BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Suku Batak dari sekian banyak suku yang ada di negeri ini termasuk salah satu suku yang banyak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10

BAB I PENDAHULUAN. yang dihasilkan dari kebiasaan dari masing-masing suku-suku tersebut.

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang menduduki pulau-pulau tersebut dengan berbagai etnis dan suku

bersikap kolot, dan lebih mudah menerima perubahan yang terjadi di dalam masyarakat terutama pada perempuan yang tidak menikah ini.

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman suku bangsa. Sampai saat ini tercatat terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kejadian penting dalam sejarah kehidupan manusia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara,

11. TINJAUAN PUSTAKA. berbagai macam peristiwa tetap yang biasanya terjadi di masyarakat yang. bersangkutan. Koentjaranigrat (1984: )

BAB I PENDAHULUAN. penganutnya. Indonesia merupakan negara penganut budaya Timur dan

BAB I PENDAHULUAN. Suku Tionghoa merupakan salah satu suku yang ada di Indonesia. Saat ini

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA

BAB I PENDAHULUAN. bentukan manusia yang tidak lahir begitu saja yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger

BAB I PENDAHULUAN. mendiami daerah Simalungun begitu juga dengan yang lainnya. marga, dimana menghubungkan dua pihak yakni pihak parboru atau sebagai

BAB I PENDAHULUAN. menganggap bentuk kehidupan itu benar, baik dan berguna bagi mereka. Fenomena dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. paranak dan pihak perempuan atau parboru. Perkawinan mengikat kedua belah

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. beragam ketentuan adat yang dimiliki. Kehidupan setiap etnis berbeda-beda. Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang kaya akan budaya dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. akal dan pikiran untuk dapat memanfaatkan isi dunia ini. Selain itu manusia. yang dilalui untuk dapat mempertahankan dirinya.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh keturunan maka penerus silsilah orang tua dan kekerabatan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. keturunan, seperti penarikan garis keturunan secara patrilineal artinya hubungan

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sikap (attitude) adalah evaluasi terhadap objek psikologis terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Bakkara (2011) ada 3 Bius induk yang terdapat di Tanah Batak sejak awal peradaban bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang ber-bhineka Tunggal Ika,

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. keluarga dalam ikatan suatu perkawinan.ikatan perkawinan adalah ikatan lahir

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. terdapat berbagai provinsi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara multikulturalis yang memiliki ribuan pulau,

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masyarakat batak toba menganut sistem kekeluargaan patrilineal yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, yang lahir dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika, karena

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku yang masing-masing suku

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, peneliti melakukan batasan

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia yang merupakan negara kepulauan (terdiri atas 1700 pulau)

BAB I PEDAHULUAN. tersebut telah menjadi tradisi tersendiri yang diturunkan secara turun-temurun

BAB 1 PENDAHULUAN. Agama Republik Indonesia (1975:2) menyatakan bahwa : maka dilakukan perkawinan melalui akad nikah, lambang kesucian dan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG MASYARAKAT AGRARIS DAN INDUSTRI. dalam kode hukum sipil meiji ( ) ( Fukute, 1988:37 ).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam menyusun sebuah karya ilmiah sangat diperlukankajian

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

I. PENDAHULUAN. negara ini memiliki beragam adat budanya dan hukum adatnya. Suku-suku

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suku tertua. Dalam suku Batak terdapat beberapa sub-suku-suku yang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

I. PENDAHULUAN. defenisi mengenai kebudayaan sebagai berikut (terjemahannya):

BAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang berkembang pun dipengaruhi oleh kehidupan masyarakatya.

BAB I PENDAHULUAN. mampu memahami bahwa Indonesia terdiri atas beraneka-ragam budaya. Setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan suatu bangsa yang majemuk. Hal ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki beranekaragam kebudayaan. Sebagaimana telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai Zamrud Khatulistiwa karena merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pakpak dan Batak Mandailing,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila

BAB I. marga pada masyarakat Batak. Marga pada masyarakat Batak merupakan nama. Dalam kultur masyarakat Batak terkenal dengan 3 H, yaitu hamoraon

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan bangsa yang multikultural terdiri dari ratusan suku

II. TINJAUAN PUSTAKA. lain yang berhubungan dengan perasaan dari orientasi seleksinya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak akan terlepas

ABSTRAK (Phinney, 1990)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa berperanan penting dalam kehidupan manusia dengan fungsinya

BAB I PENDAHULUAN. adalah suatu hal yang suci, karena itu selalu diusahakan agar dapat berjalan

Kata Pengantar. Sehubungan dengan Tugas Akhir (Skripsi) Fakultas Psikologi Universitas Kristen

BAB I PENDAHULUAN. Batak Simalungun, Batak Pakpak, Batak Angkola dan Mandailing. Keenam suku

BAB I PENDAHULUAN. Simalungun, Pak-pak, Toba, Mandailing dan Angkola. (Padang Bolak), dan Tapanuli Selatan (B. G Siregar, 1984).

BAB I PENDAHULUAN. Etnis Tionghoa merupakan salah satu etnis yang tersebar di seluruh dunia.

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya di Indonesia saja melainkan di dunia karena kemajuannya yang pesat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

BAB I PENDAHULUAN. bangsa tersebut menghasilkan berbagai macam tradisi dan budaya yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan karena banyaknya pulau yang

BAB I PENDAHULUAN. Antara laki-laki dengan perempuan mempunyai rasa ketertarikan dan saling

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu

BAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan

BAB I PENDAHULUAN. ragam etnik, seperti Batak Toba, Karo, Pakpak-Dairi, Simalungun, Mandailing,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Budaya daerah adalah sebuah ciri khas dari sekelompok suatu Etnik yang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. harus dipenuhi guna menjaga kelangsungan hidupnya. Pemenuhan kebutuhan

TUGAS MATA KULIAH HUKUM WARIS ADAT PERBEDAAN IMPLEMENTASI HUKUM WARIS ADAT DI BERBAGAI SUKU SUKU ADAT DI INDONESIA. Disusun oleh :

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Suku Batak dari sekian banyak suku yang ada di negeri ini termasuk salah satu suku yang banyak merantau. Suku Batak terdiri dari beberapa subsuku, yaitu: Toba, Mandailing, Angkola Sipirok Padang Lawas, Simalungun, Karo, dan Pakpak Dairi. (Rajamarpodang, 1992) Sebelum Belanda menduduki Tanah Tapanuli, adat budaya Batak Toba berdasar pada Partuho Mangajana Raja Raja Bius, wakil rakyat yang membentuk Raja Na Opat Bius, yang memiliki hak untuk merencanakan dan menata kegiatan pemerintahan. Raja Na Opat Bius ini disebut demikian karena fungsi mengurusi empat bidang pembangunan, yaitu bidang kepercayaan, bidang adat dan uhum (hukum), bidang perekonomian, dan bidang pertahanan politik dan keamanan. Kolonilalisme Belanda mengakibatkan adat budaya yang berdasarkan Partuho Mangajana Raja Raja Bius tercabut dan hilang, hukumnya tidak berlaku lagi karena telah diganti dengan hukum baru oleh sistem pemerintahan Belanda. Selain itu, karena organisasi Parbiusan Raja Raja Bius dan Raja Na Opat Bius sudah tiada lagi maka terjadilah manipulasi pengangkatan Raja Bius dan pengangkatan Raja Na Opat Bius yang sifatnya formalitas, setiap keputusannya tidak dapat diterima oleh masyarakat Batak Toba dan inilah yang menimbulkan masalah besar pada lingkungan masyarakat Batak Toba sekarang ini. Hilangnya Raja Na Opat Bius itu yang merencanakan dan menata, bidang kepercayaan, bidang hukum dan peradatan, bidang perekonomian dan bidang sosial politik, keamanan dan pertahanan dianggap menyebabkan

terjadinya pergeseran nilai budaya Batak Toba (Rajamarpodang, 1992). Sekarang, dalam hal pelaksanaan upacara keagamaan, terdapat kekuranghikmatan dari setiap upacara keagamaan yang dilaksanakan. Masyarakat Batak Toba sekarang ini kurang dapat merasakan kesucian dan kesakralan dari setiap upacara keagamaan. Diduga terjadi pergeseran value dari budaya hikmat dan sakral keagamaan saat ini bila dibandingkan dengan keagamaan yang diciptakan nenek moyang Batak Toba dulu. (Rajamarpodang, 1992) Dalam kekerabatan masyarakat Batak Toba, orang yang lahir dan berdiam di kota, diduga terjadi pergeseran value. Kekerabatan namarito, jarang terasa lagi hikmatnya karena sekarang mereka lebih senang memanggil abang, inang dengan mama atau mami, atau amang dengan papa atau papi (Rajamarpodang, 1992). Dalam hal warisan yang menyangkut perekonomian diduga juga terjadi pergeseran value, bahwa prinsip dasar harta benda Batak Toba adalah milik semua anak dan dapat diwarisi dengan jalan panjaean agar dikuasai penuh sebagai modal dasar menghadapi perjalanan kehidupan berumah tangga, saat ini cenderung bergeser menjadi hak memiliki dan timbul pandangan baru bahwa budaya Batak Toba hanya memberikan hak warisan kepada anak laki laki sulung dan anak laki laki bungsu. Demikian pula pemahaman tentang manean. Arti manean adalah memikul tanggung jawab anak perempuan yang tidak mempunyai saudara laki laki dari saudara sepupu laki laki. Tetapi arti manean sekarang cenderung bergeser menjadi merampas harta orang tua dari perempuan yang tidak mempunyai saudara laki laki. Selain itu, kehidupan masyarakat Batak Toba sekarang ini condong pada kehidupan materialisme. Cenderung bergeser Batak Toba s Values dari sifat gotong royong ke arah pandangan bahwa setiap orang yang bekerja harus mendapat upah. Jarang ada lagi pengertian sinarea, yaitu orang yang rela dan ikhlas bekerja membantu seseorang dengan tidak mengharapkan upah dari

pekerjaan itu (Rajamarpodang, 1992). Saat ini, pernikahan semarga atau satu rumpun marga sudah ada yang melakukannya. Hal tersebut menunjukkan kurangnya kepatuhan pada hukum adat Batak Toba yang berlaku umum di masyarakat Batak Toba. Biasanya pasangan yang melakukan pernikahan seperti ini dikucilkan oleh kerabatkerabatnya. Sejajar dengan kemajuan jaman sekarang, pembangunan perumahan tempat tinggal dibuat sepanjang jalan raya dan penghuni desanya sudah terdiri dari berbagai marga. Pembangunan pemukiman tersebut membuat kepatuhan terhadap hukum adat memudar. Orang Batak Toba yang baru tinggal di permukiman tersebut membuat hukum adat sendiri yang mungkin bertentangan dengan adat orang Batak Toba yang sudah terlebih dulu tinggal di pemukiman tersebut (Rajamarpodang, 1992). Batak Toba s Values (BTV) adalah keyakinan (belief) yang mendasari cara bertingkah laku atau keadaan akhir yang dianggap ideal, yang secara pribadi lebih disukai dan dianggap penting oleh masyarakat Batak Toba. BTV ini diwariskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya melalui beberapa proses transmisi yang terbagi menjadi beberapa tipe berdasarkan sumbernya yaitu: melalui orang tua kandung (transmisi vertikal), orang dewasa lain (transmisi oblique), teman sebaya (transmisi horisontal). Dalam penelitian yang dilakukan Basyrah Hamidi Harahap dan Hotman Siahaan tentang orientasi nilai budaya Batak Toba, mengatakan dalam Dalihan Na Tolu itu mengandung values kekerabatan, religi, hagabeon (banyak keturunan panjang umur), kepatuhan, ilmu pengetahuan, keberanian, hasangapon (kewibawaan), hamoraon (kekayaan), dan pengayoman (Siagian, 1992). Universitas X di Kota Bandung terdiri dari mahasiswa yang beragam suku. Salah satunya adalah suku Batak Toba. Berdasarkan wawancara awal dengan 10 orang mahasiswa Batak Toba di Universitas X Bandung, 7 orang menganggap penting value kekerabatan, 2 orang menganggap

penting value ilmu pengetahuan, dan 1 satu orang menganggap penting value kepatuhan. Terdapat juga beberapa BTV yang dianggap kurang penting, yaitu 3 orang menganggap kurang penting value keberanian, 3 orang menganggap kurang penting value kekayaan, 2 orang menganggap kurang penting banyak keturunan panjang umur, dan masing masing 1 orang menganggap kurang penting values pengayoman dan kewibawaan. Semua mahasiswa (10 orang) mengaku kesulitan berbicara menggunakan bahasa Batak Toba. Selain itu, beberapa dari mereka kurang mengerti mengenai hukum adat Batak Toba, lebih mengikuti budaya Sunda, kurang mengerti mengenai makna di balik upacara adat yang dilakukan, dan ada hal hal yang bertentangan dengan agama yang dianut oleh mahasiswa saat melakukan ritual adat bersama keluarganya. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Batak Toba s Values pada Mahasiswa Batak Toba di Universitas X Kota Bandung. 1.2. Identifikasi Masalah Dari penelitian ini ingin diketahui bagaimana gambaran Batak Toba s Values pada mahasiswa Universitas X di kota Bandung. 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1.Maksud Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai hirarki Batak Toba s Values pada mahasiswa Universitas X di Kota Bandung. 1.3.2.Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui secara lebih lanjut gambaran Batak

Toba s Values pada mahasiswa Universitas X" di Kota Bandung dengan melihat pula faktor faktor yang berkaitan dengan Batak Toba s Values tersebut. 1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1.Kegunaan Teoretis Memberikan masukan bagi ilmu psikologi sosial dan psikologi lintas budaya mengenai Batak Toba s Values. Memberikan informasi bagi peneliti lain yang berminat untuk meneliti lebih lanjut mengenai Batak Toba s Values. 1.4.2.Kegunaan Praktis Memberi informasi bagi masyarakat Batak Toba khususnya mahasiswa mengenai Batak Toba s Values agar dapat mempertahankan Batak Toba s Values dengan tetap menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi setempat. Bagi masyarakat Batak Toba agar dapat mempertahankan Batak Toba s Values dengan cara belajar berbicara bahasa Batak Toba, belajar menulis dan membaca aksara Batak Toba, atau belajar memainkan alat musik tradisional Batak Toba.

1.5. Kerangka Pemikiran Indonesia merupakan bangsa yang kaya akan budaya dan suku bangsanya. Suku Batak adalah salah satu suku yang ada di Indonesia. Suku Batak terdiri dari beberapa subsuku, yaitu: Toba, Mandailing, Angkola Sipirok Padang Lawas, Simalungun, Karo, dan Pakpak Dairi. Perkataan Batak pada masyarakat Batak Toba memiliki dua pengertian, yaitu batahan (tumpuan kekuatan), dan batahi (kebenaran). Di bahasa Karo, Batak berarti suci dan kekuatan, sedangkan di bahasa Dairi berarti asli, sejati, murni. (Rajamarpodang, 1992) Mahasiswa yang adalah kalangan terpelajar, pada umumya berada pada masa dewasa awal dalam tahap perkembangannya. Tahap perkembangan ini dikenal juga sebagai masa perubahan values. Ada dua alasan yang menyebabkan perubahan values pada masa dewasa awal, yang pertama, jika mahasiswa ingin diterima oleh anggota anggota kelompok orang dewasa Batak Toba, mahasiswa tersebut harus menerima values kelompok ini yang berpedoman pada values konvensional dalam hal keyakinan keyakinan dan perilaku. Yang kedua, mahasiswa Batak Toba yang menjadi orang tua tidak hanya cenderung mengubah values mereka lebih cepat daripada mereka yang tidak kawin atau tidak punya anak, tetapi mereka juga bergeser ke values Batak Toba yang lebih konservatif dan lebih tradisional. Biasanya, values mahasiswa ini bergeser dari egosentris ke sosial. Mahasiswa generasi aku yaitu mereka yang terutama memikirkan kebahagiaan dan kepuasan diri sendiri lambat laun akan mengembangkan kesadaran dan keterlibatan sosial apabila mereka sudah mengemban tugas sebagai suami atau istri dan orang tua (Hurlock, 1980). Menurut Rokeach (1973) value adalah keyakinan (belief) yang bertahan yang mendasari cara bertingkah laku atau keadaan akhir yang dianggap ideal, yang secara pribadi lebih disukai dan dianggap penting. Batak Toba s Values adalah keyakinan (belief) yang bertahan yang mendasari cara bertingkah

laku atau keadaan akhir yang dianggap ideal, yang secara pribadi lebih disukai dan dianggap penting oleh orang Batak Toba. Pada masyarakat Batak Toba ada sembilan nilai budaya yang utama, yaitu mencakup kekerabatan, religi, banyak keturunan dan panjang umur, kewibawaan, kekayaan, ilmu pengetahuan, kepatuhan, pengayoman, dan keberanian. Value kekerabatan merupakan keyakinan mahasiswa Batak Toba untuk mengutamakan hubungan primordial suku, kasih sayang atas dasar hubungan darah, kerukunan unsur unsur kerabat yang meliputi Dalihan Na Tolu (Hula hula, Boru, dan Dongan Sabutuha), Hatobangon (Cendikiawan) dan segala yang berkaitan hubungan karena solidaritas marga. Value religi merupakan keyakinan mahasiswa Batak Toba untuk mengutamakan kehidupan keagamaan, yang mengatur hubungannya dengan Maha Pencipta serta hubungannya dengan manusia dan lingkungan hidupnya. Value banyak keturunan dan panjang umur merupakan keyakinan mahasiswa Batak Toba untuk mengutamakan hidup yang memiliki banyak anak dan usia panjang dalam menjalani hidup. Value kewibawaan merupakan keyakinan mahasiswa Batak Toba untuk mengutamakan kemuliaan, wibawa, kharisma, yang memberi dorongan kuat untuk meraih kejayaan. Value kekayaan merupakan keyakinan mahasiswa Batak Toba untuk mengutamakan pencapaian hidup kaya raya. Value ilmu pegetahuan merupakan keyakinan mahasiswa Batak Toba untuk mengutamakan kemajuan yang diraih melalui merantau dan menuntut ilmu. Value kepatuhan merupakan keyakinan mahasiswa Batak Toba untuk mengutamakan aturan dan hukum adat Batak Toba. Values pengayoman merupakan keyakinan mahasiswa Batak Toba untuk mengutamakan kehadiran pengayom, pelindung, pemberi kesejahteraan, dalam keadaan yang mendesak. Value keberanian merupakan keyakinan mahasiswa Batak Toba mengutamakan kesiapan untuk menghadapi perbedaan pemikiran dan tindakan dari orang lain dalam rangka mempertahankan budaya Batak Toba

(http://habatakon01.blogspot.com/2005/06/nilai budaya batak toba.html). Kesembilan values tersebut akan disusun dan diorganisasikan oleh mahasiswa Batak Toba dalam suatu value system. Value system merupakan organisasi dari beliefs mahasiswa Batak Toba pada suatu kontinum berdasarkan derajat kepentingannya secara relatif. Batak Toba s Values mempunyai karakteristik yang relatif stabil, namun juga dapat berubah dalam derajat kepentingannya akibat perubahan budaya, masyarakat, dan pengalaman pribadi mahasiswa Batak Toba di Universitas X (Rokeach, dalam Hollander, 1976). Batak Toba s Values, sama seperti semua beliefs, memiliki komponen cognitive, affective, dan behavioral (Rokeach, dalam Hollander, 1976). Komponen pertama dalam Batak Toba s Values adalah cognitive, yaitu muncul dalam bentuk pemikiran atau pemahaman tentang values mengenai baik buruk, diinginkan tidak diinginkan, mengenai suatu objek atau kejadian yang ada di sekitar orang yang bersangkutan. Komponen yang kedua adalah affective, yaitu value yang awalnya hanya berupa pemahaman mulai menjadi suatu penghayatan tentang suatu objek atau kejadian, seperti suka atau tidak suka, senang atau tidak senang. Komponen yang terakhir yaitu behavioral, komponen ini adalah komponen yang sudah semakin mendalam. Seringkali behavior ini muncul dalam bentuk tingkah laku sesuai dengan value Batak Toba yang dimiliki mahasiswa. Orang tua mahasiswa Batak Toba mewariskan Batak Toba s Values kepada mahasiswa (anaknya) tersebut melalui proses transmisi. Transmisi merupakan suatu proses pada suatu kelompok budaya yang mengajarkan pembawaan perilaku yang sesuai bagi para anggotanya. Batak Toba s Values diwariskan kepada mahasiswa melalui beberapa transmisi yang terbagi menjadi beberapa tipe berdasarkan sumbernya yaitu: melalui orang tua kandung (transmisi vertikal), orang dewasa lain (transmisi oblique), teman sebaya (transmisi horisontal) (Berry, 1999). Proses transmisi budaya dapat

berasal dari budaya sendiri (enkulturasi) maupun berasal dari budaya lain (akulturasi) yang disebabkan adanya interaksi dengan budaya lain. Enkulturasi ialah proses yang memungkinkan kelompok memasukkan mahasiswa ke dalam budaya Batak Toba sehingga memungkinkan ia membawakan perilaku sesuai harapan budaya Batak Toba. Sebaliknya, akulturasi menunjuk pada perubahan budaya dan psikologis karena perjumpaan dengan orang berbudaya lain yang juga memperlihatkan perilaku berbeda. Pada transmisi vertikal, orang tua mahasiswa Batak Toba mewariskan Batak Toba s Values kepada mahasiswa melalui pola asuh orang tua terhadap mahasiswa dan pengamatan mahasiswa terhadap orang tua sejak kecil. Transmisi oblique dibedakan menjadi dua bagian. Pertama adalah transmisi oblique yang berasal dari kebudayaan sendiri (Batak Toba), yang kedua adalah transmisi oblique yang berasal dari kebudayaan yang lain seperti Sunda, Jawa, Betawi, Tionghoa, Minahasa. Jika transmisi oblique terjadi dengan budaya yang sama, maka dapat memperkuat Batak Toba s Values dalam diri mahasiswa. Jika transmisi oblique terjadi dengan budaya lain dan tidak searah dengan Batak Toba Values, maka dapat memperlemah Batak Toba s Values pada mahasiswa. Transmisi oblique yang berasal dari kebudayaan Batak Toba merupakan transmisi Batak Toba s Values dari orang dewasa lain, seperti nenek, paman, bibi, dosen kepada mahasiswa. Sedangkan transmisi oblique yang berasal dari kebudayaan lain merupakan transmisi peraturan, kebiasaan, yang berasal dari teman sebaya melalui proses akulturasi kepada mahasiswa. Yang terakhir adalah transmisi horisontal yang juga dibedakan menjadi dua bagian. Yang pertama adalah transmisi horisontal yang berasal dari kebudayaan Batak Toba, yang kedua adalah transmisi horisontal yang berasal dari kebudayaan yang lain. Jika transmisi horisontal terjadi dengan budaya yang sama, maka dapat memperkuat Batak Toba s Values dalam diri mahasiswa. Sebaliknya,

bila transmisi horisontal terjadi dengan budaya lain dan tidak searah dengan Batak Toba Values, maka dapat memperlemah Batak Toba Values. Transmisi horisontal yang berasal dari kebudayaan sendiri, yaitu pewarisan Batak Toba s Values yang terjadi melalui transmisi dengan teman sebaya (Berry, 1999). Transmisi ini berperan dalam pembentukan Batak Toba s Values pada mahasiswa. Transmisi horisontal yang sebudaya terjadi ketika mahasiswa berinteraksi dengan teman sebayanya yang berlatarbelakang budaya Batak Toba. Sedangkan transmisi horisontal yang berasal dari kebudayaan lain merupakan transmisi peraturan, kebiasaan, yang berasal dari teman sebaya melalui proses akulturasi. Batak Toba s Values pada mahasiswa dipengaruhi juga oleh faktor faktor internal, yaitu usia, minat, agama, jenis kelamin, dan strategi akulturasi. Mahasiswa pada umumya sedang berada dalam masa dewasa awal. Seiring bertambahnya usia mahasiswa, identitas budaya Batak Toba juga ikut menguat dan identitas budaya Batak Toba yang kuat berhubungan dengan sikap mahasiswa yang positif terhadap budaya Batak Toba. Perkembangan identitas budaya mahasiswa Batak Toba pada masa adolescent akan memberikan pengaruh yang kuat terhadap identitas budaya Batak Toba pada masa dewasa awal (Phinney, Ferguson dan Tate dalam Santrock, 2004). Diasumsikan mahasiswa Batak Toba pada masa dewasa awal memiliki Batak Toba s Values yang lebih stabil dan menetap jika dibandingkan dengan orang Batak Toba lain yang usianya lebih muda. Faktor yang kedua adalah minat. Minat mahasiswa juga ikut mempengaruhi Batak Toba s values pada mahasiswa. Mahasiswa yang lebih berminat pada values dan budaya Batak Toba yang dimilikinya akan banyak menolak bentuk bentuk budaya lain yang tidak selaras dengan Batak Toba s values. Sedangkan mahasiswa yang lebih berminat pada budaya lain dan kurang berminat pada values dan budaya Batak Toba akan lebih banyak menginternalisasikan values budaya lain ke dalam dirinya sehingga memperlemah Batak Toba s Values dalam dirinya.

Penelitian yang dilakukan oleh Roccas & Schwartz, 1997; Schwartz & Husmans, 1995 menyebutkan bahwa agama turut berperan dalam pembentukan values (Berry, dkk, 1999). Mahasiswa Batak Toba yang menganut agama tertentu (bukan agama asal) cenderung tidak lagi menjalankan upacara, ritual ritual sesuai adat dan tradisi Batak Toba. Hal ini dikarenakan upacara dan ritual ritual tersebut dianggap bertentangan dengan ajaran ajaran agama yang dianutnya. Faktor yang keempat adalah jenis kelamin. Perbedaan pengalaman sosial antara pria dan wanita juga dapat mempengaruhi perbedaan derajat Batak Toba s Values tertentu (Berry, 1999). Kedudukan pria suku Batak Toba pada jaman dahulu sangat tinggi sedangkan wanita sebaliknya. Setelah menikah wanita harus tunduk kepada suami dan mertua mereka, selain itu wanita yang sudah menikah tidak memiliki kehidupan di luar rumah. Keadaan seperti itu pada jaman sekarang sudah banyak ditinggalkan. Wanita sudah banyak yang berkarier, memasuki sekolah tinggi, dan mengikuti perkumpulan perkumpulan. Walaupun demikian, hanya pria yang dapat meneruskan marga keluarga, oleh karena itu pada masyarakat Batak Toba kelahiran anak laki laki masih lebih diharapkan daripada anak perempuan. Dampaknya, peluang bergesernya Batak Toba s Values pada mahasiswi Batak Toba akan cenderung lebih besar bila dibandingkan dengan mahasiswa Batak Toba. Mahasiswi Batak Toba yang ingin berkarier cenderung menginternalisasikan values budaya lain yang lebih menerima, menghargai, dan tidak menomorduakan keberadaan wanita sedangkan mahasiswa Batak Toba cenderung menginternalisasikan Batak Toba s Values yang mengutamakan keberadaan pria. Fsktor yang terakhir adalah strategi akulturasi. Strategi akulturasi yang dapat digunakan mahasiswa Batak Toba terbagi menjadi empat yaitu, integrasi, asimilasi, separasi, dan marjinalisasi. Integrasi terjadi ketika mahasiswa Batak Toba mempertahankan budaya aslinya sekaligus menyesuaikan diri dengan kebudayaan setempat. Separasi terjadi ketika munculnya suatu keinginan mahasiswa untuk

menghindari interaksi dengan penduduk setempat dan cenderung mempertahankan budayanya aslinya. Asimilasi terjadi ketika mahasiswa Batak Toba tidak ingin memelihara budaya asli dan jati dirinya serta melakukan interaksi sehari hari dan menyesuaikan diri dengan budaya penduduk setempat. Marjinalisasi terjadi ketika mahasiswa Batak Toba kehilangan budaya yang menjadi sandaran sehingga kehilangan identitas budayanya.

Budaya Batak Toba Budaya Lain Enkulturasi Akulturasi Oblique transmission (Orang dewasa lain, kakek, nenek, paman, bibi, dosen) Vertical transmission (Orang tua kandung) Oblique transmission (Orang dewasa lain, dosen, tetangga) Horizontal Transmission (teman sebaya) Batak Toba s Values pada Mahasiswa Universitas X di kota Bandung Horizontal Transmission (teman sebaya) Penting Cukup Penting Faktor internal Usia Minat Agama Jenis kelamin Strategi akulturasi Kurang Penting 1.5. Skema Kerangka Pikir

1.6. Asumsi Pada mahasiswa Batak Toba di Universitas X Kota Bandung ada sembilan Batak Toba s Values, yaitu mencakup kekerabatan, religi, banyak keturunan dan panjang umur, kewibawaan, kekayaan, ilmu pengetahuan, kepatuhan, pengayoman, dan keberanian. Transmisi budaya dapat berasal dari budaya sendiri (enkulturasi) maupun berasal dari budaya lain (akulturasi) yang disebabkan adanya interaksi dengan budaya lain. Berdasarkan sumbernya, Batak Toba s Values diwariskan kepada mahasiswa melalui beberapa transmisi: melalui orang tua kandung (transmisi vertikal), orang dewasa lain (transmisi oblique), teman sebaya (transmisi horisontal) Faktor faktor internal, yaitu usia, minat, agama, jenis kelamin, dan strategi akulturasi ikut mempengaruhi Batak Toba Values pada mahasiswa Batak Toba di Universitas X Bandung. Mahasiswa Batak Toba Universitas X Bandung menghayati Batak Toba Values dalam derajat kepentingan yang bervariasi.