SITUASI PANGAN DAN GIZI WILAYAH (Kasus di Kabupaten Tuban) PENDAHULUAN

dokumen-dokumen yang mirip
KETERSEDIAAN ENERGI, PROTEIN DAN LEMAK DI KABUPATEN TUBAN : PENDEKATAN NERACA BAHAN MAKANAN PENDAHULUAN

ANALISIS NERACA BAHAN MAKANAN (NBM) DAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) KABUPATEN SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu

NERACA BAHAN MAKANAN BAB I PENDAHULUAN

ANALISIS NERACA BAHAN MAKANAN KABUPATEN SUMBAWA (ANALYSIS OF FOOD BALANCE SHEET IN SUMBAWA REGENCY ON )

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai merupakan salah satu tanaman palawija penting di Indonesia.

PROSPEK TANAMAN PANGAN

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian. Tahun Publikasi BPS Kabupaten Lampung Barat

ANALISIS PENYEDIAAN PANGAN UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SIDOARJO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk

PENDAHULUAN. setelah beras. Jagung juga berperan sebagai bahan baku industri pangan dan

22/02/2017. Outline SURVEI KONSUMSI PANGAN. Manfaat survei konsumsi pangan. Metode Survei Konsumsi Pangan. Tujuan Survei Konsumsi Pangan

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang

BAB I PENDAHULUAN. laut ini, salah satunya ialah digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan.

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012

KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial

ANALISIS DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA PETANI MINA MENDONG PENDAHULUAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. commit to user

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masalah dalam mencukupi ketersediaan pangan adalah:

BAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI MENDUKUNG PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

METODE PENELITIAN. No Data Sumber Instansi 1 Konsumsi pangan menurut kelompok dan jenis pangan

METODE. Keadaan umum 2010 wilayah. BPS, Jakarta Konsumsi pangan 2 menurut kelompok dan jenis pangan

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016

KETAHANAN PANGAN DAN GIZI

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

KATEGORI POTENSI KECAMATAN BERDASARKAN SUBSISTEM KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN TRENGGALEK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

POLA PANGAN HARAPAN (PPH)

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

BAB I PENDAHULUAN. adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik. financial openness). Keuntungan dari keterbukaan

I. PENDAHULUAN. yang mendasar atau bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang penyelenggaraannya

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH

ANALISIS PENYEDIAAN PANGAN DI KABUPATEN MALANG (PROVISION OF FOOD ANALYSIS IN MALANG REGENCY)

METODE. - Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura - Dinas Peternakan dan Perikanan - Dinas Perkebunan b. Data NBM tahun (sekunder)

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki

BAB I. PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang nomor 7 tahun 1996 tentang pangan,

PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN GIZI : FAKTOR PENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

ANALISIS KETAHANAN PANGAN REGIONAL DAN TINGKAT RUMAH TANGGA (Studi Kasus di Provinsi Sulawesi Utara)

BAB I PENDAHULUAN. dalam kebijakan pangan nasional. Pertumbuhan ekonomi di negara negara

PENDAHULUAN. Latar Belakang

1. KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN, TANTANGAN DAN HARAPAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN DI INDONESIA 2. PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN KEMISKINAN

PENDAHULUAN. dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer (on-farm

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI. Dalam kerangka pikir ini digambarkan secara sistematis pola pikir dalam

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Kontribusi Tanaman Pangan Terhadap PDB Sektor Pertanian pada Tahun (Miliar Rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Dinas Ketahanan Pangan Kota Ternate. Neraca Bahan Makanan (NBM) & PPH Ketersediaan Kota Ternate Tahun 2017

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Produksi dan Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya

ANALISIS RASIO KETERSEDIAAN DAN KONSUMSI PANGAN STRATEGIS DI KOTA MEDAN

I. PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan dasar manusia. Ketahanan pangan adalah ketersediaan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga ketersediaannya harus terjamin dan terpenuhi. Pemenuhan pangan

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

Analisis Penghitungan Pencapaian Swasembada Pangan Pokok di Provinsi Maluku

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dan mempunyai

ANALISIS KEMANDIRIAN PANGAN ASAL TERNAK DALAM RANGKA MEMANTAPKAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

Transkripsi:

SITUASI PANGAN DAN GIZI WILAYAH (Kasus di Kabupaten Tuban) P R O S I D I N G 58 Fahriyah 1*, Rosihan Asmara 1 1 Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya *E-mail ria_bgl@yahoo.com PENDAHULUAN Pangan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia di dunia dan merupakan hal yang tidak dapat dipandang remeh karena merupakan masalah yang serius dan strategis. Pangan juga merupakan kebutuhan yang pemenuhannya tidak dapat ditunda serta dapat memicu gejolak sosial dan ketidakstabilan politik jika tidak dapat tertangani dengan baik. Setiap manusia memerlukan bahan makanan untuk menunjang kelangsungan hidupnya. Dengan menggunakan bahan pangan, manusia mampu membangun sel-sel tubuhnya dan menjaganya agar tetap berfungsi dengan semestinya sehingga tetap sehat. Dalam suatu masyarakat yang maju, terasa timbul kesadaran untuk mengetahui komposisi makanan yang dikonsumsi. Pada umumnya, pangan atau makanan tidak hanya tersusun atas air, protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan serat makanan (dietary fiber) tetapi juga terdiri atas berbagai zat kimia lain yang sudah berada dalam makanan secara alami maupun yang ditambahkan. Masalah pangan semakin penting saat telah dikaitkan dengan hak asasi manusia. Dalam Undang Undang RI No. 18 Tahun 2012 tentang pangan, disebutkan bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat. Secara ekonomis, membiarkan anggota keluarga atau masyarakat mempunyai masalah gizi berarti membiarkan potensi keluarga atau masyarakat bahkan bangsa itu hilang begitu saja. Potensi itu dapat berupa pendapatan keluarga yang tidak dapat diwujudkan oleh karena anggota keluarga yang produktivitasnya rendah akibat kurang gizi waktu balita. Bagi suatu negara potensi yang hilang itu dapat berupa pendapatan nasional atau PDB (Pendapatan Domestik Bruto). Secara umum dapat dikatakan bahwa keluarga dan masyarakat yang menyandang masalah gizi, baik gizi kurang maupun gizi lebih, maka keluarga dan bangsa itu akan kehilangan potensi sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Agar individu tidak kekurangan gizi maka akses setiap individu terhadap pangan harus dijamin. Akses pangan setiap individu ini sangat tergantung pada ketersediaan pangan dan kemampuan untuk mengaksesnya secara terus-menerus (continue). Pengadaan pangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh penduduk dan sesuai dengan persyaratan gizi, merupakan masalah terbesar sepanjang sejarah kehidupan manusia. Untuk menjawab masalah ini diperlukan informasi mengenai situasi pangan disuatu negara atau daerah pada periode tertentu. Hal ini dapat terlihat dari gambaran produksi, pengadaan dan penggunaan pangan serta tingkat ketersediaan untuk konsumsi penduduk per kapita. Salah satu cara untuk memperoleh gambaran situasi pangan dapat disajikan dalam suatu neraca atau tabel yang dikenal dengan nama Neraca Bahan Makanan. Dalam rangka penyusunan

P R O S I D I N G 59 program pembangunan ketahanan tersebut, maka diperlukan analisis situasi pangan yang dituangkankan dalam Neraca Bahan Makanan. Neraca Bahan Makanan memberikan informasi tentang situasi pengadaan atau penyediaan pangan, baik yang berasal dari produksi sendiri, pasokan dari luar, dan stok serta penggunaan pangan untuk kebutuhan pakan, bibit, penggunaan untuk industri. Di samping itu NBM memberikan informasi ketersediaan pangan untuk dikonsumsi penduduk dalam kurun waktu tertentu. Melalui NBM dapat dilihat secara makro gambaran susunan bahan makanan, jumlah dan jenis bahan makanan yang tersedia untuk dikonsumsi, sehingga dapat diketahui persediaan dan penggunaan pangan, serta tingkat ketersediaan dan penggunaan pangan di suatu daerah. NBM menyajikan angka rata-rata banyaknya jenis bahan makanan yang tersedia untuk dikonsumsi penduduk per kapita per tahun (dalam kilogram), dan per kapita per hari (dalam gram) dalam kurun waktu tertentu. Bertolak dari informasi dan permasalahan tersebut, maka penelitian ini difokuskan untuk menyusun dan meganalisis keadaan ketersediaan pangan di Kabupaten Tuban berdasarkan pendekatan Neraca Bahan Makanan (NBM). Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai bahan informasi dalam menentukan kebijakan terkait dengan ketahanan pangan, khususnya pada aspek penyediaan pangan di Kabupaten Tuban. Sejak dasawarsa 1990-an kata kunci pembangunan bangsa-bangsa di dunia berkembang (termasuk Indonesia) adalah sumber daya manusia atau SDM. Investasi pembangunan tidak lagi terbatas pada sarana dan prasarana ekonomi untuk membangun industri, jalan, jembatan, pembangkit listrik, dan irigasi. Makin disadari bahwa pembangunan ekonomi memang perlu, tetapi itu saja tidak cukup. Pembangunan ekonomi baru bermanfaat bagi setiap anggota keluarga dan masyarakat suatu bangsa, apabila mereka semuanya dapat hidup sejahtera. Untuk hidup sejahtera, sesuai dengan Deklarasi Universal PBB tentang Hak Azasi Manusia tahun 1948, setiap orang berhak untuk memperoleh kesehatan yang baik dan pangan yang cukup sehingga terbebas dari kelaparan dan kurang gizi. Untuk memenuhi hak azasi tersebut pemerintah, masyarakat, dan keluarga harus menanam modal atau investasinya tidak hanya untuk sarana dan prasarana ekonomi dalam arti sempit, tetapi dalam arti yang luas dan modern yaitu mencakup investasi di bidang kesehatan dan gizi (Soekirman, 2000). Permasalahan dan tantangan dalam pembangunan ketahanan pangan secara umum menyangkut pertambahan penduduk, semakin terbatasnya sumberdaya alam, masih terbatasnya prasarana dan sarana usaha di bidang pangan, semakin ketatnya persaingan pasar dengan produk impor, serta besarnya proporsi penduduk miskin (DKP Deptan, 2006). Teori Malthus menyatakan bahwa pertumbuhan penduduk mengikuti deret ukur, sedangkan pertumbuhan produksi pangan mengikuti deret hitung. Konsekuensi logis dari pernyataan tersebut adalah apakah peningkatan ketersediaan mampu mengimbangi pertumbuhan penduduk (Khomsan, 2004) Pemanfaatan potensi sumber daya di Kabupaten Tuban menjadi sangat perlu ditingkatkan demi memenuhi kebutuhan penduduk akan pangan yang terus meningkat. Ditambah lagi dengan kondisikabupaten Tuban sebagai salah satu sentra produksi tanaman pangan di Jawa Timur sehingga diharapkanproduksi yang ada di wilayah tersebut tidak

P R O S I D I N G 60 hanya mampu memenuhi kebutuhan pangan masyarakat di dalam kabupaten, melainkan juga daerah lain di sekitarnya. Pemerintah Kabupaten Tuban dituntut mampu melakukan perencanaan penyediaan pangan berbasis potensi wilayah untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Pola ini sesuai dengan kebijakan otonomi daerah yang memberi kewenangan daerah setempat dalam pembangunan pangan. Hal penting yang dapat semakin disoroti adalah peningkatan laju alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan pemukiman untuk tiap tahunnya. Pemanfaatan potensi produksi pangan di Kabupaten Tuban untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi diharapkan dapat meningkatkan potensi ekonominya, sehingga dapat diperoleh ketersedian pangan yang dapat mencukupi kebutuhan rumah tangga hingga kebutuhan masyarakat dalam kabupaten yang menyokong tercapainya ketahanan pangan negara. Tujuan : 1. Menganalisis situasi produksi dan konsumsi pangan di Kabupaten Tuban Tahun 2016. 2. Menganalisis ketersediaan pangan dalam bentuk vitamin, dan mineral di Kabupaten Tuban Tahun 2016. METODE PENELITIAN Situasi pangan dan gizi diperoleh dari informasi Neraca Bahan Makanan yang menunjukkan pengadaan atau penyediaan pangan, baik yang berasal dari produksi dalam negeri, impor/ekspor dan stok serta penggunaan pangan untuk kebutuhan pakan, bibit, penggunaan untuk industri, serta informasi ketersediaan pangan untuk dikonsumsi penduduk suatu negara/wilayah dalam kurun waktu tertentu.metode penghitungan Neraca Bahan Makanan menggunakan Tabel 1. Tabel 1. Kerangka Penyusunan Neraca Bahan Makanan Suatu Wilayah Ketersediaan pangan dengan Analisa NBM mencakup: (1) jumlah energi yang tersedia untuk konsumsi pangan per kapita penduduk; (2) jumlah protein yang tersedia untuk konsumsi pangan per kapita penduduk. Jumlah energi yang tersedia untuk konsumsi pangan per kapita penduduk berasal dari kolom 19 dalam NBM dengan satuan kal/hari.

P R O S I D I N G 61 a. Penyediaan, terdiri dari komponen-komponen: produksi, perubahan stok, impor dan ekspor. Bentuk persamaan penyediaan adalah sebagai berikut: TS = O - Δ St + M X Dimana: TS = total penyediaan dalam negeri (total supply) O = produksi Δ St = stok akhir stok awal M = impor X = ekspor b. Penggunaan, untuk keperluan pakan, bibit, industri makanan, tercecer, serta bahan manakan yang tersedia pada tingkat pedagang pengecer, yang dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan sebagai berikut: TG = F + S + I + W + Fd Dimana: TG = total penggunaan F = pakan S = bibit I = industri W = tercecer Fd = ketersediaan bahan makanan Perbandingan produksi dan konsumsi pangan dilakukan untuk mengetahui keadaan penyediaan pangan di suatu daerah. Apabila keadaan produksi pangan pada suatu wilayah lebih besar dari tingkat konsumsi pangannya, maka terjadi surplus pangan. Sebaliknya apabila keadaan produksi pangan pada suatu wilayah lebih kecil dari tingkat konsumsi pangannya, maka terjadi defisit pangan.kebutuhan konsumsi pangan dihitung dengan tingkat konsumsi pangan per kapita per tahun kali jumlah penduduk. Tingkat konsumsi pangan per kapita per tahun untuk setiap jenis pangan menggunakan data BPS tahun 2014. HASIL DAN PEMBAHASAN Ketersediaan vitamin di Kabupaten Tuban ini terdiri dari vitamin A, vitamin B1, dan vitamin C yang diperoleh dari kontribusi seluruh kelompok bahan makanan yang ada. Adapun gambar grafik sebaran ketersediaan pangan per kapita di Kabupaten Tuban dapat dilihat pada Gambar 1, 2 dan 3. Gambar 1. Persentase Ketersediaan Vitamin A per Kapita per Hari Kabupaten Tuban Tahun 2016 Sumber : Tabel NBM Kabupaten Tuban, 2016 (diolah)

P R O S I D I N G 62 Persentase ketersediaan vitamin A yang dapat dikonsumsi per kapita per hari Kabupaten Tuban tahun 2016 disajikan pada Gambar 1. Ketersediaan vitamin A di Kabupaten Tuban sebesar 6.184,24 RE/kapita/hari. Kelompok bahan makanan yang banyak berkontribusi dalam ketersediaan vitamin A ini adalah kelompok sayur-sayuran (50,27%), kelompok padi-padian (43,13%), buah-buahan (3,87%), dan daging (1,03%). Dari kelompok pangan sayuran, sumbangan terbesar didapatkan dari cabe yang seluruh nilai ketersediaannya berasal dari angka produksi dalam wilayah. Sementara itu, ketersediaan kelompok pangan lainnya menghasilkan angka sumbangan masing-masing di bawah 1% yang dipenuhi oleh kelompok pangan ikan, susu, telur, buah biji berminyak, dan makanan berpati. Khusus untuk gula tidak memberikan sumbangan dalam penyediaan vitamin A. Gambar 2. Persentase Ketersediaan Vitamin B1 per Kapita per Hari Kabupaten Tuban Tahun 2016 Sumber: Tabel NBM Kabupaten Tuban, 2016 (diolah) Ketersediaan vitamin B1 di Kabupaten Tuban sebesar 2,63 mg/kapita/hari. Berdasarkan Gambar 2, dapat dilihat bahwa vitamin B1 pada Neraca Bahan Makanan Kabupaten Tuban2015 sebagian besar didapatkan dari kelompok pangan nabati. Kelompok bahan makanan yang paling banyak berkontribusi dalam ketersediaan vitamin B1 ini antara lain kelompok padi-padian (86,65%). Komoditas buah biji berminyak dan makanan berpati masing-masing menyumbang 4,37% dan 2,91%. Sumbangan yang cukup berpengaruh untuk pemenuhan vitamin B1 di wilayah ini juga didapatkan daging (2,34%) serta sayur-sayuran (2,39%). Komoditas pangan lainnya seperti kelompok pangan ikan, susu, telur, dan buahbuahan masing-masing hanya menyumbang kurang dari 1% ketersediaan vitamin B1 dengan dominasi kelompok panganbuah-buahan. Persentase ketersediaan vitamin C yang dapat dikonsumsi per kapita per hari Kabupaten Tuban tahun 2016 disajikan pada Gambar 3. Ketersediaan vitamin C di Kabupaten Tuban sebesar 65,53 mg/kapita/hari. Kelompok bahan makanan yang banyak berkontribusi dalam ketersediaan vitamin C ini antara lain kelompok makanan berpati (61,33%), sayur-sayuran (30,25%),buah-buahan (6,91%), serta buah biji berminyak (1,51%). Kelompok pangan lainnya seperti minyak dan lemak, ikan, telur, daging, gula, serta padi-padian tidak menyumbang ketersediaan vitamin C di Kabupaten Tuban. Adapun susu hanya menyumbang sangat sedikit dalam pemenuhan vitamin C pada daerah ini.

P R O S I D I N G 63 Gambar 3. Persentase Ketersediaan Vitamin C per Kapita per Hari Kabupaten Tuban Tahun 2016 Sumber: Tabel NBM Kabupaten Tuban, 2016(diolah) Ketersediaan mineral di Kabupaten Tuban ini terdiri dari kalsium, fosfor, dan zat besi yang diperoleh dari kontribusi seluruh kelompok bahan makanan dari setiap kecamatan yang ada. Adapun grafik sebaran ketersediaan mineral (dalam persentase) dapat dilihat pada Gambar 4, 5, dan 6. Gambar 4. Persentase Ketersediaan Kalsium per Kapita per Hari Kabupaten Tuban Tahun 2016 Sumber : Tabel NBM Kabupaten Tuban, 2016 (diolah) Ketersediaan kalsium di Kabupaten Tuban sebesar 185,20 mg/kapita/hari yang didominasi dari sumber pangan nabati. Dari Gambar 4, diketahui bahwa kelompok bahan makanan yang banyak berkontribusi dalam ketersediaan kalsium ini adalah padi-padian (41,45%),makanan berpati (24,05%), serta buah biji berminyak (13,30%). Minyak dan lemak serta gula tidak menyumbang ketersediaan kalsium di Kabupaten Tuban. Ketersediaan fosfor di Kabupaten Tuban sebesar 2.184,97mg/kapita/hari dengan rincian pemenuhan dari sumber nabati 96,58% dan hewani 3,42%. Kelompok bahan makanan yang banyak berkontribusi dalam ketersediaan fosfor ini adalah kelompok padipadian (87,40%) danbuah biji berminyak (5,26%). Adapun komoditas dengan nilai sumbangan terendah dalam ketersediaan fosfor di Kabupaten Tuban adalah minyak dan lemak sertagula dengan jumlah kontribusi 0%. Sajian selengkapnya mengenai persentase ketersediaan fosfor per kapita per hari yang dapat dikonsumsi dapat dilihat pada Gambar 5.

P R O S I D I N G 64 Gambar 5. Persentase Ketersediaan Fosfor per Kapita per Hari Kabupaten Tuban Tahun 2016 Sumber: Tabel NBM Kabupaten Tuban, 2016 (diolah) Persentase ketersediaan zat besi yang dapat dikonsumsi per kapita per hari Kabupaten Tuban Tahun 2016 disajikan pada Gambar 6. Ketersediaan zat besi di Kabupaten Tuban sebesar 19,52 mg/kapita/hari. Ketersediaan zat besi yang berasal dari pangan hewani adalah 1,13 mg/kapita/hari dan 18,39 mg/kapita/hari didapatkan dari sumber pangan nabati. Kelompok bahan makanan yang banyak berkontribusi dalam ketersediaan zat besi ini adalah padi-padian (81,03%), makanan berpati (4,86%), sayur-sayuran (3,79%), serta ikan (3%). Gula, susu, serta minyak dan lemak adalah komoditas-komoditas yang sama sekali tidak berkontribusi dalam penyediaan zat besi di Kabupaten Tuban. Gambar 6. Persentase Ketersediaan Zat Besi per Kapita per Hari Kabupaten Tuban Tahun 2016 Sumber: Tabel NBM Kabupaten Tuban, 2016 (diolah) Produksi pangan dari hasil produksi di Kabupaten Tuban secara umum telah mampu mencukupi kebutuhan pangan masyarakatnya. Hal tersebut dapat diketahui dari hasil perhitungan Neraca Bahan Makanan Kabupaten Tuban tahun 2016 yang menunjukkan ketersediaan kalori sebesar 3.819,55 kkal/kapita/tahun. Angka tersebut lebih besar dari standar minimal ketersediaan kalori yang ditetapkan pada WNPG X yaitu 2.400 kkal/kapita/hari. Ketersediaan produksi juga berada di atas standar yang ada (63 kkal/kapita/hari) yaitu 102,88 gram/kapita/hari.

P R O S I D I N G 65 Sebagian besar komoditas pangan di Kabupaten Tuban memiliki gap yang bernilai positif (surplus). Artinya adalah produksi pangan yang ada di wilayah ini telah mampu memenuhi kebutuhan konsumsi pangan masyarakatnya secara berlebih. Kelebihan produksi yang ada dapat digunakan sebagai komoditas ekspor ataupun sebagai cadangan pangan. Adapun komoditas-komoditas yang dimaksud adalah beras, jagung, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar, susu, ikan, dan buah. Sementara itu komoditas kedelai, daging sapi, daging ayam, telur, gula, dan sayuran memiliki gap yang bernilai negatif (defisit). Gambar 7. Perbandingan Produksi dan Konsumsi Pangan Padi-Padian di Kabupaten Tuban Tahun 2016 Sumber: BPS Kab. Tuban, 2015 (diolah) Berdasarkan Gambar 7, dapat dilihat bahwa komoditas beras memiliki gap produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsinya sebesar 219.727,84 ton. Begitu juga yang terjadi pada komoditas jagung. Gap antara produksi dan konsumsi sebesar 501.662,59 ton. Namun demikian pada gambar tersebut terlihat bahwa konsumsi jagung jauh lebih rendah dibandingkan dengan konsumsi beras. Hal ini bisa dimengerti karena jagung hanya dikonsumsi untuk pakan ternak dan berbeda halnya dengan beras yang merupakan makanan pokok masyarakat sehari-hari. Perbandingan produksi dan konsumsi pangan pada kelompok kacang-kacangan dijelaskan oleh komoditas kedelai, kacang tanah, dan kacang hijau. Diantara ketiga komoditas tersebut, hanya komoditas kedelai yang bernilai defisit. Konsumsi kedelai yang cukup tinggi sebagai bahan baku pembuatan tahu, tempe, atau bahan baku industri yang ada menyebabkan dibutuhkannya tambahan pasokan kedelai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Kabupaten Tuban. Dibutuhkan tambahan sekitar 11.018,65 ton kedelai untuk mencukupi kebutuhan konsumsi di Kabupaten Tuban. Sementara itu, untuk jenis kacang tanah maupun kacang hijau memiliki nilai surplus yang cukup besar. Secara ringkas, proporsi perbandingan produksi dan konsumsi pangan kacang-kacangan di Kabupaten Tuban disajikan pada Gambar 16.

P R O S I D I N G 66 Gambar 8. Perbandingan Produksi dan Konsumsi Pangan Kacang-Kacangan di Kabupaten Tuban Tahun 2016 Sumber: BPS Kab. Tuban, 2015 (diolah) Ubi kayu dan ubi jalar yang sama-sama merupakan kelompok pangan ubi-ubian memiliki nilai surplus produksi. Surplus untuk komoditas ubi kayu adalah sebesar 113.514,64 ton. Sementara itu, surplus untuk komoditas ubi jalar adalah sebesar 3.990,63 ton. Wilayah Kabupaten Tuban mayoritas merupakan daerah lahan kering sehingga tidak mengherankan apabila produksi untuk kedua komoditas ini cukup tinggi di samping keduanya juga bukan merupakan makanan pokok seperti halnya beras. Perbandingan produksi dan konsumsi kelompok pangan ubi-ubian Kabupaten Tuban tahun 2016 dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9. Perbandingan Produksi dan Konsumsi Pangan Ubi-Ubian di Kabupaten Tuban Tahun 2016 Sumber: BPS Kab. Tuban, 2015 (diolah) Perbandingan produksi dan konsumsi kelompok pangan hewani secara lengkap disajikan pada Gambar 9. Komoditas daging sapi, daging ayam, dan telur merupakan komoditas yang memiliki nilai defisit produksi. Sementara pada komoditas susu dan ikan merupakan komoditas yang memiliki nilai surplus produksi. Kabupaten Tuban merupakan wilayah yang memiliki potensi cukup baik untuk kegiatan peternakan hewan ruminansia seperti sapi. Nilai produksi daging sapi pada tahun 2015 adalah sebesar 4.505,80 ton. Apabila dibandingkan dengan nilai konsumsinya berdasarkan rasio konsumsi masyarakat

P R O S I D I N G 67 per kapita per tahun sebesar 4,63 kg, agaknya produksi yang ada masih belum dapat memenuhi kebutuhan pasar. Hal serupa juga berlaku pada komoditas daging ayam dan telur yang jika dilihat dari segi harga memang jauh lebih murah dibandingkan dengan daging sapi. Otomatis, nilai impor yang dibutuhkan untuk kedua komoditas ini jauh lebih besar dibandingkan dengan daging sapi akibat tingginya permintaan. Kabupaten Tuban merupakan wilayah dengan garis pantai sepanjang 65 km. Jelaslah kiranya apabila daerah ini merupakan lumbung produksi ikan yang cukup besar. Tidak hanya didapatkan dari perairan laut, produksi ikan di Kabupaten Tuban juga disokong dari nilai produksi ikan melalui budidaya tambak, kolam, sawah tambak, mina padi, serta karamba. Rasio konsumsi ikan per tahun per kapita adalah 14,8 kg. Nyatanya setelah dibandingkan dengan produksi ikan yang ada, jumlah konsumsinya masih mampu memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Sementara itu konsumsi susu per kapita per tahun cukup rendah yaitu sebesar 0,08 kg. Dengan demikian tanpa adanya kegiatan impor susu sapi segar, Kabupaten Tuban masih mampu memenuhi kebutuhan penduduk. Gambar 10. Perbandingan Produksi dan Konsumsi Pangan Daging Sapi, Daging Ayam, Telur, Susu, dan Ikan di Kabupaten Tuban Tahun 2016 Sumber: BPS Kab. Tuban, 2015 (diolah) Komoditas hortikultura yang ada di Kabupaten Tuban seperti gula dan sayursayuranmemiliki nilai defisit. Komoditas buah memiliki surplus produksi sebesar 6.680,04 ton. Nilai defisit terbesar ada pada sayur-sayuran yaitu 42.958,47 ton. Iklim kering dan keadaan geografis wilayah Kabupaten Tuban memungkinkan menjadi penyebab mengapa jenis tanaman sayuran dan tebu tidak mampu berproduksi secara mandiri untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.berbeda halnya dengan buah yang pada beberapa jenisnya mampu tumbuh di iklim yang kering. Gambar 11 menyajikan perbandingan produksi dan konsumsi pangan gula, sayur, dan buah di Kabupaten Tuban tahun 2016.

P R O S I D I N G 68 Gambar 11. Perbandingan Produksi dan Konsumsi Pangan Gula, Sayur, dan Buah di Kabupaten Tuban Tahun 2016 Sumber: BPS Kab. Tuban, 2015 (diolah) KESIMPULAN Kabupaten Tuban merupakan wilayah dengan surplus produksi beras, jagung, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar, susu, ikan, dan buah. Defisit produksi terdapat pada komoditas kedelai, daging sapi, daging ayam, telur, gula, dan sayuran.pada ketersediaan vitamin, nilai ketersediaannya masing-masing adalah: vitamin A sebesar 6.184,24 RE/kapita/hari; vitamin B1 sebesar 2,86 mg/kapita/hari; dan vitamin C 65,53mg/kapita/hari. Sementara itu, untuk ketersediaan mineral pada kalsium adalah 185,20 mg/kapita/hari, fosfor 2.184,97mg/kapita/hari, dan zat besi 19,52 mg/kapita/hari. DAFTAR PUSTAKA Aringingsih, Ening. 2008. Konsumsi Dan Kecukupan Energi Dan Protein Rumah Tangga Perdesaan Di Indonesia: Analisis Data SUSESAS 1999, 2002, dan 2005. Disampaikan Pada Seminar Nasional Dinamika Pembangunan Pertanian Dan Perdesaan: Tantangan Dan Peluang Bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani. Available at http://www.pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/ms_b4.pdf. Verified 20 Desember 2011. [BKP] Badan Ketahanan Pangan. 2008. Neraca Bahan Makanan Indonesia 2006-2007. Departemen Pertanian. Jakarta. Damanik, E. 2010.Angka Kecukupan Energi. Available at http://www.evridamanik.blogspot.com/2010/05/angka-kecukupanenergi.html.verified 28 Februari 2012. [DKP-Deptan] Dewan Ketahanan Pangan-Departemen Pertanian. 2006. Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2006-2009. Jakarta. Hanani, N. 2009.Pengertian Ketahanan Pangan. Available at http://www.nuhfil.lecture.ub.ac.id/files/2009/03/pengertian-ketahananpangan.pdf.verified 03 Januari 2012. Hardinsyah. Martianto, D. 1994. Menaksir Kecukupan Energi dan Protein serta Penilaian Mutu Gizi Konsumsi Pangan.Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga.Institut Pertanian Bogor.Wirasari. Jakarta.