*Alamat Korespondensi: rahman_chem08@live.com



dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang diperoleh dari daerah Soreang dan Sumedang. Tempat penelitian menggunakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014,

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

ISOLASI DAN KARAKTERISASI GOLONGAN SENYAWA FENOLIK DARI KULIT BATANG TAMPOI (Baccaurea macrocarpa) DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis

Lampiran 1. Prosedur Pembuatan Pereaksi Pendeteksi. Sebanyak 10 gram NaOH dilarutkan dengan aquades dalam gelas beker

Lampiran 1. Surat Keterangan Identifikasi Spons

ISOLASI DAN UJI TOKSISITAS EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN Nerium oleander

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juni 2012 di

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung

BAB III METODE PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-Desember 2014, bertempat di

Bab III Metodologi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus April 2013, bertempat di

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

3. METODOLOGI PENELITIAN

IDENTIFIKASI DAN UJI TOKSISITAS EKSTRAK METANOL DARI DAUN TANAMAN SIRSAK (Annona muricata L)

UJI BIOAKTIVITAS FRAKSI-FRAKSI DARI EKSTRAK KLOROFORM Melochia umbellata (Houtt) Stapf Var. Visenia

LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Alur Kerja Ekstraksi Biji Alpukat (Persea Americana Mill.) Menggunakan Pelarut Metanol, n-heksana dan Etil Asetat

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilakukan pada bulan Maret Juli 2014, bertempat di

TOKSISITAS SENYAWA FLAVONOID DARI EKSTRAK ETANOL DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora Linn.) SEBAGAI SKRINING AWAL ANTIKANKER SKRIPSI

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2012 bertempat di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek penelitian ini adalah bagian daun tumbuhan suren (Toona sinensis

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

ISOLASI SENYAWA GOLONGAN TRITERPENOID DAN UJI TOKSISITAS EKSTRAK N-HEKSANA BATANG PRANAJIWA

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia

ISOLASI, ELUSIDASI STRUKTUR, DAN UJI BIOAKTIVITAS SENYAWA STEROID DARI BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Skrining Alkaloid dari Tumbuhan Alstonia scholaris

ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI DAUN TUMBUHAN BANGUN-BANGUN (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng.) SKRIPSI PUTRI N E NAIBORHU

BAB II METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODA

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

3 Percobaan dan Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang

3 Metodologi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

SKRINING AKTIVITAS SITOTOKSIK EKSTRAK DAN FRAKSI BEBERAPA JENIS SPON LAUT ASAL PULAU MANDEH SUMATERA BARAT

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juli 2012 di Laboratorium Kimia Fisika

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masih tingginya angka kematian akibat kanker. Lebih detail, jenis kanker serviks

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Binawidya Pekanbaru, 28293, Indonesia

KARAKTERISASI SENYAWA FENOLIK PADA KULIT BATANG JABON (Anthocephalus cadamba (ROXB.) MIQ

ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI BUNGA TUMBUHAN MAWAR PUTIH (Rosa hybrida L.) SKRIPSI RUT SAMAYANA LUBIS

BAB III METODE PENELITIAN

IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA ANTRAQUINON PADA FRAKSI KLOROFORM AKAR KAYU MENGKUDU ( Morinda Citrifolia, L) ABSTRAK

3. METODOLOGI. Gambar 5 Lokasi koleksi contoh lamun di Pulau Pramuka, DKI Jakarta

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Ekstraksi, Fraksinasi dan Uji Bioaktivitas (Skrining Senyawa Bioaktif)

Lampiran 1. Persiapan Media Bakteri dan Jamur. diaduk hingga larut dan homogen dengan menggunakan batang pengaduk,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2015 di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica

ISOLASI METABOLIT SEKUNDER DAN UJI TOKSISITAS EKSTRAK METANOL DAUN TANAMAN SRIKAYA (Annona squamosa Linn)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

UJI AKTIVITAS SITOTOKSIK EKSTRAK DAN FRAKSI DARI SPON LAUT Petrosia sp. DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISASI DAN UJI BIOAKTIVITAS SENYAWA KIMIA ANTI TUBERCULOSIS (TBC) PADA SPONS PETROSIA ALFIANI DARI PERAIRAN SELAT MAKASSAR

BAB III METODE PENELITIAN

BIOAKTIVITAS EKSTRAK METANOL DAN FRAKSI N-HEKSANA DAUN SUNGKAI (PERONEMA CANESCENS JACK) TERHADAP LARVA UDANG (ARTEMIA SALINA LEACH)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei-Desember 2013, bertempat di

ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI DAUN TUMBUHAN BUNI (Antidesma bunius (L) Spreng.) SKRIPSI RIA AGNES ADELINA MANALU

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di UPT Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai

ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI KULIT BUAH RAMBUTAN (Nephellium lappaceum L.) SKRIPSI DEWI F SIRINGORINGO

III. BAHAN DAN METODE

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

Musyarrifah, Asriani Ilyas, dan Maswati Baharuddin Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar

ISOLASI DAN UJI TOKSISITAS SENYAWA ALKALOID DARI KULIT BATANG TUMBUHAN Polyalthia rumphii (B) Merr. (ANNONACEAE)

IDENTIFIKASI DAN UJI AKTIVITAS SENYAWA FLAVONOID DARI EKSTRAK DAUN TREMBESI (Albizia saman (Jacq.) Merr) SEBAGAI ANTIBAKTERI Escherichia coli SKRIPSI

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan.

BAB IV METODE PENELITIAN. glukosa darah mencit yang diinduksi aloksan dengan metode uji toleransi glukosa.

Transkripsi:

ISOLASI, IDENTIFIKASI DAN UJI BIOAKTIVITAS METABOLIT SEKUNDER EKSTRAK KLOROFORM SPONS Petrosia alfiani DARI KEPULAUAN BARRANG LOMPO Rahman*, H. Usman, A. Ahmad Jurusan kimia FMIPA Universitas Hasanuddin Kampus Tamalanrea Makassar 90425 Abstrak. Spons merupakan salah satu biota laut yang sangat prospektif sebagai sumber senyawa-senyawa bahan alam yang memiliki aktivitas farmakologis. Isolasi dan identifikasi metabolit sekunder dari ekstrak kloroform spons Petrosia alfiani asal perairan Spermonde Sulawesi-Selatan telah dilakukan. Teknik isolasi dilakukan dengan menggunakan metode maserasi, partisi, kromatografi kolom vakum, dan kromatografi kolom gravitasi. Senyawa murni telah berhasil diisolasi, kemudian diuji bioaktivitasnya dan diidentifikasi dengan spektrofotometer UV-Vis, FTIR, dan NMR. Uji bioaktivitasnya mampu menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococus aureus dengan diameter hambatan 13,8 mm (100 ppm); 16,2 mm (50 ppm); 16,8 mm (10 ppm); 11,2 mm (1 ppm); 7,0 mm (kontrol negatif); 23,6 (kontrol positif), dan bakteri Escherichia coli dengan daya hambat 100 ppm (9,8 mm), 50 ppm (8,2 mm), 10 ppm (7,4 mm), 1 ppm (6,8 mm); kontrol positif (25,6 mm); kontrol negatif (7,0 mm), serta uji toksisitas dengan larva udang Artemia salina Leach menghasilkan nilai LC 50 sebesar 0,045 µg/ml (ppm). Identifikasi senyawa dengan UV-Vis, FTIR, dan NMR memperoleh hasil berupa senyawa β-sitosterol. Kata Kunci: Identifikasi, Spons Petrosia alfiani, Uji Bioaktivitas, β-sitosterol Abstract. Sponge is one of marine biota that very prospective as natural material compounds that has pharmacological activity. The isolation and identification of secondary metabolites from extract chloroform of Petrosia alfiani sponge from Spermonde Archipelago at south- Sulawesi has been done. The isolation technique used in this study was maceration method, partition, vacuum column chromatography, and gravitation column chromatography. Pure compound has been isolated, then tested the group and its bioactivity and identified by UV-Vis spectrophotometer, Fourier Transform Infrared spectroscopy (FTIR), and Nuclear Magnetic Resonance (NMR). Bioactivity of the compound has been identified and it be able to inhibition the growth of Staphylococcus aureus bacteria with the obstruct diameter is 13.8 mm (100 ppm); 16.2 mm (50 ppm); 16.8 mm (10 ppm); 11.2 mm (1 ppm); 7.0 mm (negative control); 23.6 mm (positive control), and Esherchia coli bacteria the inhibition is 100 ppm (9.8 mm), 50 ppm (8.2 mm), 10 ppm (7.4 mm), 1 ppm (6.8 mm), positive control (25.6 mm), negative control (7.0 mm), and toxicity test with shrimp larvae Artemia salina Leach and LC 50 values of 1.4719 µg/ml. The result of compounds identification with UV-Vis, FTIR, and NMR was β-sitosterol compound. Keyword; Identification, Petrosia alfiani sponge, Bioactivity, β-sitosterol. *Alamat Korespondensi: rahman_chem08@live.com 1

PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara kepulauan memilki garis pantai sepanjang lebih kurang 81.000 km dengan wilayah laut yang sangat luas. Hal ini menjadikan perairan Indonesia memilki potensi kekayaan alam yang besar dengan tingkat keragaman hayati yang tinggi, di dalamnya terdapat berbagai jenis organisme laut. Pemanfaatan organisme laut tidak hanya terbatas sebagai bahan makanan, tetapi juga sebagai sumber bahan kimia alam yang berpotensi sebagai obat (Handayani dkk., 2008). Lingkungan laut merupakan sumber senyawa bioaktif yang sangat melimpah. Senyawa bioaktif dari lingkungan laut yang secara umum berupa senyawa metabolit sekunder sangat potensial untuk dikembangkan sebagai bahan obat. Senyawa bioaktif dari lingkungan laut juga dapat dijadikan sebagai senyawa pemandu (lead compound) dalam sintesis obat-obatan baru (Nursid dkk., 2006). Spons merupakan binatang berongga rapat tergolong sebagai filum Porifera yang ditemukan dikarang-karang vertikal di daerah yang dangkal. Indonesia kaya akan bermacam-macam jenis spons. Biota laut ini menghasilkan berbagai senyawa kimia metabolit sekunder yang bersifat bioaktif. Senyawa kimia tertentu dihasilkan untuk mempertahankan diri dari serangan predator, mengingat struktur tubuhnya yang lunak dan menetap (Muniarsih, 2005). Spons laut memiliki potensi bioaktif yang sangat besar. Selama 50 tahun terakhir telah banyak kandungan bioaktif yang telah ditemukan. Kandungan bioaktif tersebut dikelompokan beberapa kelompok besar yaitu antiflammantory, antitumor, immunosuppessive, antivirus, antimalaria, antibiotik, dan antifouling (Rasyid, 2009). Senyawa metabolit sekunder merupakan sumber bahan kimia alami yang dapat ditemukan di alam dapat dijadikan sebagai rujukan untuk pengembangan obatobatan dan untuk menujang berbagai kepentingan industri. Bahan ini tidak akan pernah habis dan terus akan tercipta dengan struktur molekul yang mengalami interkonversi sejalan dengan perkembangan zaman. Dengan demikian senyawa yang bersumber dari alam akan terus ada tercipta baik yang sudah pernah ditemukan maupun yang baru dan belum diketemukan (Darminto dkk., 2009). Dua metabolit sekunder telah diisolasi dari spons Petrosia Hoeksemai yang dikoleksi dari Pulau Menjangan, Bali- Indonesia. Senyawa tersebut adalah manzamine A dan xestomanzamine A. Senyawa alkaloid manzamine diketahui memiliki aktivitas antimalaria dan anti-hiv (Murti, 2006). Spons merupakan sumber senyawa bahan alam seperti terpenoid, steroid, poliketida, alkaloid, dan masih banyak lagi senyawa-senyawa yang lain (Ralph, 1988). Pada penelitian ini digunakan spons Petrosia alfiani sebagai bahan utama yang akan diisolasi metabolit sekundernya. Jenis spons ini dapat diperoleh di perairan Sulawesi, tepatnya di sekitar pulau Barrang Lompo. METODE PENELITIAN Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain spons Petrosia alfiani, larutan metanol teknis, kloroform p.a., etil asetat p.a dan teknis, n-heksana p.a dan teknis, aseton p.a, silika gel 60 (7733), silika gel 60 (7734), silika gel 60 (7730), plat KLT, KLT preparatif, pasir kuarsa, biakan murni E. coli, biakan murni S. aureus, medium NA (nutrient Agar), DMSO (dimetil sulfoksida), Chloramphenicol, dan kapas. Prosedur Penelitian Penyiapan dan Pengolahan Sampel Sampel diambil langsung dari laut dengan menggunakan peralatan SCUBA. 2

Sampel segar dicuci dan dibersihkan kemudian disimpan dalam plastik. Sampel kemudian disimpan dalam ice box sampai digunakan. Sebelum digunakan, sampel dikeringkan dan digerus terlebih dahulu. Ekstraksi Sampel yang telah dikeringkan kemudian digerus dan ditimbang bobot keringnya sebanyak 4 kg. Sampel kering kemudian dimaserasi dengan menggunakan metanol selama 1 24 jam. Maserasi diulangi dengan volume metanol yang sama beberapa kali. Hasil maserasi kemudian ditampung untuk diuapkan menggunakan rotary evaporator. Ekstrak metanol hasil penguapan dipartisi dengan kloroform dan selanjutnya diuapkan lagi dengan menggunakan evaporator. Hasil penguapan ekstrak dari fraksi kloroform lalu dianalisis dengan kromatografi lapis tipis (KLT) dan diuji bioaktivitasnya sebagai antibakteri dan antikanker. Isolasi Ekstrak kloroform yang telah dikurangi pelarutnya kemudian dipisahkan fraksi-fraksinya dengan memakai kromatografi kolom. Fraksinasi dilakukan dengan kromatografi kolom vakum (KKV), dengan menggunakan eluen yang bervariasi. Hasil fraksinasi dianalisis dengan KLT menggunakan eluen yang sesuai agar dapat menggabungkan fraksi-fraksi yang sama. Analisis dengan KLT dilakukan dengan menggunakan berbagai variasi pelarut. Maserat ditotolkan pada plat KLT yang memiliki silika gel sebagai adsorben lalu dimasukkan di dalam tabung yang telah dijenuhkan dengan eluen. Noda dari hasil totolan pada base line bergerak berdasarkan perbedaan kepolaran dan dihasilkan nodanoda. Sistem ini dilakukan dengan prinsip trial and error guna mencari eluen yang sesuai untuk fraksinasi. Eluen yang digunakan dapat berupa campuran dua atau tiga pelarut. Kromatogram yang baik ditandai dengan terpisahnya masingmasinng noda. Dari noda tersebut akan dihitung nilai Rf- nya. Senyawa murni harus menunjukkan noda tunggal pada tiga macam sistem eluen. Identifikasi Pada tahap ini senyawa murni yang diperoleh diuji kemurniannya dengan mengukur titik leleh dan juga analisis KLT pada tiga macam sistem eluen. Data spektroskopi untuk penetapan struktur diperoleh dengan mengukur senyawa murni melalui alat spektrofotometer UV-Vis, FTIR, 1 H NMR, dan 13 C NMR. Uji Antibakteri Pengujian antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar, yaitu dengan cara larutan agar Tryptic Socy Borth (TBS) diautoklaf pada suhu 21 o C selama 20 menit, kemudian didinginkan pada suhu kamar. Selanjutnya, 1% biakan bakteri dicampurkan dengan media yang masih cair. 15 ml agar bakteri dimasukkan ke dalam petri steril kemudian ditutup rapat dan dibiarkan membeku. Kertas saring steril dicelupkan ke dalam sampel kemudian dikibaskan hingga tidak ada cairan yang menetes. Perlakuan kontrol (kontrol positif; Chloramphenicol dan kontrol negatif: pelarut) dikerjakan seperti sampel. Kertas saring mengandung sampel diletakkan terhadap kontrol positif dan negatif. Kultur diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37 o C dan RH 90% selam 2 hari dan dilanjutkan menjadi 3 hari. Pengukuran dilakukan pada ukuran sona bening yang terbentuk disekitar cakram kertas saring dengan menggunakan mistar geser. Uji Toksisitas Uji bioaktivitas yang dilakukan adalah Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) yang dilakukan terhadap A. salina, prosedur uji aktivitasnya sebagai berikut: 3

Pengambilan sekitar 10-17 ekor Artemia salina berumur 48 jam ke dalam 100 ml air laut sintetik dilakukan secara acak, dimasukan dalam flakton-flakton yang telah diisi dengan sampel masing-masing 100 µl yang telah dilakukan pengenceran sebagai berikut: sebanyak 200 µl sampel 1000 µg/ml dari fraksi kloroform bioaktif yang diatur konsentrasinya dengan DMSO. Selanjutnya pengenceran dilakukan dalam mikroplate dengan konsentrasi yang divariasi (0, 1, 5, 10, 50, 100) µg/ml dan volume sampel tiap lubang 100 µl secara triplo. Kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu kamar dan selanjutnya jumlah larva yang mati dan yang hidup dihitung dengan bantuan kaca pembesar serta ditentukan nilai LC 50 (µg/ml) dengan program Bliss Method (Meyer dkk., 1982). HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel yang telah diambil dari laut kemudian dikeringkan selama kurang lebih 1 minggu untuk mengeluakan kandungan air dalam sampel, karena sampel yang masih basah memiliki struktur yang keras sehingga sulit untuk di gerus. Sampel yang telah kering kemudian dipotong-potong menjadi potongan kecil agar nantinya mudah untuk dihaluskan menggunakan blender. Setelah halus, sampel kembali dikeringkan 2-3 hari untuk memastikan kandungan airnya telah habis dan beratnya ditimbang. Berat sampel yang diperoleh sebanyak 4,5 Kg. Proses maserasi ini dilakukan dengan merendam sampel menggunakan metanol dalam wadah yang telah disiapkan, proses ini dilakukan selama 4x24 jam untuk memastikan kandungan senyawa dalam sampel sudah ditarik semuanya oleh metanol. Tiap kali selesai melakukan maserasi, hasilnya ditampung dalam sebuah botol dan maserasi selanjutnya diganti dengan metanol yang baru dan begitu seterusnya sampai 4 kali. Setelah maserasi, sampel kemudian dievaporasi menggunakana alat rotary evaporator untuk mengurangi pelarutnya dan membuat sampel menjadi lebih pekat. Sampel yang telah dipekatkan kemudian diekstraksi dengan pelarut kloroform menggunakan corong pisah. Proses ini dilakukan dengan perbandingan 1:2 antara volume sampel dan pelarut, pelarut kloroform dan metanol sulit terpisah karena perbedaan kepolaran yang kecil maka ditambahkan sedikit akuades agar pemisahan dapat terjadi dengan baik. Proses ini dibiarkan selama kurang lebih 24 jam untuk membuat kloroform dapat menarik senyawa dari sampel secara maksimal. Jumlah ekstrak kloroform yang diperoleh dalam proses ekstraksi ini sebanyak 20,1574 g. Ekstrak kloroform yang telah diperoleh kemudian di kromatografi lapis tipis (KLT) untuk mencari perbandingan eluen yang sesuai dan pemisahan senyawa yang baik. Eluen yang digunakan berupa n- heksana, etil asetat, kloroform, dan aseton. Keempat eluen inilah yang divariasikan perbandingannya untuk mendapatkan pemisahan senyawa yang baik. Dalam penelitian ini didapatkan perbandingan eluen dari n-heksana dan aseton yaitu 6:4. Eluen inilah yang akan digunakan dalam proses pemisahan selanjutnya. Tahapan isolasi ini dimulai dengan melakukan kromatografi kolom vakum (KKV). Ekstrak yang sudah kering sebanyak 10 g kemudian diimprek dengan menggunakan silika gel tipe 7730. Proses KKV dilakukan dengan menggunakan alat KKV dan silika gel tipe 7734, tahapan ini berlangsung dengan menggunakan eluen n- heksana dan aseton dengan berbagai perbandingan mulai dari 9:1 sampai 1:9. Pada tahapan ini akan di peroleh beberapa fraksi yang kemudian dianalisis dengan menggunakan KLT untuk mengetahui fraksi mana yang memiliki noda yang sama untuk kemudian digabung menjadi satu. 4

Tahap berikutnya dilakukan kromatografi kolom gravitasi dari fraksifraksi yang didapatkan pada kromatografi kolom vakum. Fraksi yang dikeringkan dan ditimbang adalah isolat dengan perbandingan 7:3. Jumlah fraksi ini sebanyak 0.7 gram yang kemudian diimprek dengan silika dan dilanjutkan dengan kolom gravitasi dengan eluen n-heksana dan etil asetat 4:6. Pada tahap ini didapatkan beberapa fraksi yang kemudian di KLT untuk menentukan fraksi yang pergeseran nodanya sama dan kemudian digabung. Penggabungan fraksi mendapatkan 5 buah fraksi baru yang kemudian satu diantara fraksi tersebut memiliki pemisahan noda yang baik (ada dua noda). Untuk memurnikan fraksi tersebut dilakukan KLT preparatif dengan pelarut yang sama (nheksana:etil asetat 4:6). Hasil dari KLT preparatif disaring dengan menggunakan pelarut etil asetat dan di KLT lagi untuk memastikan kemurniannya, dan didapatkan hanya ada satu noda. Fraksi tersebut diukur titik lelehnya dan didapatkan titik lelehnya 135-136 o C, hal ini dapat dikatakan telah murni karena range titik lelehnya hanya 1 derajat. Setelah itu kemudian dilakukan uji sitotoksik dan antibakteri, diidentifikasi dengan n menggunakan alat UV-Vis, FTIR, dan NMR. Spektrofotometer UV-Vis Sampel yang telah murni diencerkan dengan pelarut etil asetat (sebagai pelarut) sebanyak 5 ml untuk kemudian di ukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Berikut adalah hasil pengukuran sampel dengan spektrofotometer UV-Vis. Gambar 1. Hasil identifikasi dengan spektrofotometer UV-Vis Panjang gelombang maksimun pada spektrofotometer UV-Vis Vis yang terukur sebesar 215 nm dengan absorbansi 0,006. Dengan demikian, senyawa tersebut tidak memiliki ikatan rangkap atau hanya memiliki satu ikatan rangkap karena menyerap sinar dibawah 250 nm. Fourier Transform Infra Red (FTIR) Spectroscopy Spektrum IR lebih sering digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan gugus fungsi yang memiliki pita spesifik yang menonjol, yaitu: C=O, O-H, N-H, C-O, C=C, C N, dan NO 2. Berikut adalah hasil pengukuran FTIR dari sampel yang telah dimurnikan. 5

Gambar 2. Hasil identifikasi spektrofotometer FTIR pada sampel Penyerapan pada spektrum FTIR menunjukkan adanya puncak pada daerah 3421,72 (OH), 2958,80 dan 2866,22 (CH alifatik), 1666,50 (C=C), 1463,97 (CH 2 ), 1375,25 (C-O), dan 1055,06 (sikloalkana). Sedangkan menurut Kamboj dan Saluja (2011) bahwa spektrum FTIR pada β- sitosterol menunjukkan puncak serapan pada 3373,6 cm -1 (O-H); 2940,7 cm -1 dan 2867,9 cm -1 (C-H alifatik); 1641,6 cm -1 (C=C ), puncak penyerapan lainnya termasuk 1457.3cm -1 (CH2); 1381,6 cm -1 (C-O), dan 1038,7 cm -1 (sikloalkana). Olehnya itu dari data spektrum FTIR diatas dapat disimpulkan bahwa senyawa tersebut β- sitosterol. Nuclear Magnetic Resonance Proton ( 1 H NMR) Digunakan 1 H NMR untuk mengukur banyaknya jumlah atom H dalam suatu senyawa. Nilai pergeseran kimia, spindan konstanta coupling spin splitting merupakan nilai-nilai yang harus dibandingkan. Nilai-nilai tersebut memberi juga petunjuk mengenai perbedaan lingkungan suatu atom hidrogen di dalam molekul. Penentuan struktur halus yang berupa puncak-puncak berganda, memberikan petunjuk mengenai berbagai tipe H yang saling berdekatan satu sama lainnya. Perbedaan dalam frekuensi resonansi adalah sangat kecil, sehingga sangat sukar untuk mengukur secara tepat frekuensi resonansi setiap proton. Oleh karena itu digunakan senyawa standar frekuensi yang ditambahkan dalam larutan senyawa yang akan diukur, dan frekuensi resonansi setiap proton dalam cuplikan diukur relatif terhadap frekuensi resonansin dari proton-proton senyawa standar. Salah satu senyawa standar yang digunakan adalah tetrametilsilan (CH 3 ) 4 Si yang disebut TMS. Senyawa ini dipilih karena proton-proton dari gugus metil jauh lebih terlindungi bila dibandingkan dengan kebanyakan senyawa cuplikan. Inti atom yang mempunyai nilai geseran kimia (δ) daerah rendah (dekat TMS) disebut high shielded field (daerah medan magnet tinggi), sedangkan daerah makin jauh dari TMS disebut low shielded field (daerah medan rendah). 6

Gambar 3. Hasil identifikasi sampel dengan menggunakan 1 H NMR Data hasil pengukuran pergeseran kimia senyawa β-sitosterol yang telah diteliti sebelumnya pada 1 H NMR yaitu 3,53 (C3, tdd); 0,93 (C19, d); 0,84 (C24, t); 0,83 (C26, d); 0,81 (C27, d); 0,68 (C28, s), 1,01 (C29, s) dan 13 C NMR yaitu 72,0 (C3); 140,9 (C5); 121, 9 (C6); 19,2 (C19); 12,2 (C24); 20,1 (C26); 19,6 (C27); 19,0 (C28); 12,0 (C29) yang telah diperoleh dari ekstrak Rubus suavissimus dengan pelarut diklorometana. Senyawa tersebut berbentuk bubuk putih dan memiliki titik leleh 134-135 o C (Prakash dan Chaturvedula, 2012). Pengukuran 1 H NMR pada sampel memiliki puncak dengan pergeseran kimia yaitu 3,52 (C3, tdd); 5,15 (C6, t); 0,94 (C19, d); 0,91 (C24, t); 0,86 (C26, d); 0,84 (C27, d); 0,67 (C28, s); dan 1,002 (C29, s). Senyawa ini berbentuk hamblur putih dengan titik leleh sebesar 135-136 o C. Hal ini serupa dengan spektrum β-sitosterol yang telah ditemukan sebelumnya oleh Prakash dan Chaturvedula (2012) sehingga dapat disimpulkan bahwa senyawa ini adalah β-sitosterol. Nuclear Magnetic Resonance Carbon ( 13 C NMR) Spektroskopi 13 C NMR pada hakikatnya merupakan pelengkap NMR proton, dan kombinasi kedua cara itu merupakan alat yang kuat pada penentuan struktur. Nilai pergeseran kimia, spin-spin splitting dan konstanta coupling merupakan nilai-nilai yang harus dibandingkan. Nilainilai tersebut memberi juga petunjuk mengenai perbedaan lingkungan suatu atom karbon di dalam molekul. Untuk membedakan jenis karbon, metil, metilen, metin, dan karbon kuarterner digunakan analisis spektrum DEPT 13 C NMR. DEPT 135 o yang digunakan pada penelitian ini akan memunculkan sinyal CH dan CH 3 masing-masing berharga positif, sedangkan sinyal CH 2 akan muncul sebagai sinyal berharga negatif. Berikut adalah hasil spektrum DEPT 13 C NMR dari sampel senyawa. 7

Gambar 4. Hasil identifikasi sampel dengan menggunakan DEPT 13 C NMR Pengukuran 13 C NMR yang telah dilakukan menunjukkan adanya 27 puncak atom karbon yang menandakan ada 2 puncak yang sama atau mengalami kopling yaitu pada puncak dengan pergeseran kimia 42,4 (C4,13) dan 32,0 (C7,8). Puncak lainnya yang temukan berada pada daerah 140,87 (C5) dan 121,86 (C6), karbon ini memiliki pergeseran kimia yang cukup besar karena membentuk ikatan rangkap. Pada daerah 71,95 (C3) yang terikat langsung pada atom O sehingga pergeseran kimianya cukup besar. Kemudian terdapat juga pada daerah 56,9 (C14); 56,28 (C17); 50,26 (C9); 12,00 (C29); 19,5 (C28); 28,1 (C19). Hal ini sesuai dengan pergeseran kimia pada β-sitosterol yang telah ditemukan oleh Prakash dkk (2012) sehingga dapat disimpulkan bahwa senyawa ini adalah β-sitosterol. Olehnya itu, dengan menyatukan semua data yang didapat dari hasil identifikasi dengan UV-Vis, FTIR, 1 H NMR, dan 13 C NMR maka dapat disimpulkan bahwa struktur senyawa yang telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi dari spons Petrosia alfiani ekstrak kloroform dapat digambarkan seperti dibawah ini. Gambar 5. Struktur senyawa β-sitosterol yang telah berhasil diidentifikasi dari spons Petrosia alfiani 8

Uji Anti Bakteri Medium agar yang telah dibuat dan membeku kemudian menjadi tempat untuk membiakkan bakteri uji yaitu E. coli dan S. aureus. Kedua bakteri tersebut kemudian digores pada masing-masing medium agar yang telah disiapkan dan diletakkan kertas saring yang berukuran kecil diatasnya yang sebelumnya telah direndam kedalam sampel uji, kontrol positif (chloramphenicol 30 µg), dan kontrol negatif (pelarut). Konsentrasi senyawa dibuat sebanyak 500 ppm dengan pelarut DMSO dan etil asetat 1:1 dan kemudian diencerkan dalam 100 ppm, 50 ppm, 10 ppm, dan 1 ppm. Campuran bakteri dan sampel kemudian dimasukkan ke dalam inkubator dengan suhu 37 o C selama 1x24 jam, diukur daya hambat sampel tehadap bakteri. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan jangka sorong dengan mengukur kedua diameter hambatan dan ditentukan rataratanya. Gambar 6. Hasil pengujian daya hambat sampel senyawa terhadap bakteri E. coli (kiri) dan S. aureus (kanan). Tabel 1. Pengukuran diameter zona hambat sampel, kontrol positif, dan kontrol negatif terhadap bakteri uji. Konsentrasi (ppm) Diameter Zona Hambat (mm) E. coli S. aureus 100 9,85 13,9 50 8,3 16,1 10 7,2 12,1 1 6,6 10,7 Kontrol Positif 25,6 23,6 Kontrol Negatif 7,0 7,0 Tabel diatas menunjukkan bahwa sampel mampu menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dan S. aureus. Pada bakteri E. coli menunjukkan diameter zona hambat kontrol negatifnya sebesar 7 mm daya hambat sampel 100 ppm (9,85 mm), 50 ppm (8,3 mm), 10 ppm (7,2 mm), dan 1 ppm (6,6 mm), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada konsentrasi 100 ppm, 50 ppm, dan 10 ppm mampu menghambat pertumbuhan bakteri E. coli namun tidak sebesar diameter zona hambat kontrol positifnya (25,6 mm), sedangkan pada konsentrasi 1 ppm tidak mampu menghambat bakteri E. coli. Diameter zona hambat sampel pada bakteri S. aureus adalah 13,9 mm (100 ppm); 16,1 mm (50 ppm); 12,1 mm (10 ppm); 10,7 mm (1 ppm); 7,0 mm (kontrol negatif). Dengan demikian senyawa tersebut mampu menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus walaupun tidak sebaik kontrol 9

positifnya yaitu sebesar 23,6 mm. Ketidaksesuaian hambatan dengan konsentrasinya disebabkan oleh adanya kontaminasi pada konsentrasi 100 ppm dan 10 ppm. Uji Toksisitas Sampel yang telah murni dilakukan uji bioaktivitas (toksisitas) dengan menggunakan larva udang Artemia salina leach. Pengujian ini diawali dengan cara mengairasi telur udang selama 2x24 jam. Setelah telur udang menetas dilakukan pengujian terhadap larva udangnya. Sampel dibuat dalam konsentrasi 5000 ppm dengan menggunakan pelarut DMSO dan etil asetat, kemudian diencerkan dalam beberapa konsentrasi yaitu 100 ppm, 50 ppm, 10 ppm, 5 ppm, 1 ppm, serta kontrol negatif menggunakan pelarutnya, semuanya dibuat triplo. Setiap konsentrasi sampel dimasukkan ke dalam botol pereaksi kecil lalu ditambahkan 1 ml air laut. Dimasukkan larva udang pada masing-masing sampel dan kontrol negatif sebanyak 10 buah dan ditambahkan air laut sampai 5 ml lalu didiamkan selama 1x24 jam. Keesokan harinya, larva yang mati dihitung jumlahnya seperti pada tabel berikut. Tabel 2. Hasil uji toksisitas dengan Artemia salina Leach Konsentrasi (ppm) Jumlah Kematian pada Jumlah Kematian pada Sampel Kontrol 100 12 8 50 18 16 10 17 8 5 8 12 1 7 9 Tabel diatas menunjukkan rata-rata larva udang yang mati selama 1x24 jam, dari data diatas kemudian dihitung persentase kematiannya dengan menggunakan rumus: %Kematian= Jumlah larva udang mati pada uji jumlah larva udang mati kontrol Jumlah larva udang mula mula 100% Dengan menggunakan rumus diatas didapatkan persentase masing-masing konsentrasi berturut-turut sebesar 13,3%; 6,67%; 30%; -13,3%; -6.67%. Dari persen kematian, dicari angka/nilai probit tiap kelompok hewan uji melalui tabel, menentukan log dosis tiap-tiap kelompok kemudian dibuat grafik dengan persamaan garis lurus hubungan antara nilai probit vs log konsentrasi, y = bx + a. Dimana y: angka probit dan x: log konsentrasi, kemudian ditarik garis dari harga probit 5 (= 50% kematian) menuju sumbu X, didapatkan log konsentrasi. Log konsentrasi diantilogkan untuk mendapatkan harga LC 50 atau LC 50 dapat juga dihitung dari persamaan garis lurus tersebut dengan memasukkan nilai 5 (probit dari 50 % kematian hewan coba) sebagai y sehingga dihasilkan x sebagai nilai log konsentrasi. LC 50 dihitung dan diperoleh dari antilog nilai x tersebut. 10

Tabel 3. Penentuan nilai LC 50 Konsentrasi (ppm) Log Konsentrasi %Kematian Probit 100 2 13,3% 3,87 50 1,7 6,67% 3,45 10 1 30% 4,48 5 0,7-13.3% 0 1 0-6.67% 0 Probit 5 4 3 2 1 0 Log Konsentrasi vs Nilai Probit 0 0.5 1 1.5 2 2.5 Log Konsentrasi Senyawa y = -0.762x + 5.128 R² = 0.571 Series1 Linear (Series1) Grafik 1. Hubungan antara log konsentrasi dengan nilai probit pada LC 50 y = -0,762x + 5,128 5 = -0,762x + 5,128 5 5,128 = -0,762x -0,128 = -0,762x -0,128 x= -0,762 x = 0,1679 LC 50 = antilog 0,1679 = 1,4719 µg/ml (ppm) Berdasarkan pada pernyataan Meyer (1982) bahwa senyawa dikatakan toksik apabila mortalitas terhadap Artemia salina Leach yang ditimbulkan memiliki harga LC 50 < 1000 μg/ml dan sangat toksik apabila 30 μg/ml. Dan dari perhitungan diatas diketahui nilai LC 50 sebesar 1,4719 µg/ml (ppm) dan dapat dikategorikan sangat toksik. KESIMPULAN Penelitian ini telah berhasil mengekstraksi dan mengisolasi senyawa murni sebanyak 76 mg yang aktif terhadap terhadap larva udang Artemia salina Leach dengan nilai LC 50 sebesar 0,045 µg/ml (ppm), juga aktif terhadap bakteri E. coli dengan nilai hambatan berturut-turut sebesar 100 ppm (9,85 mm), 50 ppm (8,3 mm), 10 ppm (7,2 mm), 1 ppm (6,6 mm); kontrol positif (25,6 mm); kontrol negatif (7,0 mm), dan terhadap bakteri S. aereus denga nilai hambatan 13,9 mm (100 ppm); 16,1 mm (50 ppm); 12,1 mm (10 ppm); 10,7 mm (1 ppm); 7,0 mm (kontrol negatif); 23,6 (kontrol positif). Hasil identifikasi dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis, 11

FTIR, dan NMR adalah senyawa β-sitosterol. DAFTAR PUSTAKA Darminto, Ali, A., Dini, I., 2009, Indentifikasi Senyawa Metabolit Sekunder Potensial Menghambat Pertumbuhan Bakteri Aeromonas hydrophyla dari Kulit batang Tumbuhan Aveccennia spp., Jurnal Chemica, 10(2), 92 99. Handayani, D., Sayuti, N., dan Dachriyanus, 2008, Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Antibakteri Epidioksi Sterol dari Spons Laut Petrosia Nigrans, Asal Sumatra Barat, Prosiding Seminar Nasional Sains Dan Teknologi-II, Universitas Lampung, 17-18 November 2008. Kamboj, A., and Saluja, A. K., 2011, Isolation of Stigmasterol and β- Sitosterol from Petroleum Ether Extract of Aerial Parts of Ageratum conyzoides (Asteraceae), International Journal of Pharmacy and pharmaceutical Sciences, 3(1), 94-96. Meyer, N., N.R. Ferrigini, J.E. Putnam, D.E. Jacobsen, D.E. Nichols, and J.L. McLaughlin. 1982. Brine shrimp: A. convenient general bioassay for active plant constituents, Planta Med. 45, 31. Murniasih, 2005, Subtansi Kimia Untuk Pertahanan Diri Dari Hewan Laut Tak Bertulang Belakang, Oseana, 30(2), 19-27. Murti, Y. B., 2006, Isolation and structure elucidation of bioactive secondary metabolites from sponss collected at Ujungpandang and in the Bali Sea, Indonesia, Disertation. Nursid, M., Wikata, T., Fajarningsih, N. D., dan Marraskuranto, E., 2006, Aktivitas Sitotoksik, Induksi Apoptosis dan Ekspresi Gen p53 Fraksi Metanol Spons Petrosia cf. nigricans terhadap Sel Tumor Hela, Jurnal Pascapanan dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, 1(2). Prakash, I., and Chaturvedula, V. S. P., 2012, Isolation of Stigmasterol and β-sitosterol from the Dichloromethane Extract of Rubus suavissimus, Internatioanal Current Pharmaceutical Journal, 1(9), 239-242. Ralph, D. F., 1988. What Are Sponnges?. Adapted From: Hooper, JNA. Sponguide, version April 1988, Queensland Museum, Australia. Rasyid, A. 2009. Senyawa Senyawa Bioaktif dari Spons. Oseana. 34(2), 25-32. 12