BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tahap Preparasi Pembuatan Puding Jagung Tahapan pertama adalah tahapan persiapan sampel formulasi berupa jagung pipil varietas motoro kiki yang telah diolah menjadi tepung jagung. Selain itu pada tahap ini juga dilakukan persiapan sampel rumput laut jenis Eucheuma cottonii yang telah diolah menjadi tepung karaginan. Tepung yang dihasilkan selanjutnya diformulasi dengan presentase rasio berikut: Tabel 2. Prosentase rasio tepung jagung dan tepung karaginan Jenis Tepung Prosentase Tepung (%) Tepung Jagung (J) 70 60 50 Tepung Karaginan (K) 30 40 50 (Sumber : Ahmad dan Limonu, 2011) Masing-masing bahan ditimbang berdasarkan prosentase ratio yang terdiri atas tiga perbandingan komposisi untuk formulasi puding jagung. Ketiga perbandingan bahan puding jagung yaitu 70% : 30%, 60% : 40%, 50% : 50%. Tepung jagung ditimbang sesuai persentase ratio yaitu 70 % atau 7 gram, 60 % atau 6 gram, dan 50 % atau 5 gram. Tepung karaginan juga ditimbang sesuai presentase ratio yaitu 30 % atau 3 gram, 40 % atau 4 gram, dan 50 % atau 5 gram. Proses selanjutnya yaitu tahap pencampuran kering tepung jagung dan tepung karagenan dengan menambahkan CMC (C) sebanyak 1 gram pada masing-masing perbandingan. Fungsi CMC pada formulasi puding jagung tersebut adalah untuk menghomogenkan tepung jagung dan tepung karaginan, 16
agar tidak terjadi pemisahan tepung jagung dan tepung karaginan pada saat puding didinginkan. Proses pencampuran kering dapat dilihat pada gambar 2. Gambar 2. Proses Pencampuran Bahan Puding jagung 4.2 Tahap Formulasi Tahap selanjutnya yaitu proses formulasi puding jagung dengan mencampurkan kedua bahan (jumlah total bahan adalah 10 gram) dengan prosentase masing-masing perbandingan yang di beri kode J 7 K 3, J 6 K 4, J 5 K 5, selanjutnya dilarutkan dalam 300 ml air. Larutan tersebut dipanaskan sambil diaduk sampai suhu larutan ± 90 o C, kondisi suhu ini dipertahankan selama 5 10 menit. Larutan ditempatkan dalam wadah plastik untuk persiapan pengamatan. Proses pemasakan dilakukan dengan menggunakan hot plate, proses pemasakan formula puding jagung dapat dilihat pada gambar 3. 17
Gambar 3. Proses Pemasakan Puding Jagung Setelah suhu pemasakan formula tercapai dan proses pemasakan selesai, selanjutnya formula diangkat dari hot plate untuk didinginkan selama 3 5 menit. Setelah itu formula dituang ke dalam wadah plastik sebagai wadah pembentuk puding. Proses pembentukan puding dapat dilihat pada gambar 4. Gambar 4. Proses Pendinginan Puding Jagung 18
Masing-masing formulasi yang dihasilkan akan diamati karakter fisik, sineresis dan retrogradasi. Proses pengamatan ini dilakukan dengan cara menuang puding yang sudah dibentuk dari wadah plastik ke wadah datar untuk selanjutnya dilakukan pengamatan selama penyimpanan. Puding jagung yang siap dimati dapat dilihat pada gambar 5. Gambar 5. Proses Pengamatan Puding Jagung 4.3 Kondisi Fisik Puding Jagung Kondisi fisik puding jagung meliputi kekompakkan bahan dan tekstur puding jagung. Perbandingan puding jagung dengan formula J 7 K 3 dan J 6 K 4 setelah proses pemasakan, belum langsung membentuk padatan atau gel. Tekstur puding jagung J 7 K 3 dan J 6 K 4 masih berbentuk larutan, sehingga puding jagung tidak bisa dikeluarkan dari wadah. Hal ini disebabkan tepung karaginan yang digunakan untuk kedua formulasi tersebut jumlahnya atau prosentasenya sedikit yaitu 3 gram dan 4 gram. Tepung karaginan memiliki 19
fungsi sebagai bahan pembentuk gel. Semakin banyak tepung karaginan yang digunakan, semakin cepat pembentukan gel pada puding jagung. Untuk puding jagung J 5 K 5 langsung membentuk gel dan bisa langsung dikeluarkan dari wadah setelah didinginkan pada suhu ruang. Puding tersebut dapat berdiri tegak, karena tepung karaginan yang ditambahkan semakin banyak yaitu 50%. Sifat fisik yang diamati berikutnya adalah kekompakkan. Ketiga puding jagung memilki sifat kekompakkan yang sama, karena dalam formulasi bahan ditambahkan CMC. Menurut Sumardikan, (2007) Carboxymethylcellulose (CMC) dalam produk makanan berperan sebagai pengikat air dan pembentuk gel yang akan menghasilkan tekstur produk pangan yang lebih baik. Ketiga puding tersebut dimasukkan ke dalam lemari pendingin selama semalam, ini dilakukan untuk mempercepat pembentukan gel dan puding tersebut dapat berdiri tegak. Pengamatan sifat fisik puding terutama tekstur. Ketiga puding jagung memilki tekstur yang berbeda jika ditekan. Tekstur puding jagung J 7 K 3 mudah hancur, dan bisa bertahan berdiri tegak selama 1 hari. Untuk puding jagung J 6 K 4 memiliki tekstur yang lunak dan dapat berdiri tegak selama 3 hari, setelah itu puding jagung tersebut akan mengalami kerusakan (hancur). Sebaliknya untuk puding jagung J 5 K 5 memiliki tekstur puding jagung yang kenyal, fleksibel dan berdiri tegak sampai 1 minggu. Tekstur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pilihan konsumen terhadap suatu produk pangan. Kadang-kadang tekstur lebih 20
penting dibandingkan dengan penampakan, aroma, dan rasa karena mempengaruhi citra makanan (Anonim 4, 1995). 4.3 Retrogradasi Puding Jagung Retrogradasi pada puding jagung yaitu terbentuknya kristal es pada puding jagung yang disebabkan oleh suhu pendinginan yang mempengaruhi kondisi fisik puding jagung. Hasil pengamatan terhadap Retrogradasi puding jagung hasil percobaan, disajikan pada tabel 3 berikut ini : Tabel 3. Retrogradasi Puding Jagung Hasil Pengamatan Selama 5 Hari Hari Komposisi Tepung Jagung : Tepung Karaginan 7 : 3 6 : 4 5 : 5 Pertama - - - Kedua Mulai membentuk kristal Mulai membentuk krista - es es Ketiga Semakin banyak Semakin banyak - membentuk kristal es membentuk kristal es Keempat Terbentuk kristal es di seluruh permukaan puding Terbentuk kristal es di seluruh permukaan Mulai membentuk kristal es puding Kelima Kristal es berkurang Kristal es berkurang Semakin banyak membentuk kristal es Hasil pengamatan hari pertama, menunjukkan bahwa puding jagung belum mengalami retrogradasi, sehingga puding dimasukkan kembali ke dalam lemari pendingin. Hasil pengamatan hari kedua, puding jagung J 7 K 3 dan J 6 K 4 mulai membentuk kristal es (retrogradasi). Menurut Suhardjo, (1986) retrogradasi adalah proses kristalisasi kembali pati yang telah mengalami 21
gelatinisasi. Sifat retrogradasi tepung secara tidak langsung dipengaruhi oleh susunan struktur rantai pati sampai tak berbentuk (amorphous) dan bagian kristal dari gramanula pati yang tidak tergelatinisasi. Menurut Perera dan Hoover (1999) dalam Jacob (1998), bagian kristal mempengaruhi tingkat kerusakan gramanula selama penyimpanan dan interaksi yang terjadi diantara rantai pati selama penyimpanan gel. Sebaliknya pada formula puding jagung J 5 K 5 proses retrogradasi hari kedua menunjukkan retrogradasi belum membentuk hingga hari kedua pengamatan. Pengamatan hari ketiga, puding jagung J 7 K 3 dan J 6 K 4 semakin banyak membentuk kristal es. Menurut Hudaya, (2011), jika kristal es yang terbentuk besar dan tajam akan merusak tekstur dan sifat pangan, tetapi di lain pihak kristal es yang besar dan tajam juga bermanfaat untuk mereduksi atau mengurangi mikroba. Puding jagung J 5 K 5 belum menunjukkan perubahan retrogradasi. Pengamatan hari keempat, seluruh permukaan puding jagung J 7 K 3 dan puding jagung J 6 K 4 membentuk kristal es. Sedangkan puding jagung formula J 5 K 5 pada hari keempat ini mulai membentuk kristal es (retrogradasi). Akan tetapi tekstur puding tetap fleksibel dan puding tetap berdiri tegak. Pengamatan hari kelima, menunjukkan bahwa ketiga puding jagung mengalami retrogradasi. Puding jagung mengalami kerusakan fisik, tekstur ketiga puding jagung lunak dan ketegakan puding berkurang. Pengamatan puding jagung hanya dilakukan selama 5 hari, karena kondisi fisik puding jagung J 7 K 3 dan J 6 K 4 sudah tidak bisa diamati. Karena disebabkan oleh tekstur 22
puding jagung yang mengalami kerusakan (hancur). Sebaliknya untuk puding jagung J 5 K 5 ketegakan puding jagung tetap terjaga, meskipun puding tersebut mengalami retrogradasi. Berdasarkan pengamatan ketiga puding jagung yang disimpan selama penyimpanan dingin diperoleh hasil yaitu puding jagung J 7 K 3 dan puding jagung J 6 K 4 mengalami retrogradasi pada hari kedua, sedangkan puding jagung J 5 K 5 retrogradasinya terjadi pada hari keempat. Hal ini disebabkan tepung karagenan yang digunakan pada puding jagung J 5 K 5 lebih banyak yaitu 50% dibandingkan tepung karagenan yang digunakan pada puding jagung J 7 K 3 (30%) dan puding jagung J 6 K 4 (40%). Semakin banyak tepung karaginan digunakan, semakin terbentuk gel pada puding dan memberikan tektstur yang kenyal. Menurut Suarni, (2007) sifat retrogradasi tepung secara tidak langsung dipengaruhi oleh susunan struktur rantai pati sampai tak berbentuk (amorphous) dan bagian kristal dari gramanula pati yang tidak tergelatinisasi. Bagian kristal mempengaruhi tingkat kerusakan gramanula selama penyimpanan dan interaksi yang terjadi diantara rantai pati selama penyimpanan gel. Menurut Riani, (2007), perbedaan kandungan amilosa tepung jagung mempengaruhi karaktersistik retrogradasi. Pati yang mengandung amilopektin tinggi retrogradasi yang terjadi lambat. 4.4 Sinerisis Puding Jagung Sineresis pada puding jagung yaitu keluarnya air dari puding yang disebabkan oleh penyimpanan dingin. 23
Hasil pengamatan terhadap Sineresis puding jagung hasil percobaan, disajikan pada tabel 4 berikut ini : Tabel 4. Sineresis Puding Jagung Hasil Pengamatan Selama 5 Hari Hari Komposisi Tepung Jagung : Tepung Karaginan 7 : 3 6 : 4 5 : 5 Pertama - - - Kedua 10 ml 5 ml - Ketiga 20 ml 10 ml - Keempat 30 ml 25 ml 25 ml Kelima 3 ml 5 ml 20 ml Pengamatan puding jagung pada hari pertama belum mengalami sineresis, puding disimpan kembali ke dalam lemari pendingin. Pengamatan hari kedua, puding jagung J 7 K 3 dan puding jagung J 6 K 4 mulai mengalami sineresis. Menurut Muchtadi, (1989), keluarnya atau merembesnya cairan dan suatu gel dari pati disebut sineresis (syneresis). Sineresis merupakan akibat dari menurunnya kemampuan jaringan protein untuk mengikat air. Kedua puding jagung tersebut banyak menegeluarkan air pada saat puding dibelah dan didiamkan selama 1 jam. Puding jagung J 7 K 3 mengeluarkan air sebanyak 10 ml dan puding J 6 K 4 mengeluarkan air sebanyak 5 ml. Kondisi fisik puding tidak dapat berdiri tegak dan tekstur puding menjadi lunak. Sedangkan puding jagung J 5 K 5 belum mengalami sineresis. Pengamatan hari ketiga, puding jagung J 7 K 3 dan puding jagung J 6 K 4 lebih banyak menegeluarkan air pada saat puding dibelah dan didiamkan 24
selama 1 jam. Puding jagung J 7 K 3 mengeluarkan air sebanyak 20 ml dan puding J 6 K 4 mengeluarkan air sebanyak 10 ml. Tekstur kedua puding menjadi lunak. Sedangkan puding jagung J 5 K 5 belum mengalami sineresis, karena tepung karagenan yang digunakan pada formulasi puding jagung J 5 K 5 lebih banyak dibandingkan tepung karagenan yang digunakan pada formulasi puding jagung J 7 K 3 dan formulasi puding jagung J 6 K 4. Pengamatan hari keempat, puding jagung J 7 K 3 masih mengalami sineresis dan mengeluarkan air sebanyak 30 ml. Kondisi fisik puding melemah, puding semakin tidak tidak tegak. Sehingga mempercepat tekstur puding hancur. Untuk puding jagung J 6 K 4 mengeluarkan air sebanyak 25 ml. Tekstur puding semakin lunak, hal ini disebabkan puding banyak mengeluarkan air. Semakin banyak air yang keluar dari puding, akan mempengaruhi tekstur dari puding tersebut. Untuk puding jagung J 5 K 5 mulai mengalami sineresis dan mengeluarkan air sebanyak 25 ml. Akan tetapi tekstur puding tetap fleksibel dan puding tetap berdiri tegak. Pengamatan hari kelima ketiga puding jagung mengalami sineresis. Puding jagung J 7 K 3 mengeluarkan air sebanyak 3 ml, puding jagung J 6 K 4 mengeluarkan air 5 ml dan puding jagung J 5 K 5 mengelurakan air sebanyak 20 ml. Pada hari kelima, pengamatan dihentikan. Hal ini disebabkan tekstur puding jagung J 7 K 3 dan J 6 K 4 hancur, sedangkan puding jagung J 5 K 5 berbanding terbalik dengan kedua puding jagung lainnya. Ketegakan puding jagung tetap terjaga, meskipun puding tersebut telah mengalami sineresis. 25
Beradasarkan pengamatan sineresis pada ketiga puding jagung selama 5 hari, diperoleh hasil yaitu puding jagung J 5 K 5 yang lebih lambat mengalami sineresis dibandingkan dengan puding jagung J 7 K 3 dan J 6 K 4. Sineresis pada puding jagung J 5 K 5, terjadi pada hari keempat. Sedangkan puding jagung J 7 K 3 dan J 6 K 4, lebih cepat mengalami sineresis pada hari kedua. Hal ini disebabkan oleh daya ikat air yang tidak mampu mengikat tepung jagung dan tepung karaginan, sehingga air merembes dan keluar dari puding jagung. Tujuan dari penelitian ini, untuk mendapatkan perbandingan bahan puding jagung yang baik dengan mendominankan tepung jagung. Oleh karena itu, perbandingan puding jagung J 6 K 4 yang dipilih untuk perbandingan puding jagung yang baik. 26