PENGARUH PERLAKUAN PRA-KULTUR TERHADAP EFISIENSI REGENERASI IN VITRO LIMA VARIETAS KEDELAI

dokumen-dokumen yang mirip
Marveldani 1, M. Barmawi 2, dan S.D. Utomo 2*

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) merupakan komoditas pangan sebagai sumber

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan / Ilmu Tanaman Fakultas

REGENERASI IN VITRO EMPAT VARIETAS KEDELAI (Glycine max [L.] Merr.) MELALUI ORGANOGENESIS MENGGUNAKAN EKSPLAN BIJI YANG DIIMBIBISI DAN DIKECAMBAHKAN

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) adalah salah satu komoditas utama kacangkacangan

III. BAHAN DAN METODE

Perakitan varietas unggul kedelai dengan

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hipogea L.) merupakan salah satu komoditas pertanian

INDUKSI TUNAS PISANG ROTAN [Musa sp. ( AA Group.)] DARI EKSPLAN BONGGOL ANAKAN DAN MERISTEM BUNGA SECARA IN VITRO

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan Tanaman dan Media

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Gedung

INDUKSI MUTASI GENETIK MELALUI PENGGANDAAN KROMOSOM KEDELAI(Glycine max L. Merr) VARIETAS WILIS DAN TANGGAMUS DENGAN KOLKISIN SECARA IN VITRO

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan

Organogenesis dan Embriogenesis Somatik Kedelai secara In Vitro

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

Staf pengajar PS Pemuliaan Tanaman, Jurusan BDP FP USU Medan

UJI KETAHANAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) HASIL RADIASI SINAR GAMMA (M 2 ) PADA CEKAMAN ALUMINIUM SECARA IN VITRO SKRIPSI OLEH:

PENGARUH PEMBERIAN BAP (Benzil Amino Purin) DAN NAA (Naftalen Asam Asetat) TERHADAP MORFOGENESIS DARI KALUS SANSEVIERIA (Sansevieria cylindrica)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini terdiri atas dua percobaan utama dan satu percobaan lanjutan, yaitu:

PELATIHAN KULTUR JARINGAN ANGGREK TAHUN 2013 MATERI 4 BAHAN TANAM (EKSPLAN) DALAM METODE KULTUR JARINGAN. Oleh: Paramita Cahyaningrum Kuswandi, M.Sc.

8-076 REGENERASI KEDELAI VARIETAS GROBOGAN DARI EKSPLAN BUKU KOTILEDON PADA BERBAGAI KONSENTRASI BAP DAN 2,4-D

Pertumbuhan dan Perkembangan Cabai Keriting (Capsicum annuum L.) secara In Vitro pada beberapa Konsentrasi BAP dan IAA

`PENGARUH IAA DAN BAP TERHADAP INDUKSI TUNAS MIKRO DARI EKSPLAN BONGGOL PISANG KEPOK ( Musa paradisiaca L) SKRIPSI OLEH :

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan

Biosaintifika 4 (1) (2012) Biosantifika. Berkala Ilmiah Biologi.

STERILISASI DAN INDUKSI KALUS Aglaonema sp PADA MEDIUM MS DENGAN KOMBINASI 2,4-D DAN KINETIN SECARA IN VITRO SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu komoditas buah tropis

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

REGENERASI EKSPLAN MELALUI ORGANOGENESIS DAN EMBRIOGENESIS SOMATIK

LAPORAN PELAKSANAAN PENELITIAN

Pengaruh Jenis Eksplan dan Komposisi Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Induksi Kalus Pada Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Program Studi Agronomi, Pasca Sarjana Universitas Sam Ratulangi, Kampus UNSRAT Manado korespondensi:

ORGANOGENESIS TANAMAN BAWANG MERAH (ALLIUM ASCALONICUM L.) LOKAL PALU SECARA IN VITRO PADA MEDIUM MS DENGAN PENAMBAHAN IAA DAN BAP ABSTRACT

REGENERASI PADI VARIETAS CIHERANG SECARA IN VITRO [THE IN VITRO REGENERATION OF THE RICE CIHERANG VARIETY]

MULTIPLIKASI TUNAS PISANG RAJA BULU (Musa spp. AAB) IN VITRO PADA MEDIA YANG MENGANDUNG BENZILADENIN DAN KINETIN

REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria) MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA SKRIPSI.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi pembiakan in vitro tanaman pisang yang terdiri

KULTUR MERISTEM PUCUK STROBERI (Fragaria chiloensis dan F. Vesca) DENGAN PEMBERIAN BEBERAPA ZAT PENGATUR TUMBUH SKRIPSI OLEH:

Induksi Kalus dan Embrio Somatik Tanaman Jambu Biji Merah (Psidium guajava L.) Callus and Somatic Embryo Induction of Guava (Psidium guajava L.

PENGARUH UMUR FISIOLOGIS KECAMBAH BENIH SUMBER EKSPLAN

Metode Induksi Pembentukan Embrio Somatik dari Kotiledon dan Regenerasi Plantlet Kedelai Secara In Vitro

III. METODE PENELITIAN

PENGARUH PEMBERIAN ZPT 2,4 D TERHADAP PERTUMBUHAN DAN METABOLIT KALUS KEDELAI PADA PROSES HYPOXYDA SKRIPSI OLEH:

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Bahan dan Alat Metode Penelitian

PENGARUH KEMATANGAN BENIH TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max (L).Merrill)

RESPON REGENERASI EKSPLAN KALUS KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) TERHADAP PEMBERIAN NAA SECARA IN VITRO

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Riau-Pekanbaru

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

UJI KONSENTRASI IAA (INDOLE ACETIC ACID) DAN BA (BENZYLADENINE) PADA MULTIPLIKASI PISANG VARIETAS BARANGAN SECARA IN VITRO

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Fakultas Pertanian,

PERTUMBUHAN DAN TOLERANSI MELASTOMA TERHADAP ANTIBIOTIK KANAMISIN DAN HIGROMISIN SECARA IN VITRO NANI SUMARNI

PERTUMBUHAN PUCUK AKSILER SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA MEDIUM MENGANDUNG KARBENISILIN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

MIKROPROPAGASI TUMBUHAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO

PENGGANDAAN TUNAS KRISAN MELALUI KULTUR JARINGAN MULTIPLICATION OF CRISAN BUD THROUGH TISSUE CULTURE. Yekti Maryani 1, Zamroni 1

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. zat pengatur tumbuh memperlihatkan pertumbuhan yang baik. Hal tersebut sesuai

GAHARU. Dr. Joko Prayitno MSc. Balai Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

III. METODE PENELITIAN A.

Kajian Awal : Respon Eksplan Nodus dalam Inisiasi Tunas Mikro Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) dalam Medium MS

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

ABSTRAK ABSTRACT PENDAHULUAN

Pengaruh Konsentrasi IAA dan BAP Terhadap Pertumbuhan Stek Mikro Kentang Secara In Vitro Munarti, Surti Kurniasih

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGARUH NAA DAN BAP TERHADAP INISIASI TUNAS MENGKUDU (Morinda citrifolia) SECARA IN VITRO ABSTRAK

Pengaruh Umur Fisiologis Eksplan Daun Muda dan Zat Pengatur Tumbuh terhadap Pembentukan Tunas Cabai Merah (Capsicum annuum L.)

PENGARUH JENIS EKSPLAN DAN KOMPOSISI ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP PRODUKSI BIOMASSA KALUS DAN ANTOSIANIN TANAMAN ROSELLA (Hibiscus sabdariffa Linn.

PERBANYAKAN KLONAL Phalaenopsis sp. IN VITRO DARI EKSPLAN DAUN DAN EKSPLAN TANGKAI BUNGA

I. PENDAHULUAN. Anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis (L.) Blume) merupakan jenis. pesona, bahkan menjadi penyumbang devisa bagi negara.

PERBANYAKAN TUNAS Boesenbergia flava DENGAN PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO SKRIPSI. Oleh :

III. BAHAN DAN METODE. 1. Pengaruh konsentrasi benziladenin dengan dan tanpa thidiazuron terhadap

SKRIPSI. PENGARUH PEMBERIAN 2,4-D DAN BAP TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) Oleh Nurul Mufidah H

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman, Jurusan

KULTUR JARINGAN TANAMAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Pelaksanaan

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor

I. PENDAHULUAN. Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya

Tentang Kultur Jaringan

TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT PISANG ABAKA DENGAN KULTUR JARINGAN DR IR WENNY TILAAR,MS

MIKROPROPOGASI TUNAS KANTONG SEMAR (Nepenthes gracillis Korth.) DENGAN PEMBERIAN NAA DAN BAP SECARA IN VITRO

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 2

RESPON BEBERAPA KULTIVAR KEDELAI TERHADAP TRANSFORMASI GENETIK MENGGUNAKAN Agrobacterium tumefaciens

Kombinasi Embriogenesis Langsung dan Tak Langsung pada Perbanyakan Kopi Robusta. Reny Fauziah Oetami 1)

PENGARUH IAA DAN BAP TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN NILAM (Pogestemon cablin Benth) IN VITRO

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TANAMAN

INDUKSI KALUS EMBRIOGENIK PADA WORTEL (Daucus carota L.) MENGGUNAKAN 2,4-DICHLOROPHENOXYACETIC ACID (2,4-D)

BAHAN DAN METODE. Histodifferensiasi Embrio Somatik

STIMULASI PERTUMBUHAN IMMATURE-EMBRYO CEMARA LAUT PADA BEBERAPA KONSENTRASI HARA MAKRO SECARA IN VITRO

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAB III BAHAN DAN TATA KERJA. kotiledon dari kecambah sengon berumur 6 hari. Kecambah berasal dari biji yang

PENGARUH KONSENTRASI SUKROSA PADA INDUKSI EMBRIO SOMATIK DUA KULTIVAR KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) SECARA IN VITRO. Titik Inayah* ABSTRAK

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAN INVIGORASI TERHADAP VIABILITAS BENIH KAKAO (Theobromacacao L.)

OPTIMALISASI BENTUK FISIK MEDIA PEC SERTA KONSENTRASI NAA TERHADAP PEKEMBANGAN EMBRIO SOMATIK KAKAO(Theobroma cacao L.) MELALUI KULTUR INVITRO

Transkripsi:

PENGARUH PERLAKUAN PRA-KULTUR TERHADAP EFISIENSI REGENERASI IN VITRO LIMA VARIETAS KEDELAI The Effect of Pre-Culture Treatment on The Efficiency of In Vitro Regeneration of Five Soybean Cultivars Oleh Yesi Safitri 1, Akari Edy 2, dan Setyo Dwi Utomo 2 1 Alumni Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Lampung, 2 Dosen Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Jl.Prof. Soemantri Brodjonegoro, No.1, Bandar Lampung 35145 Alamat korespondensi: Setyo Dwi Utomo (setyo_du@unila.ac.id) ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh perlakuan pra-kultur (imbibisi atau pengecambahan) terhadap efisiensi regenerasi in vitro lima varietas kedelai. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, dari bulan November 2011 sampai dengan Maret 2012. Percobaan ini disusun dalam rancangan acak kelompok yang terdiri atas 6 ulangan. Perlakuan disusun secara faktorial (5x2) ; faktor pertama adalah varietas kedelai sebagai sumber eksplan ( Anjasmoro, Willis, Kaba, Sinabung, dan Seulawah); dan faktor kedua adalah perlakuan pra-kultur (imbibisi dan pengecambahan). Setiap satu satuan percobaan terdiri atas lima eksplan yang dikulturkan dalam satu botol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata jumlah tunas adventif per eksplan (RJTA) nyata dipengaruhi oleh perlakuan prakultur; tetapi tidak nyata dipengaruhi oleh varietas dan interaksi antara varietas dan perlakuan pra-kultur. RJTA perlakuan imbibisi yaitu 15,4 tunas per eksplan nyata lebih tinggi daripada perlakuan pengecambahan yaitu 12,9 tunas per eksplan. Presentase eksplan yang menghasilkan tunas adventif (PEMT A) pada 30 hari setelah tanam perlakuan imbibisi dan pengecambahan tidak berbeda nyata jika digunakan eksplan varietas Wilis, Sinabung, dan Seulawah. Jika menggunakan eksplan varietas Anjasmoro, PEMTA perlakuan imbibisi nyata lebih tinggi daripada pengecambahan; sebaliknya pada varietas Kaba, perlakuan pengecambahan nyata lebih tinggi daripada imbibisi. Pada perlakuan imbibisi, PEMTA varietas Anjasmoro (87%) nyata lebih tinggi daripada Kaba (67%); sebaliknya pada perlakuan pengecambahan, PEMTA Anjasmoro (67%) nyata lebih rendah daripada Kaba (87%). Disimpulkan bahwa prosedur regenerasi menggunakan pra-kultur imbibisi atau germinasi termasuk efisien. Kata kunci: buku kotiledon, kedelai, imbibisi, pengecambahan, organogenesis ABSTRACT The objective of this study was to evaluate effect of pre-culture treatment on the efficiency of in vitro regeneration of five soybean cultivars. The study was conducted in tissue culture laboratory, College of Agriculture,University of Lampung from November 2011 March 2012. The experiment was arranged in completely-randomized block design with six replications. Treatments consisted of two factors; the first was soybean cultivars as the source of explants (Anjasmoro, Willis, Kaba, Sinabung, dan Seulawah; the second was pre-culture treatment (imbibitions for 20 hours and germination for 6 days). The results showed that the means of adventive shoots per explants (MASPE)) was significanty affected by pre-culture treatment; but not affected by the cultivars and the interaction of the two factors. MASPE of imbibitions treatment ( 15,4 shoots per explants) was significantly higher than than that of germination (12,9 shoot per explants). The percentage if explants producing adventive shoots (PEPAS) observed on 30 days after planting was notsignificantly different for the explants of cultivar Wilis, Sinabung, and Seulawah. If using Anjasmoro as the source of explants, PEPAS of imbibitions treatment was significanty higher than that of germination; on the other hand, if using Kaba the germination treatment was significantly higher than that of imbibiton. At imbibiton treatment, PEPAS Anjasmoro (87%) was significantly higher than that of Kaba (67%); on the other hand, at germination treatment, PEPAS Anjasmoro (67%) was significantly lower than that of Kaba (87%). It was concluded that this procedure of in vitro regeneraton using imbibiton or germination was efficient. Key words: cotyledonary node, soybean, imbibition, germination organogenesis 58

PENDAHULUAN Kedelai ( Glycine max (L).Merr.) merupakan salah satu dari enam tanaman pangan terpenting di dunia. kedelai nasional tahun 2010 Produksi sebanyak 851.647 ton dan impor kedelai tahun 2010 sebanyak 1,7 juta ton (BPS, 2011). Dengan demikian produksi kedelai perlu ditingkatkan, antara lain melalui penggunaan varietas unggul. Varietas unggul dapat dirakit melalui pemuliaan konvensional dan non-konvensional yaitu menggunakan rekayasa genetik atau transformasi genetik. Regenerasi in-vitro yang efisien diperlukan dalam rekayasa genetik tanaman untuk memperoleh atau meregenerasikan tanaman transgenik dari sel atau jaringan transgenik. Regenerasi invitro kedelai dapat ditempuh melalui jalur embriogenesis somatik dan organogenesis. Embrio somatik kedelai yang diproduksi melalui embriogenesis menggunakan eksplan hipokotil (Phillips dan Collins, 1981; Gamborg et al., 1983), kotiledon muda (Lippmann dan Lippmann, 1984; Lazzeri et al., 985; Pardal et al., 1997) dan biji masak (Widoretno et al., 2003). Regenerasi in-vitro kedelai melalui organogenesis dapat menggunakan eksplan buku kotiledon ( cotyledonary nodes) (Cheng et al., 1980; Wright et al., 1986; Utomo, 2005; Marveldani et al., 2006), daun muda (Wright et al., 1987; Kim et al., 1990), poros embrio (McCabe et al., 1988), potongan hipokotil (Dan dan Reichert, 1998), dan belahan benih masak yang diimbibisi (Paz et al., 2006; Joyner et al., 2010). Prosedur transformasi genetik kedelai menggunakan Agrobacterium telah dilaporkan; prosedur yang menggunakan eksplan buku kotiledon antara lain dilaporkan oleh Zhang et al., (1999); Clemente et al., (2000); Olhoft dan Somers (2001); Utomo (2004); dan Marveldani et al. (2007). Utomo (2004) melaporkan bahwa tanaman kedelai transgenik yang fertil berhasil diperoleh dari eksplan varietas Wilis, Slamet, Tampomas, dan Ijen dengan efisiensi 3,3 4,5%. Prosedur transformasi genetik kedelai yang menggunakan belahan embrio masak yang diimbibisikan dulu dilaporkan oleh Paz et al., (2007). Agar diperoleh prosedur transformasi genetik kedelai varietas unggul nasional yang efisien, diperlukan prosedur regenerasi in-vitro melalui organogenesis yang efisien menggunakan eksplan varietas unggul nasional. Sebelum dikulturkan pada media tumbuh, eksplan buku kotiledon disiapkan dari benih yang dikecambahkan selama 6 hari; dalam hal ini eksplan mendapat perlakuan pra-kultur berupa pengecambahan. Eksplan belahan embrio masak disiapkan dari benih masak yang diimbibisikan selama 20 jam sebagai perlakuan pra-kultur.. Walaupun belum 59

banyak digunakan, perlakuan pra-kultur berupa imbibisi tersebut membutuhkan waktu lebih singkat daripada perlakuan pengecambahan. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh perlakuan pra-kultur (imbibisi atau pengecambahan) terhadap efisiensi regenerasi in-vitro lima varietas kedelai. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, dari bulan November 2011 - Maret 2012. Percobaan menggunakan rancangan faktorial 5 x 2 yang disusun dalam rancangan acak kelempok. Faktor pertama adalah varietas kedelai sebagai sumber eksplan (Anjasmoro, Kaba, Willis, Sinabung, dan Seulawah). Faktor kedua adalah perlakuan pra-kultur (imbibisi 20 jam dan pengecambahan 6 hari). Setiap unit percobaan terdiri atas lima eksplan yang dikulturkan dalam satu botol dan setiap perlakuan diulang 6 kali. Sebelum diberi perlakuan pra-kultur, benih disterilisasi permukaannya. Sterilisasi eksplan dilakukan dengan cara menaruh satu lapis benih kedelai pada cawan petri terbuka yang ditempatkan dalam desikator. Desikator ditempatkan di rumah kaca. Gas klorin diproduksi di dalam desikator dengan cara menambahkan tetes demi tetes 3,3 ml 12 N HCl ke permukaan dinding bagian dalam gelas piala berisi 100 ml chlorox atau sunklin. Desikator kemudian ditutup dan dibiarkan dalam lemari asam selama 48 jam. Kemudian desikator dibuka yang segera diikuti dengan penutupan cawan petri berisi benih kedelai yang sudah disterilkan. Selanjutnya cawan petri dikeluarkan dari desikator, dan ditempatkan pada laminar air flow hood selama 30 menit untuk menurunkan konsentrasi gas klorin. Dalam perlakuan pra-kultur berupa imbibisi, benih kedelai sebanyak 25 30 benih direndam dalam cawan petri berisi air akuades selama 20 jam pada suhu 24 C dan 18/6 jam terang/gelap. Perlakuan prakultur kedua berupa pengecambahan. Benih kedelai dikecambahkan dalam botol berdiameter 8 cm yang berisi medium MS 0 (medium MS tanpa zat pengatur tubuh) yang mengandung 2% sukrosa dan dipadatkan dengan 0,8% agar. Sebanyak 5 benih kedelai per botol dikecambahkan selama 5-6 hari dalam ruang kultur (24 C dan 18/6 jam terang/gelap). Setelah diberi perlakuan pra-kultur, eksplan disiapkan untuk selanjutnya dikulturkan pada media inisiasi tunas. Benih yang sudah diimbibisi 20 jam kemudian dibelah vertikal di antara dua kotiledon sehingga diperoleh dua buku kotiledon. Selanjutnya dibuat 5-7 goresan sepanjang 2-3 mm sejajar dengan poros 60

embrio pada buku kotiledon menggunakan pisau skalpel no. 15. Penyiapan eksplan dari benih yang dikecambahkan dilakukan sebagai berikut. Kecambah dipisahkan dari akarnya dengan cara memotong horizontal hipokotil 3-4 mm di bawah buku kotiledon. Selanjutnya kecambah dibelah vertikal di antara dua kotiledon sehingga diperoleh dua eksplan buku kotiledon. Pucuk poros embrio di atas buku kotiledon dibuang. Terakhir, dibuat 7-12 goresan sepanjang 3-4 mm sejajar dengan poros embrio pada buku kotiledon menggunakan pisau skalpel no. 15. Eksplan buku kotiledon (Gambar 1 atas) dikulturkan pada media inisiasi tunas. Komposisi media tersebut berupa media MS padat (Murashige dan Skoog, 1962) yang mengandung 0,75mg/l benzil amino purin (BAP). Eksplan ditaruh condong dengan sudut 120-150 0, permukaan adaksial menghadap ke atas, dan bagian yang dicacah dibenamkan dalam media. Dua minggu kemudian, kalus pada permukaan bawah eksplan dipotong, dan bagian atas eksplan yang meliputi bakal tunas adventif dipindahkan ke media inisiasi segar. Dua minggu berikutnya, jaringan kotiledon (menguning) dibuang, bagian dasar eksplan yang bersinggungan dengan media dipotong, dan jaringan eksplan yang berdiferensiasi menghasilkan tunas atau bakal tunas adventif pada buku kotiledon dipindahkan ke media baru. Untuk mengetahui efisiensi regenerasi in vitro kedelai melalui organogenesis, diamati dua peubah berikut: 1. Rata-rata jumlah tunas adventif per eksplan pada 30 hari setelah tanam (RJTA). Tunas adalah bakal cabang yang telah membentuk 1 daun trifoliat. Tunas adventif dapat dibedakan dengan tunas aksilar. Tunas aksilar terbentuk secara langsung (tanpa melalui fase kalus) dari meristem aksilar. Karena tanpa melalui fase kalus, sehingga tunas aksilar sudah terbentuk 7 hst berupa tunas tunggal yang tumbuh cepat. Sebaliknya, tunas adventif terbentuk dari kalus yang berasal dari meristem aksilar yang dicacah. Pencacahan bertujuan menghindari terbentuknya tunas aksilar dan merangsang terbentuknya tunas adventif. 2. Persentase eksplan yang menghasilkan tunas adventif (PEMT A), diamati per satuan percobaan pada 30 hari setelah tanam (hst). PEMTA= eksplan yang membentuk 1 tunas adventif eksplan yang dikulturkan per satuan percobaan x 100% 61

A B A C A Gambar 1. D E Pembentukan A tunas adventif kedelai A melalui organogenesis dari eksplan yang diberi perlakuan pra-kultur imbibisi atau pengecambahan. A. eksplan berupa benih atau embrio masak yang diberi perlakuan imbibisi 20 jam; B. eksplan berupa buku kotiledon yang diambil dari kecambah berumur enam hari (perlakuan pengecambahan); C. eksplan pada perlakuan pra-kultur kecambah yang telah ditanam dalam media MS yang mengandung 0,75mg/l BAP; D. Mata tunas atau tunas adventif pada 2 minggu setelah Dikulturkan pada media inisiasi tunas (perlakuan imbibisi) ; dan E. Tunas adventif pada 30 hari setelah dikulturkan pada media inisiasi tunas (perlakuan imbibisi) HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini diamati presentase eksplan yang menghasilkan tunas adventif (PEMT A) dan rata-rata jumlah tunas adventif per eksplan (RJTA). Pengamatan hanya didasarkan pada pembentukan tunas adventif bukan tunas aksilar. Hal tersebut terkait dengan potensi pemanfaatan prosedur regenerasi in vitro kedelai yang sebagian besar digunakan untuk meregenerasikan tanaman transgenik dari sel atau jaringan transgenik; regenerasi in vitro kedelai bukan untuk perbanyakan tanaman. Pada umumnya tanaman transgenik kedelai yang diregenerasikan melalui organogenesis berasal dari tunas adventif, bukan tunas aksilar (Utomo, 2005). Pada 7 hari setelah tanam (hst), dilakukan pengamatan pembetukan tunas aksilar, yaitu tunas yang terbentuk secara langsung dari meristem aksilar, tanpa melalui fase kalus. Karena tanpa melalui fase kalus, tunas aksilar berupa tunas tunggal yang terbentuk jauh lebih cepat daripada tunas adventif. Tunas aksilar yang terbentuk dipotong atau dibuang. Mata tunas atau tunas adventif sudah terbentuk pada 15 hst (Gambar 1 kiri bawah). Tunas adventif berupa bakal 62

cabang yang telah membentuk 1 daun trifoliat dalam penelitian ini diamati pada 30 hst (Gambar 1 E; Gambar 2 dan 3; Tabel 1). Berdasarkan hasil analisis ragam, rata-rata jumlah tunas adventif per eksplan (RJTA) nyata dipengaruhi oleh perlakuan pra-kultur (Tabel 1), tetapi tidak nyata dipengaruhi oleh perlakuan varietas dan interaksi antara kedua faktor. RJTA perlakuan imbibisi yaitu 15,4 tunas per eksplan nyata lebih tinggi daripada perlakuan pengecambahan yaitu 12,9 tunas per eksplan. Dalam penelitian ini, RJTA tidak nyata dipengaruhi oleh perlakuan varietas. Hasil tersebut identik dengan hasil yang dilaporkan Utomo et al. (2010) bahwa RJTA berkisar antara 9,3 (varietas Wilis) sampai 19,7 (varietas Seulawah). Hasil yang lebih rendah dilaporkan oleh Marveldani et al. (2006) bahwa RJTA dari eksplan varietas Sinabung, Ijen Anjasmoro berturut-turut 5,0 tunas. 4,7 tunas, dan 2,8 tunas per eksplan. Karena efisiensi regenerasi in vitro berkontribusi atau mempengaruhi efisiensi transformasi genetik kedelai menggunakan Agrobacterium, perlakuan imbibisi benih selama 20 jam lebih berpeluang meningkatkan efisiensi transformasi daripada perlakuan pengecambahan. Transformasi genetik kedelai menggunakan Agrobacterium dan menggunakan eksplan dari benih yang diimbibisikan dilaporkan oleh Paz et al. (2006). Persentase eksplan yang menghasilkan tunas adventif (PEMT A) dipengaruhi oleh interaksi antara perlakuan pra-kultur dan varietas (Gambar 2 dan 3). Jika menggunakan eksplan varietas Anjasmoro, PEMTA perlakuan imbibisi nyata lebih tinggi daripada pengecambahan; sebaliknya pada varietas Kaba, perlakuan pengecambahan nyata lebih tinggi daripada imbibisi (Gambar 2). Pada perlakuan imbibisi, PEMTA varietas Anjasmoro (87%) nyata lebih tinggi daripada Kaba (67%); sebaliknya pada perlakuan pengecambahan, PEMTA Anjasmoro (67%) nyata lebih rendah daripada Kaba (87%). Pr esentase eksplan yang menghasilkan tunas adventif (PEMTA) pada 30 hari setelah tanam perlakuan imbibisi dan pengecambahan tidak berbeda nyata jika digunakan eksplan varietas Wilis, Sinabung, dan Seulawah. Pada perlakuan imbibisi, PEMTA varietas Anjasmoro nyata lebih tinggi daripada Kaba; sebaliknya pada perlakuan perkecambahan, PEMTA varietas Anjasmoro nyata lebih rendah daripada Kaba (Gambar 3). PEMTA varietas Wilis, Sinabung, dan Seulawah tidak berbeda nyata dengan Anjasmoro maupun Kaba pada perlakuan imbibisi. 63

Tabel 1. Pengaruh perlakuan pra-kultur (imbibisi atau pengecambahan) terhadap menghasilkan rata-rata jumlah tunas adventif per eksplan Perlakuan pra-kultur Rata-rata jumlah tunas per eksplan pada 30 hari setelah tanam) Pengecambahan 12,9 a Imbibisi 15,4 b Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda yata berdasarkan analisis ragam atau uji BNT 5%. Persentase eksplan yang membentuk tunas adventif 100 80 60 40 20 87a 67b 67b 87a 77ab 80ab 80ab 67b Imbibisi Kecambah 73ab 73ab 0 Anjas Kaba Willis Sinabung Seulawah Varietas Gambar 2. Persentase eksplan yang membentuk tunas adventif dari eksplan yang diberi perlakuan pra-kultur imbibisi atau pengecambahan. Angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap varietas tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT (BNT 5% = 16,27) Persentase eksplan yang membentuk tunas adventif 100 80 60 40 20 0 Anjas Kaba Willis Sinabung Seulawah 87a 87a 77ab 80ab 80ab 73ab 73ab 67b 67b 67b Imbibisi Kecambah Cara perkecambahan Gambar 3. Persentase eksplan yang membentuk tunas adventif dari eksplan yang diberi perlakuan pra-kultur imbibisi atau pengecambahan. Angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap perlakuan pra-kultur tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT (BNT 5% = 16,27) PEMTA dalam penelitian ini setara dengan yang dilaporkan Marveldani et al. (2006), relatif lebih tinggi daripada Utomo (2005), tetapi relatif lebih rendah daripada Utomo et al. (2010). Menggunakan eksplan buku kotiledon dari benih yang dikecambahkan, PEMTA varietas Anjasmoro, Sinabung, dan Ijen berturutturut 69%, 71%, dan 78% (Marveldani et al., 2006). Utomo (2005) menggunakan 64

eksplan buku kotiledon dari varietas Slamet, Krakatau, Tampomas, Wilis, Argomulyo, dan Jayawijaya dan melaporkan PEMTA berkisar antara 47-67%. Utomo et al. (2010) melaporkan bahwa PEMTA dari eksplan varietas, Anjasmoro, Seulawah, dan Kaba berturutturut sebesar 86%, 90%, dan 96%. Berdasarkan hasil penelitian ini dan hasil-hasil yang dilaporkan oleh Utomo (2005), Marveldani et al. (2006), dan Utomo et al. (2010) dapat disimpulkan bahwa prosedur regenerasi in vitro menggunakan eksplan buku kotiledon sesuai untuk meregenerasikan tanaman kedelai melalui organogenesis. Tunas adventif berhasil diregenerasikan dari eksplan 12 varietas unggul nasional yaitu Slamet, Krakatau, Tampomas, Wilis, Argomulyo, Jayawijaya, Anjasmoro, Sinabung, Ijen, Seulawah, Kaba, dan Sibayak. KESIMPULAN RJTA perlakuan imbibisi yaitu 15,4 tunas per eksplan nyata lebih tinggi daripada perlakuan pengecambahan yaitu 12,9 tunas per eksplan. Penggunaan eksplan varietas Anjasmoro, PEMTA perlakuan imbibisi lebih tinggi daripada pengecambahan; sebaliknya pada varietas Kaba, perlakuan pengecambahan lebih tinggi daripada imbibisi. Perlakuan imbibisi, PEMTA varietas Anjasmoro (87%) lebih tinggi daripada Kaba (67%); sebaliknya pada perlakuan pengecambahan, PEMTA Anjasmoro (67%) lebih rendah daripada Kaba (87%). Presentase eksplan yang menghasilkan tunas adventif (PEMT A) belum mampu mengikat pada 30 hari setelah tanam dengan perlakuan imbibisi dan pengecambahan dengan digunakan eksplan varietas Wilis, Sinabung, dan Seulawah. DAFTAR PUSTAKA BPS. 2011. Luas panen dan produktivitas kedelai Tahun 2010. Badan Pusat Statistik. www. bps.go.id. Cheng, T. Y., H. Saka, and T. H. Voqui- Dinh. 1980. Plant regeneration from soybean cotyledonary node segments in culture. Plant Sci. Lett. 19:91-99. Clemente, T., B. J. LaValle, A. R. Howe, D. C. Ward, R. J. Rozman, P. E. Hunter, D. L. Broyles, D. S. Kasten, and M.A. Hinchee. 2000. Progeny analysis of glyphosate selected transgenic soybeans derived from Agrobacterium-mediated transformation. Crop Sci. 40:797-803. Dan, Y. and N. A. Reichert. 1998. Organogenic regeneration of soybean from hypocotyl explants. In Vitro Cell Dev. Biol. Plant 34:12-21. Gamborg, O. L., B. P. Davis, and R. W. Stahlquist. 1983. Somatic embryogenesis in cell cultures of Glycine species. Plant Cell Rep. 2:209-202. Joyner, E.Y., L.S. Boykin, and M.A. Lodhi,. 2010. Callus Induction and Organogenesis in Soybean [ Glycine max (L.) Merr.] cv. Pyramid from 65

Mature Cotyledons and Embryos. Open Plant Sci. J., 4: 18 21 Kim, J., C. E. LaMotte, and E. Hack. 1990. Plant regeneration in vitro from primary leaf nodes of soybean Glycine max seedling. J. Plant Physiol. 136:664-669. Lazzeri, P. A., D. F. Hilderband, and G. B. Collins. 1985. A Procedure for Plant Regeneration from Immature Cotyledon Tissue of Soybean. Plant Mol. Biol. Rep. 3: 160 167. Lippmann, B and G. Lippman. 1984. Induction of somatic embryos in cotyledonary tissue of soybean Glycine max L. Merr. Plant Cell Rep. 3:215-218 Marveldani., Maimun, B., Kukuh, dan S., Utomo, S. D. 2007. Pengembangan Kedelai Transgenik yang Toleran Herbisida Amonium - Glufosinat dengan Agrobakterium. Jurnal Akta Agrosia 10(1): 49 64. Marveldani., Maimun, B., Utomo, S. D. 2007. Regenerasi In Vitro Kedelai Melalui Organogenesis Pada Tiga Konsentrasi Benziladenin. Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian 11(2): 84 91. McCabe, D. E., W. F. Swain, B. J. Martinell, and P. Christou. 1988. Stable transformation of soybean by particle acceleration. Bio/Technol. 6:923-926. Murashige,T. and F. Skoog. 1962. A revised medium for rapid growth and bioassays with tobacco tissue cultures. Physiol. Plant. 15: 473-497. Pardal, S.J., D.R. Untari, A. Sisharmini, D.Riyadi, dan M.Herman. 1997. Regenerasi kedelai secara in vitro, halaman 27-38. Dalam S. Moeljopawiro, M. Herman, S. Saono, I. Mariska, B. Purwantara, dan H. Kasim ( eds.). Prosiding Seminar Bioteknologi Pertanian Indonesia, Surabaya 12-14 Maret 1997. Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia, Bogor. Paz, M. M., J.C. Martinez., A. B. Kalvig.,T. M. Fonger., and K. Wang. 2006. Improved cotyledonary node method using an alternative explant derived from mature seed for efficient Agrobacterium-mediated soybean transformation. Plant Cell Rep., 25: 206 213. Phillips, G. C. and G. B. Collins. 1981. Induction and development of somatic embryos from cell suspension cultures of soybeans. Plant Cell Tissue Organ Cult., 1:123-129. Utomo, S. D. 2004. Transformasi Genetik Lima Varietas Kedelai Menggunakan Agrobakterium. Jurnal Agrotropika, 9 (2): 95 101. Utomo, S. D. 2005. Efisiensi Regenerasi In Vitro Enam Varietas Kedelai Melalui Organogenesis. Jurnal Agrista, 9 (1): 83 92. Utomo, S.D., A. Edy, dan F. Yelli. 2010. Regenerasi In Vitro dari Eksplan Buku Kotiledon Enam Varietas Kedelai Melalui Organogenesis Pada Medium MS. Dalam Syarif, A., J. Henri, I.G. Suka, Murhadi, N. Nurcahyani, Warji, W. Simanjuntak, G. Nugroho, Wamiliana, C.Ginting, FX Susilo, D Permata, A. Zakaria, H. Fitriawan, S.D. Yuwono, D. Asmi, A. Lubis, I.G. Swibawa (eds). Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi III. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 2:433-440. Widoretno, W., E. L. Arumningtyas., dan Sudarsono. 2002. Metode Induksi Pebentukan Embrio Somatik dari Kotiledon dan Regenerasi Planlet Kedelai Secara In Vitro. Hayati, 10: 19 24. Wright, M. S., D. V. Ward, M. A. Hinchee, M. G. Carnes, and R. J. Kaufman. 66

1987. Regeneration of soybean Glycine max L. Merr from cultured primary leaf tissue. Plant Cell Rep. 6:83-89. Wright, M. S., S. M.Koehler, M. A. Hinchee, and M. G. Carnes. 1986. Plant regeneration by organogenesis in Glycine max. 5:150-154. Plant Cell Rep. Zhang, Z., A. Xing, P. Staswick, and T. Clemente. 1999. The use of glufosinate as a selective agent in Agrobacterium mediated transformation of soybean. Plant Cell Tissue Organ Cult 56:37-46. 67