Vol. III No Mei Oleh Agus Yadi ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU)

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik yang mengesampingkan. keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Biasanya kondisi padat

BAB I PENDAHULUAN. yang semula merupakan ruang tumbuh berbagai jenis tanaman berubah menjadi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

HASIL KAJIAN DAN REKOMENDASI ASPEK BIOFISIK HUTAN KOTA LANSKAP PERKOTAAN

PENDAHULUAN. didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintahan setempat. Pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kawasan perkotaan di Indonesia cenderung mengalami permasalahan

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN. Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN PERKOTAAN MELALUI PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU TERINTEGRASI IPAL KOMUNAL

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah.

I. PENDAHULUAN. Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, jasa, dan industri. Penggunaan lahan di kota terdiri atas lahan

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk

: JONIGIUS DONUATA : : PERHUTANAN KOTA PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN LAHAN KERING

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TIPOLOGI KEPEMILIKAN RTH DI PERKOTAAN TOBELO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Arahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011).

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan

Konsep Penataan Ruang Terbuka Hijau di Kota Ponorogo. Dirthasia G. Putri

ABSTRAK 1. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan

I. PENDAHULUAN. Lingkungan adalah semua benda, daya serta kondisi, termasuk di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

PEMBANGUNAN HUTAN KOTA DALAM STRATEGI PEMBANGUNAN PERKOTAAN PROVINSI BANTEN

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sekolah

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) WILAYAH PERKOTAAN

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BUPATI BANGKA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. dimensi ekonomi dibandingkan dengan dimensi ekologi. Struktur alami sebagai tulang punggung Ruang Terbuka Hijau harus dilihat

6.1.1 Hasil Analisis RTH pada Kabupaten Mimika. b. Hasil perhitungan berdasarkan status kepemilikan RTH eksisting: ha dengan pembagian:

BAB III METODE PENELITIAN

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

Studi Peran & Efektifitas RTH Publik di Kota Karanganyar Isnaeny Adhi Nurmasari I BAB I PENDAHULUAN

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

BAB I PENDAHULUAN. bagi suatu negara, termasuk Indonesia. Dampak peningkatan jumlah penduduk

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG HUTAN KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun RUTRK Untuk RTH (ha)

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

TUGAS AKHIR (TA) RTH PRIVAT TEAM

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

BUPATI LUMAJANG PROPINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Batu menuju KOTA IDEAL

I. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga.

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 21 TAHUN 2013

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

Penentuan Lokasi Alternatif Kawasan Hijau Binaan Di Jakarta Barat

METODOLOGI 3.1 Lokasi dan waktu

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November Komputer sebagai alat bantu untuk analisis data

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO

Transkripsi:

Vol. III No. 16 - Mei 2014 POTENSI PEKARANGAN SEBAGAI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PERUMAHAN KOTA KECAMATAN INDRAMAYU Studi Kasus di Perumahan BTN Lama dan BTN Bumi Mekar Kota Indramayu Oleh Agus Yadi ABSTRAK Penelitian ini didasarkan pada terjadinya konversi lahan pekarangan yang berfungsi sebagai bagian dari Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota yang terdapat di perumahan kota kecamatan Indramayu. Tujuan penelitian adalah ingin mengetahui luas pekarangan yang potensial sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) berbagai tipe rumah dan luasan nya di perumahan kota kecamatan Indramayu, serta ingin mengetahui apa kah terdapat hubungan luas pekarangan se bagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) dengan fungsi ekalogis pekarangan di perumahan kota kecamatan Indramayu. Hasil penelitian menunjukan bahwa luas pekarangan yang paling potensial sebagai RTH yang berfungsi sebagai fungsi ekalogis dan estetika terdapat pada tipe rumah 54 dengan luas pekarangan 27m 2, sedangkan tipe rumah 21, 27, 36 dan 45 yang masing-masing mempunyai luas pekarangan 7,5m 2, 9,0m 2, 9,0m 2 dan 13,5 m 2 kurang potensial sebagai RTH. Terdapat hubungan antara luas pekarangan sebagai RTH dan fungsi ekalogis pada luas pekarangan 7,5m 2, 9,0m 2, 9,0m 2, 13,5 m 2 dan 27 m 2 dengan tipe rumah 21, 27, 36, 45 dan 54 pada fugsi ekalogis yang berhubungan dengan fungsi konservasi fi sik kota dan fungsi pendukung pelestarian keanekaragaman hayati. Sedangkan untuk fungsi mikro untuk luas pekarangan 7,5m 2, 9,0m 2, 9,0m 2 dan 13,5 m 2 tidak bisa dianalisis, untuk tipe rumah 54 bisa dianalisis dengan hasil tidak ada hubungan antara luas pekarangan dengan fungsi iklimmikro. Kata kunci: Pekarangan Potensial sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) privat untuk menunjang RTH publik. PENDAHULUAN Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk dan berkembangnya pusatpusat perkotaan, kebutuhan lahan untuk pemukiman pada saat ini cukup besar terutama di kota-kota, untuk memenuhi kebutuhan lahan pemukiman di perkotaan dan dengan keterbatasan lahan untuk pemukiman diatur oleh Keputusan Presiden RI Nomor 29/1974, Keputusan Presiden RI Nomor 34/1974 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : B/49/MK/N/I/1974 Universitas Wiralodra Indramayu 21

Wacana Didaktika Penugasan kepada Bank Tabungan Negara (BTN) untuk menyelenggarakan pemberian Kredit Pemilik Rumah (KPR) bagi perumahan yang di bangun pemerintah maupun swasta bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah. Dengan adanya keputusan presiden maka pembuatan rumah untuk pemukiman tentang tipe rumah, luas lahan dan ruang terbuka kota (open spaces) sudah ditentukan oleh pengembang perumahan dan pemerintah. Untuk mewujudkan suatu kota yang sejuk, nyaman, indah dan memiliki udara yang bersih merupakan suatu dambaan yang diinginkan oleh masyarakat perkotaan. Untuk mewujudkan hal tersebut keberadaan ruang terbuka hijau menjadi bahan dan rencana tata ruang wilayah, dan dalam pelaksanaannya harus disusun berdasarkan kajian dan budaya setempat Supaya mendapatkan RTH yang fungsional dan estetika dalam suatu perkotaan, maka luas minimal RTH menurut Permendagri (2007) adalah 20 % dari luas kawasan perkotaan yang mencakup RTH milik umum, dan RTH milik privat / pribadi. Bentuk RTH publik berupa, taman-taman kota, jalur hijau jalan, dan tanaman-tanaman dalam komplek perumahan, sedangkan RTH privat berupa perkarangan yang berada di rumah-rumah perkotaan. Keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan baik RTH publik atau RTH privat keberadaannya susah diprediksi untuk bisa dipertahankan, karena banyak kendala seiring dengan berkembangnya pertambahan penduduk dan berkembangnya pusat-pusat perkotaan, kebutuhan lahan untuk pemukiman pada saat ini cukup besar. Sehingga sering meng ubah kualitas alami lahan/bentang alam perkotaan juga menyita lahan-lahan tersebut dan berbagai bentuk Ruang Terbuka Hijau lainnya. Kecamatan Indramayu merupakan kecamatan yang berada di Ibu Kota Kabupaten Indramayu. Sama halnya dengan kotakota di kabupaten lainnya yang terdapat di Jawa Barat mengalami permasalahan yang sama mengenai kebutuhan lahan pemukiman. Karena adanya keterbatasan lahan untuk pemukiman maka keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) milik umum dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) milik privat seperti pekarangan juga sangat terbatas. Perumahan-perumahan yang ada diperkotaan Indramayu yang terdiri dari berbagai tipe seperti tipe 21, 27, 36, 45, dan tipe 54 pada awalnya semua rumah memiliki pekarangan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) milik privat. Meskipun luas pekarangan tidak sama tergantung tipe rumahnya. Semakin besar tipe rumah yang dimiliki maka luas pekarangan sebagai RTH semakin besar pula ukuranya. Sebaliknya semakin kecil tipe rumah, maka luas pekarangan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) semakin kecil luasnya. Seiring dengan lamanya waktu hunian dan kebutuhan lahan untuk pemukiman semakin meningkat, maka akan terjadi pula konversi lahan yang berfungsi sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) seperti lahan pekarangan. Sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) milik privat mengalami tekanan yang cukup serius yang ditunjukan dengan adanya fakta di lapangan bahwa pekarangan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH)milik privat banyak yang sudah 22 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Vol. III No. 16 - Mei 2014 beralih fungsi karena adanya tekanan untuk memenuhi kebutuhan untuk menambah ruang terbangun. Dengan adanya perubahan pekarangan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH), maka dilkhawatirkan terjadi pula perubahan fungsi pekarangan sebagai ruang terbuka hijau (RTH) milik privat yang berfungsi sebagai penunjang RTH publik untuk mendukung terwujudnya suatu lingkungan yang dapat menopang kehidupan masyarakat kota dan fungsi ekologis di Kota Indramayu. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui luas pekarangan yang potensial sebagai RTH pada berbagai tipe rumah dan luasnya, serta fungsi ekologis pekarangan. Maka pekarangan mempunyai potensi untuk di kembangkan atau di pertahankan sebagai RTH privat di perumahan kota dan dapat membantu RTH publik untuk memperbaiki lingkungan di wilayah perkotaan. Metode Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei deskriptif, teknik pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik survei lapangan dengan pengukuran, menghitung dan mencatat sampel pekarangan yang diperoleh dengan cara wawancara dengan pemilik rumah, data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data potensi pekarangan sebagai RTH dengan parameter luas pekarangan tersisa. Sedangkan untuk mendapat hubungan luas peka rangan se bagai RTH dengan fungsi Ekologis data yang dibutuhkan menghitung luas pekarangan yang masih ada dari tiap-tiap tipe rumah dalam bentuk persen dan meng hitung ada berapa fungsi ekologis di perumah an BTN lama dan BTN Bumi Me kar Kota Indramayu, Jenis data yang di kumpulkan sebagaimana terlihat pada tabel. Tabel I. Universitas Wiralodra Indramayu 23

Wacana Didaktika Dalam penelitian ini sampel yang di ambil dari populasi rumah yang berada di komplek perumahan BTN lama dan BTN Perumahan Bumi Mekar dimana letaknya berada di perkotaan yang termasuk kedalam kecamatan Indramayu. Sedangkan sampel rumah adalah bagian dari populasi yang diambil sebagai contoh dari kepala keluarga penghuni rumah type 21,27,36,45,dan,54 penarikan sampel di gunakan secara acak sederhana dengan menggunakan rumus Moh Nazir (1988), yaitu : Berdasarkan rumusan diatas diperoleh 120 responden dari 402 KK di pe rumah an BTN lama dan BTN Bumi Mekar kota Indramayu yang terdiri dari tipe 21 sebanyak 15 sampel, tipe 27 sebanyak 23 sampel, tipe 36 sebanyak 23 sampel dan tipe 45 sebanyak 15 sampel yang berasal dari perumahan BTN Bumi Mekar, sedangkan dari perumahan BTN Lama tipe rumah 54 sebanyak 44 sampel. Teknik analisis data yang di peroleh dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa luas pekarangan yang potensial sebagai RTH pada berbagai type rumah dan luasnya dilakukan dengan analisis deskriptip, untuk mempetakan apakah ada hubungan luas lahan pekarang an sebagai RTH dengan fungsi ekologis di perumahan kota kecamatan Indramayu melakukan uji sampel berhubungan yaitu uji rank spearman. HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi Pekarangan Sebagai Estetika Pada Berbagai Tipe Rumah Berdasarkan hasil penelitian dari 5 tipe rumah, baik pekarangan yang masih utuh maupun pekarangan tersisa, semua pekarangan di tanami oleh berbagai jenis tanaman baik perdu, semak dan pohon semua tanaman yang ditanam didominasi oleh tanaman hias yang berfungsi sebagai tanaman estetika. Pada pekarangan tipe 21 dengan luas pekarangan 7,5 m² dari jumlah individu tanaman 35 tanaman terdapat 34 tanaman berupa tanaman hias (97,1%) dengan rata-rata 4 tanaman. Pada pekarangan tipe rumah 27 dengan luas pekarangan 9,0 m² dari jumlah individu tanaman yang tercatat 168 tanam an terdapat 153 tanaman berupa tanaman hias (91,1%), dengan rata-rata 8 tanaman. Pada pekarangan tipe rumah 36 dengan luas pekarangan 9,0 m² dari jumlah individu tanaman yang tercatat 161 tanam an terdapat 145 tanaman berupa tanaman hias (90 %), dengan rata-rata 10 tanaman. Pada pekarangan tipe rumah 45 dengan luas pekarangan 13,5 m² dari jumlah individu tanaman yang tercatat 134 tanaman terdapat 119 tanaman berupa tanaman hias (88,8 %), dengan rata-rata 11 tanaman. Sedangkan untuk pekarangan tipe rumah 54 dengan luas pekarangan 27 m² dari jumlah individu tanaman 1.074 tanaman terdapat 972 tanaman berupa tanaman hias (90, 5 %), dengan rata-rata 22 tanaman. 24 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Vol. III No. 16 - Mei 2014 Dari uraian tersebut di atas dari 5 tipe rumah yang diteliti tentang pekarangan yang potensial sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang berfungsi sebagai estetika, tipe rumah 54 dengan luas pekarangan 27 m² dinilai yang paling potensial sebagai RTH dengan fungsi estetika. Sedangkan untuk tipe 21, 27, 36 dan 45 kurang potensial untuk dikembangkan sebagai RTH yang berfungsi sebagai estetika. Potensi Pekarangan Sebagai Fungsi Ekologis Pada Berbagai Tipe Rumah. Fungsi Iklim Micro Berdasarkan hasil pengukuran pada tipe rumah 21, 27, 36, 45 dan 54 tentang iklim micro pada tipe rumah 21 dengan luas pekarangan 7,5 m² dari 8 responden yang masih punya pekarangan dan di tanami tanaman, untuk iklim micro tidak bisa diukur karena semua pekarangan tidak memiliki tanaman berupa pohon, hanya ada 1 responden yang pekarangannya ditanami tanaaman berupa pohon mangga, tetapi pohonnya masih kecil. Pada tipe 27 dengan luas pekarangan 9,0 m² dan 19 responden yang masih pu nya pekarangan dan ditanami, untuk fungsi iklim micro tidak bisa diukur karena hanya 2 responden yang mempunyai tanam an berupa pohon. Begitupun untuk tipe 36 dengan luas pekarangan 9,0 m² dari 16 responden yang ada tanamannya untuk iklim micro tidak bisa diukur karena hanya 3 responden yang ada tanaman berupa pohon. Untuk tipe 45 dengan luas pekarangan 13,5 m² dari 10 responden yang ada tanamannya tidak bisa diukur karena hanya ada 1 responden yang mempunyai pohon. Sedangkan untuk tipe rumah 54 dengan luas pekarangan 27 m² dari 43 responden terdapat 30 pekarangan yang dapat diukur temperatut dan kelembaban nya berdasarkan hasil pengukuran tem peratur pada pagi hari rata-rata suhu didalam pekarangan 28º C, suhu diluar pekarangan 29º C. Untuk siang hari rata -rata suhu didalam pekarangan 31º C, diluar pekarangan 33º C, sedangkan sore hari ratarata suhu didalam pekarangan 29º C, suhu diluar pekarangan 30º C. Untuk kelembaban pada pagi hari rata-rata didalam pekarangan 70% diluar pekarangan 71% untuk siang hari kelembaban rata-rata di dalam pekarangan 69% diluar pekarangan 67% sedangkan untuk sore hari ini kelembaban rata-rata didalam pekarangan 71% diluar pekarangan 70,5%. Dari hasil dan pembahasan bahwa fungsi iklim micro hanya terdapat pada tipe rumah 54 dengan luas lahan 27 m², sedangkan tipe lain tidak tercipta iklim micro kesimpulan bahwa luas pekarangan yang potensial sebagai RTH yang berfungsi sebagai fungsi iklim micro adalah tipe rumah 54 dengan luas lahan 27 m². Fungsi Konservasi Lingkungan Fisik Kota Berdasarkan hasil penelitian tentang potensi pekarangan sebagai RTH yang berfungsi sebagai konservasi lingkungan fisik kota ternyata semua responden yang ada pekarangannya dari berbagai tipe rumah dan dengan luasan yang berbeda masih ditanami oleh berbagai jenis tanaman berupa semak, perdu dan pohon yang didomi- Universitas Wiralodra Indramayu 25

Wacana Didaktika nasi oleh tanaman hias yang memberikan keindahan kesegaran dan kenyamanan. Pada tipe rumah 21 ditemukan jumlah individu tanaman 35 tanaman, tipe rumah 27 ditemukan jumlah individu tanaman 168 tanaman, tipe rumah 36 ditemukan jumlah individu tanaman 161 tanaman, tipe rumah 45 ditemukan jumlah individu tanamanan 134 tanaman, sedangkan untuk tipe rumah 54 ditemukan jumlah individu tanaman 1.074 tanaman. Meskipun semua pekarangan yang masih ada dari berbagai tipe rumah sebagian besar sudah diperkeras, untuk tipe rumah 21 dari 8 responden yang masih memiliki pekarangan semua pekarangan sudah diperkeras (100%), untuk tipe 27 dari 19 responden yang masih memiliki pekarangan baik yang masih utuh dan tersisa semua pekarangan sudah diperkeras (100%), untuk tipe rumah 36 dari 16 responden, 14 responden pekarangannya sudah diperkeras (87,5%) dan 2 responden tidak diperkeras (12,5%), untuk tipe 45 dari 10 responden masih memiliki pekarangan baik yang masih utuh atau tersisa semua pekarangan sudah diperkeras ( 100% ), sedangkan untuk tipe rumah 54 dari 43 responden, 37 responden pekarangannya sudah diperkeras (86,0%) dan 6 responden tidak diperkeras (14,0%). Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bah wa pekarangan yang potensial sebagai RTJ yang berfungsi sebagai fungsi konservasi lingkungan fisik kota adalah pekarangan pada tipe rumah tie 54 dengan luas pekarangan 27 m², sedangkan tipe rumah 21, 27, 36 dan 45 kurang potensial jika dibandingkan jumlah tanaman yang tercatat dari tiap tipe rumah dengan tipe rumah 54 jumlah tanaman lebih banyak sebagai indikator untuk memperbaiki lingkungan fisik kota. Mendukung Pelestarian eanekaragaman Hayati. Berdasarkan hasil penelitian tentang potensi pekarangan sebagai RTH yang berfungsi sebagai fungsi mendukung pelestari an keanekaragaman hayati pada berbagai tipe rumah seperti 21, 27, 36, 45 dan 54. Untuk tipe 21 dengan luas pekarangan 7,5 m² dari 8 responden yang mempunyai pekarangan ditemukan 17 jenis tanaman dengan 17 varietas, untuk tipe 27 dengan luas pekarangan 9,0 m² dari 19 responden yang masih utuh atau tinggal sisanya, ditemukan 30 jenis tanaman dengan 30 varietas, untuk tipe 36 dengan luas pekarangan 9,0 m² dari 16 responden yang masih memiliki pekarangan ditemukan 29 jenis tanaman dengan 29 varietas, untuk tipe 45 dengan luas pekarangan 13,5 m² ditemukian 24 jenis tanaman dengan 24 varietas. Sedangkan untuk tipe rumah 54 dengan pekarangan 27 m² ditemukan 76 jenis tanaman dengan varietas 76. Berdasarkan hasil penelitian dan pembhasan maka dapat disimpulkan bahwa pekarangan yang paling potensial sebagai RTH yang berfungsi sebagai fungsi mendukung pelestarian keanekaragaman hayati adalah pekarangan tipe 54 dengan luas lahan 27 m². Hubungan Luas Pekarangan Sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) Dengan Fungsi Ekologis Pada Berbagai Tipe Rumah 26 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Vol. III No. 16 - Mei 2014 Hasil pengukuran untuk 15 responden dengan tipe rumah 21 terhadap 3 fungsi ekalogis yang diteliti diperoleh pekarangan dengan luas 7,5 m2 ada 8 rumah yang memiliki pekarangan sedangkan 7 rumah lainnya tidak memiliki pekarangan. Untuk pencatatan suhu dan kelembaban tidak bisa diukur karena dari 8 responden yang ada pekarangan tidak ditemukan pohon yang besar. Sedangkan untuk konservasi fisik kota dan pelestarian keanekaragaman hayati, pengukuran dapat dilakukan dengan melihat jumlah tanaman, jenis tanaman dan varietas. Hasil perhitungan hubungan luas pekarangan dengan fungsi ekalogis dihitung dengan analisis korelasi rank spearman menggunakan bantuan spss 18. Diperoleh nilai korelasi luas pekarangan dengan konservasi lingkungan fisik kota yang dimiliki dari jumlah tanaman sebesar 0,915 dalam kategori kuat. Hasil ji t diperoleh nilai t hitung lebih besar dari t table (8,160 > 2,160). dinilai dari jenis tanaman sebesar 0,915 dalam kategori kuat.hasil uji t di peroleh nilai t hitung lebih besar dari t table (8,160 > 2,160). dinilai dari varietas sebesar 0,915 dalam kategori kuat.hasil uji t diperoleh nilai t hitung lebih besar dari t table (8,160 > 2,160). Kesimpulan pada tipe rumah 21 ada hubungan yang signifikan antara luas pekarangan dengan fungsi konservasi lingkungan fisik kota, fungsi pelestarian keanekaragaman hayati yang dinilai dengan varietas. Sedangkan untuk suhu dan kelembaban tidak bisa di analisis. Hasil pengukuran untuk 23 responden dengan tipe rumah 27 terhadap 3 fungsi ekalogis yang diteliti di peroleh pekarangan dengan luas 3m 2 dan 9m 2 untuk pencatatan suhu dan kelembaban hanya bisa di ukur untuk 2 pekarangan, sedangkan untuk konservasi fisik kota dan pelestarian keanekaragaman hayati pengukuran dapat dilakukan dengan melihat jumlah tanaman, jenis tanaman dan varietas. Hasil perhitungan hubungan luas pekarangan dengan fungsi ekalogis dihitung dengan analisis rank spearman menggunakan bantuan spss.18 Diperoleh nilai korelasi luas pekarangan dengan konservasi lingkungan fisik kota yang dinilai dari jumlah tanaman sebesar 0,689 dalam kategori kuat. Hasil uji t di peroleh nilai t hitung lebih besar dari t table ( 4,358> 2,080) Nilai korelasi dengan pekarangan dengan pelestarian keanekaragaman hayati yang di nilai dari jenis tanaman sebesar 0,700 dalam kategori kuat. Hasil uji t hitung lebih besar dari t table (4,495> 2,080). di nilai dari varietas sebesar 0,700 dalam kategori kuat. Hasil uji t diperoleh nilai t hitung lebih besar dari t table (4,495> 2,080). Kesimpulan pada tipe rumah 27 ada hubungan yang signifikan antara luas pekarangan dengan fungsi konservasi lingkungan fisik kota, fungsi pelestarian Universitas Wiralodra Indramayu 27

Wacana Didaktika keanekaragaman hayati dan fungsi pelestarian keanekaragaman yang di nilai dengan varietas, sedangkan untuk suhu dan kelembaban tidak bisa di analisis. Hasil pengukuran untuk 23 responden dengan tipe rumah 36 terhadap 3 fungsi ekalogis yang diteliti diperoleh pekarangan dengan luas 6m 2, 8m 2 dan 9m 2. Untuk pencatatan suhu dan kelembaban hanya bisa di ukur ujtuk 3 pekarangan, sedangkan untuk konservasi fisik kota dan pelestarian keanekaragaman hayati pengukuran dapat dilakukan pengukuran di lakukan dengan melihat jumlah tanaman, jenis tanaman dan variable. Hasil hubungan luas pekarangan dengan fungsi ekeologis di hitung dengan analisis korelasi rank spearman menggunakan bantuan spss.18. Diperoleh nilai korelasi luas pekarangan dengan konservasi lingkungan fisik kota yang dinilai dari jumlah tanaman sebesar 0,492 dalam kategori kuat. Hasil uji t di peroleh nilai t hitung lebih besar dari t tabel ( 2,399> 2,080 ) pelestarian keanekaragaman hayati yang di nilai dari jenis tanaman sebesar 0,464 dalam kategori kuat. Hasil uji t di peroleh nilai t hitung lebih besar dari t tabel (2,399> 2,080) di nilai dari jenis tanaman sebesar 0,464 dalam kategori kuat. Hasil uji t diperoleh nilai t hitung lebih besar dari t tabel ( 2,399> 2,080 ). dimiliki dari varietas sebesar 0,464 dalam kategori kuat. Hasil uji t di peroleh nilai t hitung lebih besar dari t tabel ( 2,399> 2,080 ). Kesimpulan pada tipe rumah 36 ada hubungan signifikan antara luas pekarangan dengan fungsi konservasi lingkungan fisik kota, fungsi pelestarian keanekaragaman hayati dan fungsi pelestarian keanekaragaman hayati yang di nilai dengan varietas. Sedangkan untuk suhu dan kelembaban tidak bisa di analisis. Hasil pengukuran untuk 15 responden dengan tipe rumah 45 terhadap 3 fungsi ekalogis yang diteliti di peroleh pekarangan dengan lus 4,5 m 2, 7,5 m 2, 8,5 m 2 dan 13,5 m 2. Untuk pencatatan suhu dan kelembaban hanya bisa di ukur untuk 1 pekarangan, sedangkan untuk konservasi fisik kota dan pelestarian keanekaragaman hayati pengukuran dapat di lakukan. Pengukuran di lakukan dengan melihat jumlah tanaman, jenis tanaman dan varietas. Hasil perhitungan hubungan luas pekarangan dengan fungsi ekalogis di hitung dengan analisis korelasi rank spearman menggunakan bantuan spss 18. Diperoleh nilai korelasi luas pekarangan dengan konservasi lingkungan fisik kota yang dimiliki dari jumlah tanaman sebesar 0,545 dalam kategori cukup kuat. Hasil uji t diperoleh nilai t hitung lebih besar dari t tabel (2,341> 2,160) di miliki dari jenis tanaman sebesar 0,545 dalam kategori cukup kuat. Hasil uji t di peroleh nilai t hitung lebih besar dari t tabel ( 2,341> 2,160 ). 28 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Vol. III No. 16 - Mei 2014 pelestarian keanekaragaman hayati yang di nilai dari varietas sebesar 0,545 dalam kategori cukup kuat. Hasil uji t diperoleh nilai t hitung lebih besar dari t tabel (2,341> 2,160) Kesimpulan pada tipe rumah 45 ada hubungan yang signifikan antara luas pekarangan dengan fungsi konservasi lingkungan fisik kota, fungsi pelestarian keanekaragaman hayati dan fungsi pelestarian keanekaragaman hayati yang di nilai dengan varietas. Sedangkan untuk suhu dan kelembaban tidak bisa di analisis. Hasil pengukuran untuk 44 responden dan dengan tipe rumah 54 terhadap 3 fungsi ekalogis yang di teliti di peroleh pekarangan dengan luas 8 m 2 sampai 27 m 2. Untuk iklim mikro pengukuran di lakukan dengan melihat, mencatat suhu dan kelembaban, konservasi fisik kota dan pelestarian keanekaragaman hayati pengukuran di lakukan dengan melihat jenis tanaman dan varietas. Hasil perhitungan hubungan luas pekarangan dengan fungsi ekalogis di hitung dengan analisis korelasi rank spearman menggunakan antuan spss 18. Diperoleh nilai korelasi luas pekarangan dengan menciptakan iklim mikro yang dinilai suhu sebesar 0,098 dalam kate gori sangat kecil. Hasil uji t di peroleh nilai t hitung lebih kecil dari t tabel (0,521< 2,048). Nilai korelasi luas pekarangan de ngan menciptakan iklim mikro yang di nilai kelembaban, sebesar 0,052 dalam kategori sangat kecil. Hasil uji t di peroleh nilai t hitung lebih kecil dari t tabel (0,786< 2,048). Kesimpulan tidak ada hubungan yang signifikan antara luas pekarangan dengan menciptakan iklim mikro yang di nilai dari suhu dan kelembaban. konservasi lingkungan fisik kota yang di nilai dari jumlah tanaman sebesar 0,3359 dalam kategori tidak kuat. Hasil uji t diperoleh nilai t hitung lebih besar dari t tabel (2,311> 2,018) pelestarian keanekaragaman hayati dinilai dari jenis tanaman sebesar 0,3361 dalam kategori tidak kuat. Hasil uji t di peroleh nilai t hitung lebih besar dari pada t tabel (2,313> 2,018) di nilai dari varietas sebesar 0,3361 dalam kategori tidak kuat. Hasil uji t di peroleh nilai t hitung lebih besar dari t tabel (2,313> 2,018) Kesimpulan pada tipe rumah 54 ada hubungan yang signifian antara luas pekarangan dengan fungsi konservasi lingkungan fisik kota, fungsi pelestarian keanekaragaman hayati dan fungsi pelestarian keanekaragaman hayati yang di nilai dengan varietas. Dengan hasil uraian diatas dapat disimpulkan bahwa luas pekarangan yang luasnya 7,5 m 2, 9,0 m 2, 13,5 m 2 dan 27 m 2 sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) terdapat hubungan dengan fungsi ekalogis pada fungsi konservasi lingkungan fisik kota dan pelestarian keanekaragaman hayati. Fungsi iklim mikro untuk luas pekarangan 7,5 m 2, 9,0 m 2 dan 13,5 m 2 tidak bisa di analisis, untuk luas pekarangan 27,0 m 2 bisa di analisis dengan hasil tidak terdapat hubungan antra luas pekarangan sebagai RTH dengan menciptakan iklim mikro. Universitas Wiralodra Indramayu 29

Wacana Didaktika SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis dapat ditarik beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian sebagai berikut : 1. Luas pekarangan yang paling potensial sebagai RTH terdapat pada tipe rumah 54 dengan luas pekarangan 27 m2. 2. Terdapat hubungan luas pekarangan sebagai RTH dengan fungsi ekologis, fungsi konservasi lingkungan fisik kota dan mendukung pelestarian keanekaragaman hayati pada tipe rumah 21, 27, 36, 45 dan 54, ini artinya secara luas lahan pekarangan yang tersisa semakin yang tersisa, untuk tipe rumah rumah 45 tidak ada hubungan luas pekarangan sebagai RTH dengan fungsi konservasi lingkungan fisik kota dan mendukung pelestarian keaneka ragam an hayati. Sedangkan untuk iklim micro dari berbagai tipe rumah tidak terdapat hubungan luas pekarangan sebagai RTH dengan iklim micro. Saran Untuk pemerintah daerah dan pengembang bahwa luas pekarangan yang potensial sebagai RTH privat untuk dipertahankan dan dikembang adalah luas pekarangan 27 m 2 dengan tipe rumah 54. Sedangkan tipe rumah 21, 27, 36 dan 45 tidak potensial untuk dikembangkan sehingga yang perlu dikembangkan adalah RTH publik berupa taman-taman yang terdapat dikomplek perumahan. DAFTAR PUSTAKA Fidi Mahendra. 2009 Sistem Agrotorestri dan Aplikasinya. Graha Ilmu. Hastuti, F., Utami, T. 2009 Potensi Ruang Terbuka Hijau Dalam Penyerapan CO2 diperumahan. Moch.Nazir, 1988. Metode Penelitian Jakarta, Ghalia Indonesia Ramlan, A, 1981. Struktur Floristik Tanaman Pekarangan di Kodya Bandung dalam Rangka Usaha Penghijauan Jurusan Biologi FIPA UNPAD Bandung Rahardjo, S, 2006. Evaluasi Fisik Potensi Jalur Hijau Jalan pada Jalan di Kota Bandung Sebagai Ruang Terbuka Hijau Kota. Suhartati, 2007. Polusi Udara dan Solusinya, Info Hutan Tanaman Vol. 2 No. 3 November 2007 Silas Johan, 1989. Perjalanan Panjang Perumahan Indonesia, Naskah Disertasi Penulis di ITB Bandung Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor I Tahun 2001 Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan. Pengembangan Sistem RTH di Perkotaan, Makalah Lokakarya Dalam Rangkaian Acara Hari Bakti Pekerjaan Umum Ke- 60 Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum. Yoga Nirwano dan Ismaun Iwan, 2011.RTH 30% Resolusi (Kota) Hijau. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 30 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan