereka kepada agama Islam dan hukum negara. Nilai-nilai tradisi yang berhubungan dengan tradisi lama yang tidak sesuai berusaha mereka hilangkan, sementara nilai-nilai agama Islam menjadi referensi, begitu juga dengan hukum positif. Namun, sebagai contoh: praktek upacara perladangan dan turun ke sungai masih melanjutkan tradisi lama. Sementara Dayak mempertahankan tradisi lama dan melanjutkannya. Karena itu hubungan tradisi lama masyarakat Dayak terhadap hutan dan tanah tampaknya lebih kuat dibanding Melayu. Setidaknya ini yang dijumpai pada desa-desa sekitar PT. AMNL. Sementara itu, pada umumnya Desa transmigrasi Lembah Hijau I dan II yang didominasi masyarakat Jawa melanjutkan tradisi Jawa mereka. Dusun Priyangan sebagai daerah transmigrasi suku Sunda juga melanjutkan nilai budaya Sunda. Budaya dan tradisi masyarakat banyak berhubungan dengan sistem perladangan berpindah dan sungai. Setiap tahap dalam pertanian perladangan diikuti dengan upacara seperti upacara memulai perladangan dan upacara panenan. Peran Demang dan Dukun menjadi penting dalam memimpin tahapan upacara perladangan ini. Begitu juga dengan turun ke sungai. Biasanya masyarakat melakukan upacara tahunan dalam menangkap ikan di sungai dengan menggunakan tuba akar. Disamping tanaman padi dan tanaman semusim lainnya, masyarakat juga menanam tanaman tua seperti cempedak, durian, rambutan dan karet pada wilayah perladangan mereka. Jika tanaman ini banyak yang tumbuh dan mengelompok, masyarakat tidak membuka kawasan ini lagi untuk masa rotasi berikutnya. Kawasan ini kemudian menjadi kebun perdukuhan. Tetapi jika hanya beberapa batang yang hidup, maka masyarakat tetap melakukan pembukaan pada rotasi berikutnya. 9