BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, tetapi dapat juga

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang menjalani masa pidana, hal ini sudah diatur dalam Undang undang tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran

DAMPAK REMISI TERHADAP PARA NAPI DENGAN HUKUMAN DI ATAS 5 TAHUN NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pergeseran paradigma dalam hukum pidana, mulai dari aliran klasik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 1 Hal ini berarti setiap

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

menegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga adalah untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak akan pernah sembuh. Berbagai fakta dan kenyataan yang diungkapkan oleh

FUNGSI SISTEM PEMASYARAKATAN DALAM MEREHABILITASI DAN MEREINTEGRASI SOSIAL WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN Sri Wulandari

BAB I PENDAHULUAN. Negara Hukum. Secara substansial, sebutan Negara Hukum lebih tepat

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung lurus

I. PENDAHULUAN. Pidana penjara termasuk salah satu jenis pidana yang kurang disukai, karena

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

BAB I PENDAHULUAN. tugas pokok melaksanakan pemasyarakatan narapidana/anak didik. makhluk Tuhan, individu dan anggota masyarakat.

PENGAWASAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (LAPAS) KLAS IIA ABEPURA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi,

BAB I PENDAHULUAN. Hidup tenteram, damai, tertib serta berkeadilan merupakan dambaan setiap

BAB I PENDAHULUAN. kesatuan hubungan hidup antara warga binaan dengan masyarakat.

P, 2015 PERANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA BANDUNG DALAM UPAYA MEREHABILITASI NARAPIDANA MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN. hanya terbatas pada kuantitas dari bentuk kejahatan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. dalam penjelasan UUD 1945 yang secara tegas menyatakan bahwa Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem pemasyarakatan yang merupakan proses pembinaan yang

Pengertian dan Sejarah Singkat Pemasyarakatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. Terabaikannya pemenuhan hak-hak dasar warga binaan pemasyarakatan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA ORIENTASI PRINSIP PEMIDAAN DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut tercermin dalam UUD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. UUD 1945 pasal 1 ayat (3) bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum yang

BAB I PENDAHULUHAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) adalah melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Negara indonesia adalah negara hukum rechstaats. 1 Sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN. resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan

BAB I PENDAHULUAN. sosial, dan politik dalam dunia internasional, Indonesia telah ikut berpatisipasi

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. perampokan, pembunuhan, narkoba, penipuan dan sebagainya. Dari semua tindak

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan dan hendak dilaksanakan oleh bangsa ini tidak hanya hukum

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. Dalam era pertumbuhan dan pembangunan dewasa ini, kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. aka dikenakan sangsi yang disebut pidana. mempunyai latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan tempat atau kediaman bagi orang-orang yang telah dinyatakan bersalah oleh

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia

URGENSI PENGGOLONGAN NARAPIDANA DALAM LEMBAGA PEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. Indie (Kitab Undang Undang Hukum pidana untuk orang orang. berlaku sejak 1 januari 1873 dan ditetapkan dengan ordonasi pada tanggal

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat tersebut, aturan-aturan tersebut disebut juga normanorma

BAB I PENDAHULUAN. pembinaan narapidana yang didasarkan kepada Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. mengenai fungsi pemidanaan tidak lagi hanya sekedar penjeraan bagi narapidana,

I. PENDAHULUAN. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sekarang diberlakukan di

BAB I PENDAHULUAN. Pidana yang berupa pembayaran sejumlah uang dinamakan pidana denda. Kedua

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

PEMBINAAN BAGI TERPIDANA MATI. SUWARSO Universitas Muhammadiyah Purwokerto

BAB I PENDAHULUAN. Negeri tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan menejemen Pegawai. Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri.

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan yang wajar sesuai dengan Perundang-undangan yang berlaku dan normanorma

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab negara yang dalam hal ini diemban oleh lembaga-lembaga. 1) Kepolisian yang mengurusi proses penyidikan;

BAB I PENDAHULUAN. barang siapa yang melanggar larangan tersebut 1. Tindak pidana juga merupakan

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

BAB I PENDAHULUAN. Proklamasi Kemerdekaaan 17 Agustus 1945, pada hakikatnya bertujuan. untuk membangun manusia dan masyarakat Indonesia seutuhnya.

RANCANGAN. : Ruang Rapat Komisi III DPR RI : Pembahasan DIM RUU tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). KESIMPULAN/KEPUTUSAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. nasional, tetapi sekarang sudah menjadi masalah global (dunia). Pada era

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Salah satu tujuan negara Indonesia sebagaimana termuat dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS. (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta)

BAB III REMISI BAGI TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PP NO 99 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PP NO 32 TAHUN 1999 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG REMISI

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyengsarakan dan menghancurkan suatu negara. Dampak korupsi bagi negara-negara dengan kasus korupsi berbeda-beda bentuk,

BAB III PIDANA BERSYARAT

I. PENDAHULUAN. diimbangi dengan rasa kemanusiaan, maka berpengaruh pada perilaku yang. siapa saja yang melanggarnya tanpa mengecualikan siapa pun.

JURNAL PEMENUHAN HAK NARAPIDANA TINDAK PIDANA KORUPSI DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN WIROGUNAN UNTUK MENDAPATKAN PENGURANGAN MASA PIDANA (REMISI)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebagai salah satu institusi

BAB I PENDAHULUAN. Merebaknya kasus kejahatan dari tahun ke tahun memang bervariasi,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengadilan, serta Lembaga Pemasyarakatan. Keempat subsistem tersebut

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 174 TAHUN 1999 TENTANG REMISI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia.dalam

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam hukum pidana dikenal adanya sanksi pidana berupa kurungan, penjara, pidana mati, pencabutan hak dan juga merampas harta benda milik pelaku tindak pidana. Menurut Pasal 10 KUHP, jenis pidana yang dapat dijatuhkan dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok terdiri dari pidana mati, penjara, kurungan dan denda, sedangkan pidana tambahan terdiri dari pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu dan pengumuman putusan hakim. Hukum berfungsi sebagai pelindung kepentingan manusia, agar kepentingan manusia itu terlindung, maka hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, tetapi dapat juga karena pelanggaran hukum dalam hal ini hukum yang dilanggar harus ditegakkan. Melalui penegakan inilah hukum menjadi kenyataan. Dalam penegakan hukum ada tiga hal yang harus diperhatikan yaitu pertama, kepastian hukum (rechssicherheit) kedua kemanfaatan (zweckmassigheir) dan ketiga keadilan (gerechtigheit). 1 Pidana penjara merupakan jalan terakhir (ultimum remidium) dalam sistem hukum pidana yang berlaku, untuk itu dalam pelaksanaannya harus mengacu pada hak asasi manusia mengingat para narapidana memiliki hak- 1 Barda Nawawi Arief, 1986, Penetapan Pidana Penjara Dalam Perundang- undangan dalam Rangka Usaha Penanggulangan Kejahatan, Bandung: Gramedia, hal. 35 1

2 hak dasar yang harus dilindungi, salah satunya hak untuk hidup bebas atau untuk merdeka yang harus dijunjung tinggi keberadaannya. Menurut RA. Koesnoen, pidana penjara adalah pencabutan kemerdekaan, menurut asal-usul kata penjara berasal dari kata Penjoro (Bahasa Jawa) yang berarti tobat, jadi penjara berarti dibuat supaya menjadi jera atau tobat. Sebelum bangsa kita mengenal istilah Penjara kita mengenal istilah Bui atau Buen (Bahasa Jawa), yaitu suatu tempat atau bangunan sebagai tempat penyekapan para tahanan, orang-orang hukuman, tempat menahan orang-orang yang disandera, penjudi, pemabuk, gelandangan dan penjahat-penjahat lain. 2 Seiring berkembangnya zaman perlakuan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem kepenjaraan tidak sesuai dengan sistem pemasyarakatan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan. Mengenai tujuan pemidanaan di dalam hukum pidana dikenal dengan adanya Teori Pembalasan, Teori Tujuan dan Teori Gabungan. Van Bemmelen seorang ahli pidana menganut teori gabungan mengatakan: Pidana bertujuan membalas kesalahan dan mengamankan masyarakat. Tindakan ini dimaksudkan mengamankan dan memelihara tujuan. Jadi pidana dan tindakan bertujuan mempersiapkan untuk mengembalikan terpidana ke dalam kehidupan bermasyarakat. 3 2 RA. Koesnoen, 1961, Politik Penjara Nasional, Jakarta: Rineka Cipta, Hal. 27 3 Andi Hamzah, 1993, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, Jakarta: Pradnya Paramita, hal. 32.

3 Aturan mengenai sistem pemasyarakatan yang berlaku saat ini adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 1 angka 2 menyatakan sebagai berikut: Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara Pembina, yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa asas dari sistem pemasyarakatan adalah Pancasila sebagai falsafah Negara, sedangkan tujuannya disamping melindungi keamanan dan ketertiban masyarakat juga membina narapidana agar setelah selesai menjalani pidananya dapat menjadi manusia yang baik dan berguna. Pada umumnya narapidana yang ditempatkan dalam Lapas memiliki gejala atau karakteristik yang sama dengan penghuni yang lain, yakni mereka mengalami penderitaanpenderitaan sebagai dampak dari hilangnya kemerdekaan yang dirampas, hal ini ditegaskan oleh Gresham M Sykes: Bahwa setiap narapidana akan mengalami lima lost atau lima kehilangan yaitu : Lost of Liberty, Lost of security, Lost of Autority, Lost of sexual, Lost of Good Service ( Has ; 1994 ). 4 Dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, menjelaskan tentang hak-hak bagi narapidana, salah satunya 4 Andi Hamzah, 1994, Azas- azas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, hal. 25

4 adalah hak mendapatkan remisi (pengurangan masa pidana) setiap tahun narapidana diberikan pengurangan masa pidana (remisi) oleh pemerintah. Pengurangan masa pidana itu diberikan pada hari kemerdekaan dan hari raya keagamaan yang dianut oleh narapidana. Namun, sebagian masyarakat merasa remisi tersebut tidak pantas diberikan, khususnya kepada narapidana luar biasa seperti narapidana tindak pidana korupsi, terorisme, narkoba dan tindak pidana yang hukumannya di atas 5 tahun. Menurut Pasal 1 Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun 1999, Remisi adalah pengurangan masa pidana yang diberikan kepada narapidana dan anak pidana yang berkelakuan baik selama menjalani pidana. Pemberian remisi bagi narapidana di atur dalam beberapa Peraturan, antara lain: Undang-undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, Keputusan Presiden No.174 Tahun 1999 Tentang Remisi, serta Peraturan Pemerintah No. 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Selain mengatur berbagai aspek terkait dengan pemasyarakatan sebagaimana telah disebutkan di atas, Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan juga mengatur mengenai hak-hak seorang narapidana. Berkembangnya peradaban manusia membawa pengaruh yang besar dalam seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk berkembangnya hak asasi manusia. Dalam hukum pidana, perkembangan itu terjadi antara lain dengan terjadinya pergeseran paradigma.

5 Pergeseran paradigma dalam hukum pidana mulai dari paradigma (aliran) klasik, aliran modern, aliran neo klasik dan aliran perlindungan masyarakat sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya. Pergeseran paradigma tersebut menyebabkan terjadinya pergeseran tentang konsep dasar pemidanaan. Hal ini disebabkan adanya tuntutan perkembangan peradaban manusia sebagaimana tersebut di atas. Secara umum dapat dikemukakan bahwa pergeseran tentang konsepsi pemidanaan itu cenderung dimulai dari konsepsi yang bersifat menghukum yang berorientasi ke belakang, bergeser ke arah gagasan/ide membina yang berorientasi ke depan. Menurut Roeslan Saleh, pergeseran orientasi pemidanaan disebabkan oleh karena hukum pidana berfungsi dalam masyarakat. 5 Di Indonesia pergeseran orientasi dalam pemidanaan ini nampak dengan adanya penggantian istilah penjara menjadi istilah pemasyarakatan. Penggantian ini dimaksudkan agar pembinaan narapidana berorientasi pada tindakan yang lebih manusiawi dan disesuaikan dengan kondisi narapidana. Rumah penjara yang dulunya sebagai wadah bagi narapidana yang merupakan warisan pemerintah kolonial Belanda dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat Indonesia. Hal ini ditegaskan dalam konsiderans menimbang huruf b UU No. 12 tahun 1995, yang pada intinya menyatakan bahwa perlakuan terhadap warga binaan pemasyarakatan 5 Roeslan Saleh, 1983, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana Dua Pengertian Dasar Dalam Hukum Pidana, Jakarta: Aksara Baru, hal.2.

6 berdasarkan sistem kepenjaraan tidak sesuai dengan sistem pemasyarakatan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Adapun nilai-nilai yang terkandung dalam sistem pemasyarakatan merupakan prinsip-prinsip yang dikembangkan dalam Konferensi Dinas Direktrorat Pemasyarakatan pada tanggal 27 April 1964 di Lembang Jawa Barat, yang menghasilkan sepuluh prinsip dasar pemasyarakatan. Kesepuluh prinsip pemasyarakatan tersebut memperlihatkan kecenderungan nilai dan pendekatan yang hampir sama dengan nilai dan pendekatan yang terdapat dalam instrumen internasional tentang perlakuan terhadap tahanan dan narapidana, sebagaimana termuat dalam peraturan-peraturan standar minimum (Perserikatan Bangsa-Bangsa) bagi perlakuan terhadap narapidana. 6 Sistem pemasyarakatan dan peraturan standar minimum bagi perlakuan terhadap narapidana menganut filosofi penghukuman yang diwarnai pendekatan rehabilitatif, yaitu pendekatan yang menganggap pelaku pelanggar hukum sebagai pesakitan dan karenanya harus disembuhkan. 7 Dalam hal ini hakikat pemasyarakatan sesuai dengan falsafah pemidanaan modern, yaitu (treatment). (Treatment) lebih menguntungkan bagi penyembuhan penjahat, sehingga tujuan dari sanksi bukanlah menghukum, melainkan memperlakukan atau membina pelaku kejahatan. 8 Melalui sistem pemasyarakatan ini pembinaan yang dilakukan terhadap narapidana lebih bersifat manusiawi dengan tetap menjunjung tinggi 6 Romli Atmasasmita,et.al, 2005, Reformasi Hukum, Hak Azasi Manusia & Penegakan Hukum, Bandung: Mandar Maju, hal.4. 7 Ibid. 8 Ibid, hal.11.

7 harkat dan martabatnya sebagai manusia. Perlakuan ini dimaksudkan untuk menempatkan narapidana sebagai subjek di dalam proses pembinaan dengan sasaran akhir mengembalikan narapidana ke tengah-tengah masyarakat sebagai orang yang baik dan berguna (resosialisasi). Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengkaji mengenai dampak remisi terhadap para napi dengan hukuman di atas 5 (lima) tahun B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Agar penelitian ini tidak keluar dari pokok batasan yang telah penulis tetapkan, serta untuk menghindari terjadi penyimpangan masalah, maka penulis menetapkan batasan-batasan untuk penelitian ini, yaitu tentang dampak remisi terhadap para napi dengan hukuman di atas 5 tahun yang mana penelitian ini akan difokuskan di lembaga pemasyarakatan wanita kelas II A Semarang. Berdasarkan Pembatasan masalah di atas, untuk mempermudah dalam pembahasan masalah yang akan diteliti maka penulis menentukan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana landasan filosofis pemberian remisi terhadap narapidana? 2. Bagaimanakah dampak pemberian remisi kepada para napi yang divonis dengan hukuman di atas 5 tahun? 3. Apakah pemberian remisi sudah sesuai dengan aturan yang berlaku?

8 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui landasan filosofis pemberian remisi terhadap narapidana. 2. Untuk mengetahui bagaimana dampak dari pemberian remisi terhadap narapidana dengan hukuman di atas 5 tahun 3. Untuk mengetahui keefektifan dan kesesuaian pemberian remisi terhadap narapidana. Manfaat penelitian yang diharapkan penulis adalah: 1. Manfaat Teoritis a. Berguna sebagai sarana bagi penulis untuk memperluas wawasan dan pengetahuan terutama di bidang hukum pidana. b. Dapat memberikan sumbangan pemikiran mengenai dampak-dampak yang ditimbulkan akibat pemberian remisi terhadap narapidana dalam rangka pembinaan di lembaga pemasyarakatan dan keefektifan pelaksanaan remisi 2. Manfaat Praktis a. Bagi Mahasiswa, Dengan Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan mahasiswa tentang dampak-dampak yang ditimbulkan akibat pemberian remisi terhadap narapidana. b. Bagi Masyarakat, Diharapkan mampu bermanfaat bagi masyarakat yang ingin mengetahui lebih lanjut tentang dampak remisi terhadap para narapidana dengan hukuman di atas 5 tahun.

9 D. Kerangka Pemikiran Dalam kerangka pemikiran ini penulis akan membahas mengenai remisi yang diberikan kepada Narapidana dengan Hukuman di atas 5 tahun. Narapidana seperti dijelaskan dalam Undang-undang No 12 tahun 1995 pasal 1 ayat (7) tentang pemasyarakatan, yaitu Terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS). Artinya bahwa narapidana dalam menjalani sanksi pidananya berada dalam pembinaan di lembaga Pemasyarakatan. Roscoe Pound merumuskan bahwa hukum adalah alat untuk mengubah/memperbaiki keadaan masyarakat (law is agent of change). 9 Dimana sejalan dengan konsep pemasyarakatan yang bertumpu pada pembinaan, merupakan suatu usaha dalam mengubah memperbaiki keadaan warga binaan agar kelak tidak melakukan tindak pidana lagi. Bagi pemerintah, pemberian remisi merupakan kewajiban hukum yang harus dilaksanakan sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Pasal 14 ayat (1) undangundang ini menyebutkan secara tegas bahwa narapidana mempunyai hak mendapatkan remisi. Pemberian remisi ini tidak dibedakan atas jenis tindak pidana yang dilakukan, akan tetapi didasarkan pada perilaku mereka selama menjalani pidana. Meskipun demikian, seiring pemikiran yang berkembang dalam masyarakat, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 yang merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah 9 Burhan Ashofa, Metodologi Penelitian Hukum, Rineka Cipta: Jakarta, 1996, Hal. 6

10 Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Peraturan pemerintah ini mengatur pemberian hak narapidana (yang salah satunya hak mendapatkan remisi) bagi narapidana tertentu (salah satunya narapidana korupsi). E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Berdasarkan judul dan rumusan masalah penelitian ini termasuk penelitian deskriptif, penelitian deskriptif biasanya mempunyai dua tujuan yang pertama adalah untuk mengetahui perkembangan sarana fisik tertentu atau frekuensi terjadinya suatu aspek fenomena sosial tertentu. hasilnya dicantumkan dalam tabel-tabel frekuensi. Yang kedua adalah untuk mendeskriptifkan secara terinci fenomena sosial tertentu, umpamanya interaksi sosial, sistem kekerabatan dan lain-lain. 10 2. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis sosiologis yaitu untuk mengevaluasi keterkaitan aspek-aspek empiris atau normatif. ataukah mempelajari/meneliti keduanya (perpaduan antara yuridis normatif dengan yuridis sosiologis. 11 Yuridis disini maksudnya adalah dengan melihat aspek-aspek hukum berdasarkan peraturan perundangundangan tentang pemasyarakatan. Sedangkan yang dimaksud dengan 10 Soleman B.Taneko, 1993, Pokok-pokok Studi Hukum Dalam Masyarakat, Jakarta: RajaGrafindo Persada, hal.108. 11 Muslan Abdurrahman, 2009, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, Malang: UMM-Press, hal.94.

11 sosiologis adalah penelitian ini berdasarkan pada kenyataan dan realita sosial yang ada dalam masyarakat. 3. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang penulis pilih adalah di lembaga pemasyarakatan wanita kelas II A Semarang yang diharapkan dapat mempermudah dalam mencari data sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan tepat waktu. 4. Sumber data Untuk memperoleh data-data yang terkait dengan obyek penelitian maka penulis menggunakan sumber data melalui: a. Penelitian kepustakaan yaitu dengan mengumpulkan dan memeriksa atau menelusuri dokumen-dokumen atau kepustakaan yang dapat memberikan informasi atau keterangan yang dibutuhkan oleh peneliti. 12 1) Bahan hukum primer yaitu data yang diperoleh langsung dari Lembaga Pemasyarakatan kelas IIA Semarang serta dari Peraturan Perundang-undangan khusus yang mengatur tentang Pemasyarakatan yaitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Keputusan Presiden RI Nomor 174 Tahun 1999 tentang Remisi, Keputusan Menteri Hukum dan Perundangundangan RI Nomor: M.09.HN.02.01 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden RI Nomor 174 Tahun 1999 12 M.Syamsudin, 2007, Operasionalisasi Penelitian Hukum, Jakarta: RajaGrafindo Persada, hal.101.

12 tentang remisi, Keputusan Menteri Hukum dan HAM, dan peraturan perundang-undangan lain yang mengatur tentang pemasyarakatan. 2) Bahan hukum sekunder yaitu berupa bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer yang berupa buku-buku, literatur tentang penelitian, hasil penelitian, karya ilmiah, jurnal, dan sebagainya. b. Penelitian lapangan yaitu penelitian yang dilaksanakan secara terjun langsung ke lapangan dan cara yang digunakan oleh peneliti adalah dengan wawancara langsung ke lembaga pemasyarakan wanita kelas II A Semarang. 5. Metode Pengumpulan Data Sehubungan dengan jenis penelitian adalah penelitian yuridis empiris maka untuk memperoleh data-data tersebut di atas, maka digunakan: a. Teknik wawancara tertulis, yaitu pengumpulan data dengan jalan melakukan wawancara dengan narasumber melalui pengajuan daftar pertanyaan untuk memperoleh data-data primer. 13 Dalam wawancara ini penulis melakukan wawancara kepada pihak-pihak yang berhubungan dengan permasalahan yang akan di bahas dalam skripsi ini, dalam lingkup Lembaga Pemasyarakatan yang secara langsung menangani para narapidana dalam menjalani hukuman, 13 S Nasution, 2001, Metode Research (Penelitian Hukum), Jakarta: Bina Aksara, hal.113.

13 lingkup narapidana sendiri sebagai objek utama dalam skripsi ini, dan masyarakat yang menjadi tempat para narapidana kembali setelah selesai menjalani hukuman sebagai tambahan data. Pertanyaan dari penulis juga menyangkut dengan perumusan masalah yang telah disebutkan di atas. b. Teknik studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data dengan jalan membaca dan mengkaji buku-buku dan bahan-bahan lainnya yang terkait dengan peran Lembaga Pemasyarakatan terkait dengan pembinaan para narapidana. 6. Penyajian dan Analisis Data Pada tahap ini analisis data yang dilakukan adalah analisis data kualitatif, yaitu tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif karena untuk pengembangan konsep, kategori dan deskripsi adalah atas dasar kejadian (incidence) ketika peneliti memperoleh sewaktu berada di lapangan, maka antara pengumpulan data dan analisis data tidak menjadi suatu kegiatan yang terpisahkan dan berproses secara simultan serta berbentuk siklus. 14 Tahapan selanjutnya, menarik kesimpulan dari data yang ada dengan kenyataan empirik yang ada dilapangan yaitu hasil data yang diteliti pada Lembaga Pemasyarakatan wanita kelas II A di Semarang, masyarakat tempat narapidana kembali setelah selesai menjalani hukuman 14 Sabian Utsman, 2009, Dasar-dasar Sosiologi Hukum, Cet 1, Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR, hal.387.

14 F. Sistematika Skripsi Untuk mendapatkan gambaran jelas mengenai keseluruhan isi penulisan hukum ini, dapat dibagi 4 (empat) bab dengan sistematika sebagai berikut: BAB I: PENDAHULUAN Terdiri dari Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Kerangka Pemikiran, Metode Penelitian, Sistematika Pemikiran. BAB II: TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Tinjauan pustaka ini berisikan uraian dasar teori dari skripsi ini yang meliputi Tinjauan umum tentang remisi, Tinjauan umum tentang narapidana, dan Tinjauan umum tentang penegakan hukum. BAB III: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini, penulis akan menguraikan dan membahas mengenai Tinjauan tentang remisi, Landasan filosofis pemberian remisi terhadap narapidana, Dasar hukum pemberian remisi dan syarat-syarat mendapatkan remisi, pelaksanaan pemberian remisi di lembaga pemasyarakatan, dan dampak pemberian remisi.. BAB IV: PENUTUP. Terdiri dari Kesimpulan dan Saran.