ESTIMASI KEBUTUHAN BAHAN BAKAR KERETA API DAOP 4 SEMARANG SAMPAI TAHUN 2030 MENGGUNAKAN SOFTWARE LEAP

dokumen-dokumen yang mirip
ESTIMASI PENGGUNAAN BAHAN BAKAR PADA KENDARAAN ANGKUTAN UMUM BRT DI SEMARANG SAMPAI TAHUN 2030 MENGGUNAKAN SOFTWARE LEAP

JTM (S-1) Vol. 2, No. 1, Januari 2014:

PERBANDINGAN KONSUMSI BAHAN BAKAR ANTARA BUS DAN TRAVEL MINIBUS RUTE SEMARANG SOLO SAMPAI TAHUN 2040 MENGGUNAKAN SOFTWARE LEAP

198 JTM (S-1) Vol. 3, No. 2, April 2015:

ESTIMASI KEBUTUHAN BAHAN BAKAR KAPAL PENUMPANG PELABUHAN TANJUNG EMAS SEMARANG SAMPAI TAHUN 2040 MENGGUNAKAN SOFTWARE LEAP

JTM (S-1) Vol. 3, No. 3, Juli 2015:

PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN

PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan :

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) F-251

Kajian Tentang Kontribusi Jawa Timur Terhadap Emisi CO 2 Melalui Transportasi dan Penggunaan Energi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KONTRIBUSI SEKTOR TRANSPORTASI DARAT TERHADAP TINGKAT EMISI CO2 DI EKOREGION KALIMANTAN. Disusun Oleh :

PENGEMBANGAN TRANSPORTASI PERKOTAAN YANG RENDAH KARBON: PERBANDINGAN KASUS KOTA JAKARTA, YOGYAKARTA DAN SEMARANG

Analisis Pola Operasi Mempawah-Sanggau Kalimantan Barat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Studi Pendahuluan. Identifikasi dan Perumusan Masalah. Studi Pustaka. Pengumpulan Data.

Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK DARI SEKTOR TRANSPORTASI UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DI KABUPATEN SUMENEP-JAWA TIMUR

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR TRANSPORTASI DI KOTA MALANG

Optimalisasi Pemanfaatan Biodiesel untuk Sektor Transportasi- OEI 2013

Analisis Emisi Gas Rumah Kaca (CO2) Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) di Jawa Timur

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan dari hasil survei, perhitungan dan pembahasan dapat diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Tingginya kebutuhan sarana transportasi harus ditunjangi

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Global Carbon Dioxide Emissions from Fossil-Fuels (EPA, 2012)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisis Emisi Gas Rumah Kaca (CO2) Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) di Jawa Timur

EMISI KENDARAAN PADA RUAS JALAN PROVINSI DI JAWA BARAT

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK (FES) UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR INDUSTRI DAN TRANSPORTASI DI WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO

Transportasi Masa Depan Straddling Bus. Solusi untuk Mengatasi Kemacetan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL TERHADAP PERMINTAAN ENERGI DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK LEAP

TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar magister dari Institut Teknologi Bandung

Data Historis Konsumsi Energi dan Proyeksi Permintaan-Penyediaan Energi di Sektor Transportasi

STUDI EFEK PENGGUNAAN BIODIESEL TERHADAP EMISI PADA SEKTOR TRANSPORTASI DI JAKARTA

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN PERPINDAHAN MODA (MODE SHIFTING) DARI PENGGUNA KENDARAAN PRIBADI KE KENDARAAN UMUM (STUDI KASUS: KOTA BANDUNG)

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang sarana transportasi.sektor transportasi merupakan salah satu sektor

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini

Disusun Oleh Arini Ekaputri Junaedi ( ) Dosen Pembimbing Yudha Prasetyawan, S.T., M.Eng.

PERENCANAAN ENERGI TERPADU DENGAN SOFTWARE LEAP (LONG-RANGE ENERGY ALTERNATIVES PLANNING)

BAB V Hasil dan Pembahasan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014

Analisis Dampak Pelaksanaan Program Low Cost Green Car Terhadap Pendapatan Negara

Proyeksi Emisi Gas Rumah Kaca Tahun

Secara garis besar penyusunan proyeksi permintaan energi terdiri dari tiga tahap,

BAB III METODE PENELITIAN

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi BAB VIII PENUTUP

BAB IV Metodologi Penelitian

BAB IV. BASELINE ANALISIS

GREEN TRANSPORTATION

TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI KALOR PADA INDUSTRI TAHU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

KARAKTERISTIK GAS BUANG YANG DIHASILKAN DARI RASIO PENCAMPURAN ANTARA GASOLINE DAN BIOETANOL

maupun jauh adalah kualitas jasa pelayanannya. Menurut ( Schumer,1974 ),

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Prediksi Emisi Karbondioksida Dari Kegiatan Transportasi Di Kecamatan Tampan Febrian Maulana 1), Aryo Sasmita 2), Shinta Elystia 3)

PEMODELAN DEMAND TRANSPORTASI DI KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Kecamatan Banyumanik) TUGAS AKHIR

Penyusunan Rencana Umum Energi Daerah (RUED) di Indonesia : Fasilitasi Penyusunan RUED di Propinsi Riau dan Kalimantan Tengah

Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi

KONSEP PEMODELAN KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN ENERGI DI SEKTOR TRANSPORTASI UNTUK ANALISIS EMISI GAS RUMAH KACA. Agus Sugiyono

PERENCANAAN TRAYEK KERETA API DALAM KOTA JURUSAN STASIUN WONOKROMO STASIUN SURABAYA PASAR TURI TUGAS AKHIR

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN RENCANA KEGIATAN STRATEGIS PERHUBUNGAN DI BIDANG ENERGI

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. keseharian sampai saat ini masih menjadi andalan, khususnya pemenuhan. dalam peningkatan pelayanan angkutan publik.

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi

ESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Agus Imam Rifusua, FE UI, 2010.

Panduan Pengguna untuk Sektor Transportasi. Indonesia 2050 Pathway Calculator

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

PENGENALAN ANALISIS OPERASI & EVALUASI SISTEM TRANSPORTASI SO324 - REKAYASA TRANSPORTASI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA 2006

I. PENDAHULUAN. Administrasi (2010), Jakarta mempunyai luas 7.659,02 km 2. penduduk sebesar jiwa. Jakarta juga mempunyai kepadatan penduduk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran Dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional

Sustainable Energy Research Centre, U. Transportasi Rendah Emisi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

STUDI KINERJA PELAYANAN SISTEM ANGKUTAN KERETA REL LISTRIK JABODETABEK TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. murah, aman dan nyaman. Sebagian besar masalah transportasi yang dialami

PENYUSUNAN RENCANA INDUK BANDAR UDARA KABUPATEN BLITAR PENYUSUNAN RENCANA INDUK BANDAR UDARA KABUPATEN BLITAR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS

BAB IV ANALISA DAN HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dan sektor transportasi berjalan sangat cepat. Perkembangan di bidang industri

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia karena hampir semua aktivitas kehidupan manusia sangat tergantung

ANALISIS EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR AKIBAT VOLUME LALU LINTAS DI RUAS JALAN (STUDI KASUS JALAN SLAMET RIYADI SURAKARTA)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

KERUSAKAN LINGKUNGAN YANG DIAKIBATKAN OLEH SUMBER TRANSPORTASI Iskandar Abubakar

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

Rp ,- (Edisi Indonesia) / Rp ,- (Edisi Inggris) US$ 750 Harga Luar Negeri

Bab I PENDAHULUAN. sarana dan prasarana mencakup pada sarana transportasi. Transportasi merupakan

Transkripsi:

ESTIMASI KEBUTUHAN BAHAN BAKAR KERETA API DAOP 4 SEMARANG SAMPAI TAHUN 2030 MENGGUNAKAN SOFTWARE LEAP *Goris Panji Pradana 1, MSK Tony Suryo Utomo 2 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro 2 Dosen Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudharto, SH., Tembalang-Semarang 50275, Telp. +62247460059 *E-mail: goris.panji@gmail.com Abstrak Bahan bakar fosil merupakan sumber daya tak terbarukan yang banyak digunakan di bidang transportasi. Kajian tentang penggunaan dan efek yang ditimbulkan serta estimasi kebutuhannya perlu ditangani secara bijak. Salah satu moda transportasi yang yang membutuhkan estimasi tersebut adalah kereta api. Kereta api pada penelitian ini dibagi menjadi tiga jenis yaitu kereta barang, kereta penumpang dan KRD yang didasarkan pada perbedaan konsumsi bahan bakarnya. Oleh karena itu, konsumsi bahan bakar dihitung berdasarkan jumlah kereta, jarak tempuh dan fuel economy. Jumlah kereta api akan disesuaikan dengan jumlah penumpang dan barang yang dipindahkan. Software The Long Range Energy Alternatives Planning (LEAP) digunakan pada penelitian ini untuk mengembangkan model yang memproyeksikan kebutuhan bahan bakar sampai 2030 dengan skenario yang berbeda-beda. Skenario tersebut adalah business as usual (BAU), advanced technology (AT) dan alternatives fuel replacement (AFR). Hasil yang didapat dari perencanaan energi adalah jumlah energi yang dibutuhkan sampai tahun 2030 oleh skenario BAU adalah 40.806,7 ribu SBM atau 6,5 miliar liter solar, berdasarkan skenario AT dibutuhkan 33.072,8 ribu SBM atau 5,3 miliar liter solar, berdasarkan skenario AFR 34.341,8 ribu SBM, terdiri dari 4,5 miliar liter solar, 0,85 miliar liter biodiesel dan 1.360,6 juta kwh. Emisi CO2(Non-Biogenic) yang dihasilkan pada skenario BaU sebesar 17.214,6 ribu metrik ton, N2O 142,4 metrik ton, CO 237,3 ribu metrik ton, SO2 43,589,2 metrik ton, NOx 284,7 ribu metrik ton, VOCs 47.455,8 metrik ton. Skenario advanced technology mampu mereduksi keseluruhan jenis emisi sebesar 19% kecuali VOCs sebesar 23,4% sedangkan AFR mampu mereduksi keseluruhan jenis emisi sebesar 18%. Kata kunci: advanced technology, alternative fuel replacement, business as usual, energy planning, LEAP, train. Abstract Fossil fuels are unrenewable resources which are mostly used in transportation today. The research about the use of fossil fuels and the effects of emissions management and estimation needs to be managed briefly. One of the transportation system that requires the management and estimation is train. The train devided to freight train, passanger train and KRD based on the different fuel economy. Hence, the fuel consumption are calculated based on the number of train, distance travelled and fuel economy. The amount of train will be adjusted with amount of passanger and good transported. The Long Range Energy Alternatives Planning (LEAP) system software is employed to develop a simple model to project fuel consumption of train until 2030 under some different scenarios. The scenario are business as usual (BAU), advanced technology (AT) and alternatives fuel replacement (AFR). The results obtained from energy planning the amount of fuel needed until 2030 by the BAU scenario is 40.806,7 thousand BOE or 6,5 billion liters of diesel equivalent, based on the scenario AT 33.072,8 thousand BOE or 5,3 billion liters of diesel equivalent, based on the scenario AFR 34.341,8 thousand BOE, consist of 4,5 billion liters of diesel, 0,85 billion liters of biodiesel and 1.360,6 million kwh. CO 2 (Non-Biogenic) emission yielded on BAU is 17.214,6 thousand metric ton, N 2 O 142,4 metric ton, CO 237,3 thousand metric ton, SO 2 43,589,2 metrik ton, NOx 284,7 thousand metric ton, VOCs 47.455,7 metric ton. AT scenario can reduce all of the emission component 19%, except VOCs which are 23,4%. AFR can reduce all of emission component 18%. Keywords: advanced technology, alternative fuel replacement, business as usual, energy planning, LEAP, train JTM (S-1) Vol. 2, No. 2, April 2014:69-77 69

1. Pendahuluan Transportasi darat merupakan salah satu sektor teknologi yang terus mengalami perkembangan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah dan jenis kendaraan yang semakin banyak dan arus lalu lintas yang dari hari ke hari semakin padat. Inovasi dalam bidang ini berjalan terus-menerus seiring dengan kebutuhan manusia akan daya jangkau dan jelajah yang semakin besar. Akan tetapi di sisi lain, apabila tidak ditangani dengan baik teknologi ini dapat berubah menjadi mesin pembunuh yang sangat berbahaya. Fenomena yang umum terjadi di kota-kota di Indonesia, kendaraan umum ukurannya kecil akan tetapi berjumlah sangat banyak, tidak seimbang dengan jumlah penggunanya. Transportasi umum lebih dititikberatkan pada kepentingan bisnis, tanpa memperhatikan aspek-aspek lain, termasuk kepentingan dan keselamatan masyarakat selaku konsumen. Di satu sisi, pemberian izin trayek merupakan kesempatan bagi para pejabat untuk mendapatkan pemasukan. Namun, akibat dari kebijakan itu hampir tidak pernah diperhitungkan. Yakni, jumlah kendaraan kecil yang begitu banyak sehingga akhirnya menjadi biang kemacetan dan kepadatan arus lalu lintas. Konsekuensi dari permasalahan tersebut adalah perlu diadakannya intervensi terhadap sistem angkutan umum dan sistem transportasi kota. Moda transportasi kereta api menjadi salah satu jenis transportasi darat yang cukup penting di Indonesia, sebab kereta api merupakan transportasi massal yang diminati oleh masyarakat. Namun hingga kini perkembangan industri ini belum maksimal seperti halnya industri jalan tol yang mengalami perkembangan sangat pesat. Sampai dengan 2008 panjang lintasan rel yang dilalui kereta api di Indonesia mencapai 4.813.000 km atau naik 0,2% dibandingkan 4.802.547 km pada tahun sebelumnya. Jumlah gerbong kereta api naik 5,8% yaitu dari 4.840 unit meningkat menjadi 5.120 unit. Sedangkan jumlah penumpang kereta api meningkat 10,9% dari 175 juta orang menjadi 194 juta orang pada 2008[1]. Penggunaan kereta api diprediksi akan terus meningkat pada tahun-tahun yang akan datang sebab semua masalah yang telah dijsbarkan diatas dapat diatasi dengan pengoperasian kereta api yang lebih banyak lagi. Upaya-upaya perbaikan telah dilaksanakan untuk dapat menyediakan pelayanan kereta api yang lebih baik lagi. Rencana penambahan sarana lokomotif baru dan penambahan panjang rel kereta api sudah pasti akan menambah biaya pengggunaan bahan bakar untuk mengoperasikan lokomotif. Merujuk pada permasalahan tersebut, PT. KAI khususnya daerah operasi 4 Semarang perlu menghitung kebutuhan bahan bakar yang diperlukan untuk menunjang operasional sarana kereta api sampai tahun 2030. Tentunya berdasarkan pada kebijakan-kebijakan yang tertuang pada buku biru dan buku putih energi nasional, Rencana Jangka Panjang Kereta-api Indonesia, Rencana Induk Perkeretaapian Nasional, peningkatan jumlah lokomotif, pembuatan jalur ganda serta penambahan intensitas operasional kereta api dimasa yang akan datang. Untuk membantu perhitungan kebutuhan tersebut digunakan software LEAP. Tujuan penelitian ini untuk memproyeksikan kebutuhan bahan bakar kereta api, mencari alternative energi dan memperkirakan emisi yang dihasilkan oleh kegiatan perkeretaapian. 2. Metode Penelitian Metode penilitian dapat dilihat pada Gambar 1 2.1 Pemodelan Energi Menggunakan Software LEAP LEAP adalah software pemodelan dengan skenario terpadu yang komprehensif berbasis pada lingkungan dan energi. LEAP mampu merangkai skenario untuk berapa konsumsi energi yang dipakai, dikonversi dan diproduksi dalam suatu sistem energi dengan berbagai alternatif asumsi kependudukan, pembangunan ekonomi, teknologi, harga dan sebagainya. LEAP juga dapat digunakan untuk proyeksi permintaan energi akhir maupun permintaan pada energi yang sedang digunakan secara detail termasuk cadangan energi, transportasi, dan lain sebagainya. LEAP merupakan kerangka akuntansi, di mana pengguna dapat membuat model permintaan dan penawaran berdasarkan statistik permintaan energi[2]. Tahap pemodelan LEAP menggunakan formula perhitungan seperti interpolasi atau extrapolasi, the growth rate, step fuction, dan kebutuhan energy yang akan datang dan emisi yang terhitung dari tahun-tahun yang berbeda[3]. Penelitian ini adalah menganalisa penggunaan energi pada tahun akhir skenario, dimana kebutuhan energi dimodelkan pada level aktivitas dan intensitas energi. Tingkat aktivitas tergantung pada faktor transportasi, seperti jumlah kendaraan, persen share perjalana per kendaran dan kilometer perjalanan kendaraan. Tingkat intensitas energi tergantung pada efisiensi energi kendaraan seperti bahan bakar dalam bentuk fuel economy, emisi kendaraan yang terdapat pada default yang terrsedia pada progam LEAP seuai jenis kendaraan dan faktor emisi, yang tergantung pada teknologi kendaraan dan jenis bahan bakar. 2.2 Kilometer Tempuh Kereta Api Kilometer tempuh kereta api menggunakan data awal gapeka pada tahun 2012[4]. Peningkatan jarak tempuh kereta api dipengaruhi oleh banyaknya intensitas perjalanan kereta api. Sedangkan intensitas perjalanan kereta api disesuaikan dengan banyaknya penumpang dan barang yang diangkut. Pada Gambar 2 ditunjukkan hasil prediksi jarak tempuh kereta apisampai tahun 2030. JTM (S-1) Vol. 2, No. 2, April 2014:69-77 70

Mulai Perumusan Masalah, penentuan Tujuan dan manfaat, Pembatasan Masalah Tinjauan Pustaka Identifikasi Kebutuhan Data Sesuai Perencanaan Survei dan Studi Lapangan A A Pengumpulan Data Primer Jumlah Perjalanan Kereta Api Total Jarak Tempuh Konsumsi BBM per jarak tempuh (Fuel Economy) Okupansi Penumpang dan Barang Pengumpulan Data Sekunder PDRB Jawa Tengah Penduduk Jawa Tengah Rencana-rencana Kereta Api Kebijakankebijakan yang Menyangkut Kereta Api di Masa yang Akan Datang Perencanaan, Penyusunan Pemodelan, dan pemodelan Menggunakan Software LEAP Berdasarkan Hasil Analisa Data dan Skenario Pemodelan Simulasi Software LEAP Pembahasan Hasil dan Analisa Skenario Pemodelan Kesimpulan dan Saran Selesai Gambar 1. Bagan alur (Flowchart) metode penelitian. JTM (S-1) Vol. 2, No. 2, April 2014:69-77 71

Gambar 2. Prediksi penambahan jarak tempuh. 2.3 Perhitungan Kerangka untuk perhitungan kebutuhan energi dan emisi disajikan sebagai berikut[5]: 2.3.1. Travel Demand Permintaan energi dalam transportasi jalan dirumuskan sebagai fungsi dari jumlah kendaraan, jarak rata-rata, proporsi jenis kendaraan dan bahan bakar ekonomi atau efisiensi bahan bakar kendaraan. Jadi, permintaan perjalanan total tingkat sektor diperkirakan sebagai berikut TravelDemand= ( ) ( ) ( )..(1) Dimana, Vi(t) adalah jumlah kereta api per tahun, VkTi(t) adalah jarak tempuh rata-rata dan VGTi(t) adalah pertambahan jumlah kereta api. 2.3.2. Energy Demand Permintaan energi kendaraan yang berkaitan dengan jenis bahan bakar dirumuskan sebagai fungsi dari jumlah mobil, rata-rata kilometer kendaraan melaju dan nilai ekonomi bahan bakar mobil. Energy Demand= ( ) ( ) ( )..(2) Dimana, Vi(t) adalah jumlah armada shuttle bus per tahun dan VkTi(t) adalah jarak tempuh rata-rata, Fi(t) adalah fuel economy shuttle bus. 2.3.3. Emmisions Emisi kendaraan adalah hasil produk dari setiap jenis permintaan energi dari kendaraan dan faktor emisi. Stock t,y,v. Mileage t,y,v. Emission Factor t,y,p. EmDegradation t,y,v,y (3) 2.4 Skenario Skenario merupakan rencana-rencana yang akan diterapkan pada model yang akan mempengaruhi hasil akhir perhitungan[2]. Penyusunan skenario didasarkan pada rencana maupun kebijakan yang diterapkan terhadap penyediaan layanan kereta api. 2.4.1 Business as usual (BAU) Pada skenario business as usual (BAU) teknologi yang digunakan tetap pada tahun dasar sampai 2030. Pada skenario pertama diasumsikan teknologi yang digunakan oleh kereta api selamanya berada pada level yang sekarang tanpa ada perubahan. Namun, jumlah perjalanan, panjang jalur serta jumlah sarana meningkat untuk memenuhi permintaan. 2.4.2 Advanced Technology (AT) Pada skenario Advanced Technology (AT) terjadi peningkatan teknologi yang digunakan kereta api. Pada skenario ini fuel economy lokomotif yang digunakan mengalami penurunan, sehingga konsumsi bahan bakar akan semakin hemat. Selain itu, peningkatan tekanan gandar gerbong juga meningkatkan kemampuan gerbong untuk mengangkut barang lebih banyak sehingga kemampuan angkut kereta api dalam satu kali jalan meningkat. 2.4.3 Alternative Fuel Replacement (AFR) Pada skenario alternative fuel replacement (AFR) terjadi pengalihan bahan bakar dari bahan bakar fossil ke biosolar dan listrik. Upaya pengalihan bahan bakar fosil ke bahan bakar biosolar ataupun listrik untuk menghemat konsumsi minyak bumi. Hal ini perlu diperhitungkan mengingan di dalam buku biru energi nasional pemerintah akan JTM (S-1) Vol. 2, No. 2, April 2014:69-77 72

meningkatkan produksi biosolar 3 juta kiloliter pertahun 2015 dan meningkat lagi 4 juta kiloliter pada tahun 2020 dan 2025[6]. 2.5 Fuel Economy Kereta Api Kereta api pada penelitian ini digolongkan menjadi tiga jenis yaitu kereta barang, kereta penumpang dan KRD. Jenis KRD merupakan kereta lokal yang melayani rute di dalam Daop 4 Semarang. Terdapat dua jenis KRD yaitu KRDI dan KRDE. Kereta barang dan penumpang menggunakan jenis lokomotif yang sama yaitu lokomotif CC. No. Tabel 1. Fuel Economy Kereta Api[7] Konsumsi BBM Jenis Mesin L/Km 1 Lokomotif CC 2,5 2 KRDI 1,502 3 KRDE 1,243 3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Prediksi Penggunaan Bahan Bakar 3.1.1 Estimasi Kebutuhan Bahan Bakar Menggunakan Skenario Bussiness as Usual Peningkatan penggunaan bahan bakar kereta api terus mengalami peningkatan sampai dapat memenuhi pelayanan kebutuhan transportasi kereta api pada tahun 2030. Penumpang dan barang yang melonjak pasti membutuhkan pengoperasionalan kereta api lebih banyak. Tabel 2 menunjukkan kebutuhan bahan bakar pada tahun tertentu yang terus mengalami peningkatan. Pada Gambar 3 ditunjukkan grafik kebutuhan bahan bakar hasil simulasi LEAP pada skenario BAU. Tabel 2. Jumlah Kebutuhan Solar Pada Skenario Business as Usual (Dalam satuan ribu SBM) JENIS LOKOMOTIF TAHUN 2015 2020 2025 2030 Total Kereta barang\locomotive CC 349,1 953,3 1.726 2.667,1 5.696 Kereta penumpang\locomotive CC 457,6 880,9 1.107,4 1.137,1 3.583 KRD\KRDE 18,5 55,3 108,8 181,9 364,6 KRD\KRDI 21,9 50,4 75,6 94,2 242,1 Total 847,2 1.940 3.017,8 4.080,3 9.885 Gambar 3. Grafik kebutuhan bahan bakar skenario business as usual hingga tahun 2030. Berdasarkan pada Gambar 3 tren grafik yang didapat adalah terus mengalami kenaikan sampai tahun 2030. Konsumsi terbesar pada tahun akhir perhitungan adalah kereta barang dengan jumlah kebutuhan bahan bakar sebesar 2.667,1 ribu SBM, kereta penumpang 1.137,1 ribu SBM, KRDE sebesar 181,9 ribu SBM dan KRDI sebesar 94,2 ribu SBM. Total keseluruhan konsumsi minyak solar adalah 4.080,3 ribu SBM. Jika dikonversikan ke dalam liter didapatkan untuk kereta barang dibutuhkan solar pada tahun 2030 sebesar 424.068,9 ribu liter, kereta penumpang sebesar 180.798,9 ribu liter. Sedangkan KRDE dan KRDI masing-masing membutuhkan 28.922,1 dan 14.977,8 ribu liter solar. 3.1.2 Estimasi Kebutuhan Bahan Bakar Menggunakan Skenario Advanced Technology Estimasi kebutuhan bahan bakar menggunakan skenario advanced technology dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 4. Estimasi penggunaan bahan bakar menggunakan skenario advanced technology ini dilakukan dengan JTM (S-1) Vol. 2, No. 2, April 2014:69-77 73

meningkatkan jumlah perjalanan untuk memenuhi permintaan jumlah penumpang serta barang yang harus diangkut oleh kereta api Tabel 3. Jumlah Kebutuhan Solar Pada Skenario Advanced Technology (dalam satuan ribu SBM) JENIS LOKOMOTIF TAHUN 2015 2020 2025 2030 Kereta barang\locomotive CC 263,8 646,6 1.032,9 1.523,2 3.466,4 Kereta penumpang\locomotive CC 372,4 723,7 907,9 1.032,7 3.036,7 KRD\KRDE 15,9 50 103,9 181,6 351,4 KRD\KRDI 18,8 45,5 72,2 94 230,6 Total 670,9 1.465,8 2.116,8 2.831,6 7.085,1 Total Gambar 4. Grafik kebutuhan bahan bakar menggunakan skenario advanced technology sampai tahun 2030. Berdasarkan pada Tabel 3 menunjukkan kebutuhan energi untuk masing-masing cabang yang dihitung dalam ribu SBM. Jika dibandingkan dengan hasil pada skenario BAU konsumsi bahan bakar dengan menggunakan skenario Advanced Technology lebih menghemat biaya. Pada Gambar 4 menunjukkan konsumsi bahan bakar yang terus meningkat sampai tahun 2030. Hal tersebut menyebabkan fuel economy turun 6% menjadi 2,35 L/km untuk semua jenis lokomitif baik penumpang maupun barang[8]. Penurunan fuel economy hanya pada jenis kereta yang menggunakan lokomitif, sedangkan KRDE dan KRDI hanya mengalami perubahan perbandingan jumlah kereta. Gambar 4 menunjukkan penurunan konsumsi bahan bakar lokomotif karena adanya peningkatan teknologi. Grafik yang terbentuk menggunakan step function, dimana proses dimulai pada tahun 2021 dan mulai sepenuhnya beroperasi dengan fuel economy 2,35 L/km pada tahun 2022 sampai tahun akhir penghitungan. Hal inilah yang menyebabkan perbedaan konsumsi bahan bakar antara skenario BaU dan Advanced Technology. Gambar 5. Penurunan fuel economy karena penggantian lokomotif maupun retrofit. JTM (S-1) Vol. 2, No. 2, April 2014:69-77 74

3.1.3 Estimasi Kebutuhan Bahan Bakar Menggunakan Skenario Alternative Fuel Replacement Tabel 4. Jumlah Kebutuhan Solar Pada Skenario Alternative Fuel Replacement (dalam satuan ribu SBM) JENIS LOKOMOTIF TAHUN 2015 2020 2025 2030 Barang\locomotive CC 250,6 581,9 826,3 1.066,2 2.725 Barang\biodiesel 13,2 64,7 206,6 457 741,4 Penumpang\locomotive CC 353,8 651,4 726,3 722,9 2.454,3 Penumpang\biodiesel 18,6 72,4 181,6 309,8 582,4 KRD\KRDE 14,9 42,2 80,3 129,7 267 KRD\KRDI 18,2 40,8 57,9 62,7 179,6 KRD\KRL 0 0 53,9 118,2 172,1 Total Total 669,2 208,1 245,2 2.866,5 7.121,8 Gambar 6. Grafik kebutuhan bahan bakar pada skenario alternative fuel replacement. Tabel 4 menunjukkan konsumsi bahan bakar pada tahun yang tertera pada tabel. Jika dijumlahkan antar cabang pengguna energi maka hasilnya akan sama dengan skenario advance technology. Hanya saja, jenis energi yang digunakan tebagi menjadi dua jenis untuk kereta penumpang dan barang yaitu menggunakan solar dan biodiesel. Sedangkan untuk golongan KRD yang digunakan untuk melayani rute lokal energi alternatif yang digunakan adalah listrik untuk KRL. Pada Gambar 6 terlihat jumlah energi yang dibutuhkan pada skenario AFR sama dengan skenario advanced technology. Gambar 7. Grafik kebutuhan biodiesel mulai tahun 2015 sampai 2030 JTM (S-1) Vol. 2, No. 2, April 2014:69-77 75

Gambar 7 adalah grafik kebutuhan biodiesel untuk operasional kereta barang dan penumpang yang dimulai pada tahun 2015 dengan kebutuhan awal 31,8 ribu SBM dalam satu tahun. Biodiesel mulai digunakan untuk menggantikan solar sesuai dengan milestone produksi biodiesel dalam negri. Gambar 8. Grafik kebutuhan listrik mulai tahun 2021 sampai tahun 2030. Gambar 8 adalah grafik kebutuhan listrik untuk operasional KRL yang dimulai pada tahun 2021 dengan kebutuhan awal 37,3 juta kwh dalam satu tahun. Listrik dalam penelitian ini diasumsikan hanya untuk melayani kereta lokal yang menggunakan KRL. Gambar 9. Grafik perbandingan antara skenario BaU, advanced technology dan AFR. Gambar 9 merupakan perbandingan hasil yang diperoleh antar skenario. Garis BaU cenderung naik terus secara linier karena tidak ada perubahan sampai tahun 2030. Sedangkan garis skenario advanced technology dan AFR berimpit dan berada dibawah BaU. 3.2 Prediksi Emisi Gas Buang Dalam menentukan emisi gas buang dalam penelitian ini berdasarkan pada standar standar IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) Tier 1 Default Emission Factors untuk kereta api berbahan bakar minyak. Dari database tersebut emisi gas yang muncul adalah Carbon Monoxide, Methane, Non Methane Volatile Organic Compounds, Nitrogen Oxides (NOx), Nitrous Oxide, Sulfur Dioxide, Carbon Dioxide Non Biogenic. Gambar 10. Emisi Carbon Dioxide (Non-Biogenic) berdasarkan skenario. JTM (S-1) Vol. 2, No. 2, April 2014:69-77 76

Tabel 5. Emisi Gas Buang Carbon Dioxide (Non-Biogenic) (dalam satuan ribu metrik ton) SKENARIO TAHUN 2015 2020 2025 2030 Total AT 283,0 618,4 893,0 1.194,5 2.988,9 AFR 282,3 613,1 877,0 1.159,4 2.931,8 BAU 357,4 818,4 1.273,1 1.721,3 4.170,1 Total 922,7 2.049,8 3.043 4.075,2 10.090,8 4. Kesimpulan Jumlah kebutuhan bahan bakar kereta api sampai tahun 2030 mencapai 40.806,7 ribu SBM untuk skenario business as usual, dengan rincian 22.713,6 ribu SBM untuk kereta barang, 15.653,2 ribu SBM untuk kereta penumpang. KRDE dan KRDI pada skenario BaU masing-masing 1.424,5 dan 1.015,4 ribu SBM. Untuk skenario advance technology kebutuhan bahan bakar kereta api hanya 33.072,8 ribu SBM. Rinciannya adalah 12.869,3 ribu SBM dibutuhkan untuk memenuhi permintaan kereta barang, 17.162,1 ribu SBM untuk kereta penumpang, KRDE dan KRDI masing-masing 1.785,8 dan 1.255,6 ribu SBM. Sedangkan untuk skenario alternative fuel replacement kebutuhan bahan bakar mencapai 34.341,8 ribu SBM. Rinciannya adalah untuk kereta barang 11.406,5 ribu SBM adalah bahan bakar solar dan 2.892,8 ribu SBM adalah biodiesel. Kereta penumpang membutuhkan 14.763,2 ribu SBM solar dan 2.398,9 ribu SBM biodiesel. Untuk jenis KRDE membutuhkan 1.384,7 ribu SBM solar, sedangkan KRDI membutuhkan 1.013,3 ribu SBM solar. Operasional KRL di skenario AFR membutuhkan 1.360,6 juta kwh dari 2021 sampai 2030. Alternatif energi atau bahan bakar yang dapat digunakan adalah biodiesel dan listrik. Biodiesel dimasukkan dalam penelitian ini karena produksinya yang terus meningkat sesuai pada buku biru energi nasional dan mampu digunakan untuk mengoperasikan mesin diesel. Sedangkan listrik dimasukkan dalam penelitian ini karena arah pengembangan kereta api yang mengarah pada penggunaan energi listrik sampai saat ini serta mampu mengurangi pencemaran udara pada pengoperasian kereta api. Emisi gas buang yang dihasilkan dengan menggunakan standar emisi IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) Tier 1 Default Emission Factors adalah total Carbon Dioxide (Non-Biogenic), Nitrous Oxide, Carbon Monoxide, Sulfur Dioxide, NOx dan VOCs. Skenario BaU menghasilkan masing-masing jenis emisi diatas sebesar 17.214,6 ribu metrik ton, 142,4 metrik ton, 237,3 ribu metrik ton, 43.589,2 metrik ton, 284,7 ribu metrik ton dan 47.455,8 metrik ton. Skenario advanced technology mampu mereduksi keseluruhan jenis emisi sebesar 19% kecuali VOCs sebesar 23,4% sedangkan AFR mampu mereduksi keseluruhan jenis emisi sebesar 18%. 5. Daftar Pustaka [1] Djuraid, H.M., 2013, Jonan & Evolusi Kereta Api Indonesia, Jakarta: PT. Mediasuara Shakti-BUMN Track [2] Zhang, Q., Tian, W., Zhang, L., 2010, Fuel consumption from vehicle of china until 2030 in energy scenario. Energy Policy 38, 6860-6867 [3] Rabia, Shabbir, Sheikh S. A., 2010, Monitoring urban transport air pollution and energy demand in Rawalpindi and Islamabad using leap model, Energy policy 35, 2323-2332 [4] Grafik Perjalanan Kereta Api, 2010, Seksi Operasional Daop 4 Semarang, PT.Kereta Api Indonesia. [5] LEAP User Guide 2006, Dokumen Teknis, Stockholm Environment Institute, Stockholm [6] Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2006-2025, Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral. [7] Data Konsumsi Bahan Bakar, 2013, Seksi Sarana Daop 4 Semarang, PT.Kereta Api Indonesia. [8] Evolution Series Locomotive Press Release, 2009, GE Transportation. JTM (S-1) Vol. 2, No. 2, April 2014:69-77 77