BAB I PENDAHULUAN. kesempatan memperoleh dan meningkatkan kesejahteraan. 1 Mengingat prospek

dokumen-dokumen yang mirip
SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH HERIYANSYAH PUTRA

BAB I PENDAHULUAN. Good Corporate Governance (GCG) adalah salah satu pilar dari sistem

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. saat ini berkaitan dengan pengelolaan sebuah lembaga, baik lembaga

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

III. METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Selain itu, juga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang yang telah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

dan menciptakan pasar yang teratur, wajar dan efisien. 60 BAB III TRANSAKSI AFILIASI DI PASAR MODAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENGANTAR. Umum dan perdagangan efek, Perseroan Publik yang berkaitan dengan Efek yang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, Pasar Modal mempunyai peran. termasuk pemodal kecil dan menengah. 1

BAB I PENDAHULUAN. modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar

PENGGABUNGAN USAHA PERUSAHAAN PUBLIK

BAB I PENDAHULUAN. yang membatasi tanggung jawab pemilik modal yaitu sebesar jumlah saham

BAB I PENDAHULUAN. badan usaha berupa Perseroan Terbatas (PT) menjadi semakin dominan jika. dibandingkan dengan bentuk usaha lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. transaksi saham yang fair. Transaksi saham yang fair sulit tercapai karena adanya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB. I PENDAHULUAN. (Commanditaire Vennootschap atau CV), Firma dan Persekutuan Perdata. Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

PT MULTI INDOCITRA Tbk PIAGAM KOMITE AUDIT

BAB I PENDAHULUAN. Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek

BAB I PENDAHULUAN. mengharapkan investasi yang sudah dikeluarkan dapat diperoleh kembali dengan. Perusahaan dapat memberikan return yang tinggi kepada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA INDUSTRI PERBANKAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan dunia bisnis dan ekonomi sudah berkembang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki unit audit internal atau biasa disebut GAI (Grup Audit Internal) untuk

BAB I PENDAHULUAN. saat ini adalah informasi tentang tanggung jawab sosial perusahaan. Corporate

PEDOMAN DIREKSI DAN KOMISARIS PERSEROAN

BAB I PENDAHULUAN. efektivitas pencapaian tujuan perusahaan. Seiring dengan berkembangnya. mendorong kesinambungan dan kelangsungan hidup perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1.

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya tujuan utama didirikannya suatu perusahaan adalah untuk

PIAGAM KOMITE AUDIT 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Good Corporate Governance. Corporate Governance, antara lain oleh Forum for Corporate

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PENERAPAN PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE. Hj. MUSKIBAH, SH. M.Hum.

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari suatu perusahaan adalah mensejahterahkan kepentingan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. akuntabel terhadap seluruh stakeholder, bukan hanya terhadap salah satu

BAB I PENDAHULUAN. depan dan mendapatkan pengembalian dalam jangka waktu tertentu.

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3 /POJK.05/ TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI LEMBAGA PENJAMIN

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Bagi perusahaan yang sebagian sahamnya dimiliki oleh masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu instrumen hutang yang ditawarkan penerbit (issuer) atau yang

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Good Corporate Governance. kreditor, pemerintah, karyawan, dan pihak pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. (principal) dan manajemen (agent). Kondisi ini menimbulkan potensi terjadinya

I. PENDAHULUAN. diwujudkan dalam bentuk instrumen keuangan (sekuritas) berupa efek (surat berharga). 3 Dari

Audit Committee Charter- SSI. PT SURYA SEMESTA INTERNUSA Tbk. PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER)

PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK PT SURYA CITRA MEDIA Tbk

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan dana pensiun dapat dilihat dari tingkat pencapaian tujuan nya.

BAB I PENDAHULUAN. Corporate governance merupakan tata kelola perusahaan yang menjelaskan hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi global sangat mempengaruhi kinerja perusahaan-perusahaan di

BAB 1 PENDAHULUAN. Asril Sitompul, Pasar Modal Penawaran Umum Dan Permasalahannya, (Bandung: PT. Citra Adhitya Bakti,2000), hal. 1.

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi perekonomian di Indonesia semakin berkembang dan menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan stakeholder lainnya. Prinsip-prinsip yang tercantum dalam pedoman

BAB 1 PENDAHULUAN. Perusahaan korporasi pada awalnya dibentuk agar badan usaha dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dapat diartikan. dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.

BAB III PENUTUP. ditarik kesimpulan bahwa peranan Komisaris Independen dalam rangka

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Direksi

BAB I PENDAHULUAN. tergantung kepada nilai saham yang hendak diperjualbelikan di pasar modal. Undang-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu

BAB I PENDAHULUAN. efektif dan efisien agar bisa bersaing dengan perusahaan lain di dalam negeri

BAB I PENDAHULUAN. Keruntuhan ekonomi yang menimpa bangsa ini tidak bisa lepas dari adanya

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 18/POJK.03/2014 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. corporate governance ini diharapkan ada regulasi serta aturan mengenai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat terpisahkan dari dunia bisnis di Indonesia. Terkait dengan

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Prinsip-prinsip GCG 1. Transparansi

BAB 1 PENDAHULUAN. Didirikannya sebuah perusahaan memiliki tujuan yang jelas yang terdiri dari:

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas perusahaan menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB II LANDASAN TEORI. Teori agensi didasarkan pada pandangan bahwa perusahaan sebagai sekumpulan

DAFTAR ISI CHARTER KOMITE AUDIT PT INDOFARMA (Persero) Tbk

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

BAB I PENDAHULUAN. kepada stakeholders dan bondholders, yang secara langsung memberikan

BAB I PENDAHULUAN. mempertimbangkan faktor lingkungan hidup. Melalui CSR perusahaan tidak

KOMITE REMUNERASI DAN NOMINASI ( PIAGAM KOMITE REMUNERASI DAN NOMINASI )

PT. Wahana Ottomitra Multiartha, Tbk

BAB 1 PENDAHULUAN. yang tidak sepadan (mismatched), tidak hati-hati (prudent), tidak

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah mengenal siapa itu konsumen. 2

PIAGAM KOMITE AUDIT. ( AUDIT COMMITTE CHARTER ) PT FORTUNE MATE INDONESIA Tbk

KEPUTUSAN DEWAN KOMISARIS PT BANK PEMBANGUNAN DAERAH NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG SAHAM MINORITAS DALAM MELINDUNGI KEPENTINGANNYA

BAB I PENDAHULUAN. lemahnya praktek good corporate governance pada korporasi atau perusahaan

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.../20...

BAB I PENDAHULUAN. sebagai wakil dari pemilik juga memiliki kepentingan pribadi sehingga perilaku

PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Direksi

BAB I PENDAHULUAN. untuk menyesuaikan diri serta beradaptasi dalam menghadapi perubahan di

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasar modal merupakan salah satu sumber pembiayaan perusahaan secara jangka panjang. Keberadaan institusi ini bukan hanya sebagai wahana sumber pembiayaan saja, tetapi juga sebagai sarana bagi masyarakat untuk mendapatkan kesempatan memperoleh dan meningkatkan kesejahteraan. 1 Mengingat prospek pasar modal yang sangat berpotensi untuk memberikan harapan banyak pada berbagai pihak, maka sudah seharusnya aspek perlindungan hukum terhadap pemegang saham dan masyarakat mendapat perhatian yang sungguh-sungguh. 2 Suatu perusahaan publik dalam melakukan aktivitasnya melalui pengelola atau pihak pengurusnya, pada hakekatnya harus memandang kepentingan pihakpihak yang diwakilinya, dan tidak melakukan suatu aktivitas yang berpotensi merugikan pihak-pihak yang terkait dalam suatu perseroan untuk memperoleh keuntungan pribadi pihak pengurus dalam perseroan tersebut. Setiap perusahaan yang melakukan kegiatan di pasar modal harus selalu mengikuti peraturan yang ada dan telah ditetapkan oleh pasar modal itu sendiri. Hal ini diperlukan demi terciptanya pasar modal yang dapat melindungi kepentingan investor dalam kegiatan penanaman modal di pasar modal. 1 M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: Prenada Media Group, 2004), hal. 27 2 Sri Redjeki Hartono, Kapita Selekta Hukum Perusahaan, (Bandung: Mandar Maju, 2000), hal. 136 1

2 Kepercayaan dan kredibilitas pasar merupakan hal utama yang harus tercermin dari keberpihakan sistem hukum pasar modal pada kepentingan investor dari perbuatan-perbuatan yang dapat menghancurkan kepercayaan investor. Pentingnya kepercayaan investor dalam pasar modal tidak terlepas dari peranan pemegang saham dalam suatu perseroan yang melakukan aktivitas di pasar modal, karena secara tidak langsung modal pemegang sahamlah yang diinvestasikan di pasar modal melalui saham yang ada di perusahaan masing-masing. Modal yang berasal dari pemegang saham merupakan suatu hal yang sangat penting demi menjaga kelancaran aktivitas perusahaan tersebut. Dalam melakukan aktivitas di pasar modal, perusahaan publik atau sebuah perusahaan tercatat di dalam rencananya untuk melakukan suatu transaksi bisnis wajib memperhatikan rambu-rambu yang diatur dalam peraturan pasar modal yang berlaku, yaitu Undang-Undang Pasar Modal (UUPM) beserta seluruh peraturan pelaksananya. Hal ini perlu dilakukan demi mencapai sasaran yang ingin dicapai Undang-Undang Pasar Modal, yaitu : 3 a. Terciptanya kerangka hukum yang kuat di bidang pasar modal; b. Menciptakan transparansi dan memberikan jaminan perlindungan hukum bagi investor; c. Meningkatkan profesionalisme para pelaku pasar modal; d. Menciptakan sistem perdagangan yang aman, tertib, efisien, dan likuid; e. Memberikan kesempatan berinvestasi bagi para investor kecil; 3 Nindyo Pramono, Bunga Rampai Hukum Bisnis Aktual, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 15

3 Dalam suatu perusahaan posisi pemegang saham berbeda dengan pihak pengelola perusahaan. Pemegang saham bukanlah sebagai pihak yang menjalankan perusahaan. Direksi dan Komisaris sebagai pihak yang bertugas mengelola perusahaan memiliki kewenangan dalam menjalankan perusahaan. Perbedaan posisi antara pemegang saham dengan pihak pengelola perusahaan tersebut menyebabkan tidak jarang terjadinya suatu benturan kepentingan (conflict of interest) antara pihak pengelola dengan pemegang saham. Hal ini dapat terjadi karena dilakukannya transaksi yang mengandung benturan kepentingan, yaitu transaksi yang di dalamnya terdapat perbedaan kepentingan ekonomis perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, atau pemegang saham utama yang dapat merugikan perusahaan. Transaksi yang mengandung benturan kepentingan tersebut dapat terjadi dalam transaksi afiliasi yang dilakukan oleh pihak pengelola perusahaan. Transaksi afiliasi adalah transaksi yang dilakukan oleh perusahaan atau perusahaan terkendali dengan afiliasi dari perusahaan atau afiliasi dari anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, atau pemegang saham utama Perusahaan. Dalam pasar modal, transaksi afiliasi ini merupakan transaksi yang sangat sensitif. Artinya transaksi ini cenderung disalahgunakan dan terkadang bias atau menyimpang. Apalagi dalam prakteknya, transaksi afiliasi sangat beresiko terhadap benturan kepentingan. Kasus-kasusnya sangat bervariasi dan terkadang variasinya itu tidak diatur dalam Undang-Undang. 4 4 Hukum Online, Analis: Transaksi Afiliasi Beresiko Terhadap Benturan Kepentingan, dalam http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol22761/analis-transaksi-afiliasi-beresikoterhadap-benturan-kepentingan, diakses tanggal 14 Juli 2010

4 Transaksi afiliasi perlu diatur karena banyaknya kepentingan di antara pemegang saham. Misalnya, karena ingin memajukan suatu perusahaan afiliasi, perusahaan akan menjual saham dengan harga di bawah harga yang semestinya atau terlalu jauh dari harga pasar. Hal ini dapat menimbulkan adanya benturan kepentingan atau conflict of interest. Hal ini pada akhirnya mengakibatkan yang dirugikan adalah pemegang saham minoritas. 5 Suatu hal yang penting bagi pasar untuk mengetahui apakah perusahaan telah dijalankan sesuai dengan kepentingan seluruh investor. Dengan alasan tersebut perusahaan dituntut untuk mengungkapkan secara penuh mengenai transaksi yang dilakukan dengan pihak afiliasi, baik secara individual atau dalam sebuah grup, termasuk apakah transaksi tersebut telah dilaksanakan secara bebas (arm length transaction) dan sesuai dan ketentuan yang berlaku umum di pasar. Transaksi yang melibatkan pemegang saham mayoritas (termasuk keluarga dekat, relasi dan sebagainya.), baik secara langsung maupun tidak langsung, adalah jenis transaksi yang paling rumit. Di beberapa jurisdiksi, pemegang saham yang memiliki minimal 5% saham wajib melaporkan transaksinya. Pengungkapan tersebut mencakup sifat hubungan afiliasi dimana pengendalian berada dan sifat serta jumlah transaksi dengan pihak terafiliasi, dengan pengelompokan yang memadai. Transaksi-transaksi harus dilakukan pada harga yang transparan dan dengan syarat-syarat yang wajar yang melindungi hak-hak seluruh pemegang saham sesuai dengan klasifikasinya. 6 5 Ibid 6 Tim Studi Pengkajian Penerapan Prinsip-Prinsip OECD dalam Peraturan Bapepam mengenai Corporate Governance, Studi Penerapan Prinsip-Prinsip OECD 2004 Dalam Peraturan Bapepam Mengenai Corporate Governance, dalam

5 Transaksi afiliasi yang mengandung benturan kepentingan biasanya berkaitan erat dengan kepentingan ekonomis pihak-pihak tertentu yang dikategorikan sebagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbenturan dengan kepentingan perseroan. 7 Transaksi ini pada prakteknya telah berlangsung sejak lama dan berpotensi untuk menimbulkan kerugian dari berbagai pihak karena pada dasarnya praktek ini rentan akan unsur kolusi dan merupakan suatu pelanggaran terhadap unsur keterbukaan informasi. 8 Hal ini dikarenakan dalam aktivitas pasar modal, prinsip keterbukaan menjadi suatu persoalan yang penting dan merupakan inti yang menjadi jiwa dari pasar modal itu sendiri. 9 Kerugian terhadap adanya transaksi afiliasi yang mengandung benturan kepentingan ini terutama dirasakan oleh para pemegang saham, karena transaksi tersebut menyangkut kepentingan mereka yang dirugikan. Oleh karena itu perlu diketahui perangkat hukum yang ada untuk melindungi kepentingan mereka sebagai pemegang saham dalam suatu perusahaan. Adanya benturan kepentingan dalam beberapa transaksi, seperti transaksi afiliasi yang berbenturan kepentingan, yang dilakukan oleh pihak pengelola perusahaan yang dapat menyebabkan kerugian bagi perusahaan dan pemegang saham disinyalir karena pengelolaan perusahaan dilakukan dengan cara yang tidak benar. Hal ini juga terkait dengan tidak dilaksanakannya konsep Good Corporate Governance dengan baik dalam mengelola perusahaan, dimana salah satu http://www.bapepam.go.id/pasar_modal/publikasi_pm/kajian_pm/studi-2006/studi-penerapan- OECD.pdf, hal.33, diakses tanggal 19 Agustus 2010 7 M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Op. cit., hal. 249 8 Ibid, hal. 241 9 Bismar Nasution, Keterbukaan dalam Pasar Modal, (Jakarta: Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001), hal. 1

6 penyebabnya adalah latar belakang budaya perusahaan yang berasal dari perusahaan keluarga yang membesar menjadi konglomerasi yang kemudian makin membuka kemungkinan terjadinya tindakan-tindakan yang mengandung konflik kepentingan antara lain seperti transaksi afiliasi. Konsep Good Corporate Governance (GCG) bukan sesuatu yang baru bagi manajemen korporasi. GCG merupakan suatu sistem pengelolaan perusahaan yang mencerminkan hubungan yang sinergis antara manajemen dan pemegang saham, kreditor, pemerintah, supplier dan stakeholder lainnya. 10 Dalam prinsip Good Corporate Governance, perusahaan harus dijalankan secara amanah, akuntabel, transparan, dan fair untuk mencapai tujuan terciptanya nilai perusahaan jangka panjang seraya terlayaninya semua kepentingan pihak yang berkepentingan dengan jalannya perusahaan (stakeholders). Pentingnya penerapan sistem tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) masih menjadi fokus utama dalam pengembangan iklim usaha, terutama dalam rangka memberikan kontribusi yang signifikan terhadap stabilitas perkembangan pasar modal, iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi. Penerapan Good Corporate Governance ini tidak hanya diperuntukkan bagi dunia usaha secara umum tetapi juga secara khusus sangat penting bagi pengembangan industri pasar modal. Berdasarkan hal tersebut, maka implementasi atau penerapan prinsipprinsip Good Corporate Governance dalam transaksi afiliasi perusahaan dapat menjamin stabilitas dan kepastian hukum bagi para pihak yang terkait dalam 10 Nindyo Pramono, Op. cit., hal. 87-88

7 perusahaan, karena dengan diterapkannya prinsip tersebut maka pengelolaan perusahaan dapat berjalan dengan baik. Oleh karena itu, perlu diketahui bagaimana implementasi Good Corporate Governance dalam transaksi yang dilakukan oleh perusahaan, terutama transaksi afiliasi, sehingga dapat menjamin kepastian hukum dan melindungi kepentingan para pihak. Khususnya kepentingan pemegang saham sebagai pihak yang dirugikan apabila terjadi transaksi afiliasi yang mengandung benturan kepentingan yang terjadi karena tindakan yang dilakukan oleh Direksi dan Komisaris sebagai pihak pengelola perusahaan. B. Perumusan Masalah Berdasarkan judul skripsi ini yaitu Implementasi Good Corporate Governance dalam Transaksi Afiliasi di Pasar Modal berdasarkan Keputusan Ketua Bapepam-LK No: Kep-412/BL/2009 dan pemaparan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah konsep Good Corporate Governance di pasar modal? 2. Bagaimanakah pengaturan mengenai transaksi afiliasi di pasar modal? 3. Bagaimanakah implementasi Good Corporate Governance dalam transaksi afiliasi di pasar modal berdasarkan Keputusan Ketua Bapepam- LK No: Kep-421/BL/2009? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Adapun yang menjadi tujuan pembahasan dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui konsep Good Corporate Governance di pasar modal.

8 2. Untuk mengetahui pengaturan mengenai transaksi afiliasi di pasar modal. 3. Untuk mengetahui implementasi Good Corporate Governance dalam transaksi afiliasi di pasar modal berdasarkan Keputusan Ketua Bapepam-LK No: Kep-421/BL/2009. Manfaat penulisan yang dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Secara Teoritis Penulisan skripsi ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan di bidang ilmu hukum ekonomi, khususnya mengenai implementasi Good Corporate Governance dalam transaksi afiliasi di pasar modal berdasarkan Keputusan Ketua Bapepam-LK No: Kep-421/BL/2009. 2. Secara Praktis Secara praktis, skripsi ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pembaca dalam memahami implementasi Good Corporate Governance dalam transaksi afiliasi di pasar modal berdasarkan Keputusan Ketua Bapepam-LK No: Kep-421/BL/2009. D. Keaslian Penulisan Skripsi yang berjudul Implementasi Good Corporate Governance dalam Transaksi Afiliasi di Pasar Modal berdasarkan Keputusan Ketua Bapepam-LK No: Kep-421/BL/2009 yang diangkat penulis dalam skripsi ini berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas

9 Sumatera Utara belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan hasil karya penulis sendiri melalui pemikiran, referensi dari buku-buku, media cetak dan elektronik dan bantuan dari berbagai pihak yang terkait. E. Tinjauan Kepustakaan Dalam pasar modal, penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance dalam transaksi afiliasi sangat diutamakan. Hal ini untuk melindungi para pihak termasuk pemegang saham minoritas. Penerapan Good Corporate Governance sebagai bentuk perlindungan bagi pemegang saham terhadap adanya benturan kepentingan di dalam pasar modal dapat dilihat dengan dikeluarkannya Peraturan No.IX.E.1 lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor : Kep- 412/BL/2009 tentang Transaksi Afiliasi dan Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu. Peraturan ini pada pokoknya merupakan suatu ketentuan yang menjamin kepastian hukum dan perlindungan para pemegang saham. Pengaturan ini memberikan koridor yang akan membatasi pengambilan keputusan oleh pihak-pihak yang berkuasa seperti pemegang saham mayoritas, direksi, dan komisaris perseroan untuk bersepakat mengenai transaksi tertentu yang memberikan keutungan kepada pihak-pihak tersebut dengan mengabaikan hak dan kepentingan pemegang saham minoritas. Pada dasarnya ketentuan mengenai transaksi yang mengandung benturan kepentingan bersifat preventif, menerapkan prinsip keterbukaan sebagai suatu asas fundamental dalam pasar

10 modal dan lebih memberdayakan pemegang saham minoritas dan sekaligus mendidik mereka agar memahami haknya. 11 Pemberlakuan ketentuan ini sejalan dengan prinsip Good Corporate Governance, yaitu menghormati hak pemegang saham, memberikan perlakuan sama di antara pemegang saham, dan melindungi kepentingan pemegang saham minoritas. Prinsip lainnya adalah penerapan prinsip keterbukaan. 12 Corporate Governance pada intinya adalah mengenai suatu sistem, proses dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham, Dewan Komisaris dan Dewan Direksi demi tercapainya tujuan organisasi. Corporate Governance dimaksudkan untuk mengatur hubungan-hubungan ini dan mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan (mistakes) signifikan dalam strategi korporasi dan untuk memastikan bahwa kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat diperbaiki dengan segera. 13 Pengaturan transaksi yang mengandung benturan kepentingan ditujukan untuk mendorong akuntabilitas pengelola perseroan jika harus melakukan transaksi yang mengandung benturan kepentingan. Di sisi lain, perusahaan membutuhkan kecepatan dalam proses pengambilan keputusan, mengingat peluang bisnis selalu diperebutkan. Oleh karena itu, pengambilan keputusan bisa mendatangkan keuntungan, tetapi tidak tertutup kemungkinan kalau di kemudian hari transaksi yang telah dilakukan perseroan malah mendatangkan kerugian. 11 M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Op. cit., hal. 242-243 12 Ibid, hal. 245 13 I Nyoman Tjager, dkk, Corporate Governance: Tantangan dan Kesempatan Bagi Komunitas Bisnis Indonesia, (Jakarta: PT. Prenhalindo, 2003), hal. 28

11 Untuk menjaga kejujuran atau keadilan (fairness), pengambilan keputusan untuk transaksi yang mengandung benturan kepentingan tertentu itu harus melibatkan pemegang saham yang tidak terkait dengan transaksi tersebut untuk dimintakan persetujuan, sehingga risiko yang harus ditanggung perusahaan bisa dikalkulasikan secara matang oleh pemegang saham. Perusahaan tidak akan dipersalahkan untuk transaksi yang demikian, tetapi itu harus dibuktikan dengan risalah atau notulen Rapat Umum Pemegang Saham. Dengan demikian, jika terdapat pertentangan kepentingan ekonomis antara kepentingan perseroan dengan kepentingan Direksi, Komisaris, atau pemegang saham utama, maka kepentingan perseroanlah yang harus didahulukan. Pada dasarnya pelanggaran ketentuan benturan kepentingan transaksi tertentu adalah tindakan yang melampaui kekuasaan yang dimiliki oleh Direksi. Direksi yang menyetujui pelaksanaan transaksi yang mengandung benturan kepentingan transaksi tertentu tanpa mendapat persetujuan pemegang saham melalui RUPS adalah perbuatan yang dikategorikan melanggar hukum, sedangkan jika seorang anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, atau pemegang saham utama mempengaruhi tindakan perseroan untuk melakukan transaksi yang mengandung benturan kepentingan transaksi tertentu tanpa melalui persetujuan RUPS merupakan contoh dari perbuatan yang melampaui kewenangannya. 14 F. Metode Penulisan 1. Jenis dan Sifat Penulisan 14 M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Op. cit., hal. 243-244

12 Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang hanya menggunakan dan mengolah data sekunder atau disebut juga dengan metode kepustakaan atau Studi Pustaka (Library Research) yang berkaitan dengan Implementasi Good Corporate Governance dalam Transaksi Afiliasi di Pasar Modal berdasarkan Keputusan Ketua Bapepam-LK No: Kep-412/BL/2009. Penelitian yang dimaksud tidak lepas pula dari sumber lain selain sumber kepustakaan, yakni penelitian terhadap bahan media massa ataupun dari internet. Penulis juga menggunakan metode pendekatan yuridis, dengan mempelajari ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang terjadi dalam kenyataannya dalam masyarakat. 2. Sumber Data Materi dalam skripsi ini diambil dari data-data seperti yang dimaksud di bawah ini: 15 a. Bahan Hukum Primer Yaitu berbagai dokumen peraturan nasional yang tertulis, sifatnya mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam tulisan ini di antaranya adalah Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dan Peraturan No.IX.E.1 lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep-412/BL/2009 tentang Transaksi Afiliasi dan Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu. 15 Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Penerbit PT.RajaGrafindo Persada, 1994), hal.38

13 b. Bahan Hukum Sekunder Yaitu bahan-bahan yang berkaitan erat dengan bahan hukum primer, dan dapat digunakan untuk menganalisa dan memahami bahan hukum primer yang ada. Bahan- bahan tersebut merupakan semua dokumen yang memuat informasi atau hasil kajian tentang Implementasi Good Corporate Governance dalam Transaksi Afiliasi di Pasar Modal berdasarkan Keputusan Ketua Bapepam-LK No: Kep-412/BL/2009, seperti: bukubuku, jurnal-jurnal hukum, karya tulis ilmiah, beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan persoalan di atas. c. Bahan Hukum Tersier Yaitu mencakup kamus bahasa, untuk pembenahan tata bahasa Indonesia dan juga sebagai alat bantu pengalih bahasa beberapa literatur asing. 3. Analisis Data Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, termasuk pula bahan tersier yang telah disusun secara sistematis sebelumnya kemudian akan dianalisis secara perspektif dengan menggunakan metode-metode sebagai berikut: 16 a. Metode induktif, dimana proses berawal dari proposisi-proposisi khusus (sebagai hasil pengamatan) dan berakhir pada suatu kesimpulan (Pengetahuan baru) yang berkebenaran empiris. Dalam hal ini, adapun data-data yang telah diperoleh akan dibaca, ditafsirkan, dibandingkan dan diteliti sedemikian rupa sebelum dituangkan dalam satu kesimpulan akhir. b. Metode deduktif, yang bertolak dari suatu proposisi umum yang kebenaran 16 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Suatu Pengantar, (Jakarta: Penerbit PT. RajaGrafindo Persada, 2003), hal. 10-11

14 nya telah diketahui (diyakini) yang merupakan kebenaran ideal yang bersifat aksiomatik (self evident) yang esensi kebenarannya tidak perlu diragukan lagi dan berakhir pada kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat lebih khusus. c. Metode komparatif, yaitu dengan melakukan perbandingan (komparasi) antara satu sumber bahan hukum dengan bahan hukum lainnya. G. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan penulisan skripsi ini maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab per bab yang saling berangkaian satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah : BAB I : Bab ini merupakan bab pendahuluan, yang menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. BAB II : Bab ini merupakan bab yang berisi tentang pemaparan tentang konsep Good Corporate Governance di pasar modal, menguraikan bagaimana pengertian, latar belakang, prinsip-prinsip dasar, tujuan dan manfaat, serta bagaimana penerapannya dalam pasar modal, yang berkaitan dengan masalah Implementasi Good Corporate Governance dalam transaksi afiliasi di pasar modal berdasarkan Keputusan Ketua Bapepam-LK No: Kep-412/BL/2009.

15 BAB III : Bab ini merupakan bab yang berisi tentang transaksi afiliasi, yang menguraikan bagaimana pengertian, pengaturannya dalam Peraturan Bapepam No.IX.E.1 lampiran Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor : Kep-412/BL/2009 tentang Transaksi Afiliasi dan Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu dan UU pasar modal, serta bagaimana peranan Bapepam dalam mengatur dan mengawasi pelaksanaan transaksi afiliasi di pasar modal. BAB IV : Bab ini merupakan bab yang berisi tentang implementasi Good Corporate Governance dalam transaksi afiliasi di pasar modal berdasarkan Keputusan Ketua Bapepam-LK No: Kep- 412/BL/2009. Bab ini menguraikan tentang bagaimana implementasi Good Corporate Governance dalam transaksi afiliasi di pasar modal, serta tentang perlunya Good Corporate Governance dalam transaksi afiliasi di pasar modal terkait dengan perlindungan bagi pemegang saham terhadap benturan kepentingan. BAB V : Bab ini merupakan bagian penutup yang berisikan kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas sebelumnya dan saran-saran yang terkait dengan pembahasan yang mungkin berguna bagi perkembangan hukum pasar modal di Indonesia.