RESIN POLIESTER TAK JENUH UNTUK IMOBILISASI RESIN BEKAS PENGOLAH SIMULASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR

dokumen-dokumen yang mirip
Resin Poliester Tak Jenuh Untuk Imobilisasi Resin Bekas Pengolahan Simulasi Limbah Radioaktif Cair

PENGOLAHAN LIMBAH PENDUKUNG INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR HASIL SAMPING PENGUJIAN BAHAN BAKAR PASCA IRADIASI DARI INSTALASI RADIOMETALURGI

Yaa ayyatuhan nafsul muthmainnah Irji i ilaa rabbiki raadliyatam mardliyyah Fadkhulii fii ibaadii Fadkhulii jannatii

PENENTUAN WAKTU TUNDA PADA KONDISIONING LIMBAH HASIL PENGUJIAN BAHAN BAKAR PASCA IRADIASI DARI INSTALASI RADIOMETALURGI

PEMADATAN RESIN PENUKAR ION BEKAS YANG MENGANDUNG LIMBAH CAIR TRANSURANIUM SIMULASI DENGAN EPOKSI

IMOBILISASI LIMBAH CAIR TRANSURANIUM SIMULASI DARI INSTALASI RADIOMETALURGI DENGAN POLIMER POLIESTER TAK JENUH

NS., Wahjuni 1 Aisyah 2 Agus Widodo 3

GLASS FRIT DAN POLIMER UNTUK SOLIDIFIKASI LIMBAH CAIR AKTIVITAS RENDAH SKALA INDUSTRI.

TAHANAN JENIS GELAS-LIMBAH DAN KAPASITAS PANAS UNTUK OPERASI MELTER PADA VITRIFIKASI LIMBAH CAIR AKTIVITAS TINGGI

PENGOLAHAN LIMBAH AKTIVITAS TINGGI DENGAN GELAS FOSFAT

SYNOPSIS REAKTOR NUKLIR DAN APLIKASINYA

KARAKTERISTIK LIMBAH HASIL IMOBILISASI DALAM KESELAMATAN PENYIMPANAN.

PENGOLAHAN LIMBAH URANIUM CAIR DENGAN ZEOLIT MURNI DAN H-ZEOLIT SERTA SOLIDIFIKASI DENGAN POLIMER EPOKSI

Waste Acceptance Criteria (Per 26 Feb 2016)

Aneks TAHAPAN-TAHAPAN DASAR PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF Pengelolaan limbah radioaktif yang efektif harus memperhatikan tahapantahapan dasar

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGENALAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN 2012 TENTANG TINGKAT KLIERENS

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF TINGKAT RENDAH DAN TINGKAT SEDANG

BAB I PENDAHULUAN. digunakan di Indonesia dalam berbagai bidang, diantaranya untuk pembangkit

PENYERAPAN URANIUM DENGAN PENGKOMPLEKS Na 2 CO 3 MENGGUNAKAN RESIN AMBERLITE IRA-400 Cl DAN IMOBILISASI DENGAN RESIN EPOKSI

ANALISIS UNSUR Pb, Ni DAN Cu DALAM LARUTAN URANIUM HASIL STRIPPING EFLUEN URANIUM BIDANG BAHAN BAKAR NUKLIR

ANALISIS LIMBAH RADIOAKTIF CAIR DAN SEMI CAIR. Mardini, Ayi Muziyawati, Darmawan Aji Pusat Teknologi Limbah Radioaktif

ALAT ANALISA. Pendahuluan. Alat Analisa di Bidang Kimia

PENGARUH BAHAN PENCAMPUR SEMEN CHORMEN TERHADAP KEKUATAN FISIKA DAN KIMIA BETON LIMBAH

BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

KIMIA. Sesi. Polimer A. PENGELOMPOKAN POLIMER. a. Berdasarkan Asalnya

PENGOLAHAN LIMBAH TRANSURANIUM DARI INSTALASI RADIOMETALURGI DENGAN MEDIA POLIMER SUPER ADSORBEN

TINGKAT PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA-PT) SUB KIMIA FISIK. 16 Mei Waktu : 120menit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisa AAS Pada Bayam. Oleh : IGNATIUS IVAN HARTONO MADHYRA TRI H ANGGA MUHAMMAD K RAHMAT

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DARI INSTALASI RADIOMETALURGI SECARA PENYERAPAN DAN KONDISIONING

Laporan Kimia Analitik KI-3121

PROSES PENYIMPANAN LIMBAH RADIOAKTIF

PE GARUH KO DISI PE YIMPA A DA AIR TA AH TERHADAP LAJU PELI DIHA RADIO UKLIDA DARI HASIL SOLIDIFIKASI

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR YANG MENGANDUNG LOGAM BERAT SENG DAN KROMIUM DENGAN KALSIUM ZEOLIT DAN IMOBILISASINYA DENGAN POLIMER POLIESTER

KARAKTERISTIK HASIL KONDISIONING LIMBAH RADIOAKTIF UNTUK KESELAMATAN PENYIMPANAN CHARACTERISTICS OF CONDISIONED RADIOACTIVE WASTE FOR DISPOSAL SAFETY

BAB II LANDASAN TEORI

TES AWAL II KIMIA DASAR II (KI-112)

PENGARUH RADIASI TERHADAP GELAS LIMBAH HASIL VITRIFIKASI LIMBAH AKTIVITAS TINGGI RADIATION EFFECT ON WASTE GLASS FROM HIGH LEVEL WASTE VITRIFICATION

KIMIA. Sesi POLIMER. A. LOGAM ALKALI a. Keberadaan dan Kelimpahan Logam Alkali. b. Sifat-Sifat Umum Logam Alkali. c. Sifat Keperiodikan Logam Alkali

KARAKTERISTIK HASIL IMOBILISASI LIMBAH RADIOAKTIF P ADA T DARI INSTALASI RADIOMETALURGI

k = A. e -E/RT Secara sistematis hubungan suhu dan laju reaksi dapat ditulis sebagai berikut: v 2 = 2n x v 1 dan t 2 = t 1/ 2 n

4 Hasil dan Pembahasan

KIMIA INTI DAN RADIOKIMIA. Stabilitas Nuklir dan Peluruhan Radioaktif

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Voltametri

4. Hasil dan Pembahasan

ANALISIS UNSUR-UNSUR PENGOTOR DALAM YELLOW CAKE DARI LIMBAH PUPUK FOSFAT SECARA SPEKTROMETRI SERAPAN ATOM

PENGENALAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN)

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

4 Hasil dan Pembahasan

ANALISIS KOMPOSISI KIMIA SERBUK HASIL PROSES HYDRIDING-DEHYDRIDING PADUAN U-Zr

SPEKTROSKOPI INFRA RED & SERAPAN ATOM

BAB I PENDAHULUAN. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) telah banyak dibangun di beberapa negara di

I. Tujuan Percobaan Memahami identifikasi beberapa zat dan ion secara kualitatif

ANALISIS KANDVNGAN PENGOTOR DALAM PELET VOz SINTER

4. Hasil dan Pembahasan

I. PENDAHULUAN. serius, ini karena penggunaan logam berat yang semakin meningkat seiring

PENGARUH KANDUNGAN LIMBAH RESIN DAN BAHAN ADITIF (BETONMIX) TERHADAP KARAKTERISTIK HASIL SEMENTASI

Bab IV Hasil dan Pembahasan

ACARA IV PERCOBAAN DASAR ALAT SPEKTROFOTOMETER SERAPAN ATOM

ION EXCHANGE DASAR TEORI

Kimia UMPTN Tahun 1981

PENYERAPAN URANIUM DENGAN RESIN PENUKAR ANION DAN IMOBILISASI MENGGUNAKAN POLIMER.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK SERTA STRUKTUR MIKRO KOMPOSIT RESIN YANG DIPERKUAT SERAT DAUN PANDAN ALAS (Pandanus dubius)

KESELAMATAN STRATEGI PENYIMPANAN LIMBAH TINGKAT TINGGI

UJIAN I - KIMIA DASAR I A (KI1111)

30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya.

PENENTUAN KANDUNGAN PENGOTOR DALAM SERBUK UO2 HASIL KONVERSI YELLOW CAKE PETRO KIMIA GRESIK DENGAN AAS

LEMBAR PENGESAHAN KETAHANAN KIMIA HASIL VITRIFIKASI LIMBAH RADIOAKTIF DENGAN GLASSFRITS ABU BATUBARA. Disusun oleh : Ratna Budiarti

PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGARUH PENAMBAHAN UNSATURATED POLYESTER RESIN TERHADAP MUTU BETON K-350 EFFECT OF ADDITION UNSATURATED POLYESTER RESIN IN MIXED CONCRETE K-350

PENGOLAHAN LIMBAH PRODUKSI RADIOISOTOP MENGGUNAKAN RESIN PENUKAR ANION

FISIKA ATOM & RADIASI

NUCLEAR CHEMISTRY & RADIOCHEMISTRY

Dari data di atas yang tergolong polimer jenis termoplastik adalah. A. 1 dan 5 B. 2 dan 5

BAB I PENDAHULUAN. Amar Ma ruf D

D. 2 dan 3 E. 2 dan 5

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Wardaya College. Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer. Mata Pelajaran Kimia Tahun Ajaran 2017/2018. Departemen Kimia - Wardaya College

PEMBUATAN KOMPOSIT DARI SERAT SABUT KELAPA DAN POLIPROPILENA. Adriana *) ABSTRAK

kimia MINYAK BUMI Tujuan Pembelajaran

JURNAL PRAKTIKUM SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK 12 Mei 2014

Analisis Sifat Kimia dan Fisika dari Maleat Anhidrida Tergrafting pada Polipropilena Terdegradasi

METODA GRAVIMETRI. Imam Santosa, MT.

Bab IV Hasil dan Pembahasan

PENGOLAHAN LIMBAH PRODUKSI RADIOISOTOP MENGGUNAKAN RESIN PENUKAR ANION

identifikasi masalah sampling ekstraksi AAS analisis data

TINJAUAN PUSTAKA. Plastik adalah suatu polimer yang mempunyai sifat-sifat unik dan luar biasa.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MATERI DAN PERUBAHANNYA. Kimia Kesehatan Kelas X semester 1

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III DAUR ULANG PLUTONIUM DAN AKTINIDA MINOR PADA BWR BERBAHAN BAKAR THORIUM

OPTIMALISASI PE EMPATA KEMASA LIMBAH RADIOAKTIF AKTIVITAS RE DAH DA SEDA G DALAM REPOSITORI

PENGARUH LIMBAH KARBON AKTIF Cs-137 TERHADAP KERAPATAN DAN KUAT TEKAN BETON LIMBAH

Transkripsi:

RESIN POLIESTER TAK JENUH UNTUK IMOBILISASI RESIN BEKAS PENGOLAH SIMULASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR Skripsi Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu AJENG SARTIKA KUSNADI 103096029792 PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010 M/ 1431 H

ABSTRAK AJENG SARTIKA KUSNADI, Resin Poliester Tak Jenuh Untuk Imobilisasi Resin Bekas Pengolahan Simulasi Limbah Radioaktif Cair. Di bawah bimbingan Ir. Herlan Martono M.Si dan Dr. Thamzil Las. Telah dilakukan penelitian tentang imobilisasi resin bekas pengolah limbah trans-uranium dengan resin poliester tak jenuh untuk mengetahui kualitas blok polimer-limbah sebagai fungsi kandungan limbah. Polimerisasi dilakukan dengan mencampurkan resin poliester tak jenuh dengan katalis dengan perbandingan katalis 1% dari jumlah resin poliester tak jenuh yang digunakan, kemudian ditambahkan limbah cair transuranium simulasi. blok polimer-limbah yang terjadi diukur densitas, kuat tekan dengan alat paul weber, dan laju pelindihan dengan alat sokhlet pada 100 0 C dan 1 atm selama 6 jam. Blok polimer dibuat dengan kandungan limbah 10, 20, 30, 40, dan 50 % berat. Blok polimer-limbah sebagai fungsi kandungan limbah ditentukan densitas, kuat tekan, dan laju pelindihan. Semakin besar kandungan limbah maka kuat tekan blok polimer-limbah semakin kecil, sedangkan laju pelindihannya semakin besar. Berdasarkan kuat tekan dan laju pelindihan, maka hasil terbaik diperoleh untuk blok-polimer dengan kandungan limbah 20 % dan 30 %. Kata Kunci : polimerisasi, imobilisasi, resin penukar ion.

ABSTRACT AJENG SARTIKA KUSNADI, Resin unsaturated polyester for immobilization of tray Resin was Treated simulation radioactive waste. Survised by Ir. Herlan Martono, M.Sc and Dr. Thamzil Las. The research immobilization of tray resin was treated with resin unsaturated polyester has been conducted to etermine the quality of waste. Polymer blocks as function of waste loading. Immobilization was done by mix resin unsaturated polyester and catalys of ratio 1 % from quantity resin unsaturated polyester which is in order to, then added liquid simulation waste. These immobilization products were measured it is density, compressive strength, and leaching rate by soxhlet apparatus at 100 0 C and 1 atm for 6 hours. Waste loading was used is 10,20,30,40, and 50 weight %. The higher of waste loading in the polymer as immobilization product cause the higher of density, the lower of compressive strength and the higher of leaching rate. Based on density, compressive strength and leaching rate test, the best immobilization was obtained to waste-polymer blocks with 20 % and 30 % of waste loading. Keywords : polymerization, immobilization, ion exchange.

DAFTAR ISI halaman KATA PENGANTAR...viii DAFTAR ISI...x DAFTAR GAMBAR...xiii DAFTAR TABEL...xiv DAFTAR LAMPIRAN...xv BAB I PENDAHULUAN...1 1.1. Latar Belakang Penelitian...1 1.2. Rumusan Masalah...2 1.3. Batasan Masalah... 3 1.4. Tujuan Penelitian... 3 1.5. Manfaat Penelitian... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA...4 2.1. Limbah Radioaktif...4 2.1.1. Sumber Limbah Radioaktif...4 2.1.2 Klasifikasi Limbah Radioaktif...5 2.1.3 Pengelolaan Limbah Aktivitas rendah......6 2.1.4 Penanganan Limbah aktivitas tinggi......6 2.2. Limbah Cair Transuranium... 8 2.3. Teknologi Pengolahan Limbah...12 2.4. Resin Penukar Ion...12 2.5. Pemilihan Bahan Untuk Imobilisasi Limbah Radioaktif...13 2.6. Bahan Matriks Untuk Imobilisasi Limbah Radioaktif Cair...15 2.7. Cesium...18

2.8. Cerium...18 2.9. Polimer...18 2.10. Poliester Tak Jenuh...20 2.10.1. Reaksi Polimerisasi...22 2.11. Imobilisasi...24 2.12. Imobilisasi dengan Polimer...25 2.13. Parameter pengujian...26 2.13.1. Pegujian Densitas...26 2.13. 2. Pengujian Kuat Tekan...27 2.13. 3. Pengujian Laju Lindih...27 2.14. Analisis laju pelindihan dengan alat Atomic Absorption Spectrometry (AAS).....28 2.14.1. Prinsip Dasar Analisis AAS...28 2.14.2. Proses Absorbsi...30 2.14.3. Komponen-komponen AAS...31 BAB III METODELOGI PENELITIAN...34 3.1.Tempat dan waktu pelaksanaan...34 3.2. Bahan dan Alat...34 3.2.1 Bahan...34 3.2.2. Alat...34 3.3. Metode Kerja...35 3.4. Metode Karakterisasi dan Analisis...36 3.4.1. Pengujian Densitas...36

3.4.2. Pengujian Kuat Tekan...36 3.4.3. Pengujian Laju Lindih...37 3.4.4. Pengujian Pengaruh ph terhadap laju pelindihan...38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...39 4.1. Hasil Imobilisasi limbah dengan polimer...39 4.2. Pengaruh kandungan limbah terhadap densitas polimer...40 4.3. Pengaruh kandungan limbah terhadap kuat tekan polimer limbah...42 4.4. Analisis Kandungan Limbah terhadap laju pelindihan limbah simulasi dalam polimer dengan menggunakan AAS...44 4.5. Pengaruh ph terhadap laju pelindihan Cs dalam polimer limbah dengan kandungan limbah 20 %...46 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...49 5.1. Kesimpulan...49 5.2. Saran...49 DAFTAR PUSTAKA...50 LAMPIRAN...53

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Skema proses pengolahan LCAT dari IPR...9 Gambar 2. Skema proses pengolahan LCAT dari IRM...10 Gambar 3. Grafik aktivitas limbah cair sebagai fungsi waktu (Martono, 2007)..11 Gambar 4. Diagram blok dari AAS...30 Gambar 5. Sumber radiasi (lampu katode)...31 Gambar 6. Nebulizer,burner & spray chamber (Christian,Gary D & James,E Oreilly,1986)...32 Gambar 7. Alat paul Weber untuk uji kuat tekan...37 Gambar 8. Alat soxhlet untuk uji pelindihan...37 Gambar 9. Grafik pengaruh kandungan limbah simulasi(cs)terhadap densitas.40 Gambar 10. Grafik pengaruh kandungan limbah simulasi (Cs+Ce) terhadap densitas...40 Gambar 11. Grafik pengaruh kandungan limbah simulasi (Cs) terhadap Kuat Tekan...42 Gambar 12. Grafik pengaruh kandungan limbah simulasi (Cs+Ce) terhadap Kuat Tekan...43 Gambar 13. Grafik laju pelindihan pada kandungan limbah simulasi (Cs) dengan menggunakan AAS...44 Gambar 14. Grafik laju pelindihan pada kandungan limbah simulasi (Cs+Ce) dengan menggunakan AAS( atomic absorption spectrometry )...45 Gambar 15. Grafik pengaruh ph terhadap laju pelindihan Cs dalam polimer limbah dengan kandungan limbah simulasi Cs 20%...46 Gambar 16. Grafik pengaruh ph terhadap laju pelindihan Cs dan Ce dalam polimer limbah dengan kandungan limbah simulasi Cs dan Ce 20 %...47

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Komposisi LCAT dari PWR, fraksi bakar 45000 MWD/MTU, pengayaan uranium 4,5 %, tenaga spesifik 38 MW/MTU dan pendinginan selama 4 tahun...7 Tebel 2. Data limbah cair dari pengujian bahan bakar pasca iradiasi (P2TBDU,2001)...11 Tebel 3. Alkohol dihidrat dipakai untuk resin poliester...20 Tabel 4. Asam dibasa dipergunakan untuk resin poliester...21 Tabel 5. Monomer vinil dipergunkan untuk resin poliester...21 Tabel 6. Perbandingan penambahan resin untuk masing-masing waste loading dengan berat total 50 gram...36

DAFTAR LAMPIRAN halaman Lampiran 1. Pengelolaan Limbah Aktivitas Tinggi dan Transuranium (TRU)...53 Lampiran 2. Bagan Kerja...54 Lampiran 3. Tabel komposisi berat limbah Cs atau Cs+Ce dan resin...55 Lampiran 4. Tabel densitas limbah simulasi...55 Lampiran 5. Tabel kuat tekan limbah simulasi...56 Lampiran 6. Tabel laju pelindihan limbah simulasi Cs...56 Lampiran 7. Tabel laju pelindihan limbah simulasi (Cs+Ce)....57 Lampiran 8. Data laju pelindihan pada kandungan limbah simulasi Cs dengan alat AAS ( Atomic Absorption Spectrometry )...57 Lampiran 9. Data laju pelindihan pada kandungan limbah simulasi ( Cs+Ce ) dengan alat AAS ( Atomic Absorption Spectrometry )...58 Lampiran 10. Data pengaruh kandungan limbah simulasi ( Cs ) Terhadap ph...58 Lampiran 11. Data pengaruh kandungan limbah simulasi (Cs+Ce) Terhadap ph58 Lampiran 12. Kurva Kalibrasi Cs...58 Lampiran 13. Kondisi operasional AAS...59 Lampiran 14. Gambar proses pelindihan...59 Lampiran 15. Sampel sebelum dan sesudah uji...60

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) terus dikembangkan dan dimanfaatkan dalam upaya memenuhi kebutuhan dasar manusia, memperpanjang harapan hidup dan menstimulasi peningkatan kualitas hidup. Dalam pemanfaatan iptek untuk berbagai tujuan selalu ditimbulkan hasil samping proses atau limbah. Demikian juga dalam pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan iptek nuklir selalu akan ditimbulkan limbah radioaktif sebagai hasil samping proses. Limbah radioaktif yang ditimbulkan harus dikelola dengan baik dan tepat agar tidak mencemari lingkungan, serta tidak memberikan dampak yang mengganggu kesehatan masyarakat. Limbah radioaktif umumnya ditimbulkan dari kegiatan pengoperasian reaktor riset, pemanfaatan sumber radiasi, dan bahan radioaktif dalam bidang industri, pertanian, kedokteran dan penelitian serta dari berbagai proses indusrti yang menggunakan bahan yang mengandung radionuklida alam (Naturally Occurring Radioactive Material, NORM). Di negara-negara maju, limbah radioaktif juga ditimbulkan dari pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), kegiatan daur-ulang bahan bakar nuklir bekas (BBNB) dan dekomisioning instalasi/fasilitas nuklir. Pengelolaan limbah radioaktif dilaksanakan untuk mencegah timbulnya bahaya radiasi terhadap pekerja, anggota masyarakat dan lingkungan hidup. Reaktor nuklir merupakan sumber yang utama karena jumlah dan aktivitas limbah yang ditimbulkan beragam. Limbah radioaktif dari reaktor nuklir berasal dari air pendingin primer reaktor nuklir, bahan bakar nuklir bekas, dan reaktornya sendiri setelah didismantling. Limbah air pendingin primer reaktor merupakan limbah 1

aktivitas rendah yang umumnya mengandung Cs 137. Untuk negara yang tidak melakukan proses olah ulang ( daur bahan bakar nuklir terbuka ), bahan bakar nuklir yang dikeluarkan dari reaktor disimpan dalam kolam ( penyimpanan basah ) atau penyimpanan secara kering ( dengan udara pendingin ) selama 40-60 tahun. Selanjutnya bahan bakar nuklir bekas disimpan lestari ( ultimate dispol ) pada formasi geologi dengan kedalaman 500 1000 m ( martono, 1997 ). Untuk negara maju yang menganut daur bahan bakar nuklir tertutup, proses olah ulang bahan bakar nuklir bkas dilakukan untuk mengambil U sisa dan Pu yang terjadi. Setelah bahan bakar nuklir bekas dikeluarkan dari reaktor, maka disimpan dalam kolam reaktor selama 6 bulan. Selanjutnya kelongsong bahan bakar nuklir bekas dipotong untuk mengeluarkan bahan bakar nuklirnya. Bahan bakar dilarutkan dalam HNO 3 6 8 M selanjutnya diekstraksi menggunakan pelarut TBP-dodekan ( Try Butyl Phospate-odekan ). Paa ekstraksi siklus I, proses olah ulang ditimbulkan limbah cair aktivitas tinggi, dan pada siklus II di timbulkan limbah cair transuranium. Limbah padat yang timbul dari dismantling reaktor jenis aktivitasnya beragam, dari aktivitas rendah ke tinggi. I.2. Perumusan Masalah Limbah cair transuranium dari IRM diklasifikasikan sebagai LCTRU karena adanya unsur-unsur aktinida yang tidak terdeteksi. Limbah cair transuranium tidak dapat diolah di Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif (IPLR), Karena IPLR hanya dirancang untuk mengolah limbah aktifitas rendah. 2

I.3. Batasan Masalah Limbah cair transuranium kandungan airnya tinggi sehingga sukar atau tidak dapat diimobilisasi dengan polimer. Oleh karena itu, radionuklida dalam LCTRU diikat resin, dan selanjutnya resin bekas diimobilisasi dengan polimer. Pada uji lindih digunakan alat soxhlet dan air bebas mineral pada 100 0 C, 1 atm untuk mempercepat proses. Oleh karena keterbatasan alat analisis maka radionuklida terlindih yang dianalisis hanya Cs. Untuk Ce terlindih tidak dianalisis. Pengujian ini digunakan untuk menentukan kualitas bahan polimer limbah hasil imobilisasi. I.4. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini, yaitu: 1. Guna melengkapi jumlah SKS yang telah diterapkan oleh Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Mempelajari proses pengolahan limbah cair transuranium. 3. Menentukan kualitas blok polimer limbah atau pengaruh kandungan limbah terhadap densitas, kuat tekan, laju lindih polimer limbah. 1.5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan untuk dapat diterapkan dalam pengolahan rutin limbah cair transuranium dari bahan bakar pasca iradiasi di Instalasi Radio metalurgi. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Limbah Radioaktif limbah radioaktif adalah zat radioaktif dan atau bahan serta peralatan yang telah terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif karena pengoperasian instalasi nuklir atau instalasi yang memanfaatkan radiasi pengion yang tidak dapat digunakan lagi. Hal ini sesuai dengan peraturan pemerinth No. 27 tahun 2002 tentang pengolahan limbah radioaktif. Dalam U.U. No. 10/1997 pasal 23 ayat (2) disebutkan bahwa pengolahan limbah radioaktif dilaksanakn oleh badan pelaksanaan. Dalam pasal 3 ayat (1), pemerintah membentuk Badan Pelaksana yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada presiden. Badan pelaksanaan dalam hal ini adalah Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Sesuai keputusan Kepala BATAN No.166/KA/IV/2001 tentang Organisasi dan Tata kerja BATAN, pengelolaan limbah radioaktif dilaksanakan oleh Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR). Dalam pasal 23 ayat (2), BATAN dalam melaksanakan pengolahan limbah radioaktif dapat bekerja sama dengan atau menunjuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN), koperasi dan atau badan usaha lainnya. Berdasarkan pasal ini, pemerintah membuka pintu lebar-lebar pengelolaan limbah radioaktif yang amanuntuk generasi saat ini maupun generasi yang akan datang. 2.1.1. Sumber Limbah Radioaktif Limbah radioaktif yang berasal dari berbagai kegiatan pada pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir sangat beragam menurut volume, bentuk fisik, susunan kimia, susunan radiokimia dan aktivitasnya. Secara umum limbah radioaktif 4

berasal dari dua sumber utama, yaitu (Marshall, 1981; Day, 1985 dan Lewis, 1978 dalam Las, 1989): 1. Reaktor daya nuklir, dan berbagai kegiatan yang menunjang untuk beroperasinya reaktor tersebut, yaitu produksi bahan bakar nuklir, penggunaan dalam reaktor nuklir, dan pengeluaran serta pengelolaan bahan bakar nuklir bekas. 2. Pada pemanfaatan bahan radioaktif lainnya, seperti pemanfaatan radioisotop pada bidang kesehatan, industri, penelitian/riset, dan bidang pertanian. Reaktor nuklir merupakan sumber yang utama karena jumlah dan aktivitas limbah yang ditimbulkan beragam. Limbah radioaktif dari reaktor nuklir berasal dari air pendingin primer reaktor nuklir, bahan bakar nuklir bekas, dan reaktornya sendiri setelah didismantling. Limbah air pendingin primer reaktor merupakan limbah aktivitas rendah yang umumnya mengandung Cs 137. Limbah padat yang timbul dari dismantling reaktor jenis aktivitasnya beragam, dari aktivitas rendah ke tinggi.limbah radioaktif dari pemanfaatan radionuklida dalam industri dan kesehatan, aktivitasnya rendah dan umumnya adalah radionuklida yang berumur paro pendek. 2.1.2. Klasifikasi Limbah Radioaktif Berdasarkan atas karakteristiknya dan untuk pengelolaan dalam jangka panjang, maka limbah radioaktif dibagi menjadi 3 golongan, yaitu (Miyasaki et al, 1996 dalam Martono, 2007): - Limbah radioaktif dengan aktivitas tingkat rendah dan menengah yang mengandung radioisotop pemancar beta dan gamma berumur pendek (umur paro kurang dari 30 tahun) dan konsentrasi radionuklida pemancar alfanya sangat rendah atau tidak mengandung radionuklida pemancar alfa sama sekali. Setelah 300 tahun potensi bahaya radiasinya dapat diabaikan. 5

- Limbah radioaktif dengan aktivitas tingkat rendah dan menengah yang banyak mengandung radioisotop berumur paro panjang yaitu golongan aktinida sebagai pemancar alfa dan terkontaminasi sedikit radionuklida hasil belah, disebut limbah transuranium. - Limbah radioaktif dengan aktivitas tinggi yang banyak mengandung radiosotop hasil belah dan sedikit aktinida. 2.1.3. Pengelolaan Limbah Aktivitas Rendah Pengelolaan limbah aktivitas rendah (10-6 Ci/ m 3 < LAR < 10-3 Ci/m 3 ) di PTLR dilakukan dengan evaporator. Hasil evaporasi adalah beningan dan konsentrat. Bening setelah dimonitor, maka jika aktivitasnya sudah dibawah yang diperkenankan (< 10-7 Ci/m 3 ) maka didispersi atau dibuang ke lingkungan. Aktivitas air umumnya 10-7 Ci/m 3. Aktivitas konsentrat yang diperoleh 10-2 Ci/m 3. Konsentrat tersebut diimobilisasi dengan semen dalam shell beton 950 liter. Aktivitas maksimum dalam 1 shell beton adalah 1 Ci/m 3. Tahap selanjutnya, hasil imobilisasi disimpat di tempat penyimpanan sementara (intrm storage). Hasil imobilisasi limbah aktivitas rendah disimpan lestari (penyimpanan akhir) pada penyimpanan tanah dangkal ( 10 m dibawah permukaan tanah ). 2.1.4. Penanganan Limbah Aktivitas Tinggi Limbah aktivitas tinggi yang ditimbulkan dari siklus I proses olah ulah sebagian besar merupakan hasil belah dan sedikit aktinida. Komposisi limbah aktivitas tinggi dari PWR (Pressurized Water Reactor) dengan fraksi bakar 45000 MWD/MTU, pengayaan uranium 4,5 %, tenaga spesifik 38 MW/MTU dan 6

pendinginan selama 4 tahun dapat dilihat pada tabel 1 (Martono, 1988). Tabel 1. Komposisi LCAT dari PWR, fraksi bakar 45000 MWD/MTU, pengayaan uranium 4,5 %, tenaga spesifik 38 MW/MTU dan pendinginan selama 4 tahun (Martono, 1988). Unsur Oksida Unsur Oksida Perbandingan (gram/mtu) (gram/mtu) dalam limbah Na Na 2 O 1,1622. E+4 1,5666. E+4 0,16480 Fe Fe 2 O 3 6,0. E+3 8,6. E+3 0,09047 Ni NiO 1,1. E+3 1,4. E+3 0,01473 Cr Cr 2 O 3 1,1. E+3 1,6. E+3 0,01683 P P 2 O 5 0,4. E+3 0,9. E+3 0.00947 Se SeO 2 7,731. E+1 1,086. E+2 0,00114 Rb Rb 2 O 4,838. E+2 5,291. E+2 0,00557 Sr SrO 1,163. E+3 1,375. E+3 0,01446 Y Y 2 O 3 6,380. E+2 8,102. E+2 0,00852 Zr ZrO 2 4,920. E+3 6,646. E+3 0,06991 Mo MoO 3 4,557. E+3 6,837. E+3 0,07192 Tc Tc 2 O 7 1,015. E+3 1,589. E+3 0,01672 Ru RuO 2 2,975. E+3 3,917. E+3 0,04121 Rh Rh 2 O 3 5,673. E+2 6,996. E+2 0,00736 Pd PdO 1,821. E+3 2,095. E+3 0,02204 Ag Ag 2 O 9,243. E+1 9,929. E+1 0,00104 Cd CdO 1,465. E+2 1,673. E+2 0,00176 Sn SnO 2 1,149. E+2 1,459. E+2 0,00153 Sb Sb 2 O 3 2,914. E+1 3,488. E+1 0,00037 Te TeO 2 6,404. E+2 8,010. E+2 0,00843 Cs Cs 2 O 3,501. E+3 3,712. E+3 0,03905 Ba BaO 2,193. E+3 2,448. E+3 0,02575 La La 2 O 3 1,663. E+3 1,950. E+3 0,02051 Co CoO 2 3,244. E+3 3,985. E+3 0,04192 Pr Pr 6 O 11 1,523. E+3 1,840. E+3 0,01936 Nd Nd 2 O 3 5,514. E+3 6,432. E+3 0,06766 Pm Pm 2 O 3 5,570. E+1 6,480. E+1 0,00068 Sm Sm 2 O 3 9,983. E+2 1,158. E+3 0,01218 Eu Eu 2 O 3 2,037. E+2 2,359. E+2 0,00248 Gd Gd 2 O 3 1,582. E+2 1,823. E+2 0,00192 Zr ZrO 2 tidak terdeteksi 2,431. E+3 0,02557 Gd Gd 2 O 3 1,153. E+4 0,12129 U UO 3 3,011. E+3 3,618. E+3 0,03806 Np NpO 2 6,775. E+2 7,690. E+2 0,00809 Pu PuO 2 1,225. E+2 1,389. E+2 0,00145 Am Am 2 O 3 4,539. E+2 4,990. E+2 0,00525 Cm Cm 2 O 3 4,039. E+1 4,436. E+1 0,00047 7

Llimbah aktivitas tinggi untuk 1 Canister volume 118 liter (93 % volume atau 110 liter berisi gelas limbah) adalah 4.10 5 Ci. Berat gelas-limbah 300 kg dengan komposisi gelas 225 kg dan limbah 75 kg. Panas yang ditimbulkan karena radiasi adalah 1,4 kw. Panas tersebut dapat melebihi 500 C, sehingga polimer tidak mampu untuk imobilisasi limbah jenis ini. Demikian pula semen yang kapasitasnya 1 Ci/m 3 tidak dapat digunakan untuk imobilisasi limbah aktivitas tinggi. Limbah aktivitas tinggi dari proses olah ulang bahan bakar nuklir bekas diimobilisasi dengan gelas borosilikat yang dikenal proses vitrifikasi. 2.2. Limbah Cair Transuranium Limbah transuranium disebut juga alpha bearing waste yaitu limbah yang mengandung satu atau lebih radionuklida pemancar alfa, dalam jumlah di atas yang diperkenankan. Radionuklida ini termasuk golongan aktinida. Limbah aktivitas tinggi dan transuranium di indonesia ditimbulkan dari hasil samping produksi radioisotop dan penguji bahan bakar pasca iradiasi di instalasi radiometalurgi. produksi radioisotop digunakan bahan uranium di perkaya 93% yang iradiasi dengan netron dalam reaktor. Secara teoritis, hasil iradiasi adalah hasil belah, sisa uranium yang tidak terbakar, dan sedikit sekali atau tanpa unsur TRU. Setelah bahan bakar pasca iradiasi dipisahkan dari kelongsongnya, kemudian dilarutkan dalam HNO 3 6 8 M. Limbah cair aktivitas tinggi dari produksi radio isotop disimpan dalam tempat penyimpanan sementara limbah aktivitas tinggi (PSLAT) di PTLR. Setelah 5 tahun limbah tersebut menjadi limbah aktivitas rendah yang dapat diimobilisasi dengan semen di Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif (IPLR). Skema pengelolaan limbah cair aktivitas tinggi dari Instalasi Produksi Radioisotop ditunjukkan dalam gambar 1. 8

LCAT I Sisa U 235, U 238 hasil belah Ekstraksi Diethyl hexyl phosphoric acid Larutan U 235 Penyimpanan sementara LCAT II di PSLAT, peluruhan hasil belah. Limbah cair aktivitas rendah Sementasi Penyimpanan sementara hasil sementasi Gambar 1. Skema proses pengolahan LCAT dari IPR. Dari gambar 1, setelah pendinginan maka limbah yang aktivitasnya tinggi menurut definisi termasuk limbah aktivitas rendah (Miyasaki et al 1996 dalam Martono 1977). Limbah aktivitas rendah diimobilisasi dengan semen. Pengolahan LCAT yang ditimbulkan dari IRM dapat dilihat dari gambar 2. Limbah tersebut yaitu LCAT I, karena dari iradiasi bahan bakar yang diperkaya 20 % maka kandungan hasil belah dan aktinidanya banyak. Agar sesuai dengan definisi LCAT dari proses olah ulang bahan bakar bekas, maka dilakukan pengolahan awal yaitu ekstraksi dengan pelarut TBP-dodekan. Hasil ekstraksi adalah LCAT II dan 9

LCTRU sesuai definisi LCAT dan LCTRU dari proses olah ulang bahan bakar bekas. Selanjutnya LCAT II diolah dengan proses vitrifikasi dan LCTRU dengan polimer. LCAT I Hasil belah + TRU LCAT II Hasil belah terkontaminasi TRU, U LCTRU TRU, U terkontaminasi hasil belah Vitrifikasi Penambahan bahan pembentuk gelas dan peleburan pada 1150 0 C Imobilisasi dengan polimer Gelas - limbah Polimer mengandung limbah TRU Karakterisasi karakterisasi Gambar 2. Skema proses pengolahan LCAT dari IRM Limbah cair hasil pengujian bahan bakar pasca iradiasi di Instalasi Radiometalurgi (IRM), ditunjukkan pada Tabel 2 (P2TBDU,2001). Dari Tabel 2, kandungan yang dominan dalam limbah cair adalah Cs 137 dan aktinidanya sedikit. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang disajikan dalam Gambar 2. Untuk itu dilakukan pengujian pengukuran aktivitas limbah cair sebagai fungsi waktu, yang ditunjukkan dalam Gambar 3 (Martono, 2007). 10

Tabel 2. Data limbah cair dari pengujian bahan bakar pasca iradiasi (P2TBDU, 2001). No. Radionuklida Aktivitas jenis (Bq/ml) 1. Cd 109 1,800 2. Ce 144 1,200 3. Ru 106 0,300 4. Cs 134 2,600 5. Cs 137 116,000 6. Co 60 -- 7. Co 57 -- 8. Np 237 -- 9. Ba 131 0,066 10. Ra 226 0,042 11. Eu 154 -- 12. Br 82 -- Aktivitas Total 122,608 Dari Gambar 3, jika grafik tersebut dibandingkan dengan aktivitas Cs 137 sebagai fungsi waktu secara teoritis, menunjukkan bahwa grafik aktivitas limbah cair diatas grafik Cs 137. Ini berarti bahwa limbah cair mengandung aktinida yang berumur panjang yang tidak terdeteksi secara analisis. Oleh karena itu, untuk keamanannya, limbah cair ini dianggap limbah cair TRU yang diimobilisasi dengan polimer. Gambar 3. Grafik aktivitas limbah cair sebagai fungsi waktu (Martono, 2007) 11

2.3. Teknologi Pengolahan Limbah Pengolahan limbah radioaktif meliputi 2 tahap, yaitu 1. reduksi volume 2. imobilisasi atau solidifikasi. Reduksi volume bertujuan untuk memudahkan penanganan selanjutnya, sedangkan imobilisasi untuk mengikat radionuklida dengan bahan matriks tertentu, sehingga jika kontak dengan air tidak mudah lepas ke lingkungan pada saat penyimpanan lestari dalam tanah. Reduksi volume untuk limbah cair dapat dilakukan dengan evaporasi, penukar ion, koagulasi-flokulasi/ pengolahan secara kimia, sedangkan untuk limbah padat dapat dilakukan dengan kompaksi dan insinerasi. Imobilisasi dapat dilakukan dengan semen, polimer, gelas, synroc, keramik tergantung jenis dan karakteristik limbahnya. 2. 4. Resin Penukar Ion Resin penukar ion dapat didefinisikan sebagai senyawa hidrokarbon terpolimerisasi, yang mengandung ikatan silang (crosslinking) serta gugusan-gugusan fungsional yang mempunyai ion-ion yang dapat dipertukarkan. Sebagai zat penukar ion, resin mempunyai karakteristik yang berguna dalam analisis kimia, antara lain untuk menghilangkan ion-ion pengganggu, proses deionisasi air, memisahkan ion-ion logam dalam campuran, dan sebagainya. Resin penukar ion berprinsip pada gaya elektrostatik dimana ion yang terdapat pada resin ditukar oleh ion logam dari limbah. Produk yang pertama kali digunakan untuk pertukaran ion di dalam industri adalah zeolit anorganik yang terdapat di alam, seperti aluminosilikat, yang mempunyai kapasitas pertukaran ion per meter kubik sangat rendah. Selanjutnya dilakukan perbaikan dengan menggunakan penukar ion organik yang mempunyai kapasitas pertukaran yang sangat tinggi per meter kubik bahan. Perbaikan selanjutnya 12

adalah dengan menggunakan penukar ion organik yang terbuat dari bahan alam yang tersulfonasi seperti batu bara, lignit, dan gambut. Namun resin penukar ion yang paling tinggi kapasitasnya adalah polistirena divinilbenzena (SDVB) [Auatin, 1996] Reaksi pertukaran ion terjadi karena difusi adanya beda konsentrasi ion di dalam limbah dan dalam resin. Konsentrasi sesuatu unsur dalam limbah lebih besar daripada dalam resin, sehingga terjadi perpindahan unsur dari limbah ke resin. Bertitik tolak dari sifat radionuklida yang sangat membahayakan ini, maka resin bekas dan limbah yang lain dilakukan pengungkungan (imobilisasi) dengan bahan matriks tertentu, sehingga terjadi matriks limbah yang berbentuk padat. Oleh karena itu dipandang perlu dilakukan pemisahan isotop-isotop Cs dan Ce dari limbah radioaktif secara penukar ion, dan selanjutnya imobilisasi resin bekas dengan polimer. Gaya dorong (driving force) terjadi reaksi pertukaran ion adalah karena difusi yaitu adanya perbedaan konsentrasi ion di dalam larutan dan di dalam resin. Jika konsentrasi ion A di dalam larutan lebih tinggi dari pada konsentrasi ion A dalam resin, maka akan terjadi difusi ion A dari larutan ke resin, dan dari resin akan dilepaskan ion yang dipertukarkan ke larutan. Reaksi berlangsung terus sampai resin penukar ion jenuh. Dalam praktek, zeolit dan resin dapat dipakai sebagai penukar ion. Akan tetapi penggunaan resin lebih terkenal dibandingkan zeolit. 2.5. Pemilihan Bahan Untuk Imobilisasi Limbah Radioaktif. Bahan matriks untuk imobilisasi limbah radioaktif cair dipilih yang dapat membentuk campuran yang homogen dan tidak membentuk fase pemisah. Terjadinya pemisahan fase ini akan menyebabkan ketidak homogenan hasil akhir imobilisasi limbah. Ada beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bahan matriks untuk imobilissi limbah, yaitu : 1. Proses pembuatan yang mudah dan praktis. 13

2. Kandungan limbah (waste loading) 3. Ketahanan kimia (laju pelindihan) 4. Kestabilan terhadap panas 5. Kestabilan terhadap radiasi. 6. Keutuhan fisik Bahan matriks untuk imobilisasi merupakan penahan (barier) primer untuk membatasi terlepasnya radionuklida, sehingga harus homogen, permeabilitasinya rendah, dan kekuatan mekaniknya baik. Setelah pertimbangan proses sederhana, maka ketahanan kimia perlu lebih mendapat perhatian. Hal ini sesuai dengan tujuan imobilisasi yaitu mencegah agar radionuklida tidak terlepas ke lingkungan jika kontak dengan air selama penyimpanan [Martono H, 1996]. Kandungan limbah dalam bahan matriks berpengaruh terhadap ekonomi proses (efisiensi imobilisasi). Pertimbangan lainnya, yaitu : bahan yang digunakan untuk imobilisasi murah, mudah didapat, dan proses sederhana. Ketahanan panas dalam hal gelas devitrifikasi (kristalisasi) merupakan kestabilan atau ketahanan bahan terhadap temperatur tinggi. Makin tinggi aktivitas limbah maka suhu yang ditimbulkan juga semakin tinggi, pada gelas dan polimer. kestabilan terhadap panas adalah terjadinya kristalisasi dalam gelas dan polimer. Terjadinya kristalisasi ini akan merubah struktur gelas dan polimer dari amorf menjadi kristalisasi. Terjadinya kristalin ini akan menaikkan laju pelindihan radionuklida dari gelas dan polimer ke lingkungan. Kestabilan terhadap radiasi merupakan ketahanan bahan terhadap pengaruh radiasi yang dipancarkan oleh limbah radioaktif dalam bahan matriks. Pengaruh radiasi alfa dalam bahan dapat mengakibatkan radiolisis dan terjadi perubahan komposisi. Adanya kerusakan bahan tersebut dapat dilihat dari perubahan densitas, kekuatan 14

mekanik, dan laju pelindihannya. Hal ini akan membatasi aktivitas limbah yang diimobilisasi dan pemilihan bahan matriks yang sesuai. Keutuhan fsik (physical integrity) yaitu keutuhan fisik secara menyeluruh seperti dimensi. 2. 6. Bahan Matriks Untuk Imobilisasi Limbah Radioaktif Cair Beberapa jenis bahan untuk imobilisasi limbah cair, yaitu [Martono H. 1996] : 1. Semen Semen digunakan untuk imobilisasi limbah radioaktif cair aktivitas rendah dan menengah yang tidak mengandung aktinida atau radionuklida berumur paro panjang. Hal ini disebabkan karena kandungan aktivitas dalam semen rendah yaitu sekitar 1Ci/m 3 dan semen mengalami degradasi dalam jangka panjang ± 300 tahun. Setelah itu semen mengalami degradasi, limbah radioaktif cair aktivitas rendah dan menengah tidak lagi mempunyai potensi bahaya radiologis. Jadi semen tidak dapat digunakan untuk limbah cair aktivitas tinggi dan limbah cair TRU yang perlu pengelolaan yang lebih lama. Keuntungan penggunaan semen murah, proses imobilisasinya sederhana dan semen dapat berfungsi sebagai perisai radiasi. 2. Gelas aluminosilikat Gelas aluminosilikat pernah dikembangkan di USA, tetapi tidak dikembangkan lebih lanjut karena temperatur pembuatannya tinggi sekitar 1350 o C dan kandungan limbahnya lebih kecil dari 10 %. Temperatur pembuatan yang tinggi akan mengakibatkan bata tahan api lebih cepat korosif sehingga umur melter lebih pendek, yang akan lebih banyak menimbulkan limbah radioaktif padat. Demikian pula gas yang terjadi pada temperatur yang lebih tinggi akan lebih banyak dan 15

penanganan gasnya lebih kompleks. Kandungan limbah yang rendah tidak ekonomis dari segi prosesnya. 3. Gelas fosfat Keuntungan gelas fosfat adalah relatif rendah temperatur pembentukanya (kirakira 900 o C), sehingga kehilangan gas volatil Cs dan Ru lebih sedikit. Di dalam gelas fosfat semua oksida dapat larut termasuk MoO 3. Pengembangan gelas fosfat tidak dilanjutkan karena gelas fosfat korosif dan mempunyai kecenderungan mengalami devitrivikasi pada temperatur yang lebih rendah, yaitu sekitar 400 o C 4. Gelas borosilikat Gelas borosilikat mempunyai stabilitas panas yang lebih tinggi dibandingkan gelas fosfat. Temperatur antara 500 900 o C. Demikian pula ketahanan kimianya lebih baik dari pada gelas fosfat. Unsur Mo dan Pu dengan jumlah tertentu dalam gelas borosilikat dapat menimbulkan adanya fase pemisah. 5.Gelas keramik Gelas keramik dapat dihasilkan dari lelehan gelas dengan pemanasan yang lama diatas temperatur transformasi (Tg), yaitu sekitar 510 o C. Oleh karena adanya pemanasan yang lama maka prosesnya lebih mahal. Gelas keramik menunjukkan ketahanan fisik dan mekanik yang lebih baik dan ketahanan kimianya kurang baik dibandingkan gelas borosilikat. 6.Synroc (synthetic rock) Synroc adalah mineral titanate dan ini masih dalam tahap pengembangan di Australia, Inggris, dan Jepang dalam rangka kerja sama dengan Australia. Synroc juga dilakukan di Australia. Synroc termasuk jenis keramik dan pembuatannya lebih sukar dibanding gelas, karena pengepresan dilakukan pada temperatur sekitar 1350 o C atau pengepresan pada temperatur rendah dan diikuti sintering 16

pada temperatur tinggi. Sifat kimia dan fisika jenis keramik ini lebih baik dibanding gelas borosilikat, sehingga mempunyai prospek yang baik di masa mendatang. 7. Vitromet Vitromet adalah butir gelas dalam matriks Pb yang dikembangkan di Belgia untuk mengatasi kandungan panas yang tinggi, karena hantaran panas Pb tinggi. Kandungan limbah dalam vitromet kecil. 8. Bitumen Bitumen merupakan senyawa hidrokarbon baik alifatik maupun aromatik yang mempunyai berat molekul tinggi. Proses bituminasi dilakukan pada temperatur antara 150 230 o C. Bitumen mempunyai ketahanan kimia yang tinggi, ketahanan fisik (terhadap panas) dan ketahanan terhadap radiasi kurang baik. Hal yang perlu diperhatikan terhadap bitumen adalah temperatur bakar dan efek radiasi yang mengakibatkan radiolisis, terbentuknya gas, terjadinya radikal bebas. 9. Polimer Polimer tahan dalam jangka lama, namun tidak tahan terhadap radiasi dan temperatur tinggi karena terjadi degradasi. Proses polimerisasi dilakukan antara temperatur kamar sampai temperatur tinggi tergantung jenisnya. Ketahanan kimia polimer baik dan ketahanan fisiknya atau ketahanan panasnya kurang baik. Polimer leleh pada suhu tinggi tergantung jenisnya. Temperatur leleh maksimum ada yang sampai 400 o C. 17

2.7. Cesium Unsur cesium dapat dilambangkan dengan Cs, yang memiliki nomor atom 55 dan nomor massa 132,9. Cs merupakan unsur pada golongan 1A yaitu golongan logam alkali. Warna dari Cs adalah kuning keemasan, unsur ini paling reaktif jika dibandingkan dengan unsur litium (Li) pada golongan logam alkli ini. Perbedaan mendasar antar unsur-unsur golongan 1A terdapat pada ukuran kation yang ditunjukan oleh reaksi dengan O 2. dalam udara atau O 2 pada 1 atm, logam-logamnya terbakar. Litium hanya memberikan LiO 2 dengan sedikit runutan Li 2 O 2. Na biasanya memberikn peroksida, Na 2 O 2, tetapi akan berlanjut dengan adanya O 2 di bawah tekanan serta panas, menghasilkan superoksida, NaO 2. kalium, Rb, dan Cs membentuk suproksida MO 2. 137 Cs memilki waktu paruh 30,23 tahun. Memiliki titk cair 28,5 0 C. 2.8. Cerium Lambang dari unsur cerium adalah Ce, dimana memiliki nomor atom 58 dan nomor massa 140,1. termasuk dalam golongan lantanida. Warnanya putih keabuabuan, padat pada 298 K. Cerium oksida (CeO 2 ), memiliki massa molar 172.115 g/mol. Cerium ini satu-satunya lantanida +4 yang ada dalam larutan akua demikian juga dalam padatan. Cerium (IV) digunakan sbagai pengoksidasi dalam analiis dan dalam kimia organik. Bentuk padat, memiliki densitas 6,770 g/cm 3. 2.9. Polimer Polimer (poly = banyak, mer = bagian) adalah molekul raksasa yang biasanya memiliki bobot molekul tinggi, dibangun dari pengulangan unit-unit. Molekul sederhana yang membentuk unit-unit ulangan ini dinamakan monomer. Reaksi 18

pembentukan polimer dikenal dengan istilah polimerisasi. Makromolekul merupakan istilah sinonim polimer. Istilah makromolekul pertama kali dikenalkan oleh Herman Staudinger, seorang kimiawan dari Jeman. [Steven, 2001] Polimer digolongkan menjadi dua macam, yaitu polimer alam (seperti pati, selulosa, dan sutra) dan polimer sintetik seperti polimer vinil. Plastik yang dikenal sehari-hari merupakan polimer sintetik. Sifat plastik yang mudah dibentuk (bahasa latin; plasticus = mudah dibentuk) dikaitkan dengan polimer sintetik yang dapat dilelehkan dan diubah menjadi bermacam-macam bentuk. Padahal sebenarnya plastik mempunyai arti yang lebih sempit. Plastik termasuk bagian polimer termoplastik, yaitu polimer yang akan melunak apabila dipanaskan dan dapat dibentuk sesuai pola yang diinginkan. Setelah dingin polimer ini akan mempertahankan bentuknya yang baru. Proses ini dapat diulang dan dapat diubah menjadi bentuk yang lain. Golongan polimer sintetik lain adalah polimer termoset (materi yang dapat dilebur pada tahap tertentu dalam pembuatannya tetapi menjadi keras selamanya, tidak melunak dan tidak dapat dicetak ulang). Proses pertumbuhan rantai selama polimerisasi bersifat acak, oleh karena itu rantai-rantai polimer yang berbeda dalam suatu contoh polimer akan mempunyai panjang yang berbeda-beda pula, tentu saja karena massa molekul nisbi (Mr)nya pun berbeda-beda. Massa molekul nisbi (Mr) hanya merupakan salah satu faktor yang menentukan sifat polimer. Faktor penting lainnya ialah susunan rantai dalam polimer. Penelitian sinar x terhadap polimer menunjukan bahwa dalam bahan polimer terdapat daerah yang didalamnya terdapat rantai polimer yang tersusun secara teratur. [Cowd,M.A.1991] 19

2.10. Poliester Tak Jenuh Poliester tak jenuh merupakan jenis oligomer yang lain. Poliester tak jenuh merupakan hasil reaksi campuran asam organik (misalnya asam fumarat, asam maleat, dan anhidrida ftalat) dengan glikol (misalnya propilen glikol dan dietilen glikol). Campuran poliester tak jenuh dengan monomer stiren merupakan bahan pelapis radiasi yang sudah lama dikenal. Walaupun campuran ini mempunyai kecepatan pengeringan yang rendah, tetapi banyak dipakai untuk pelapisan permukaan kayu karena harganya relatif murah [R Holman and F Oldring, 1988]. Suatu asam dibasa (tabel 4) bereaksi secara kondensasi dengan alkohol dihidrat (tabel 3) digunakan untuk mendapatkan poliester. Karena asam tak jenuh digunakan dengan berbagai cara sebagai bagian dari asam dibasa, yang menyebabkan terdapatnya ikatan tak jenuh dalam rantai utama dari polimer yang dihasilkan, maka disebut poliester tak jenuh. Selanjutnya, monomer vinil seperti pada Tabel 5 dicampur yang bereaksi dengan gugus tak jenuh pada saat pencetakan.(surdia Tata,Ir.M.S.Met.E dan Saito Shinroku,Prof. Dr.1992) Tabel 3. Alkohol dihidrat dipakai untuk resin poliester. 20

Tabel 4. Asam dibasa dipergunakan untuk resin poliester. Untuk pengesetan termal, digunakan benzoil peroksida (BPO) sebagai katalis. Temperatur optimal adalh 80 130 0 C, namun demikian, kebanyakan pengesetan dingin yang digunakan. Sebagai katalis digunakan metil etil keton peroksida (MEKPO) dan sebagai pemercepat digunakan kobal naftenat. Bahan ini baik digunakan bila diencerkan 10 kali dengan monomer stiren. Katalis ditambahkan pada 1 2 %. Tabel 5. Monomer vinil dipergunkan untuk resin poliester. 21

Poliester tak jenuh merupakan salah satu bahan diantara bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan beton polimer, selain bahan agregat anorganik (batu, pasir, fly ash), MEKPO, (CH 3 COO) 2 Zn sebagai katalis dan kobal naftenat sebagai promotor. Poliester tak jenuh yang dihasilkan memberikan serapan khas ikatan rangkap pada frekuensi gelombang 1645 cm -1, yang menunjukkan adanya ikatan tak jenuh. [Aisyah. 2003.]. Ada banyak jenis poliester. Bila zat tersebut dimodifikasi menurut suatu cara, sifat-sifatnya cukup bervariasi. Mengenai ketahanan kimianya, pada umumnya kuat terhadap asam kecuali asam pengoksid, tetapi lemah terhadap alkali. Bila dimasukkan dalam air mendidih untuk waktu yang lma (300 jam), bahan akan pecah dan retakretak. Bahan ini mudah mengembang dalam pelarut, yang melarutkan polimer stiren. Kemampuan terhadap cuaca sangat baik. Tahan terhadap kelembaban dan sinar UV bila dibiarkan diluar, tetapi sifat tembus cahaya permukaan rusak dalam beberapa tahun. 2.10.1. Reaksi Polimerisasi Berdasarkan proses pembentukan, polimer dapat dibedakan menjadi 2, yaitu polimer adisi dan polimer kondensasi. Penggolongan ini pertama kali digunakan oleh Carothers [Steven,2001], yang didasarkan pada adanya unit ulang dari suatu polimer mengandung atom-atom yang sama seperti monomer. Polimer adisi memiliki atomatom yang sama seperti monomer dalam unit ulangnya, sedangkan polimer kondensasi memiliki atom-atom yang lebih sedikit karena terbentuknya produk sampingan selama berlangsungnya polimerisasi. 1. Poimerisasi adisi Polimerisasi adisi melibatkan reaksi rantai. Penyebab reaksi rantai dapat berupa radikal bebas atau ion. Polietilen merupakan salah satu bentuk 22

polimerisasi adisi. Beberapa monomer etilena (C 2 H 4 ) bergabung menjadi satu rantai polietilen (C 2 H 4 )n, Cl 2 2 Cl (1) 2. Polimerisasi kondensasi Polimerisasi kondensasi melibatkan penggabungan molekul kecil-kecil, menghasilkan molekul besar-besar melalui reaksi kondensasi (atau adisipenyingkiran) dalam kimia organic, yang terjadi pada zat bermassa molekul rendah. Misalnya, jika campuran etanol dan asam etanoat dipanasi bersama sedikit asam sulfat pekat, etil asetat dihasilkan,disertai penyingkiran air. CH 3.COOH + C 2 H 2 OH CH 3 COOC 2 H 5 + H 2 O (4) Reaksi berhenti sampai disini karena tidak terdapat gugus fungsi yang dapat bereaksi (pada contoh ini gugus COOH dan gugus OH). Akan tetapi, jika tiap molekul pereaksi mengandung 2 atau 3 gugus fungsi maka reaksi berikutnya dapat terjadi [Cowd,M.A.1991] Poliester pertama yang dibuat oleh Carothers mempunyai suhu pelunakan sangat rendah, sehingga sebagai bahan pembentuk serat poliester, ia tidak tahan setrika. Akibatnya Carothers mengesampingkan poliester itu dan memfokuskan pada poliamida yang menjadi awal pengembangan nilon. Pada tahun 1942 Whinfield dan Dickson membuat suatu poliester yang mereka sebut polietilen tereftalat. Poliester lurus dapat dihasilkan dari pemanasan bersama asam berbasa dua dan alkohol dihidrat tertentu [Cowd,M.A. kimia polimer.1991], sebagaimana ditunjukan oleh reaksi berikut : 23

n HO R OH + n HOOC R COOH H -[ O R OOC R CO] n OH + [2n - 1] H 2 O (dapat dibuktikan sendiri bahwa dari 5 molekul asam berbasa 2 dan 5 diol, akan terbentuk 5 kesatuan berulang O-R 1 - OOC-R-CO- dan dilepaskan molekul air) Katalis digunakan pada polimerisasi rantai ionik yang menghasilkan makroion (bukan makroradikal).[feldman, Dorel.Anton,J,H.1995.] Proses curing Curing atau pengeringan pada proses polimerisasi merupakan perubahan fase cair dan pasta menjadi padat. Proses ini dapat terjadi secara fisika karena adanya penguapan pelarut atau medium pendispersi. Curing juga dapat terjadi karena perubahan kimia, terjadinya reaksi antara molekul-molekul yang relatif kecil dengan fase cair atau pasta membentuk jaringan molekul yang lebih besar, padat, dan tidak mudah larut. Proses curing dapat dilakukan dengan reaksi polimerisasi yang bersifat eksotermis. Proses lebih sederhana, walaupun kadang-kadang curing dalam polimerisasi ini perlu waktu lama. Reaksi polimerisasi dimulai dengan adanya radikal bebas yang terbentuk karena dekomposisi bahan yang tidak stabil oleh suhu maupun katalis. Radikal bebas dengan monomer akan mengadakan reaksi polimerisasi dan akhirnya jika radikal bebas bereaksi dengan radikal bebas, maka terjadi reaksi terminasi yang menghasilkan polimer. 2.11. Imobilisasi Limbah Cair Trans-Uranium dengan Polimer Imobilisasi yang disebut juga solidifikasi merupakan proses mencampur limbah radioaktif (penukaran ion organik maupun anorganik bekas, konsentrat evaporator, abu insenerator, dan lain-lain) kedalam matrial matriks, sehingga menjadi bentuk padat yang sukar larut jika hasil imobilisasi tersebut kontak dengan air pada 24

tempat penyimpanan akhir/disposal dalam tanah. Sebelum imobilisasi dilakukan, penukar resin organik bekas memerlukan satu atau lebih proses pengolahan awal dan/atau pengolahan.walaupun, dalam beberapa kasus, hal ini dapat dilakukan tanpa proses pengolahan awal lain, kemudian menghilangkan kandungan air. Matriks yang biasa digunakan untuk imobilisasi penukar ion bekas adalah semen, bitumen dan beberapa jenis polimer. Oleh karena yang terikat dalam polimer adalah radionuklida berumur panjang dan resin penukar ion merupakan senyawa organik, maka digunakan matriks polimer untuk imobilisasinya. Di beberapa negara, high integrity container digunakan untuk penyimpanan dan/atau disposal dari media penukar ion bekas, tampa menggunakan bahan matriks solidifikasi/imobilisasi (IAEA, 2002). 2.12. Imobilisasi menggunakan polimer Imobilisasi resin penukar ion bekas dengan polimer umumnya digunakan pada kebanyakan instalasi pengolahan limbah. Perbedaan tipe polimer yang digunakan dan masih diperlukan riset lanjutan untuk menekan harga yang saat ini kurang efektif, proses yang lebih sederhana, dan kualitas produk yang lebih baik. Beberapa polimer yang digunakan untuk imobilisasi diantaranya dalah resin epoksi, poliester, polietilena, polistirena dan kopolimer, urea formaldehida, poliurethan, fenol formalehida dan polistirena (IAEA, 2002). Polimer dibagi dalam dua kategori: polimer termoplastik dan polimer termoset. Polimer termoplastik menjadi lembut (meleleh) dengan penambahan pemanasan. Hal ini biasa ditambahkan dalam bentuk padat dan dipanaskan kemudian dikombinasikan dengan limbah. Polimer termoset ditangani dalam bentuk cair yang kemudian dipolimerisasikan menjadi bentuk padat menggunakan katalis dan/atau pemanas setelah limbah ditambahkan. Pengguanaan jenis termoset lebih populer 25

dikarenakan prosesnya dapat dilakukan pada temperatur kamar. Pada beberapa kasus sering digunakan imobilisasi metode batch dalam kontainer disposal (biasanya bentuk drum standar). Material penukar ion anorganik dan residu proses kedua seperti abu dan cairan umumnya tidak diimobilisasi dengan polimer karena lebih dapat menerima imobilisasi yang lain seperti semen. Setiap partikel resin dilapisi dengan material matriks. Pada beberapa kasus tidak ditemukan ikatan antara polimer dan resin (IAEA, 2002). 2.13. Parameter Pengujian 2.13.1. Penentuan Densitas Densitas merupakan salah satu parameter blok polimer limbah yang dibutuhkan untuk memprediksikan keselamatan transportasi, penyimpanan sementara (interm storage), dan penyimpanan lestari. Densitas akan menjadi besar jika kandungan limbahnya juga besar. Hal ini disebabkan karena persentase radionuklida berat dalam polimer besar. Persentase kandungan limbah besar, persentase polimer kecil, sehingga densitas polimer besar. Densitas dari blok polimer limbah ditentukan dengan persaman : = v m...( 1 ) Dimana : ρ = densitas ( g/cm 3 ) m = massa sampel ( gram ) v = volume sampel ( cm 3 ) 26

2.13. 2.. Penentuan Kuat Tekan Kuat tekan adalah gaya maksimum yang dibutuhkan untuk menghancurkan benda uji dibagi dengan luas permukaan yang mendapat tekanan. Kuat tekan blok polimer limbah merupakan parameter penting untuk evaluasi karena jatuh atau mengalami benturan. Kuat tekan akan menjadi kecil apabila kandungan limbahnya besar. Dengan penambahan bahan Cs dan Ce. Yang bersifat rapuh, maka polimerlimbah yang terjadi menjadi rapuh dan kuat tekannya menurun. Kuat tekan dihitung dengan persamaan : σ = Pmaks A...( 2 ) dimana : σ = kuat tekan ( kn/cm 2 ) A = luas penampang ( cm 2 ) P maks = beban tekan maksimum ( kn ) 2.13. 3. Penentuan Laju Lindih Laju pelindihan merupakan salah satu karakteristik blok polimer limbah yang penting untuk mengevaluasi hasil imobilisasi, karena tujuan akhir imobilisasi limbah adalah memperkecil potensi terlepasnya radionuklida yang ada dalam polimer limbah itu ke lingkungan. Dalam hal ini dapat diasumsikan sebagai korosi, yaitu lepasnya unsur kerangka polimer sedangkan laju pelindihannya sendiri, yaitu lepasnya sejumlah unsur limbah dari blok polimer limbah. Pengujian ini menggunakan alat soxhlet pada suhu 100 0 C dan tekanan 1 atm. Dalam penelitian ini laju lindih ditentukan dengan mengukur Cs dalam air pelindih setelah diekstraksi selama 6 jam. Laju pelindihan akan semakin besar jika kandungan limbah juga besar. Hal ini dikarenakan konsentrasi radionuklida dalam rongga antara ikatan polimer semakin 27

besar sehingga perbedaan konsentrasi sebagai gaya dorong proses difusi menjadi lebih besar. Laju pelindihan dinyatakan dengan persamaan : L = W A. t...( 3 ) dimana : L = laju pelindihan ( g.cm -2.hari -1 ) W = berat Cs dalam air pelindih ( gram ) A = luas permukaan ( cm 2 ) t = waktu lindih ( hari ) 2.14. Analisis laju pelindihan dengan alat Atomic Absorption Spectrometry (AAS) AAS merupakan salah satu cara analisis yang digunakan untuk menentukan unsur-unsur atau logam-logam contoh. Cara analisis ini dikembangkan oleh Walls tahun 1955. Metode AAS berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya (Khopkar, 1990). Cara analisis spektrofotometer serapan atom, baik dengan nyala maupun yang tanpa nyala mampu menentukan hampir semua unsur logam secara kuantitatif dengan kemampuan mulai dari konsentrasi besar maupun konsentrasi kecil (KLH-JICA, 2005). 2.14.1 Prinsip Dasar Analisis AAS a. Metode flame Prinsip dasar dari teknik Atomic Absorption Spectrometry (AAS) adalah elektron dalam suatu atom pada keadaan dasar menyerap energi cahaya pada panjang gelombang tertentu dan berubah ke tingkat energi yang lebih tinggi 28

(tereksitasi). Jumlah atom yang dilewati cahaya dan tereksitasi berbanding lurus dengan jumlah energi yang diserap. Dengan mengukur jumlah energi cahaya yang diserap dapat ditentukan jumlah atau konsentrasi atom elemen yang diuji dalam contoh ( Suryana, 2001) Hubungan antara serapan yang dialami oleh sinar dengan konsentrasi analit dalam larutan standar bisa dipakai untuk menganalisi arutan sampel yang tidak diketahui yaitu dengan mengukur serapan yang diakibatkan oleh larutan sampel tersebut terhadap sinar yang sama ( KLH JICA, 2005). Hubungan antara konsentrasi atom logam dengan pengukuran cahaya yang diabsorbsi ditunjukkan dengan persamaan Lambert Beer yang berbunyi : Bla sebuah media dilewati cahaya yang transparan, maka cahaya akan diserap oleh media tersebut dimana nilai absorbannya sebanding dengan tebal dan kepekatan dari media. Dengan rumus sebagai berikut : A = - log I c / I o = K v. d. C Dimana : A = Absorbansi I o = Intensitas cahaya awal (erg/detik) I c =Intensitas cahaya setelah sebagian diabsorbsi oleh contoh (erg/detik) K v = Absortivitas molar-konstan (Liter.mol.cm) d = Tebal media (cm) c = Konsentrasi atom analit dalam contoh (mol/liter) 29

Gambar 4: Diagram blok dari AAS b. Metode flameless (tanpa nyala) Atomisasi tanpa nyala dilakukan energi listrik pada batang karbon yang biasanya tabung grafit. Contoh diletakkan dalam tabung grafit dan arus listrik dialirkan melalui tabung tersebut sehingga tabung dipanaskan dan contoh akan teratomisasikan. Temperatur tabung grafit dapat diatur dengan merubah arus listrik yang dialirkan, sehingga kondisi temperatur optimum untuk setiap macam contoh atau unsur yang dianalisa dapat dicapai dengan mudah. 2.14.2. proses Absorbsi Dalam proses ini seberkas sinar yang intensitasnya sebesar I o dengan panjang gelombang tertentu (hv) melewati media pengabsorbsi yang terdiri dari atom. Bila ada atom yang mengabsorbsi energi cahaya tersebut maka energi yang diserap akan mengubah atom tadi menjadi atom yang tereksitasi, sedangkan energi yang tidak diserap akan terus melewati media sebagai sinar yang ditransmisikan. 30

2.14.3. Komponen-komponen AAS 1) Sumber Radiasi (lampu katode) Sumber radiasi yang banyak digunakan adalah lampu katoda berongga, tabung yang bermuatan gas sumber radiasi yang baik adalah sumber radiasi yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a) Memancarkan intensitas sinar dengan pita radiasi yang sempit b) Tidak mengabsorbsi sendiri c) Tidak ada background yang kontinyu Gambar sumber radiasi (lampu katode) ditunjukan pada Gambar 6. Gambar 5: Sumber radiasi (lampu katode) 2) Atomizer Alat ini berfungsi untuk mengubah unsur dalam larutan contoh menjadi bentuk kabut dimana akan dilakukan pengukuran absorbsi. Proses yang terjadi dalam atomisasi secara umum adalah : a. Nebulasi yaitu pengubahan cairan ke dalam bentuk kabut aerosol b. Pemisahan titik-titik kabut dengan sebaran ukuran yang benar c. Pencampuran kabut dengan gas memasukannya ke dalam burner 31