PRODUKTIVITAS PADI VARIETAS INPARI 13 PADA BERBAGAI AGROEKOLOGI LAHAN SAWAH IRIGASI Q. Dadang Ernawanto, Noeriwan B.S, dan S. Humaida Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur Jl. Raya Karangploso Km.4 Malang, Tlp.(0341) 494052, Fax (0341) 471255 email : qdadang@yahoo.co.id ABSTRACT Wetland acreage in the county's largest Jember in East Java, but the average productivity is still low 5.6 t/ha, the cause of which is diversity in soil fertility and farmers applied technology. Efforts to increase rice productivity in order to support the production target in Jember 1 million t/year, including through the introduction of improved varieties. Assessments conducted in the Village Karangrejo, District Gumukmas, Sempolan Village, Shiloh District, Village Resource Dimples, Ledokombo District, and Village Kencong, District Kencong and Tanjungrejo Village, District Wuluhan, Jember; from March until June 2010. Aimed at obtaining information Inpari 13 varieties of rice productivity in intensive irrigated land in the different agroecological. Assessment results showed that rice varieties in all locations Inpari 13 studies yield the best results ranged from 6.85 to 8.57 t / ha. The highest productivity is achieved in the Village Karangrejo with soil nutrient status of N, P, and K are classified, Inceptisol soil type, altitude 20 m asl, fisografi plains, with rainfall type E3; able to increase the productivity of 24.4 persen compared to farmers (varieties Ciherang), with R/C ratio of 2.68. Key words: Rice Inpari 13, diversity agroecological PENDAHULUAN Jawa Timur merupakan penghasil utama tanaman pangan (padi, jagung, kedelai, kacang tanah dan kacang hijau) dalam pemenuhan kebutuhan akan pangan, pakan dan industri nasional yang setiap tahunnya terus meningkat. Kontribusi terhadap produksi beras nasional + 20 persen dihasilkan dari + 1,62 persen juta ha/tahun dengan rata-rata produktivitasnya 5,3 t GKG/ha (BPS, 2009). Namun demikian hampir seluruh kabupaten di Jawa Timur masih terdapat desa rawan pangan. Hal ini antara lain disebabkan oleh tingkat produktivitas padi dengan tingkat keragaman tinggi antar lokasi, sebagai akibat dari keragaman agroekologi, penerapan teknologi produksi, ketersediaan air irigasi, dan sosial ekonomi petani. Selama kurun waktu lima tahun terakhir (2002-2006) produktivitas padi di Jawa Timur peningkatannya relatif melandai. Produktivitas padi pada tahun 2002 sebesar 5,22 t/ha menjadi 5,34 t/ha pada tahun 2006. Selain itu enam tahun terakhir (2000-2005) terjadi penyusutan areal lahan sawah sebesar 5,06 persen (BPS, 2007). Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan produksi padi di Jawa Timur tampaknya sulit dilakukan melalui perluasan areal tanam padi sawah, sehingga peningkatan produksi dapat dilakukan dengan intensifikasi lahan melalui terobosan teknologi inovasi baru dengan pendekatan pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu (PTT).
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Melalui pendekatan PTT dengan mempertimbangkan hubungan sinergis dan komplementer antar komponen dan menekankan pada prinsip partisipatif yang menempatkan pengalaman, keinginan dan kemampuan petani pada posisi penting dalam menerapkan suatu teknologi (Badan Litbang Pertanian, 2007). Guna mempercepat adopsi teknologi PTT diperlukan suatu terobosan teknologi secara massal melalui penerapan teknologi secara terfokus, sistematis, sinergi dan terintegrasi baik dari segi pembinaan maupun pembiayaannya, yaitu dengan penerapan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (SL-PTT). Gerakan SL-PTT di Jawa Timur sudah dilaksanakan sejak tahun 2009, yaitu merupakan sekolah lapang bagi petani dalam menerapkan berbagai teknologi usahatani melalui penggunaan input produksi yang efisien dan spesifik lokasi sehingga mampu menghasilkan produktivitas tinggi dalam menunjang peningkatan produksi secara berkelanjutan. Kabupaten Jember, merupakan kabupaten dengan luas baku lahan sawah yang ditanami padi seluas 155.500 ha, merupakan areal terluas di Jawa Timur, namun kontribusi produksi padi kabupaten Jember terhadap produksi regional Jawa Timur masih rendah. Hal tersebut karena rataan produktivitasnya masih rendah (5,6 t/ha). Pemerintah kabupaten Jember, dalam hal ini Dinas Pertanian pada tahun 2013 mentargetkan rataan produktivitas padi sebesar 6,73 t/ha. Hal ini akan tercapai melalui PTT padi, disamping potensi sumberdaya alamnya di kabupaten Jember sangat mendukung (Diperta Kabupaten Jember, 2010, 2009, 2007; Q.D. Ernawanto et al., 2007). Peningkatan produktivitas padi di wilayah-wilayah sentra produksi dapat dilakukan dengan (a) penyediaan benih bermutu, varietas unggul, (b) pemupukan dilakukan sesuai dengan status hara tanah, (c) ketersediaan pestisida sesuai target hama, (d) bimbingan dan pembinaan langsung di lapang secara terus menerus, dan (e) penyediaan jatah air irigasi secara terencana untuk tanaman padi musim kemarau (Dirjentan, 2010). Pengkajian dilakukan dengan tujuan diperolehnya informasi keragaan produktivitas padi varietas Inpari 13 di lahan sawah irigasi intensif pada agroekologi yang berbeda guna mendukung sasaran produksi padi; serta untuk menyebarkan inovasi teknologi padi di wilayah wilayah sentra produksi padi. METODE Pengkajian dilakukan di lahan sawah irigasi di Karangrejo, Kecamatan Gumukmas, Sempolan, Kecamatan Silo, Sumber Lesung, Kecamatan Ledokombo, dan Kencong, Kecamatan Kencong, serta Tanjungrejo, Kecamatan Wuluhan, Kabupaten Jember, Jawa Timur; bulan Juli sampai Oktober 2010 (MK-1). Bahan yang digunakan meliputi padi varietas Inpari 13 yang diperoleh dari UPBS BPTP Jawa Timur; pupuk Urea, dan Phonska, serta pestisida. Luas lahan yang digunakan di setiap lokasi sekitar 1 hektar dengan melibatkan 4 petani kooperator. Di lokasi pengkajian petani umumnya menanam padi varietas Ciherang (sebagai pembanding), inovasi teknologi selengkapnya disajikan pada Tabel 1.
Untuk mengetahui status hara tanah dilakukan analisa tanah dengan menggunakan PUTS (Perangkat Uji Tanah Sawah) yang dilakukan sebelum pengkajian dilaksanakan. Tabel 1. Komponen Inovasi Teknologi Budidaya Padi Di Lahan Sawah Irigasi Uraian Komponen Teknologi Varietas Inpari 13, dan Ciherang (Pembanding) Pengolahan Tanah Olah Tanah Sempurna Jumlah Benih 25 kg Umur tanam pindah 20 hari Cara Tanam Jajar legowo (20-40) cm x 10 cm, 1-2 bibit per lubang tanam Pemupukan Pemupukan N berdasarkan BWD, pemupukan P dan K berdasarkan analisis tanah dengan PUTS Pengendalian OPT PHT Penyiangan 3 kali Penanaman padi dilakukan pada MK-1 (awal Maret 2010), ditanam dengan cara sistem jajar legowo dengan jarak tanam (20 40) cm x 10 cm. Berdasarkan hasil analisis tanah dengan PUTS (Tabel 3), rekomendasikan pemupukan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Rekomendasikan Pupuk Berdasarkan PUTS Di Lokasi Pengkajian Lokasi Pupuk (kg/ha) Karangrejo Sempolan Sumber Lesung Kencong Tanjungrejo Urea (Pupuk Dasar)* 30 45 45 35 35 SP-36 20 60 40 30 30 Phonska 220 170 170 200 200 Keterangan : * Urea diberikan 3 kali : 1. Pupuk dasar, saat 7 hst. 2. Saat umur 28 hst, dosis berdasarkan BWD. 3. Saat umur 42 hst, dosis berdasarkan BWD Phonska diberikan 2 kali, yaitu : 1/2 dosis saat tanaman umur 7 hari, dan 1/2 dosis pada saat tanaman berumur 28 hari. Pupuk SP-36 diberikan bersamaan dengan pupuk Urea pertama (pupuk dasar). Peubah yang diamati produktivitas. Data yang terkumpul ditabulasi dan selanjutnya dilakukan analisis t-student untuk membandingkan perbedaan produksi padi di masing-masing lokasi. Data penggunaan input produksi dan tenaga kerja diamati untuk menghitung tingkat pendapatan/keuntungan dalam usahatani padi. HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaan Wilayah Pengkajian Wilayah pengkajian di lima desa merupakan lahan sawah irigasi intensif dengan kemiringan lahan < 12 persen. Berdasarkan peta tanah Kabupaten Jember jenis tanah beragam. Status hara menunjukkan bahwa status hara N : bervariasi dari rendah-sedang, P : bervariasi sedang-tinggi, dan K: sedang-tinggi. Keragaan biofisik di setiap lokasi pengkajian disajikan pada Tabel 3.
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Tabel 3. Karangrejo, Kecamatan Gumukmas, Sempolan, Kecamatan Silo, Sumber Lesung, Kecamatan Ledokombo, dan Kencong, Kecamatan Kencong, serta Tanjungrejo, Kecamatan Wuluhan, Kabupaten Jember Uraian Karangrejo Sempolan Lokasi Sumber Lesung Kencong Tanjungrejo N Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah P Sedang Rendah Sedang Sedang Sedang K Sedang Tinggi Tinggi Sedang Sedang ph Agak Asam Agak Asam Agak Asam Agak Agak Asam Asam Jenis Tanah Inceptisol Inceptisol Inceptisol Entisol Vertisol Ketinggian Tempat (m dpl) 20 142 158 27 25 Tipe Curah Hujan - Oldeman E3 C2 C2 D3 E4 Fisiografi Dataran Vulkanik Berombak Vulkanik Berombak Dataran Dataran Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pengelolaan usahatani padi yang menerapkan paket inovasi teknologi (petani kooperator) dan petani yang membudidayakan sesuai dengan teknologi eksisting (non kooperator) disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan Produksi Padi Petani Kooperator Dan Non Kooperator Produktivitas (t/ha) Persentase Kenaikan Lokasi Hasil Inpari 13 Ciherang ( persen) Karangrejo 8,57 d 6,89 b 24.4 b Sempolan 6,85 a 6,26 a 9.4 a Sumber Lesung 7,38 ab 6,51 ab 13.4 a Kencong 7,62 bc 6,81 ab 11.9 a Tanjungrejo 8,16 cd 7,24 b 12.7 a Keterangan : angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan uji-t Produksi dipengaruhi oleh pengelolaan, genotipe tanaman, dan lingkungan yang secara langsung berhubungan dengan produksi yang diperolehnya (Yoshida, 1981). Nampak pada Tabel 4, padi varietas Inpari 13 di lokasi agroekosistem dataran rendah jenis tanah Inceptisol ( Karangrejo dan Tangrejo) nyata berbeda dengan lokasi agroekosistem vulkanik bergelombang jenis tanah Entisol ( Sempolan dan Sumber Lesung). Produktivitas tertinggi 8,57 t/ha di Karangrejo, diikuti secara berturut di Tanjungrejo (8,16 t/ha) dan Kencong (7,62 t/ha), Sumber Lesung (7,38 t/ha), dan terendah di Sempolan (6,85 t/ha). Demikian pula antar varietas dan tingkat pengelolaan menunjukkan perbedaan yang nyata, Padi varietas Ciherang (sebagai pembanding) yang dikelola petani non kooperator nampak nyata lebih rendah dibanding padi VUB Inpari 13 yang dikelola dengan inovasi teknologi
(Tabel 1, dan 4) mampu meningkatkan hasil berkisar 9,4 persen - 24,4 persen dibandingkan dengan petani kooperator. Untuk mengetahui tingkat pendapatan dari usahatani padi petani dilakukan analisis finansial. Analisis finansial dilakukan dengan analisis semua komponen biaya usahatani, sehingga tingkat pendapatan yang diperoleh petani akibat dari perbedaan inovasi teknologi padi yang diaplikasikan petani. Hasil analisis finansial usahatani padi pengaruh perbedaan varietas (petani kooperator dengan non kooperator) dan agroekosistem disajikan pada Tabel 4. Padi Inpari 13 dengan penerapan inovasi teknologi budidaya padi PTT (Pengelolaan Tanaman terpadu) di semua lokasi pengkajian memberikan tingkat pendapatan lebih tinggi (berkisar Rp 11.099.000 sampai Rp 16.689.000) dengan R/C ratio antara 2,14-2,68. Sedangkan varietas Ciherang (sebagai pembanding, dengan pengelolaan eksisting petani) memberikan pendapatan berkisar Rp 9.750.000 sampai Rp12.690.000 dengan R/C rasio berkisar 2,09-2,42; dan pendapatan terkecil diperoleh dari varietas Ciherang yang umum dibudidayakan petani Rp 9.750.000 dengan R/C rasio 2,09 (Tabel 4). Tabel 4. Analisis Finansial Usahatani Padi Inpari 13 Dan Ciherang Pada Agroekosistem Lahan Sawah Irigasi Yang Berbeda Di Jember, Jawa Timur Produksi Pendapatan Lokasi Varietas R/C rasio (kg/ha) (Rp) Karangrejo Inpari 13 8,57 16.689.000 2,68 Ciherang 6,89 12.105.000 2,30 Sempolan Inpari 13 6,85 11.099.000 2,14 Ciherang 6,26 9.750.000 2,09 Sumber Lesung Inpari 13 7,38 12.729.000 2,31 Ciherang 6,51 10.500.000 2,18 Kencong Inpari 13 7,62 13.400.000 2,38 Ciherang 6,81 11.400.000 2,28 Tanjungrejo Inpari 13 8,16 15.020.000 2,55 Ciherang 7,24 12.690.000 2,42 Untuk mempercepat difusi inovasi teknologi di tingkat petani, filosofi penyuluhan digunakan adalah mendengar - saya lupa, melihat - saya ingat, melakukan - saya paham. Untuk itu guna mempercepat penerapan inovasi teknologi dilakukan beberapa tahapan-tahapan, yaitu yang pertama penataan/pembinaan kelembagaan kelompok tani, dan demfarm. Kegiatan pelaksanaan demoplot padi adalah melakukan penanaman beberapa macam varietas padi VUB di lahan kelompok tani yang dibina dan didampingi oleh peneliti, telah sejak dilakukan pada tahun 2009 dengan petak-petak kecil. Sehingga untuk musim tanam berikutnya, penerapan teknologi budidaya padi sudah dapat diterima oleh petani, dengan pengembangan SLPTT (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi. Untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan agribisnis padi dilakukan dengan diskusi pada saat Sekolah Lapang. Dengan demikian
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi manfaat Sekolah lapang adalah pemecahan permasalahan yang muncul selama pelaksanaan usahatani padi dengan menerapkannya inovasi teknologi (misal membedakan antara hama, penyakit, dan predator, pemilihan jenis pestisida yang tepat sasaran, pemupukan N dengan menggunakan BWD, pemupukan P dan K berdasarkan analisis tanah dengan PUTS). Untuk mempercepat penyebaran inovasi teknologi ke masyarakat tani di desa lokasi Pengkajian, bahkan petani di luar desa pengkajian dilakukan melalui Temu lapang, dimaksudkan untuk menunjukkan hasil-hasil pelaksanaan demfarm dan respon petani kepada seluruh anggota kelompok tani dan pejabat terkait serta petani undangan di luar desa pengkajian. Temu Lapang sebagai media komunikasi antar petani dengan dinas terkait, peneliti, penyuluh, dan petani lain yang belum berkesempatan mengaplikasikan inovasi teknologi. Dalam temu lapang disampaikan dampak positif dari implementasi inovasi teknologi padi, hasil penerapan dan permasalahan yang dihadapi petani dalam menerapkan inovasi teknologi. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil pelaksanaan pengkajian yang dilakukan secara aktif bersama anggota kelompok tani, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Padi varietas Inpari 13 di lahan sawah irigasi intensif pada berbagai agroekologi nyata mampu meningkatkan produktivitas sebesar 9,4 24,4 persen dibandingkan dengan varietas Ciherang. 2. Produktivitas padi dipengaruhi lingkungan diantaranya tingkat kesuburan tanah, jenis tanah, ketinggian tempat. 3. Penerapan inovasi teknologi nyata meningkatkan pendapatan petani. DAFTAR PUSTAKA Balai Besar Padi. 2010. Diskripsi Padi Sawah. Balai Besar Padi. Badan Litbang Pertanian. Bogor. BPS. 2009. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta. BPS. 2007. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Dirjentan, 2010. Pedoman Pelaksanaan Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi, Jagung, Kedelai dan Kacang Tanah. Kementrian Pertanian, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Jakarta. Dinas Pertanian Kabupaten Jember. 2010. Renstra Dinas Pertanian Kabupaten Jember Tahun 2011-2015. Dinas Pertanian Kabupaten Jember. Jember. Dinas Pertanian Kabupaten Jember. 2009. Laporan Tahunan. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Jember. Jember.
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Jember. 2007. Grand in Pembangunan Pertanian Tanaman Pangan Dan Ketahanan Pangan Kabupaten Jember. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Jember. Jember. Q.D. Ernawanto, S. Purnomo, dan R. Hardiyanto. 2007. Roadmap Pembangunan Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Jember 2008-2012. Kerjasama Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Jember dengan BPTP Jawa Timur. Yoshida, S. 1981. Fundamentals of Rice Crop Science. The International Rice Research Institute. Los Banos. Laguna. Philippines.