BAGIAN KEEMPAT MEMBANGUN AGRIBISNIS MEMBANGUN EKONOMI RAKYAT

dokumen-dokumen yang mirip
10Pilihan Stategi Industrialisasi

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis

Barat yang Integratif Melalui Pegembangan Agribisnis

AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN MENGHADAPI ERA PERDAGANGAN BEBAS

VI. SIMPULAN DAN SARAN

I PENDAHULUAN. (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan

MANAJEMEN AGRIBISNIS (TANAMAN PANGAN & HORTIKULTURA) PEMBANGUNAN EKONOMI ISU STRATEGIS PEMBANGUNAN INDUSTRIALISASI

14Pengembangan Agribisnis

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

Membangun Pertanian dalam Perspektif Agribisnis

19Pengembangan Agribisnis

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAGIAN KEDUA STRATEGI INDUSTRIALISASI BERBASIS AGRIBISNIS

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN YANG TERINTEGRASI DE-NGAN PEMBANGUNAN WILAYAH (KASUS JAWA BARAT)

BAGIAN KETIGA PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS KOMODITAS DAN SUMBERDAYA

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

AGRIBISNIS SEBAGAI LANDASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA DALAM ERA MILLENIUM BARU 1

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan

PROSPEK AGRIBISNIS 2001 DAN EVALUASI PEMBANGUNAN PERTANIAN 2000

I. PENDAHULUAN buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H

8Strategi Industrialisasi Neraca

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi bukanlah merupakan hal yang baru bagi kita. Globalisasi

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Begitu juga dengan investasi yang merupakan langkah awal

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO

Introduction to Agribusiness. Wisynu Ari Gutama

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

BAB 25 Tahap -Tahap Pembangunan Cluster Industri Agribisnis

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Kawasan Pertanian Industrial unggul berkelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

PROSPEK AGRIBISNIS INDONESIA DAN PELUANG PERBANKAN 1 )

POLA STRATEGI DAN KEBIJAKAN DALAM MEMBANGUN KEUNGGULAN KOMPETITIF AGRIBISNIS JAWA TIMUR

SISTEM EKONOMI INDONESIA

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

REVITALISASI PERTANIAN

Kalau kita membicarakan upaya pemberdayakan ekonomi rakyat, maka

BAB I PENDAHULUAN. Krisis mata uang di Amerika Latin, Asia Tenggara dan di banyak negara

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

VII. SIMPULAN DAN SARAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Antiremed Kelas 10 Ekonomi

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

3Agribisnis Cara Baru

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Dinamika penanaman modal memengaruhi tinggi rendahnya

HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. mata pencaharian dalam ruang lingkup pertanian. Oleh sebab itu sektor pertanian

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. Kesenjangan menurut Sudibyo (1994) adalah ketidakmerataan akses

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

Konsep, Sistem, dan Mata Rantai Agribisnis

Perekonomian Suatu Negara

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

9Pembangunan Sektor Agribisnis

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam

Makro ekonomi adalah Makro artinya besar, analisis makro ekonomi merupakan analisis keseluruhan kegiatan perekonomian. Bersifat global dan tidak

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014

1. Tinjauan Umum

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

Transkripsi:

BAGIAN KEEMPAT MEMBANGUN AGRIBISNIS MEMBANGUN EKONOMI RAKYAT

Sebagai Sektor Utama Ekonomi Rakyat: Prospek dan 16Agribisnis Pemberdayaannya Pendahuluan Satu PELITA lagi, Indonesia akan memasuki era perdagangan bebas, Meskipun era perdagangan bebas secara internasional baru berlaku efektif pada tahun 2020, namun bagi Indonesia era perdagangan bebas sudah harus dimulai pada tahun 2003 (AFTA), dan tahun 2010 (APEC). Bergulirnya era perdagangan bebas membawa tantangan dan peluang baru bagi pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional. Dengan penghapusan berbagai bentuk kebijaksanaan proteksi, maka batas pasar domestik suatu negara dengan pasar domestik negara lain akan hilang, yang ada hanya satu pasar yakni pasar internasional. Hal ini berarti, batas-batas kegiatan ekonomi (produksi, perdagangan, keuangan) suatu perusahaan/negara menjadi hilang. Dalam lingkungan ekonomi internasional yang demikian maka persaingan ekonomi global akan semakin ketat, Perusahaan/negara yang mampu menghasilkan produk yang berdaya saing akan mampu memanfaatkan potensi pasar yang terbuka di seluruh negara, Sedangkan perusahaan/negara yang tidak mampu menghasilkan produk yang berdaya saing akan terdesak. Indonesia sebagai salah satu negara pendukung terwujudnya era perdagangan bebas telah mempunyai komitmen untuk memanfaatkan perdagangan bebas semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan pembangunan nasional. Apakah era perdagangan bebas dapat kita manfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat akan ditentukan oleh dua hal pokok yakni: pertama, apakah Indonesia mampu menghasilkan produk-produk yang dibutuhkan konsumen dan memiliki daya saing di pasar internasional, dan kedua, apakah produk-produk yang bersangkutan dihasilkan oleh kegiatan ekonomi rakyat setiap manfaat ekonomi yang ditimbulkan oleh peningkatan ekspor produk yang bersangkutan, secara langsung dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia. Dalam makalah ini akan didiskusikan agribisnis sebagai sektor utama ekonomi rakyat di Indonesia saat ini, keprihatinan dalam sektor ekonomi rakyat tersebut dan bagaimana strategi pemberdayaannya agar manfaat yang ada pada perdagangan bebas dapat dinikmati oleh rakyat.

Agribisnis sebagai Sektor Utama Ekonomi Rakyat Apa yang dimaksud dengan sektor ekonomi rakyat masih belum ada kesepakatan nasional Berbagai pihak mengartikan sektor ekonomi rakyat identik dengan usaha kecil/keluarga atau lapisan paling bawah dari struktur usaha nasional, seperti usaha-tani kecil, perbengkelan/ pertukangan, pedagang kaki lima dan lain-lain. Menurut saya, yang dimaksud dengan sektor ekonomi rakyat adalah sektor ekonomi yang melibatkan dan menghidupi sebagian besar rakyat Indonesia,, yakni sektor agribisnis. Sektor agribisnis mencakup empat subsistem yaitu: (1) subsistem agribisnis hulu (upstream agribusiness), (2) subsistem usahatani (on-farm agribusiness), (3) subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness), dan (4) subsistem jasa penunjang agribisnis (supporting institution). Data Biro Pusat Statistik menunjukkan bahwa pada tahun 1994 angkatan kerja nasional berjumlah sekitar 82 juta jiwa. Sekitar 54 persen atau 38 juta jiwa adalah tenaga kerja pada usahatani (on-farm agribusiness). Bila kegiatan pada agribisnis hulu, agribisnis hilir, dan jasa layanan pendukung agribisnis diperhitungkan, maka sekitar 70 persen angkatan kerja nasional terlibat dalam sektor agribisnis. Dengan rata-rata jumlah anggota keluarga empat orang, maka sekitar 80 persen dari 200 juta penduduk Indonesia menggantungkan kehidupan ekonominya pada sektor agribisnis. Mereka adalah keluarga petard, buruh tani, nelayan, peternak, pedagang hasil pertanian dan olahannya, para pengusaha kecil-menengah-besar, karyawan/buruh perusahaan agribisnis dan lain-lain yang tersebar mulai dari Sabang sampai Merauke. Di masa lalu, kontribusi sektor ekonomi rakyat (agribisnis) secara agregat dalam perekonomian nasional telah cukup besar. Pertumbuhan ekonomi nasional yang mampu mencapai rata-rata 7,2 persen per tahun dimungkinkan oleh kontribusi sektor ekonomi rakyat ini. Sumber utama pertumbuhan ekonomi nasional selama ini adalah konsumsi domestik. Komponen utama dari konsumsi domestik adalah konsumsi bahan-bahan pangan yang dihasilkan oleh sektor ekonomi rakyat ini. Demikian juga laju inflasi yang terkendali di bawah 10 persen per tahun selama ini juga tidak dapat terlepas dari kontribusi sektor ekonomi rakyat. Sebagaimana diketahui bahwa peranan pengeluaran masyarakat pada bahan-bahan pangan masih cukup besar dalam mempengaruhi laju inflasi di Indonesia, Terjaminnya ketahanan pangan (food security) yang diperankan oleh sektor ekonomi rakyat selama ini memungkinkan terkendalinya laju inflasi. 198

Disamping itu, dalam hal penghasil devisa negara, sektor ekonomi rakyat ini juga mempunyai kontribusi besar, Statistik Perdagangan Indonesia (1996) menunjukkan bahwa dari nilai total ekspor Indonesia sebesar US$ 25,67 miliar pada tahun 1990, sekitar 43,4 persen atau US$ 11,5 miliar berasal dari ekspor produk-produk sektor agribisnis. Kemudian pada tahun 1995, dari nilai total ekspor Indonesia sebesar US$ 45,4 miliar, sekitar 55,6 persen atau US$ 25,3 miliar berasal dari ekspor produk-produk agribisnis yang dihasilkan oleh sektor ekonomi rakyat ini. Nilai ekspor produk agribisnis yang besar tersebut dan hanya diikuti oleh impor yang relatif kecil (karena bahan bakunya berasal dari dalam negeri) menciptakan ekspor bersih yang cukup besar sehingga dapat memupuk cadangan devisa negara. Secara keseluruhan, terkendalinya laju inflasi dan terpupuknya cadangan devisa yang cukup, memberikan kontribusi yang nyata pada tercapainya stabilitas ekonomi makro, bahkan stabilitas sosial politik Indonesia. Dengan perkataan lain, fundamental ekonomi (pertumbuhan yang relatif tinggi, laju inflasi terkendali, cadangan devisa yang cukup) Indonesia yang dinilai cukup kuat saat ini, merupakan kontribusi sektor agribisnis yang nota bene merupakan sektor ekonomi rakyat. Keprihatinan dalam Sektor Ekonomi Rakyat Di balik kontribusi sektor ekonomi rakyat yang besar dalam perekonomian nasional, ternyata masih menampilkan sisi yang kurang menggembirakan bila dilihat siapa yang menikmati hasil pembangunan. Dari 70 persen angkatan kerja nasional yang terlibat dalam sektor agribisnis, sekitar 38 juta jiwa atau 54 persen terlibat pada agribisnis usahatani. Mereka ini adalah petani, buruh tani, peternak rakyat dan nelayan dan merupakan kelompok masyarakat yang tergolong terendah pendapatannya. Hasil studi Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian Balitbang Departemen Pertanian (1996) di wilayah pertanian Pulau Jawa dan Nusa Tenggara Barat, menunjukkan bahwa pada tahun 1995 pendapatan ratarata rumah tangga pertanian (seluruh sumber pendapatan) baru mencapai Rp 1,08 juta (Nusa Tenggara Barat) dan Rp 1,3 juta (Jawa) atau Rp 236,6 ribu per kapita (NTB) dan Rp 294,7 ribu per kapita (Jawa). Padahal secara nasional, pendapatan per kapita penduduk Indonesia telah mencapai sekitar US$ 1.026 atau Rp 2 juta lebih. Artinya, penduduk yang menggantungkan kehidupan ekonominya pada agribisnis usahatani, pendapatan per kapitanya hanya sekitar 10 persen dari rata-rata pendapatan per kapita nasional. 199 199

Pendapatan yang rendah diterima rakyat pada agribisnis usahatani ini disebabkan karena kegiatan ekonomi mereka hanya terbatas pada kegiatan ekonomi agribisnis usahatani. Dalam sektor agribisnis, nilai tambah (added value) ekonomi terbesar terdapat pada agribisnis hulu dan hilir. Sedangkan pada agribisnis usahatani nilai tambah yang ada relatif kecil. Selain nilai tambah yang relatif kecil pada usahatani, petani menghadapi suatu paradoks produktivitas yakni peningkatan produktivitas justru menurunkan nilai produksi yang diterima karena terjadi kelebihan penawaran produk (excess supply). Akibatnya, rakyat yang berusaha di usahatani akan tetap menerima pendapatan yang relatif kecil. Sebaliknya, mereka yang menguasai agribisnis hulu dan agribisnis hilir, yang umumnya bukan petani, menerima pendapatan yang relatif tinggi. Setiap peningkatan produktivitas pada usahatani, baik karena penggunaan teknologi baru maupun perbaikan infastruktur pertanian, manfaatnya relatif sedikit dinikmati oleh petani. Manfaat ekonomi terbesar dinikmati oleh mereka yang menguasai agribisnis hulu dan hilir. Dengan perkataan lain, manfaat pembangunan pertanian selama 30 tahun dinikmati oleh mereka yang menguasai agribisnis hulu dan hilir, sehingga mereka inilah yang berpendapatan tinggi di Indonesia termasuk sebagian besar konglomerat nasional saat ini. Rendahnya pendapatan yang diterima petani yang umumnya mendiami wilayah pedesaan, juga menjadi penyebab terjadinya ketimpangan pendapatan antara desa-kota dan antara Kawasan Barat Indonesia dengan Kawasan Timur Indonesia. Dengan menggunakan data pengeluaran untuk konsumsi (Mubyarto, 1996), rasio pendapatan rakyat di pedesaan dengan di perkotaan selama tahun 1981-1993 telah mengalami peningkatan yaitu dari 1,69 (tahun 1981) menjadi 1,82 (tahun 1993). Artinya, bila pada tahun 1981 pendapatan rakyat di perkotaan masih sekitar 1,69 kali pendapatan rakyat di pedesaan, maka pada tahun 1993 pendapatan di perkotaan menjadi 1,82 kali pendapatan rakyat di pedesaan. Hal ini menunjukkan bahwa manfaat agribisnis hulu dan hilir yang umumnya berada di perkotaan, belum dapat dinikmati oleh rakyat yang terlibat pada usahatani di pedesaan. Bila kondisi di atas terus berlangsung, maka manfaat perdagangan bebas di masa yang akan datang akan sedikit dinikmati oleh rakyat yang berada di pedesaan, sehingga akan memperparah kesenjangan pendapatan antara pedesaan dan perkotaan. Oleh karena itu, tantangan ke depan adalah bukan hanya bagaimana mengembangkan sektor ekonomi rakyat saja, tetapi juga bagaimana agar manfaat pembangunan ekonomi dapat dinikmati oleh seluruh 200

rakyat Indonesia. Dalam bahasa ekonomi pembangunan, tantangan tersebut adalah bagaimana mengejar pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan pendapatan. Prospek Sektor Ekonomi Rakyat Di masa yang akan datang, sektor agribisnis sebagai sektor ekonomi rakyat masih memiliki prospek yang cerah untuk dikembangkan lebih lanjut baik untuk memperkuat ekonomi rakyat maupun sebagai andalan Indonesia dalam perdagangan bebas. Prospek sektor agribisnis dalam era perdagangan bebas dapat dilihat baik dari sisi permintaan (demand side) maupun dari sisi penawaran (supply side). Dari sisi permintaan, pasar produk-produk agribisnis di masa yang akan datang masih cukup besar, baik di pasar internasional maupun di dalam negeri. Diperkirakan pada tahun 2005 pendapatan per kapita penduduk Indonesia akan mencapai sekitar US$ 2.500. Dengan tingkat pendapatan yang demikian dan dengan jumlah penduduk yang diperkirakan mencapai 220 juta jiwa, Indonesia merupakan pasar produk agribisnis yang sangat besar. Kemudian, di pasar internasional, pasar produk-produk agribisnis juga terbuka luas terutama dalam era perdagangan bebas. Penghapusan bentukbentuk kebijaksanaan proteksi secara internasional akan berdampak pada produksi produk agribisnis. Bagi negara yang di masa lalu mengalami importir total bersih produk agribisnis seperti kawasan Asia Timur, penghapusan proteksi akan menurunkan produksi produk agribisnis di negara tersebut karena tidak kompetitif. Selain itu, sebagian besar negara-negara di dunia sedang berlomba untuk mengembangkan industri-industri yang tidak berbasis pertanian. Akibatnya, sumber daya akan mengalir dari sektor pertanian ke sektor nonpertanian, sehingga menurunkan produksi produk-produk agribisnis. Fenomena seperti ini sudah mulai tampak di berbagai negara seperti Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Thailand dan Filipina. Keseluruhan perubahan di atas akan menempatkan banyak negara sebagai negara pengimpor produk-produk agribisnis. Semakin meningkat pendapatan penduduk di negara-negara yang bersangkutan, semakin meningkat permintaan produk agribisnis yang bersifat memiliki elastisitas permintaan terhadap perubahan pendapatan yang tinggi (income elastic demand), sehingga semakin impor produk-produk agribisnis meningkat. Bila Indonesia mengkhususkan diri sebagai produsen produk-produk agribisnis di pasar internasional, maka akan dapat memanfaatkan peluang pasar tersebut. 201 201

Dari sisi penawaran, Indonesia memiliki sumber daya yang melimpah bagi pengembangan agribisnis. Indonesia masih memiliki Iahan yang luas, sumber daya perairan dan kelautan yang sangat potensial, sumber daya tenaga kerja yang cukup besar dan berpengalaman dalam mengembangkan agribisnis, serta memiliki lembaga penelitian dan pengembangan agribisnis yang potensial untuk dikembangkan. Dalam beberapa komoditas agribisnis seperti kelapa sawit, kelapa, karet dan cokelat, Indonesia berpeluang menjadi salah satu produsen terbesar di dunia. Strategi Pemberdayaan Ekonomi Rakyat Cara yang paling efektif dan efisien untuk memberdayakan ekonomi rakyat adalah mengembangkan kegiatan ekonomi yang menjadi tumpuan kehidupan ekonomi sebagian besar rakyat yaitu sektor agribisnis. Dengan perkataan lain, pembangunan ekonomi nasional yang memberi prioritas pada pengembangan sektor agribisnis merupakan syarat keharusan bagi pemberdayaan ekonomi rakyat bahkan pemberdayaan ekonomi nasional. Saat ini, hanya pada sektor agribisnislah Indonesia memungkinkan untuk mampu bersaing untuk merebut peluang pasar pada era perdagangan bebas. Di luar sektor agribisnis, bukan hanya sulit bersaing tetapi juga tidak mampu memberdayakan ekonomi rakyat bahkan cenderung memperdaya rakyat. Bila Indonesia mengembangkan sektor industri yang tidak berbasis pertanian misalnya, industri elektronika atau otomotif, maka Indonesia tidak mampu bersaing dengan industri elektronika dan otomotif Jepang, Korea dan lain-lain, yang sudah unggul di pasar internasional. Demikian juga bila industri-industri tersebut menjadi unggulan nasional, maka manfaatnya tidak dinikmati rakyat yang tersebar di seluruh pelosok tanah air yang kehidupan ekonominya berada di sektor agribisnis. Penegasan dan pemihakan pada pengembangan sektor agribisnis dalam strategi pembangunan ekonomi nasional sangat penting dilakukan mulai dari tingkat GBHN sampai pada kebijaksanaan pemerintah, guna mengarahkan alokasi sumber daya masyarakat kepada sektor agribisnis. Tradisi perilaku pelaku ekonomi di Indonesia, dimana arah alokasi sumber daya dan investasi sangat ditentukan oleh arah keberpihakan kebijaksanaan pemerintah, maka bila pemerintah tidak memberi penegasan dan keberpihakan pada sektor agribisnis, sumber daya akan mengalir ke luar sektor agribisnis. Bila hal ini terjadi, maka ekonomi rakyat yang umumnya berada di sektor agribisnis akan mengalami kemunduran. Pemihakan pemerintah kepada pengembangan sektor 202

agribisnis perlu diwujudkan pada berbagai kebijaksanaan. Pada kebijaksanaan fiskal misalnya, pemerintah perlu lebih memprioritaskan pengalokasian APBN/APBD pada pengembangan infrastruktur pembangunan agribisnis, seperti jalan raya dan sarana transportasi, pelabuhan, listrik, telekomunikasi, pengem-bangan teknologi, sumber daya manusia dan lain-lain di wilayah sentra-sentra agribisnis. Disamping itu, perlu diberikan keringanan pajak guna mendorong investasi dalam sektor agribisnis. Demikian juga pada kebijaksanaan moneter seperti suku bunga dan nilai tukar, pemerintah perlu memberlakukan suku bunga dan kebijaksanaan nilai tukar yang kondusif bagi perkembangan produksi dan ekspor agribisnis. Di masa lalu, kebijaksanaan pemerintah dalam sektor fiskal dan moneter belum berpihak pada sektor agribisnis. Pada sektor moneter, tingkat suku bunga yang relatif tinggi selama ini tidak kondusif untuk mendorong perkembangan sektor agribisnis, bahkan ada kecenderungan terjadi penghisapan kapital (capital drainage) dari sektor agribisnis ke luar sektor agribisnis. Demikian juga kebijaksanaan nilai tukar yang ternilai terlalu tinggi (artificial over valued exchange rate) di masa lalu, juga telah memperlemah daya saing produk agribisnis nasional sehingga bukan hanya ekspornya mengalami perlambatan tetapi malah impor yang cenderung meningkat. Pemihakan kebijakan pemerintah pada pengembangan sektor agribisnis di level makro perlu disertai dengan upaya mikro agar manfaat pembangunan dapat dinikmati oleh rakyat. Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa kontribusi yang besar sektor agribisnis dalam perekonomian nasional ternyata tidak diikuti peningkatan pendapatan petani yang memadai. Oleh karena itu, dalam upaya pemberdayaan ekonomi rakyat, keberpihakan pada pembangunan sektor agribisnis secara nasional perlu disertai dengan suatu mekanisme yang menjamin bahwa manfaat pembangunan dapat dinikmati oleh rakyat. Suatu mekanisme produktif yang menjamin manfaat pembangunan dapat dinikmati secara nyata oleh rakyat adalah pengembangan organisasi bisnis petani dalam bentuk koperasi agribisnis. Berbeda dengan pengembangan koperasi (KUD) di masa lalu, yang hanya menangani kegiatan usahatani dan menangani seluruh komoditas, pengembangan koperasi agribisnis ini diutamakan bergerak pada agribisnis hulu dan hilir serta hanya menangani satu aliran produk (product-line) tertentu sebagai bisnis intinya (core business). Dalam operasionalisasinya, koperasi agribisnis yang bergerak pada agribisnis hulu dan hilir dapat bekerjasama (usaha patungan) dengan koperasi agribisnis 203 203

sejenis dalam bentuk koperasi sekunder agribisnis, antara koperasi agribisnis dan Badan Usaha Milik Negara, atau bentuk kerjasama antara koperasi agribisnis dan perusahaan swasta, baik Penanaman Modal Dalam Negeri maupun luar negeri. Dengan pengembangan koperasi agribisnis yang demikian, maka nilai tambah yang besar pada agribisnis hulu dan hilir dapat dinikmati oleh rakyat yang berada di usahatani melalui koperasinya. Dengan demikian, setiap peningkatan permintaan produk agribisnis di pasar internasional, manfaatnya dapat dinikmati secara nyata oleh rakyat. Disamping itu, karena pemilik koperasi agribisnis adalah rakyat yang berada di pedesaan, maka manfaat pengembangan agribisnis sebagian besar berputar di sektor pedesaan, Dengan demikian, kesenjangan perkembangan ekonomi pedesaan dan perkotaan secara lambat laun akan dapat dihilangkan. Catatan Penutup Dewasa ini, cukup banyak pemikiran alternatif yang berkembang tentang pilihan strategi industrialisasi di Indonesia. Sebagian dari pemikiran tersebut bahkan memperoleh dukungan dari pihak/negara lain khususnya yang melihat Indonesia sebagai pasar. Padahal bila dikaji secara mendalam, industri-industri yang diusulkan untuk dikembangkan di Indonesia sangat diragukan manfaatnya bagi rakyat banyak, bahkan cenderung berdampak negatif terhadap perekonomian nasional. Depresiasi rupiah yang cukup besar akhir-akhir ini, sebagian besar disebabkan oleh meningkatnya impor bahan baku footlose industry dan melambatnya ekspor produk agribisnis akibat nilai tukar rupiah yang ternilai terlalu tinggi secara artifisial (artificial overvalued exchange rate). Menurut saya, satu-satunya pilihan industrialisasi yang memampukan Indonesia bersaing dan manfaatnya langsung dinikmati oleh rakyat banyak adalah industrialisasi melalui pengembangan sektor agribisnis dimana agroindustri sebagai ujung tombaknya. Oleh karena itu, kita, termasuk generasi muda KOSGORO, perlu memberikan masukan kepada pemerintah, agar dalam Pelita VII yang akan datang pemihakan kebijaksanaan pada sektor agribisnis benar-benar diberikan, guna mempersiapkan bangsa Indonesia memasuki abad ke-21. 204