SELEKSI AWAL BIBIT INDUK ITIK LOKAL

dokumen-dokumen yang mirip
PROGRAM PEMBIBITAN ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN: SELEKSI PADA POPULASI BIBIT INDUK ITIK ALABIO

(PRODUCTIVITY OF Two LOCAL DUCK BREEDS: ALABIO AND MOJOSARI RAISED ON CAGE AND LITTER HOUSING SYSTEM) ABSTRACT ABSTAAK PENDAHULUAN

PERTUMBUHAN STARTER DAN GROWER ITIK HASIL PERSILANGAN RESIPROKAL ALABIO DAN PEKING

PROGRAM VILLAGEBREEDING PADA ITIK TEGAL UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI TELUR: SELEKSI ITIK TEGAL GENERASI PERTAMA DAN KEDUA ABTRACT ABTRAK

Pengaruh Genotipa dan Kadar Aflatoksin dalam Ransum pada Karakteristik Awal Bertelur Itik Lokal

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN ITIK BALI SEBAGAI SUMBER PLASMA NUTFAH TERNAK (GROWTH CHARACTERISTICS OF BALI DUCK AS A SOURCE OF GERMPLASM) ABSTRACT

PERSILANGAN TIMBAL BALIK ANTARA ITIK ALABIO DAN MOJOSARI : PERIODE AWAL BERTELUR

Bibit niaga (final stock) itik Alabio dara

Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif

SeminarNasional Peternakan dan Veteriner ARGONO R. SET10K0 1 dan ISTIANA 2

PRODUKSI TELUR ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN

Seminar Nasional Peternakan dan Yeteriner 1998 ABSTRAK

PERSILANGAN TIMBAL BALIK ANTARA ITIK TEGAL DAN MOJOSARI : I. AWAL PERTUMBUHAN DAN AWAL BERTELUR

ITIK MOJOMASTER-1 AGRINAK

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 360/Kpts/PK.040/6/2015 TENTANG PELEPASAN GALUR ITIK ALABIMASTER-1 AGRINAK

KUALITAS TELUR ITIK ALABIO DAN MOJOSARI PADA GENERASI PERTAMA POPULASI SELEKSI

Bibit niaga (final stock) itik Alabio meri umur sehari

Bibit niaga (final stock) itik Mojosari dara

KERAGAAN PRODUKSI TELUR PADA SENTRA PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOMODITAS UNGGULAN (SPAKU) ITIK ALABIO DI KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA, KALIMANTAN SELATAN

Bibit induk (parent stock) itik Mojosari muda

ANALISIS FEASIBILITAS USAHA TERNAK ITIK MOJOSARI ALABIO

Pengaruh Pemberian Pakan Terbatas terhadap Produktivitas Itik Silang Mojosari X Alabio (MA): Masa Pertumbuhan sampai Bertelur Pertama

KARAKTERISTIK POLA PEMBIBITAN ITIK PETELUR DI DAERAH SENTRA PRODUKSI

Daging itik lokal memiliki tekstur yang agak alot dan terutama bau amis (off-flavor) yang merupakan penyebab kurang disukai oleh konsumen, terutama

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor jantan dan 10 ekor betina Itik

Bibit induk (parent stock) itik Alabio muda

Bibit niaga (final stock) itik Mojosari meri umur sehari

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang

Bibit induk (parent stock) itik Alabio meri

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan

INTERAKSI ANTARA BANGSA ITIK DAN KUALITAS RANSUM PADA PRODUKSI DAN KUALITAS TELUR ITIK LOKAL

Heterosis Persilangan Itik Tegal dan Mojosari pada Kondisi Sub-Optimal

Bibit induk (parent stock) itik Mojosari meri

PERSILANGAN AYAM PELUNG JANTAN X KAMPUNG BETINA HASIL SELEKSI GENERASI KEDUA (G2)

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK SIFAT-SIFAT PRODUKSI TELUR ITIK ALABIO

PERFORMA PRODUKSI ITIK BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM BALI DENGAN POLA SELEKSI PRODUKSI

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur.

Gambar 1. Itik Alabio

Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

Performa Produksi Puyuh Petelur (Coturnix-coturnix Japonica) Hasil Persilangan..Wulan Azhar

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi Umum Kandang Local Duck Breeding and Production Station

PRODUKTIVITAS ITIK ALABIO DAN MOJOSARI SELAMA 40 MINGGU DARI UMUR MINGGU

ANALISIS KELAYAKAN USAHA ITIK ALABIO DENGAN SISTEM LANTING DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH

Penampilan Produksi Anak Ayam Buras yang Dipelihara pada Kandang Lantai Bambu dan Litter

I PENDAHULUAN. dari generasi ke generasi di Indonesia sebagai unggas lokal hasil persilangan itik

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN TERBATAS TERHADAP PENAMPILAN ITIK SILANG MOJOSARI X ALABIO (MA) UMUR 8 MINGGU

Performans Produksi Telur Itik Talang Benih pada Fase Produksi Kedua Melalui Force Moulting

LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK. : Wahid Muhammad N. Nim : SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

TINGKAT KEPADATAN GIZI RANSUM TERHADAP KERAGAAN ITIK PETELUR LOKAL

I. PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan

Performa Pertumbuhan Puyuh Petelur Betina Silangan... Henry Geofrin Lase

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan 20 ekor Itik Rambon Betina, 4 ekor Itik

PERSILANGAN PADA AYAM LOKAL (KUB, SENTUL, GAOK) UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI DAGING UNGGAS NASIONAL

PENAMPILAN ANAK ITIK YANG DIPELIHARA BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN SKRIPSI KOMARUDIN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelompok Tani Ternak Rahayu merupakan suatu kelompok peternak yang ada di

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH

Pengaruh Jenis Alat Pemanas Kandang Indukan terhadap Performan Layer Periode Starter

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

TEKNOLOGI BUDIDAYA ITIK DI LAHAN PEKARANGAN Oleh Ermidias Penyuluh Pertanian Madya I.PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor

FERTILITAS DAN DAYA TETAS TELUR ITIK PERSILANGAN PEKING X ALABIO (PA) DAN PEKING X MOJOSARI (PM) YANG DIINSEMINASI ENTOK JANTAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. tetas dan ruang penyimpanan telur. Terdapat 4 buah mesin tetas konvensional dengan

Kususiyah, Urip Santoso, dan Debi Irawan. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

CIRI - CIRI FISIK TELUR TETAS ITIK MANDALUNG DAN RASIO JANTAN DENGAN BETINA YANG DIHASILKAN ABSTRACT ABSTAAK

Identifikasi Bobot Badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Itik Bali...Herbert Jumli Tarigan

OPTIMALISASI TEKNOLOGI BUDIDAYA TERNAK AYAM LOKAL PENGHASIL DAGING DAN TELUR

Model Regresi Pertumbuhan Dua Generasi Populasi Terseleksi Itik Alabio

PEMANTAPAN SISTIM PEMBIBITAN ITIK UNGGUL DI SENTRA PRODUKSI

PRODUKTIVITAS AYAM LOKAL YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF

PELUANG DAN POTENSI USAHA TERNAK ITIK DI LAHAN LEBAK ABSTRAK

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kesesuaian inovasi/karakteristik lokasi

ABSTRAK. Kata kunci: Morfologi, korelasi, performans reproduksi, itik Tegal, seleksi ABSTRACT

I. PENDAHULUAN. peternakan seperti telur dan daging dari tahun ke tahun semakin meningkat.

PEMANFAATAN BEKICOT SAWAH (TUTUT) SEBAGAI SUPLEMENTASI PAKAN ITIK UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS ITIK PETELUR DI DESA SIMOREJO-BOJONEGORO

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik

Karakteristik Telur Tetas Puyuh Petelur Silangan... M Billi Sugiyanto.

Kususiyah, Urip Santoso, dan Rian Etrias

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.

PRODUKSI TELUR PERSILANGAN ITIK MOJOSARI DAN ALABIO SEBAGAI BIBIT NIAGA UNGGULAN ITIK PETELUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi

PENGARUH UMUR DAN BOBOT TELUR ITIK LOKAL TERHADAP MORTALITAS, DAYA TETAS, KUALITAS TETAS DAN BOBOT TETAS

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG AMPAS TAHU DI DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN INCOME OVER FEED COST AYAM SENTUL

KERAGAAN PRODUKSI TELUR ITIK TEGAL DITINGKAT PETERNAK DAN UPAYA PENINGKATANNYA DALAM MENDUKUNG KECUKUPAN PANGAN HEWANI

L. HARDI PRASETYO : Siralegi dan Peluang Pengembangan Pembibitan Ternak ilik usahanya dengan orientasi skala komersial. HARDJOSWORO et al. (2002) meny

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN

Pengaruh Pengaturan Waktu Pemberian Air Minum yang Berbeda Temperatur terhadap Performan Ayam Petelur Periode Grower.

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak cukup tinggi, nutrisi yang terkandung dalam lim

RESPON PENGGANTIAN PAKAN STARTER KE FINISHER TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAN PERSENTASE KARKAS PADA TIKTOK. Muharlien

PERKEMBANGAN AYAM KUB pada Visitor Plot Aneka Ternak BPTP NTB. Totok B Julianto dan Sasongko W R

EFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM. S.N.

Performa Produksi Telur Turunan Pertama (F1) Persilangan Ayam Arab dan Ayam Kampung yang Diberi Ransum dengan Level Protein Berbeda

PERBANDINGAN PRODUKTIVITAS ITIK MOJOSARI DAN ITIK LOKAL PADA PEMELIHARAAN SECARA INTENSIF DI DKI JAKARTA

EVALUASI TELUR TETAS ITIK CRp (CIHATEUP X RAMBON) YANG DIPELIHARA PADA KONDISI MINIM AIR SELAMA PROSES PENETASAN

Pengaruh Pemberian Pakan Terbatas Terhadap Produktivitas Itik Silang Mojosari x Alabio (MA): 2. Masa Bertelur Fase Kedua Umur Minggu

Transkripsi:

Laporan Bagian Proyek Rekayasa Teknologi PeternakanARMP-11 Th. 199912000 Kata kunci : Seleksi, produksi telur, itik lokal. SELEKSI AWAL BIBIT INDUK ITIK LOKAL L. HARDY PRASETYo dantriana SUSANTI Balai Penelitian Ternak P. O. Box 221, Bogor 16002, Indonesia ABSTRAK PRAsETYo, L. HARDI dan T. SUSANTI. 1999/2000. Seleksi awal bibit induk itik lokal. Laporan Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan. ARMP 11. : 29-34. Pergeseran sistem pemeliharaan itik dari sistem tradisional ke arah sistem intensif terkurung memerlukan dukungan ketersediaan bibit dengan kualitas yang lebih baik dsn tegamin. Pengembangan bibit unggul dapat dilakukan melalui seleksi dan / atau persilangan. Seleksi dilakukan untuk meningkatkan produktivitas bibit induk, dan kemudian persilangan dilakukan diantara bibit-bibit induk terseleksi untuk memanfaatkan heterosis dalam menghasilkan bibit niaga. Itik Mojosari dan itik Alabio digunakan dalam mengembangkan bibit induk, dengan masing-masing sejumlah 100 ekoi jantan dan 650 ekor betina. Sistem pemeliharaan dan pemberian pakan disesuaikan dengan tahapan pertumbuhan, yaitu starter, grower dan layer. Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan, umur pertama bertelur, bobot telur pertama dan produksi telur. Pada tahap awal ini, seleksi dilakukan berdasarkan produksi telur dua bulan pertama dengan kriteria? 50 %. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa bobot badan, konsumsi pakan dsn konversi pakan pada 8 minggu pertama (periode starter) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara kedua bangsa itik, hanya pada itik Alabio betina yang menunjukkan konversi pakan yang agak tinggi (4.59). Pioduksi telur itik Alabio cenderung lebih tinggi dari itik Mojosari, akan tetapi itik Mojosari menunjukkan keragaman yang lebih tinggi (pada kandang individu) sehingga memberikan diffrensial seleksi yang lebih tinggi (12.57) jika dibanding dengan itik Alabio (5.75). Ini berarti bahwa itik Mojosari lebih responsifterhadap seleksi. Key words: Selection, Egg production, Local ducks. ABSTRACT PRASETYO, L. HARDI and T. SUSANTI. 1999/200 0. Early stage of selection on parental stocks of local ducks. Laporan Bagian proyek Rekayasa Teknologi Peternakan. ARMP-U. : 29-34. Changes in production system of local layer ducks from traditional system into fully-confined intensive demand the availability of good quality breeding stocks. The development of breeding stocks can be achieved through selection and / or cross breeding procedures. Selection should be applied on the parental stocks to increase the productivity, and then a cross breeding program should be conducted among the selected parental stocks in order to exploit heterosis in producing final stocks. Mojosari and Alabio ducks were used in the development of parental stocks, each consisting of 100 male and 650 female ducks. Raising and feeding system followed appropriate stages, i.e. starter, grower and layer periods. Data were collected on growth, eggs at first laying, weight of first egg, and egg production. In this early stage, the selection was based on the first two months egg production, at the cut-off level of 50 0/6. Results indicated that body weight, feed consumption and feed conversion during the first eight weeks (starter periods) did not show any significant difference between the two breeds, only the female Alabio ducks showed a slightly higher feed conversion (4.59). Egg production of Alabio tended to be higher than Mojosari, but Mojosari ducks a higher variation (on individual cages) such that they indicated a higher selection differential (12.57) when compared to Alabio (5.75). This means that Mojosari ducks are more responsive to selection. PENDAHULUAN Pengembangan usaha peternakan itik dalam kurun waktu yang relatif singkat mengalami kemajuan cukup pesat. Sebagai indikator dapat dilihat jumlah permintaan yang terus meningkat tidak hanya terhadap telur itik sebagai produk utama, tapi juga terhadap produk-produk sampingan seperti daging dan bulu itik yang peminatnya relatif banyak baik di dalam negeri maupun internasional. Prospek pemasaran yang cukup menjanjikan tersebut telah merubah pola usaha peternakan itik yang tadinya hanya sebagai usaha sambilan dengan sistem tradisional, kini telah banyak yang menjadikannya sebagai usaha pokok dengan sistem pemeliharaan intensif yang mengarah pada skala komersial. Sistem pemeliharaan intensif memerlukan penyediaan faktor-faktor produksi yang berkualitas terutama temak bibit dan pakan untuk mencapai kelayakan ekonomi. Padahal kendala utama dalam pengembangan usaha ternak itik hingga saat ini adalah kurang tersedianya bibit secara kualitas dan kuantitas, karena sistem pengadaan bibit selama ini masih sangat terbatas dan hsnya dikelola secara sederhana dan tradisional. Oleh karena 29

L. HARDY PRASETYO dan TRIANA SUSANTI : Seleksi Aival Bibit IndukItik Lokal itu, perlu adanya upaya pengembangan perbibitan itik lokal secara baik dan terarah, dengan dukungan teknologi yang telah dihasilkan dari berbagai penelitian. Pengembangan bibit unggul pada dasarnya dapat ditempuh melalui dua prosedur yaitu sistem seleksi dan atau sistem persilangan. Kedua sistem tersebut dapat digunakan secara terpisah maupun dalam suatu kombinasi, dan dalam masing-masing sistem terdapat berbagai alternatif dalam metode yang digunakan untuk mencapai sasaran spesifik yang dikehendaki. Sistem seleksi dapat dilakukan mengingat kemampuan itik lokal dalam berproduksi selama periode tertentu masih sangat bervariasi, karena keragaman genetiknya diduga masih sangat besar. Diharapkan usaha seleksi untuk memperbaiki produktivitas dan meningkatkan keseragaman bibit itik akan memberikan respon positif dengan memanfaatkan keragaman genetik yang besar tersebut. Apabila telah diperoleh populasi induk terseleksi dari beberapa-breed itik lokal, upaya perbaikan genetis dapat dikombinasikan dengan persilangan diantara itik-itik lokal terseleksi tersebut. pada bibit niaga ("final stock"). Sistem persilangan digunakan untuk meningkatkan produktivitas melalui pemanfaatan heterosis Tujuan jangka panjang kegiatan penelitian ini adalah mengembangkan sistem pembibitan itik lokal di daerah sentra produksi serta mendorong pertumbuhan agribisnisnya. Sebagai langkah awal untuk mewuudkan tujuan tersebut diperlukan ketersediaan bibit itik lokal dalam jumlah dan kualitas yang layak teknis dan ekonomis. Oleh karena itu, dilakukan serangkaian kegiatan penelitian diantaranya seleksi dengan tujuan mempersiapkan bibit induk itik lokal untuk pengembangan sistem pembibitan itik lokal di lapangan. TINJAUAN PUSTAKA Populasi itik asli Indonesia hampir seluruhnya merupakan keturunan dari bangsa itik Indian Runner yang sangat terkenal sebagai penghasil telur (SAMOSIR, 1993). Setelah sekian lama, karena sudah begitu akrab dengan kehidupan masyarakat dan banyak dipelihara maka unggas ini disebut sebagai itik rakyat atau itik lokal. Di Indonesia saat ini terdapat berbagai bangsa itik lokal yang telah beradaptasi dengan baik pada lingkungan dimana mereka dikembangkan. itik tersebut berkembang. Penamaan bangsa-bangsa itik lokal tersebut umumnya berdasarkan letak geografis dimana Sebagai contoh itik Alabio yang berkembang di rawa Alabio salah satu kecamatan di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan dan itik Mojosari yang berkembang di daerah Modopuro Kecamatan Mojosari, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Dalam rentang waktu yang cukup lama di sentra-sentra peternakan itik beberapa jenis telah beradaptasi dengan lingkungan, pakan serta sistem pemeliharaan yang berbeda-beda di masing-masing wilayah sehingga diduga telah terjadi diferensiasi genetik yang mengarah pada terbentuknya bangsa-bangsa yang memiliki ciri-ciri fisik dan tingkat produksi yang berbeda-beda pula. Dengan adanya diferensiasi genetik ini persilangan diantara mereka diharapkan dapat menimbulkan heterosis. Seperti diungkapkan NOOR (1996), jika temak yang tidak memiliki hubungan keluarga disilangkan maka keturunannya cenderung menampilkan performa yang lebih baik dari rataan performa tetuanya untuk sifat-sifat tertentu. Fenomena ini disebut hybrid vigor yang nilainya dapat diukur dan dikenal dengan istilah heterosis yaitu persentase peningkatan performa dari ternak hasil persilangan diatas rataan tetuanya. Dalam melakukan persilangan untuk memanfaatkan heterosis tidak hanya tergantung pada jumlah, persentase dan keragaman bangsa yang digunakan, tetapi tergantung juga pada kualitas tetua yang disilangkan. Dalam rangka mempersiapkan bibit induk untuk disilangkan maka terlebih dahulu dilakukan seleksi terhadap populasi dasar bibit induk tersebut. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa seleksi terhadap itik Alabio dapat meningkatkan produksi telur, fertilitas, dan daya tetasnya (GUNAWAN, et al., 1995). Kemudian, seleksi berdasarkan jumlah telur setahun memperlihatkan respon yang baik dalam peningkatan telur itik Alabio dan Tegal, namun seleksi hanya dilakukan satu kali pada satu generasi tanpa ada kelanjutannya (GUNAWAN, 1987). Padahal sebaiknya suatu program seleksi pada itik minimal dapat berlangsung sampai 4-5 generasi secara kontinyu agar gen-gen yang diinginkan dapat difiksasi dalam populasi terseleksi. Selain itu, untuk memperoleh hasil yang optimal sebaiknya seleksi dilakukan dalam skala yang lebih besar dan jangka waktu 3 sampai 5 tahun. Secara umum dapat dikatakan berdasarkan hasil-hasil penelitian bahwa seleksi dapat dilakukan untuk memperbaiki produktivitas dan meningkatkan keseragaman itik. Jenis itik yang digunakan untuk persilangan adalah itik Mojosari dan Alabio dengan pertimbangan bahwa itik Mojosari berbeda rumpun dengan itik Alabio (SETIOKO, 1994). Oleh sebab itu, seleksi pun dilakukan terhadap masing-masing populasi bibit induk Mojosari dan Alabio. Itik Mojosari disebut juga itik Mojokerto atau Modopuro adalah itik lokal berasal dari Kabupaten Mojokerto Jawa Timur dan merupakan itik petelur unggul. Postur tubuhnya lebih kecil jika dibandingkan dengan itik petelur unggul jenis lain, ukuran telumya relatif besar dengan warna kerabang biru kehijau-hijauan. Itik Mojosari dapat 30

Laporan Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-11 Th. 199912000 menghasilkan rata-rata 200 butir per ekor per tahun bila digembalakan dan akan meningkat rata-rata 265 butir per ekor per tahun bila dipelihara secara intensif. Kelebihan itik Mojosari ini adalah masa produktifnya yang cukup lama dengan umur pertama bertelur 6 bulan (SUHARNO dan AMRI, 1996). Itik Alabio disebut juga itik Borneo atau itik Kalimantan, karena banyak berkembang di daerah Alabio kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan. Performa itik Alabio berbeda dengan itik lokal lain yang ada di Indonesia, terutama paruh dan kaki yang berwarna kuning. Berdasarkan hasil penelitian, itik Alabio yang dipelihara secara tradisional dapat menghasilkan telur 130 butir per ekor per tahun. Bila dipelihara secara intensif dapat berproduksi antara 200-250 butir per ekor per tahun dengan berat telur berkisar 65-70 gram per butir. Itik Alabio merupakan itik tipe petelur yang produktif (SUHARNO dan AMRi, 1996). MATERI DAN METODE Materi penelitian yang digunakan adalah itik Mojosari dan itik Alabio sebagai populasi dasar seleksi, masing-masing 650 ekor betina dan 100 ekor jantan yang dipelihara dari umur DOD. Itik Mojosari diperoleh dari peternak penetas di desa Modopuro kecamatan Mojosari, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, sedangkan itik Alabio didatangkan dari Rawa Alabio Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan. Pada awal pemeliharaan itik-itik tersebut dipelihara di kandang indukan per kelompok yang terdiri dari 20 ekor sampai umur 4 minggu. Kemudian dipindah ke kandang lantai sampai umur 20 minggu. Setelah itu, menjelang bertelur itik dipindah ke kandang individu. Namun karena terbatasnya kandang individu, tidak semua ternak dapat ditempatkan di kandang tersebut, sehingga sebagian ternak tetap berada di kandang lantai yang beralaskan sekam padi kering setebal 5-10 cm dengan dilengkapi lampu penerang, tempat pakan dan tempat minum. Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan dan produksi telur. Data pertumbuhan diperoleh dari hasil penimbangan bobot badan setiap minggu dari umur DOD sampai umur 8 minggu, kemudian pada itik dara (10 minggu) sampai umur 20 minggu penimbangan dilakukan setiap dua minggu, dan penimbangan bobot badan terakhir dilakukan pada saat itik pertama bertelur. Penimbangan konsumsi pakan dilakukan bersamaan dengan penimbangan bobot badan untuk menghitung nilai konversi pakan. Produksi telur dicatat setiap hari, untuk itik di kandang individu catatan produksinya per ekor, tetapi untuk itik di lantai dicatat produksi telurnya per kelompok. Selain produksi telur dicatat pula umur pertama bertelur dan bobot telur pertamanya. Kriteria seleksi berdasarkan produksi telur 50 % selama dua bulan pengamatan, kemudian dihitung diferensial seleksi dan respon seleksinya. Nilai heritabilitas (h2) produksi telur untuk menghitung respon seleksi adalah 0,2 (Sufflebeam, 1989 yang disitasi NOOR, 1996). Kemudian dihitung pula intensitas seleksi untuk mengestimasi proporsi ternak pengganti. Ransum yang diberikan adalah hasil mencampur sendiri. Kpmposisi nutrisi ransum yang diberikan sesuai dengan tahapan pertumbuhan dan produksi telur. Pakan dan air minum diberikan secara ad libitum. Susunan bahan pakan untuk setiap tahapan tercantum pada Tabel 1. Tabel 1. Susunan ransum dan komposisi nutrisinya untuk itik sedang tumbuh dan sedang berproduksi Bahan pakan Pakan DOD (DOD - 8 minggu) Pakan Dara (8-20 minggu) Pakan produksi (> 20 minggu) Tepung ikan 2.0 14.0 8.5 Bungkil kedele 9.5 7.5 14.5 Jagung 16.25 32.7 30.2 Dedak padi 47.0 6.0 18.0 Pollard 17.0 28.0 17.0 Minyak - 4.0 4.0 Top mix 0.6 0.6 0.6 Garam 0.2 0.2 0.2 Dicalcium phosphat 1.0 1.0 1.0 Tepung kapur 6.0 6.0 6.0 Lysine 0.3 0.05 - Methionine 0.25 0.05 0.05 3 1

L. HARDY PRAsETYo dan TRIANA SUSANTI : Seleksi Awal Bibit IndukItik Lokal HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan populasi dasar itik Alabio dan Mojosari tercantum pada Tabel 2. Tabel 2. Pertumbuhan itik alabio dan Mojosari Uraian Itik Mojosari Itik Alabio Jantan Betina Jantan Betina Bobot badan 8 minggu (gr) 1295 1235 1262 1222 Pertambahan bobot badan (gr) 1218 1155 1202 1134 Konsumsi 8 minggu (gr) 5095 4910 4811 5207 Konversi pakan 8 minggu 4,18 4,25 4,00 4,59 Hasil pengamatan pertumbuhan starter pada populasi dasar menunjukkan bobot badan 8 minggu itik Alabio jantan dan betina serta itik Mojosari jantan dan betina berturut-turut adalah 1295, 1235, 1262 dan 1222. Hasil tersebut lebih baik daripada pengamatan SUSANTI, et al. (1999). Perbedaan tersebut mungkin disebabkan oleh pakan serta bobot DOD yang berbeda. CARD (1962) menyatakan bahwa hubungan antara besar anak ayam pada masa pertumbuhan dengan bobot awalnya menunjukkan korelasi positif Pertumbuhan bobot badan itik Alabio jantan dan betina serta itik Mojosari jantan dan betina masing-masing 1218, 1155, 1202 dan 1134 gram. Hasil tersebut relatif sama dengan hasil penelitian PRASETYO dan SUSANTI (1997). Konsumsi ransum masing-masing 5095 gram dan 4910 gram untuk itik Alabio, 4811 gram dan 5207 gram untuk itik Mojosari. Nilai konversi pakan pun tidak jauh berbeda dengan yang diperoleh SUSANTI, et al.. (1999) maupun PRASETYG dan SUSANTI (1997) yaitu 4,18 dan 4,25 untuk itik Alabio jantan dan betina serta 4,00 dan 4,59 untuk itik Mojosari jantan dan betina. Hasil pengamatan produksi telur selama dua bulan pada populasi dasar itik Mojosari dan Alabio tertera pada Tabel 3. Tabel 3. Persentase produksi telur itik Mojosari dan Alabio pada populasi dasar selama 2 bulan pertama Breed Kandang Populasi dasar Populasi seleksi Diferensial seleksi Prediksi Respon seleksi Intensitas seleksi Mojosari Lantai 32.89 t 17.96 Individu 50.84 t 18.31 63.41 t 8.71 12.57 2.51 0.69 Alabio Lantai 28.75 t 18.11 individu 59.20 t 12.57 64.95 f 8.35 5.75 1.15 0.09 Dari Tabel 3 tampak bahwa persentase produksi telur selama dua bulan pertama pada populasi dasar itik Mojosari di kandang lantai dan individu adalah 32,89% dan 50,84%, sedangkan itik Alabio 28,75% di kandang lantai dan 59,20% di kandang individu. Produksi telur yang diperoleh pada pengamatan ini berbeda dengan hasil ARGONo dan ISTIANA (1999) yaitu 75,19% selama 5 bulan pengamatan. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh lamanya pengamatan, atau asal itik bibit yang bervariasi mutunya, seperti dilaporkan GUNAWAN, et al. (1995) bahwa disinyalir telah terjadi penurunan mutu genetik itik Alabio akibat pola seleksi yang kurang tepat. Pada pengamatan ini seleksi hanya dilakukan terhadap itik di kandang individu. Setelah dilakukan seleksi berdasarkan produksi telur (>_50 %) diperoleh rataan produksi telur itik terseleksi yang lebih tinggi baik pada itik Mojosari maupun Alabio (Tabel 3). Rataan produksi untuk itik Mojosari menjadi 63,41% clan itik Alabio 64,95%, dengan diferensial seleksi pada itik Mojosari dan Alabio masing-masing 12,57% dan 5,75%. Terdapat perbedaan nilai diferensial seleksi pada itik Mojosari dan Alabio, karena perbedaan jumlah ternak yang terpilih berdasarkan produksi telur 50% tersebut. Jumlah ternak itik Mojosari yang terseleksi adalah 115 dari 192 ekor, sedangkan itik Alabio jumlah yang terseleksi adalah 144 dari 255 ekor (Tabel 4). Hal ini sesuai dengan pendapat NOOR (1996) yang menyatakan bahwa semakin sedikit ternak yang dipilih akan semakin besar diferensial seleksinya, terutama seleksi untuk satu sifat. Diferensial seleksi pada itik Mojosari cukup tinggi, karena keragaman produksi telur yang dihasilkan pada populasi dasar juga cukup tinggi, dengan koefisien variasi pada populasi dasar itik Mojosari sebesar 36,05%. 32

Laporan Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-II Th. 199912000 Selain diferensial seleksi diperoleh pula nilai respon seleksi. Walaupun diferensial seleksi cukup tinggi, namun respon seleksi yang dihasilkan masih rendah, karena nilai heritabilitas yang digunakan rendah pula yaitu 0,2 (NOOR, 1996). Sehingga precliksi respon seleksi untuk itik Mojosari 2,51% seclangkan itik Alabio 1,15%. Intensitas seleksi adalah rasio antara diferensial seleksi dengan simpangan baku suatu sifat (NOOR, 1996). Dari Tabel 3 terlihat bahwa intensitas seleksi itik Mojosari adalah 0,69 clan itik Alabio 0,09. Untuk meningkatkan nilai intensitas seleksi dapat dilakukan dengan meningkatkan populasi dasar atau kriteria seleksi ditingkatkan lebih dari 50% procluksi telur agar nilai diferensial seleksinya juga meningkat. Hingga saat ini seleksi masih terus dilakukan untuk memperoleh populasi bibit induk terseleksi yang stabil. Jumlah populasi itik Mojosari clan Alabio saat ini tercantum pada Tabel 4. Dari Tabel 4 tampak bahwa mortalitas pada bulan pertama sangat tinggi baik itik Alabio maupun Mojosari. Hat ini mungkin disebabkan oleh cekaman (stress) selama perjalanan. Total kematian untuk itik Alabio 133 ekor selama 5 bulan dan 172 ekor itik untuk itik Mojosari dalam rentang waktu yang sama. Tabel 4. Jumlah populasi itik Mojosari clan Alabio sampai Mei 2000 Breed Sex Pop. Mortalitas Dasar 1 2 3 4 5 Jml Belum bertelur Kandang Lantai cages Itik seleksi Alabio Betina 650 70 9 12 21 21 133 22 240 255 144 Jantan 100 19 4 23 24 53 77 Mojosari Betina 652 69 13 65 25 172 82 206 192 115 Jantan 110 30 1 7 38 24 48 72 Tingginya angka kematian kebanyakan karena sakit. Itik yang belum bertelur hingga umur 7 bulan ada 22 ekor itik Alabio clan 82 ekor itik Mojosari, di kandang lantai berjumlah 240 ekor itik Alabio dan 206 ekor itik Mojosari, kandang individu berisi itik Alabio 255 ekor clan itik Mojosari 192 ekor. Seleksi berdasarkan produksi telur 50 % hanya dapat dilakukan terhadap itik yang berada di kandang individu. Jumlah ternak terseleksi itik Alabio 144 ekor clan itik Mojosari 115 ekor. Jumlah total populasi hingga Mei 2000 adalah 384 ekor betina clan 77 ekor jantan itik Alabio, sedangkan itik Mojosari terdiri dari 321 ekor betina dan 72 ekor jantan. Selain data produksi telur, diamati pula umur pertama bertelur clan bobot telur pertama yang tersaji pada Tabel 5. Tabel 5. Umur pertama bertelur dan bobot telur pertama itik Alabio clan Mojosari Uraian Alabio Breed itik Mojosari Umur pertama bertelur (hari) 203,61 t 19,68 213,14 f 25,76 Bobot telur pertama (gram) 60,21 f 5,64 59,87 f 6,08 Umur pertama bertelur baik itik Alabio maupun Mojosari menunjukkan nilai yang lebih tinggi dengan bobot telur yang lebih besar. Hasil penelitian PRASETYO clan SUSANTI (1997) memperoleh nilai umur pertama bertelur 176,72 hari dengan bobot telur pertama 56,52 gram. Perbedaan umur pertama bertelur yang lebih lama mungkin disebabkan oleh pakan atau faktor lingkungan lain yang berbeda seperti posisi kandang terhadap cahaya matahari (PURBA dan MANURUNG, 1999). KESIMPULAN Setelah dilakukan seleksi berdasarkan produksi telur 50% selama dua bulan pengamatan produktivitas itik Mojosari naik sekitar 63,41% dan 64,95% pada itik Alabio. Jumlah populasi itik terseleksi adalah 384 betina dan 77 jantan itik Alabio, serta 321 betina dan 72 jantan itik Mojosari. Diperoleh nilai diferensial seleksi 12,57% itik Mojosari clan 5,75% itik Alabio, sehingga prediksi respon seleksi 2,51% itik Mojosari clan 1,15% itik Alabio. Untuk meningkatkan produktivitas agar sesuai dengan yang diharapkan perlu dilakukan seleksi lebih lanjut. 33

L. HARDY PRASETYo dan TRIANA SUSANTI : SeleksiAwal Bibit Induk Ink Lokal DAFTAR PUSTAKA CARD, L. E. 1962. Poultry Production. 9"' Ed. Lea and Febinger. Philadelphia. GUNAWAN, B. 1987. Penggunaan teknologi genetika kuantitatif dalam pengembangan itik petelur Indonesia. 1. Seleksi genetik untuk meningkatkan produksi telur pada itik-itik asli Indonesia dan itik impor Khaki Campbell. Ilmu dan Peternakan (3) 1 : 19-21. GUNAWAN, B., K. DIWYANTO, M. SABRANI dan S.A. DAKHLAN. 1995. Teknologi "Village Breeding" untuk meningkatkan produktivitas itik Alabio di Amuntai Kalimantan Selatan. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Petemakan. Pengolahan dan komunikasi hasil penelitian. Hal 74-82. GUNAWAN, B., P. EDIANINGSIH, H. MARTOYo dan KOMARUDIN. 1994. Produktivitas dan keragaman fenotipik itik Alabio pada sistem pemeliharaan intensif Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi. Pengolahan dan komunikasi hasil-hasil penelitian. Balai Penelitian Ternak. Bogor. Hal 597-603. NooR, R.R. 1996. Genetika Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta. PRAsETYo, L.H. dsn T. SUSANTI. 1997. Persilangan Timbal Balik antara Itik Tegal dan Mojossri. I. Awal pertumbuhan dan awal bertelur. Jumal Ilmu Ternak dan Veteriner. Vol 2 (3) : 152-156. PURBA, M. dsn T. MANURUNG. 1999. Produktivitas temak itik petelur pada pemeliharaan intensif Prosiding Seminar Nasional Peternakan dsn Veteriner. Pusat Penelitian dsn Pengembangan Peternakan. Bogor. Hal 374-381. SAMOSIR, D.J. 1993. Ilmu Ternak Itik. PT. Grsmedia. Jakarta. SEnoKo, A.R. dsn ISTIANA. 1999. Pembibitan itik Alabio di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) Kalimantan Selatan. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembsngan Petemakan. Bogor. Hal 382-387. SETIOKO, A.R., A. SYAMSUDIN, M. RANGKUTI, H. BUDIMAN dan A. GUNAWAN. 1994. Budidaya temak itik. Pusat Perpustakaan Pertanian dan Komunikasi Penelitian. Badan Penelitian dsn Pengembangan Pertanian. Bogor. SUHARNo, B. dsn K. AMRI. 1996. Betemak itik secara intensif. Penebar Swsdaya. Jakarta. SUSANTI, T., L.H. PRASETYO, Y.C. RAHARJO dan W.K. SEATI. 1999. Pertumbuhan galur persilangan timbal balik itik Alabio dan Mojosari. Prosiding Seminar Nasional Petemakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembsngan Peternakan. Bogor. Hal 356-365.