SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS KAPASITAS TERMINAL PETI KEMAS PELABUHAN BOOM BARU PALEMBANG

ANALISIS KINERJA PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA

ANALISIS KAPASITAS TERMINAL PETI KEMAS PELABUHAN PONTIANAK

ANALISIS KINERJA PELAYANAN OPERASIONAL PETI KEMAS DI PELABUHAN PANGKALBALAM KOTA PANGKALPINANG

ANALISA PENGEMBANGAN PANJANG DERMAGA DAN KAPASITAS TERMINAL PETI KEMAS (TPK) PELABUHAN TELUK BAYUR

DAFTAR ISTILAH. Kapal peti kemas (containership) : kapal yang khusus digunakan untuk mengangkut peti kemas yang standar.

ANALISIS KINERJA OPERASIONAL BONGKAR MUAT PETI KEMAS PELABUHAN TANJUNG EMAS SEMARANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sistem yang saling berkaitan dan mempengaruhi, yaitu (Salim, A. A., 1993) :

Ringkasan : ANALISIS KINERJA TERMINAL PETIKEMAS DI PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA (Studi Kasus Di PT.Terminal Petikemas Surabaya) Oleh : SUPRIYONO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan jasa angkutan laut semakin lama semakin meningkat, baik

RANCANGAN OPERASIONAL TERMINAL PETI KEMAS IA KALIBARU. Operational Design of New Priok Port s Container Terminal IA

I-1 BAB I PENDAHULUAN

ANALISIS KINERJA DAN KAPASITAS PELAYANAN TERMINAL PETI KEMAS SEMARANG Mochamad Nadjib. Abstract

ANALISA WAKTU BONGKAR MUAT KAPAL PETI KEMAS PADA TERMINAL III PELABUHAN TANJUNG PRIOK JAKARTA

PENDAHULUAN Latar Belakang

ALBACORE ISSN Volume I, No 3, Oktober 2017 Diterima: 18 Agustus 2017 Hal Disetujui: 21 September 2017

PERENCANAAN LAYOUT TERMINAL PETI KEMAS KALIBARU

BAB I PENDAHULUAN. besar dengan biaya rendah merupakan keungggulannya. selayaknya memiliki keunggulan di sektor maritim. Salah satu bagian penting

BAB I PENDAHULUAN. terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persilangan rute perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laju pertumbuhan ekonomi di beberapa propinsi di Indonesia menunjukkan

STUDI PELAYANAN PELABUHAN BATU AMPAR BATAM Errina Cintia, Pengkuh Budi Purwanto, Slamet Hargono *), Salamun *)

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. diprediksi kebutuhan Lapangan penumpukan Peti Kemas pada tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja (manusia) yang diatur dalam urutan fungsi-fungsinya, agar efektif dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

RAPAT KERJA PENYUSUNAN RKAP TAHUN BUKU 2017 CABANG TERMINAL PETIKEMAS DOMESTIK BELAWAN

TUGAS AKHIR TINJAUAN TURN ROUND TIME STUDI KASUS : UNIT TERMINAL PETIKEMAS I PELABUHAN TANJUNG PRIOK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gelombang, yang dilengkapi dengan fasilitas terminal laut meliputi dermaga

PERENCANAAN PENGEMBANGAN PELABUHAN LAUT SERUI DI KOTA SERUI PAPUA

Evaluasi Kinerja Operasional Pelabuhan Manado

Arif Mulyasyah NRP Dosen Pembimbing Ir. Sudiyono Kromodihardjo Msc. PhD

Deskipsi (S. Imam Wahyudi & Gata Dian A.) Menjelaskan tentang fasilitas Pelabuhan di darat meliputi : fasilitas-fasilitas darat yang berada di

SIMULASI SISTEM PENANGANAN DI LAPANGAN PENUMPUKAN PETI KEMAS

EVALUASI SISTEM OPERASI DRY PORT GEDEBAGE

B A B I V P E N G U M P U L A N D A T A

OPTIMASI KINERJA TERMINAL PETI KEMAS KOJA MELALUI PENGADAAN TRANSFER POINT DAN PENGATURAN ALUR HEADTRUCK CHASSIS

BAB 1 BAB 1 PENDAHULUAN

MEMPELAJARI PERAWATAN PERALATAN YANG DIGUNAKAN DALAM PROSES BONGKAR MUAT PADA TERMINAL PETIKEMAS KOJA TANJUNG PRIOK

BAB I PENDAHULUAN. Terminal Peti Kemas (TPK) Koja merupakan salah satu pelabuhan yang memberikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana kapal dapat bertambat untuk bongkar muat barang, kran-kran untuk bongkar

KAJIAN PENGEMBANGAN TERMINAL PETI KEMAS PELABUHAN PONTIANAK

Gambar 1.1 Terminal Peti Kemas (Steenken, 2004)

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dari analisa tersebut

Memprediksi Kebutuhan Alat Bongkar Muat dan Truk Melalui Metode Simulasi (Studi Kasus : Terminal Peti Kemas Semarang)

PENILAIAN KAPASITAS TERMINAL PETI KEMAS PELABUHAN TELUK BAYUR CAPACITY ASSESMENT OF CONTAINER TERMINAL AT TELUK BAYUR PORT

BAB I PENDAHULUAN. Troughput. Gambar 1.1. Troughput di TPKS (TPKS,2013)

6 PORT PERFORMANCE INDICATORS PELABUHAN TANJUNG PRIOK DAN PELABUHAN SINGAPURA

PENGEMBANGAN MODEL PRODUKTIVITAS KEGIATAN BONGKAR MUAT PETI KEMAS (Studi Kasus Pelabuhan Peti Kemas Balikpapan)

2 METODOLOGI PENELITIAN

ANALISA KAPASITAS OPTIMAL LAPANGAN PENUMPUKAN PETIKEMAS PELABUHAN SAMARINDA BERDASAR OPERATOR DAN PENGGUNA PELABUHAN

MEMPELAJARI PERENCANAAN BANYAKNYA BONGKAR MUAT PETIKEMAS BERJENIS DRY (FULL DAN HIGH CUBE) DAN OVER DIMENTION PADA TERMINAL PETIKEMAS KOJA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PERENCANAAN LAYOUT DAN TIPE DERMAGA PELABUHAN PETI KEMAS TANJUNG SAUH, BATAM

ANALISIS TINGKAT PELAYANAN DERMAGA PELABUHAN SORONG

LAMPIRAN A: SPESIFIKASI TEKNIS SEKTOR PELABUHAN

RAPAT KERJA PENYUSUNAN RKAP TAHUN BUKU 2017 CABANG SIBOLGA

PERMASALAHAN PADA PELABUHAN TANJUNG PRIOK Oleh : Tulus Hutagalung

KEPUTUSAN DIREKSI (Persero) PELABUHAN INDONESIA II NOMOR HK.56/2/25/PI.II-02 TANGGAL 28 JUNI 2002

Rapat Kerja Penyusunan RKAP 2018 TERMINAL PETIKEMAS DOMESTIK BELAWAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. daratan dan perairan disekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat

Pesawat Polonia

Henriette Dorothy Titaley 1

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan tumbuh pesatnya persaingan pada industri jasa kepelabuhanan.

3 Jasa Pemanduan a Tarif Tetap 40, per kapal per gerakan b Tarif Variabel per GT kapal per gerakan

Pelabuhan Tanjung Priok

ANALISIS HUBUNGAN FASILITAS DAN PERALATAN PELABUHAN DENGAN DAYA LALU (THROUGHPUT), STUDI KASUS: PELABUHAN TANJUNG PERAK, SURABAYA.

5 PERMASALAHAN UTAMA PELABUHAN TANJUNG PRIOK

REPUBLIK INDONESIA BADAN PUSAT STATISTIK SURVEI DWELLING TIME 2016

BAB I 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

EVALUASI KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN BITUNG

BAB V PENUTUP. Pelabuhan L. Say Maumere, merupakan simpul utama perekonomian dan

ANALISA KAPASITAS OPTIMAL LAPANGAN PENUMPUKAN TERMINAL PETIKEMAS MAKASSAR BERDASAR OPERATOR DAN PENGGUNA PELABUHAN

Fasilitas wilayah tertentu di daratan yang berfungsi sebagai pelabuhan

ANALISA KINERJA FASILITAS PELABUHAN AMAHAI DALAM RANGKA MEMENUHI KEBUTUHAN KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) PULAU SERAM

ANALISA PENENTUAN WAKTU BAKU UNTUK MEMPERSINGKAT PROSES PELAYANAN BONGKAR MUAT DI PELABUHAN TRISAKTI BANJARMASIN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Triatmodjo (1996) pelabuhan (port) adalah daerah perairan

STUDI PENGURANGAN DWELLING TIME PETIKEMAS IMPOR DENGAN PENDEKATAN SIMULASI (STUDI KASUS : TERMINAL PETIKEMAS SURABAYA)

Optimasi Pelabuhan di Perairan Cirebon sebagai Alternatif Pengganti Pelabuhan Cilamaya

PRESENTASI TUGAS AKHIR EVALUASI LOKASI PENGEMBANGAN PELABUHAN TANJUNG PERAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kinerja. Pengemudi Angkutan Mikrolet (Studi Kasus di JL. Urip Sumohardjo

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisis Dampak Pengerukan Alur Pelayaran pada Daya Saing Pelabuhan. Studi Kasus : Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya

Model Optimisasi Tata Letak Pelabuhan Curah Kering dengan Pendekatan Simulasi Diskrit: Studi Kasus Pelabuhan Khusus PT Petrokimia Gresik

2 Program Studi Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganeca 10 Bandung

BAB 1 RENCANA PENGEMBANGAN PELABUHAN

BAB I PENDAHULUAN. akan menempatkan eksploitasi laut sebagai primadona industri, baik dari segi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

OPTIMASI JUMLAH KEBUTUHAN FASILITAS DAN AREA LAPANGAN PENUMPUKAN TERMINAL PETI KEMAS KALIBARU (NEW TANJUNG PRIOK)

BAB II GAMBARAN UMUM PT. TERMINAL PETIKEMAS SURABAYA. 2.1 Sejarah Singkat PT. Terminal Petikemas Surabaya

MODEL PENENTUAN UKURAN KAPAL OPTIMUM KORIDOR PENDULUM NUSANTARA

Transkripsi:

SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011 ANALISIS KAPASITAS PELAYANAN TERMINAL PETI KEMAS SEMARANG Bambang Triatmodjo 1 1 Dosen Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan FT UGM Email: bambangt@tsipil.ugm.ac.id ABSTRAK Terminal Peti Kemas Semarang (TPKS) berdiri sejak 1 Juli 2001. TPKS dilengkapi beberapa fasilitas yaitu dermaga dengan panjang 345 m yang terdiri dari dua tambatan, lapangan penumpukan dengan luas 7,77 ha dan kapasitas 194.250 TEUs/tahun. TPKS beroperasi selama 355 hari/tahun dengan jam kerja 24 jam/hari dan terdapat dua gang pekerja. Pertumbuhan arus kapal dan peti kemas dari tahun ke tahun selalu meningkat, yaitu pada tahun 1995 ketika pelayanan peti kemas masih bergabung dengan Pelabuhan Tanjung Mas sebanyak 293 kapal dan 103.849 TEUs menjadi 601 kapal dan 373.644 TEUs pada tahun 2008. Kapasitas pelayanan juga meningkat dari 9 box/jam pada tahun 1995 menjadi 24 box/jam pada tahun 2008. Perlu dievaluasi kapasitas TPKS untuk bisa melayani pertumbuhan arus kapal dan peti kemas pada tahun-tahun mendatang. Studi dilakukan dengan menganalisis kinerja pelabuhan yang ditunjukkan oleh Berth Occupancy Ratio (BOR) atau tingkat pemakaian dermaga, berdasar data arus kunjungan kapal dan arus peti kemas serta kinerja pelabuhan. Indikator kinerja pelabuhan digunakan untuk mengukur sejauh mana fasilitas dermaga dan sarana penunjang dimanfaatkan secara intensif. Hitungan dilakukan dengan memperkirakan arus kapal dan peti kemas serta kinerja pelabuhan untuk tahun-tahun yang akan datang, yaitu pada tahun 2015, 2020 dan 2025. Hasil analisis menunjukkan bahwa sampai tahun 2020, nilai BOR masih di bawah 50% seperti yang disarankan UNCTAD; yang berarti bahwa penggunaan dermaga masih layak. Namun pada tahun 2025 nilai BOR sudah melebihi nilai 50%, yang berarti penggunaan dermaga sudah cukup padat. Dimungkinkan kapal harus menunggu untuk merapat ke dermaga dalam melakukan bongkar muat. Untuk mengurangi kepadatan tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan produktifitas bongkar muat dari 24 TEUs/jam ke tingkat yang lebih tinggi. Kata Kunci; Kapal, Peti Kemas, Kinerja Pelabuhan, BOR 1. PENDAHULUAN Pengiriman barang dengan menggunakan peti kemas (container) telah banyak dilakukan, dan volumenya terus meningkat dari tahun ke tahun. Beberapa pelabuhan terkemuka telah mempunyai fasilitas-fasilitas pendukungnya yang berupa terminal peti kemas seperti Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Emas, Tanjung Perak, Belawan dan Makasar. Terminal Peti Kemas Semarang (TPKS) merupakan pengembangan dari unit terminal peti kemas dari Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. Sejak tanggal 1 Juli 2001 TPKS ditetapkan menjadi unit bisnis tersendiri yang terpisah dari manajemen Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. TPKS berfungsi sebagai pintu gerbang utama perekonomian Jawa Tengah dan DIY dalam moda transportasi laut. Fasilitas dan data pelayanan TPKS diberikan berikut ini. 1. Dermaga 3. Produktifitas Panjang (L) : 345 m Hari kerja : 355 hari Jumlah tambatan (n) : 2 Jam kerja : 24 jam/hari 2. Lapangan penumpukan Jumlah gang kerja : 2 gang Luas : 7,77 ha Kapasitas : 194.250 TEUs/tahun 4. Peralatan a. Quai gantry crane b. Rubber Tired Gantry (RTG) Jumlah Gantry crane (GC) : 4 unit Jumlah RTG : 8 unit Kecepatan pelayanan : 24 box/jam/gc Kecepatan : 7 box/jam/rtg Waktu kerja : 7200 jam/tahun Waktu kerja :7.200 jam/tahun

Data kapal yang datang di TPK Semarang diberikan dalam Tabel 1. Tabel 2 adalah arus kapal, arus peti kemas dan kapasitas bongkar muat di TPKS, yang nilainya selalu meningkat dari tahun ke tahun. Gambar 1 menunjukkan dermaga dan lapangan penumpukan peti kemas di TPKS. Tabel 1. Kapal yang berlabuh di TPKS Panjang Kapal (m) Jumlah Kapal (unit) Persentase (%) 50-75 1 2.6 75-100 5 13.2 100-125 12 31.6 125-150 7 18.4 150-175 9 23.7 175-200 4 10.3 Tabel 2. Arus kapal, arus peti kemas dan kapasitas bongkar muat di TPKS Arus Kapal Arus PK Kapasitas B/M Arus Kapal Arus PK Kapasitas B/M (unit) (TEUs) (box/jam) (TEUs/j) (unit) (TEUs) (box/jam) (TEUs/j) [1] [2] [3] [4] [5] [1] [2] [3] [4] [5] 1995 293 103,849 9 15 2002 792 315,071 18 31 1996 344 126,421 10 17 2003 695 323,398 20 33 1997 382 158,026 11 19 2004 676 355,009 21 35 1998 465 212,766 14 24 2005 727 353,675 22 37 1999 692 248,496 14 24 2006 750 370,108 23 38 2000 798 266,753 16 27 2007 701 385,095 23 40 2001 826 272,611 17 29 2008 601 373,644 24 41 Container yard Apron Gambar 1. Terminal Peti Kemas Semarang 2. KINERJA PELABUHAN Kinerja pelabuhan dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pelayanan pelabuhan, yang tergantung pada waktu pelayanan kapal selama berada di pelabuhan. Kinerja pelabuhan yang tinggi menunjukkan bahwa pelabuhan dapat memberikan pelayanan yang baik. a. Berth Occupancy Ratio (BOR) Kinerja pelabuhan ditunjukkan oleh Berth Occupancy Ratio (BOR) atau tingkat pemakaian dermaga, yaitu perbandingan antara jumlah waktu dermaga terpakai dan jumlah waktu yang tersedia selama satu periode yang dinyatakan dalam persen. Indikator kinerja pelabuhan digunakan untuk mengukur sejauh mana fasilitas dermaga dan sarana penunjang dimanfaatkan secara intensif. BOR dapat dihitung dengan persamaan berikut ini. Vs St BOR 100 % (1) Waktu Efektif n dengan BOR : Berth Occupancy Ratio (%), Vs : jumlah kapal yang dilayani (unit/tahun), St : service time (jam/hari), n : jumlah tambatan dan Waktu Efektif : jumlah hari dalam satu tahun.

Service time adalah waktu pelayanan kapal di tambatan, yang terdiri dari operating time (waktu efektif untuk bongkar muat barang) dan not operating time. Operating time tergantung pada produktifitas peralatan bongkar muat. Produktifitas tergantung pada jenis alat bongkar muat dan ketrampilan operator, yang berbeda antara pelabuhan yang satu dengan yang lain. Not operating time adalah waktu tidak produktif karena operator istirahat, pengurusan administrasi, menunggu buruh serta waktu menunggu untuk lepas tambat kapal. Pada terminal peti kemas, bongkar muat barang dilakukan dengan quai gantry crane yang produktifitasnya sangat bervariasi pada pelabuhan yang berbeda. Survai yang telah dilakukan pada 671 gantry crane di pelabuhan di seluruh dunia memberikan hasil berikut (Thoresen, CA., 2003) : a. Kurang dari 20 peti kemas/jam : 12% b. 21-25 peti kemas/jam : 39% c. 26-30 peti kemas/jam : 33% d. 31-35 peti kemas/jam : 14% e. lebih dari 35 peti kemas/jam : 1% Semakin tinggi produktifitas peralatan dan semakin singkat not operating time, semakin tinggi tingkat pemakaian dermaga (BOR). Pada terminal peti kemas yang beroperasi selama 24 jam perhari, not operating time biasanya bervariasi antara 5 dan 20% dari service time (Thoresen, CA., 2003). UNCTAD (United Nation Conference on Trade and Development) merekomendasikan agar tingkat pemakaian dermaga tidak melebihi nilai yang diberikan dalam Tabel 3. b. Berth Throughput Tabel 3. Nilai BOR yang disarankan Jumlah tambatan BOR yang dalam group disarankan (%) 1 40 2 50 3 55 4 60 5 65 6-10 70 Berth throughput (BTP) adalah kemampuan dermaga untuk melewatkan jumlah barang yang dibongkar-muat di tambatan. BTP dapat dihitung dengan persamaan berikut ini. H BOR J G P BTP (2 ) L 1 L 1 L oa 10% L oa (3 ) dengan BTP : berth throughput (m 3, ton, box atau TEUs/m/tahun), H : jumlah hari kerja dalam satu tahun (hari), BOR : berth occupancy ratio (%), J : jam kerja per hari, G : jumlah gang dalam satu waktu, P : produktifitas B/M (m 3, ton, box atau TEUs/jam), L 1 : panjang dermaga untuk satu kapal (berth), dan L oa : panjang kapal (m). c. Kapasitas terpasang Kapasitas terpasang dermaga adalah kemampuan dermaga untuk dapat menerima arus bongkar muat peti kemas, yang diberikan oleh Persamaan (4). K D L BTP f (4) dengan K D : kapasitas dermaga (TEUs, ton, m 3, box), L : panjang dermaga (m), BTP : berth through put (TEUs, ton, m 3, box/m/thn), dan f : faktor konversi (untuk mengubah satuan box ke TEUs, yaitu 1 box = 1,7 TEUs). d. Panjang Dermaga Dalam perencanaan pengembangan pelabuhan, data arus kedatangan kapal dan arus peti kemas dapat digunakan untuk menentukan panjang dermaga. Data tersebut dapat diperoleh dari pencatatan tahun-tahun sebelumnya. Panjang dermaga berdasar arus peti kemas dihitung dengan Persamaan (5), dengan BTP dihitung dari Persamaan (2):

Arus B / M Peti kemas L (5) BTP Jumlah tambatan dan panjang dermaga juga dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (1), yang didasarkan pada arus kunjungan kapal dan service time serta BOR. Persamaan tersebut dapat ditulis dalam bentuk berikut ini. Vs St n (6) Waktu Efektif BOR L n L1 10 % L (7) oa L 1 L oa 10% L oa dengan n : jumlah tambatan, L : panjang dermaga yang terdiri dari n tambatan. e. Kinerja peralatan penangan peti kemas Bongkar muat di terminal peti kemas membutuhkan peralatan seperti quai gantry crane (GC), rubber tyred gantry crane (RTG) atau transteiner, straddle carrier, head truck dan chassis, top loader, fork lift, side loader. Kapasitas terpasang peralatan tergantung pada jumlah alat, kecepatan pelayanan, dan jam kerja. 1) Quai gantry crane (GC) Variabel yang berpengaruh di dalam menentukan kapasitas quai gantry crane (GC) adalah : a) Jumlah quai gantry crane : n 1 unit b) Kecepatan pelayanan : V 1 box/gc/jam c) Waktu kerja dalam satu tahun : t 1 jam Dari variabel di atas dapat dihitung throughput alat : a) Throughput capacity GC : Tc GC = V 1 t 1 box/gc/jam b) Kapasitas terpasang : K TGC = Tc GC n 1 box/tahun 2) Rubber tyred gantry crane (RTG) Variabel yang berpengaruh di dalam menentukan kapasitas Rubber tyred gantry crane (RTG) adalah : a) Jumlah RTG : n 2 unit b) Kecepatan pelayanan : V 2 box/gc/jam c) Waktu kerja dalam satu tahun : t 2 jam Dari variabel di atas dapat dihitung throughput alat : 1) Throughput capacity RTG : Tc RTG = V 2 t 2 box/rtg/jam b) Kapasitas terpasang : K TRTG = Tc RTG n 2 box/tahun 3. LAPANGAN PENUMPUKAN PETI KEMAS (CONTAINER YARD) Lapangan penumpukan digunakan untuk menempatkan peti kemas yang akan di muat ke kapal atau setelah dibongkar dari kapal, baik yang berisi muatan ataupun peti kemas kosong. Luas lapangan penumpukan peti kemas dapat dihitung dengan persamaan berikut : T D ATEU A (8) 365 (1 BS) dengan A : luas lapangan penumpukan peti kemas yang diperlukan (m 2 ), T : arus peti kemas per tahun (box, TEUs), D : dwelling time atau jumlah hari rerata peti kemas tersimpan di lapangan penumpukan, A TEU : luasan yang diperlukan untuk satu TEU yang tergantung pada sistem penangan peti kemas dan jumlah tumpukan peti kemas di lapangan penumpukan, seperti diberikan dalam Tabel 4, B : broken stwage yaitu luasan yang hilang karena adanya jalan atau jarak antara peti kemas di lapangan penumpukan, yang tergantung pada system penanganan peti kemas, nilainya sekitar 25-50 %.

Peralatan dan Metode Penanganan Tabel 4. Luasan diperlukan per TEU Tinggi/Jumlah Penumpukan Peti Kemas Luasan Diperlukan per TEU PK 20 feet A TEU (m 2 /TEU) PK 40 feet Trailer 1 60 45 Truk fork lift 1 60 80 2 30 40 3 20 27 Straddle carrier 1 30 Rubber Tyred Gantry Crane/ transtainer 2 15 3 10 2 15 3 10 4 7,5 4. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN a. Nilai BOR Berdasarkan data fasilitas pelabuhan dan arus kapal serta arus peti kemas, dilakukan analisis dengan menggunakan teori dan persamaan yang telah diberikan di atas. BOR dihitung dengan menggunakan Persamaan 1 dan hitungan dilakukan dengan menggunakan Tabel 5. Dalam tabel tersebut, kolom [2] dan [3] adalah data kunjungan kapal dan arus peti kemas dari tahun 1995 sampai 2008. Kolom [4] adalah kapasitas kapal rerata, yang merupakan data arus kapal [3] dibagi dengan kunjungan kapal [2]. Kolom [5] dan [6] adalah kapasitas bongkar muat satu kelompok pekerja (gang) dan peralatannya (gantry crane), dalam satuan box/jam dan TEUs/jam. Peti kemas di TPKS berukuran panjang 40 feet, yang berarti bahwa 1 box sama dengan 1,7 TEUs. Service time dihitung dengan anggapan bahwa not operating time adalah 20% dari waktu efektif bongkar muat, sehingga: St ( Kapasitas Kapasitas kapal Bongkar Muat [4] (1 0,20) [6]) ( Jumlah Gang) Tabel 5. Hitungan service time dan BOR Arus Kapal Arus PK TEUs/ Kapasitas Service Time BOR (unit) (TEUs) Kapal (box/jam) (TEUs/j) (jam) (%) [1] [2] [3] [4]=[3]/[2] [5] [6] [7]=[4]/([6]*G )*(1+0.2) [8] 1995 293 103,849 354 9 15 14 23.9 1996 344 126,421 368 10 17 13 26.2 1997 382 158,026 414 11 19 13 29.8 1998 465 212,766 458 14 24 12 31.5 1999 692 248,496 359 14 24 9 36.8 2000 798 266,753 334 16 27 7 34.5 2001 826 272,611 330 17 29 7 32.8 2002 792 315,071 398 18 31 8 35.4 2003 695 323,398 465 20 33 8 34.3 2004 676 355,009 525 21 35 9 35.7 2005 727 353,675 486 22 37 8 33.9 2006 750 370,108 493 23 38 8 34.0 2007 701 385,095 549 23 40 8 34.1 2008 601 373,644 622 24 41 9 32.2 Catatan : 1 box = 1,7 TEUs Dalam Tabel 5 kolom [8], terlihat bahwa BOR pada tahun 1995 adalah 23,9 % yang lebih rendah daripada nilai yang diberikan UNCTAD yaitu 50%. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun tersebut kesibukan di TPKS belum begitu tinggi. Sampai dengan tahun 2008 nilai BOR masih lebih rendah dari 50%, yang berarti bahwa TPKS masih

mampu melayani arus kapal dan barang dengan baik. Kunjungan kapal dan arus peti kemas terus meningkat, yang diimbangi dengan peningkatan kapasitas bongkar muat peti kemas. b. Kapasitas Dermaga Daya lalu (berth throughput, BTP) Terminal Peti Kemas Semarang (TPKS) pada kondisi eksisting sudah berjalan dapat dihitung berdasar data bongkar muat barang dari tahun 1995 sampai 2008. Hitungan dilakukan dengan menggunakan Tabel 6. Dalam tabel tersebut kolom [3] adalah data arus peti kemas di TPKS dari tahun 1995 sampai 2008; yang untuk tahun 1995 adalah 103.849 TEUs. BTP terpasang, yaitu kemampuan dermaga melewatkan arus peti kemas, dihitung dengan menggunakan Persamaan (2). Nilai BOR mengacu pada nilai yang diberikan UNCTAD yaitu sebesar 50%, dan L oa adalah panjang kapal rerata yang dihitung dengan menggunakan data pada Tabel 1 yaitu L oa =145 m. Panjang L 1 dihitung dengan Persamaan (3). BTP terpasang dihitung pada kolom [7]. Kapasitas dermaga diberikan dalam kolom [8]. Terlihat bahwa kapasitas terpasang dermaga masih lebih besar dari arus peti kemas yang melalui dermaga. Pada tahun 2008 arus peti kemas adalah 373.644 TEUs/tahun sementara kapasitas dermaga adalah 753.221 TEUs/tahun. Kondisi ini juga ditunjukkan Tabel 5, di mana nilai BOR pada tahun 2008 adalah sebesar 32,2% yang lebih kecil dari nilai yang diberikan oleh UNCTAD. Hal ini menunjukkan bahwa sampai tahun 2008, dermaga TPKS masih mampu melayani arus kapal dan arus peti kemas di TPKS. Tabel 6. Hitungan BTP Arus PK (TEUs/th) TEUs/th Daya Lalu (BTP) TEUs/ tambatn/th TEUs/ m/th Kapasitas B/M (TEUs/j) BTP Terpasang (TEUs/m/th) Kapasitas Dermaga (TEUs/th) [1] [2] [3] [4]=[2]/n [5]=[2]/L [6] [7] [8] 1995 103,849 103,849 51,925 301 15.00 799 275,569 1996 126,421 126,421 63,211 366 17.00 905 312,311 1997 158,026 158,026 79,013 458 19.00 1,012 349,054 1998 212,766 212,766 106,383 617 24.00 1,278 440,910 1999 248,496 248,496 124,248 720 24.00 1,278 440,910 2000 266,753 266,753 133,377 773 27.00 1,438 496,024 2001 272,611 272,611 136,306 790 29.00 1,544 532,766 2002 315,071 315,071 157,536 913 31.00 1,651 569,509 2003 323,398 323,398 161,699 937 33.00 1,757 606,251 2004 355,009 355,009 177,505 1,029 35.00 1,864 642,994 2005 353,675 353,675 176,838 1,025 37.00 1,970 679,736 2006 370,108 370,108 185,054 1,073 38.00 2,024 698,108 2007 385,095 385,095 192,548 1,116 40.00 2,130 734,850 2008 373,644 373,644 186,822 1,083 41.00 2,183 753,221 c. Kapasitas peralatan Jumlah Quai Gantry crane (GC) adalah 4 unit dengan kapasitas 24 box/jam/gc dan waktu kerja adalah 7200 jam/tahun, sehingga kapasitas terpasang GC adalah Tc 4 GC = 4 x 24 x 7200 x 1,7 =1,175,040 TEUs/tahun. Jumlah rubber tired gantry crane (RTG) adalah 8 unit dengan kapasitas 7 box/jam/rtg dan waktu kerja adalah 7200 jam/tahun, sehingga kapasitas RTG adalah Tc 8 RTG = 8 x 7 x 7200 x 1,7 = 685.440 TEUs/tahun. Hitungan kapasitas peralatan menunjukkan bahwa jumlah GC (4 unit) dan RTG (8 unit) masih mencukupi untuk melayani peti kemas sebanyak 373.644 TEUs pada tahun 2008. d. Lapangan penumpukan peti kemas (container yard) Luas lapangan penumpukan dihitung dengan Persamaan (8). Data arus peti kemas di TPKS pada tahun 2008 adalah T=373.644 TEUs, dwelling time D=7 hari, untuk peti kemas yang ditumpuk dalam 2 susun dan menggunakan RTG maka A TEU = 15 m 2 /TEU, dan nilai BS=25%, sehingga :

T D ATEU 373.644 7 15 A 143.316m 2 14, 33ha 365(1 BS) 365 (1 0,25) Jadi luas lapangan penumpukan yang ada saat ini seluas 7,77 ha tidak mencukupi kebutuhan tahun 2008 sebesar 14,33 ha. Supaya luas lapangan penumpukan mampu menampung peti kemas, maka susunan peti kemas dilakukan dalam 4 tumpukan di mana untuk 1 TEU diperlukan luasan 7,5 m 2, dan hasilnya adalah : 373.644 7 7,5 2 A 71.658m 7,17 ha 7, 77ha 365 (1 0,25) e. Prediksi Arus Kapal dan Arus Peti Kemas Kemampuan TPKS pada tahun-tahun yang akan datang dilakukan dengan memperkirakan arus kapal dan arus peti kemas di TPKS pada tahun 2010, 2015, 2020 dan 2025 berdasar data tercatat dari tahun 1995 sampai 2008. Perkiraan dilakukan dengan menggunakan analisis regresi, yang dalam hal ini menggunakan software Excel. Gambar 2 adalah hasil regresi untuk arus kapal dan arus peti kemas, yang mempunyai bentuk persamaan berikut ini. Gambar 2. Regresi arus kapal dan arus peti kemas 0,376 Persamaan arus kapal : y1 302, 51 x, dengan y 1 : arus kapal pada suatu tahun yang diperkirakan, x : tahun ke 1, 2, 3,.... dihitung sejak tahun 1995 (tahun 1995 adalah tahun ke 1). Persamaan arus peti kemas: dengan y 2 : arus peti kemas pada suatu tahun yang diperkirakan. 0,5423 y2 96791 x, Berdasar persamaan tersebut diperkirakan arus kapal dan arus peti kemas untuk beberapa tahun ke depan, seperti diberikan dalam Tabel 7. Dalam tabel tersebut, kolom [1] adalah tahun, kolom [2] adalah tahun ke. 1995 adalah tahun ke 1, yang kemudian dimasukkan ke persamaan di atas untuk x=1. Hasil prediksi arus kapal dan arus peti kemas untuk tahun 2010, 2015, 2020 dan 2025 diberikan dalam kolom [3] dan [4]. Diperkirakan arus kapal akan meningkat dari 858 kapal pada tahun 2010 menjadi 1100 kapal pada tahun 2025. Demikian juga arus peti kemas meningkat dari 435.341 TEUs pada tahun 2010 menjadi 623.161 TEUs pada tahun 2025. Tabel 7. Prediksi arus kapal dan peti kemas dan hitungan BOR. ke ArusKapal Arus PK Kapasitas Produktifts Serv.Time BOR Unit (TEUs) (TEUs/kpl) (TEUs/jam) (jam) (%) [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] 1995 1 293 103,849 354 15 14 23.9...... - - 2008 14 601 373,644 622 41 9 32.2...... - - 2010 16 858 435,341 507 41 7 37.6 2015 21 950 504,515 531 41 8 43.5 2020 26 1,030 566,468 550 41 8 48.9 2025 31 1,100 623,161 566 41 8 53.8

Dalam Tabel 7 ditampilkan pula hitungan BOR pada tahun 2010, 2015, 2020 dan 2025. Pada tahun 2008 produktifitas bongkar muat peti kemas mencapai 41 TEUs/jam. Dianggap bahwa pada tahun-tahun mendatang produktifitas bongkar muat tetap yaitu P=41 TEUs/jam. Kapasitas kapal rerata adalah arus peti kemas dibagi arus kapal. Service time adalah waktu untuk membongkar muatan kapal (kolom [5]) oleh 2 gang pekerja dengan produktifitas bongkar muat sebesar P=41 TEUs/jam. Sampai tahun 2020, nilai BOR masih di bawah 50% seperti yang disarankan UNCTAD; yang berarti bahwa penggunaan dermaga masih layak. Namun pada tahun 2025 nilai BOR sudah melebihi nilai 50%, yang berarti penggunaan dermaga sudah cukup padat. Dimungkinkan kapal harus menunggu untuk merapat ke dermaga dalam melakukan bongkar muat. Untuk mengurangi kepadatan tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan produktifitas bongkar muat dari 24 TEUs/jam ke tingkat yang lebih tinggi. Produktifitas gantry crane di banyak pelabuhan di dunia bisa lebih tinggi dari yang sudah dicapai oleh TPKS. Apabila TPKS bisa meningkatkan produktifitas bongkar muat menjadi 26 box/jam akan diperoleh nilai BOR=49,6% yang lebih rendah dari nilai yang diberikan UNCTAD (50%). Dari survai yang telah dilakukan menunjukkan bahwa 33% gantry crane yang disurvai di banyak pelabuhan di dunia mempunyai produktifitas 26-30 box/jam. Diharapkan TPKS bisa meningkatkan produktifitas bongkar muat sehingga mampu mengantisipasi peningkatan arus kapal dan arus peti kemas pada tahun-tahun mendatang. Apabila produtifitas bongkar muat sudah ditingkatkan, namun nilai BOR masih tinggi, maka usaha lain untuk mengurangi kepadatan arus kapal adalah dengan menambah jumlah dermaga. Jumlah dermaga yang dibutuhkan dapat dihitung dengan Persamaan 1 yang ditulis dalam bentuk berikut : Vs St n Waktu Efektif BOR 5. KESIMPULAN Dari analisis tingkat pelayanan TPKS, dapat disimpulkan bahwa dermaga TPKS masih mampu melayani arus kapal dan peti kemas. Pada tahun 2008 arus peti kemas adalah 373.644 TEUs/tahun sementara kapasitas dermaga adalah 753.221 TEUs/tahun, atau nilai BOR pada tahun 2008 adalah 32,2% yang masih lebih rendah dari nilai yang anjurkan oleh UNCTAD yaitu sebesar 50%. Untuk prediksi tahun sampai tahun 2020 nilai BOR masih di bawah 50%, yaitu pada tahun 2015 dan 2020 berturut-turut adalah 43,55 dan 48,9%. Prediksi tahun 2025 nilai BOR adalah 53,8% yang melebihi nilai maksimum yaitu 50%, yang berarti penggunaan dermaga sudah cukup padat. Dimungkinkan kapal harus menunggu untuk merapat ke dermaga dalam melakukan bongkar muat. Untuk mengurangi kepadatan tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan produktifitas bongkar muat, misalnya dari 24 menjadi 26 box/jam, yang akan diperoleh nilai menjadi BOR=49,6%. Apabila kapasitas bongkar muat sudah ditingkatkan, namun nilai BOR masih melebihi nilai yang disarankan UNCTAD, maka diperlukan penambahan jumlah tambatan dengan memperpanjang dermaga. Peralatan bongkar muat yang tersedia masih mampu melayani arus peti kemas. Kapasitas quay gantry crane adalah 1,175,040 TEUs/tahun sedang rubber tired gantry crane adalah 685.440 TEUs/tahun; sementara arus peti kemas sampai tahun 2025 adalah 623.161 TEUs. Lapangan penumpukan peti kemas (container yard) tidak mampu lagi melayani jumlah peti kemas, dan perlu diperluas. Kebutuhan luas lapangan adalah 14,33 ha sementara yang tersedia hanya 7,77 ha. Luas lapangan penumpukan peti kemas eksisting masih mampu menampung peti kemas apabila penumpukan dilakukan dengan 4 tumpukan. 6. DAFTAR PUSTAKA Bambang Triatmodjo, 1999, Teknik Pantai, Beta Offset, Yogyakarta. Bambang Triatmodjo, 2002, Metode Numerik, Beta Offset, Yogyakarta. Bambang Triatmodjo, 2010, Perencanaan Pelabuhan, Beta Offset, Yogyakarta. Pelabuhan Indonesia III, 2009, 8 Terminal Peti Kemas Semarang-Menjawab Tantangan Global, Semarang. Thoresen, CA., 2003, Port Designer s Handbook: Recommendations and Guidelines, Thomas Telford, London. UNCTAD (United Nation Conference on Trade and Development), Operating and Maintenance Feature of Container Handling Systems.