PENDAHULUAN. amino esensial yang lengkap dan dalam perbandingan jumlah yang baik. Daging broiler

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2)

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh berbagai kalangan. Menurut (Rusdi dkk, 2011) tahu memiliki

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak

BAB I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

BAB I PENDAHULUAN. oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi,

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi

I. PENDAHULUAN. protein yang lebih baik bagi tubuh dibandingkan sumber protein nabati karena mengandung

PENDAHULUAN. Kondisi ini akan lebih diperparah lagi akibat penjualan. pengawetan untuk menekan pertumbuhan bakteri.

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat menuntut produksi lebih dan menjangkau banyak konsumen di. sehat, utuh dan halal saat dikonsumsi (Cicilia, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu hasil perikanan budidaya

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral,

BAB I PENDAHULUAN. Ternak ayam broiler merupakan komoditi ternak yang mempunyai prospek

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5)

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Daging ayam merupakan sumber protein hewani yang mudah dimasak

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. ekonomi, perubahan pola hidup, peningkatan kesadaran gizi, dan perbaikan

BAB 1 PENDAHULUAN. secara optimal (Direktorat Pengelolaan Hasil Perikanan, 2007 dalam Marada, 2012).

STUDI KASUS KADAR FORMALIN PADA TAHU DAN KADAR PROTEIN TERLARUT TAHU DI SENTRA INDUSTRI TAHU DUKUH PURWOGONDO KECAMATAN KARTASURA

BAB I PENDAHULUAN. gizi yang tinggi seperti protein, lemak vitamin B (vitamin B 6 /pridoksin, vitamin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

PERBEDAAN KADAR FORMALIN PADA TAHU YANG DIJUAL DI PASAR PUSAT KOTA DENGAN PINGGIRAN KOTA PADANG. Skripsi

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

BAB I PENDAHULUAN. pangan adalah mencegah atau mengendalikan pembusukan, dimana. tidak semua masyarakat melakukan proses pengawetan dengan baik dan

BAB 1 PENDAHULUAN. kedelai yang tinggi protein, sedikit karbohidrat, mempunyai nilai gizi dan

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim.

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

PAPER BIOKIMIA PANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, rumpun Anatini,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pangasidae yang memiliki ciri-ciri umum tidak bersisik, tidak memiliki banyak

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan merupakan hasil olahan dari kacang kedelai yang kaya akan

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena mengandung

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. sumber protein fungsional maupun pertumbuhan, terutama pada anak-anak usia

Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Konsumsi tempe rata-rata per orang per

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

PROSES FERMENTASI DENGAN BAKTERI ASAM LAKTAT TERHADAP SIFAT KIMIA DENDENG SAPI IRIS DAN GILING. Oleh : Akram Hamidi

Kualitas Daging Sapi Wagyu dan Daging Sapi Bali yang Disimpan pada Suhu - 19 o c

4 Telur biasanya juga mengandung semua vitamin yang sangat dibutuhkan kecuali vitamin C. Vitamin larut lemak (A, D, E, dan K), vitamin yang larut air

PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena. Sebagai sumber pangan, daging ayam mempunyai beberapa kelebihan lainnya

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Zat gizi dalam makanan yang telah dikenal adalah karbohidrat, lemak,

BAB I PENDAHULUAN. protein hewani yang mengandung omega-3 dan protein yang cukup tinggi sebesar

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama

I. PENDAHULUAN. Jambi) ataupun yang berasal dari daging seperti sosis dan urutan/bebontot

IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Usaha peternakan ayam saat ini cukup berkembang pesat. Peredaran daging ayam cukup besar di pasaran sehingga menyebabkan

I. PENDAHULUAN. (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

TINJAUAN PUSTAKA. 18,20 Lemak (g) 25,00 Kalsium (mg) 14,00 Fosfor (mg) 200,00 Besi (mg) 1,50 Vitamin B1 (mg) 0,08 Air (g) 55,90 Kalori (kkal)

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produk daging yang dihasilkan dari kelinci ada dua macam yaitu fryer dan roaster. Kelinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dikonsumsi akan semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan bukan lagi

I PENDAHULUAN. dikonsumsi khususnya anak anak dalam periode pertumbuhan agar tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. - Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Daging ayam memiliki nilai gizi

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

I. PENDAHULUAN. Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, mulai dari teh, kopi, karet, kakao, kelapa, rempah-rempah

BAB I PENDAHULUAN. karena dapat diolah menjadi berbagai macam menu dan masakan 1.Selain itu,

BAB I PENDAHULUAN. untuk keperluan hidup manusia sehari-harinya berbeda pada setiap tempat dan

BAB I PENDAHULUAN. media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum IRTP (Industri Rumah Tangga Pangan)

BABI PENDAHULUAN. Rawon merupakan salah satu makanan khas Jawa Timur yang mudah

Proses Pembuatan Madu

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengolahan minimal (minimal processing) pada buah dan sayur

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. banyak diminati di kalangan masyarakat, hal ini disebabkan rasa

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

Transkripsi:

PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging broiler merupakan komoditas yang banyak diperdagangkan dan sangat diminati oleh konsumen karena merupakan sumber protein hewani yang memiliki kandungan asam amino esensial yang lengkap dan dalam perbandingan jumlah yang baik. Daging broiler dilihat dari aspek ekonomi sangat menguntungkan karena diperoleh dari pertumbuhan broiler yang cepat, mempunyai serat lunak sehingga mudah dicerna, mudah didapat, dan harganya pun relatif murah sehingga dapat dijangkau oleh semua kalangan masyarakat. Selain mempunyai keunggulan, daging broiler juga mempunyai kelemahan. Daging broiler merupakan media yang baik bagi perkembangan mikroba, karena kandungan nutrisinya yang tinggi. Kontaminasi mikroba dapat berasal dari berbagai tahapan yang dilewati selama proses produksi. Sebagian mikroba dapat berasal dari pakan dan lingkungan ketika broiler masih hidup. Selama penyembelihan, penyimpanan, dan pengangkutan karkas sampai ke konsumen juga dapat terjadi kontaminasi mikroba. Menurut Soeparno (1998), kontaminasi mikroba daging pada awalnya berasal dari mikroba yang masuk ke peredaran darah pada saat penyembelihan, jika peralatan yang digunakan untuk pengeluaran darah tidak steril. Kontaminasi mikroba pada atau dalam daging broiler mengakibatkan rusaknya struktur fisik, kimia, dan mikrobiologis daging tersebut. Hal ini berdampak terhadap penurunan kualitas dan daya simpan daging. Rumah Potong Ayam (RPA) dan Tempat Pemotongan Ayam (TPA) merupakan produsen yang menunjang ketersediaan daging broiler saat ini. TPA diduga menghasilkan daging atau karkas broiler yang berkualitas rendah karena pada proses pemotongan, penyimpanan, dan pendistribusian ke konsumen kurang memenuhi persyaratan higienis

dan sanitasi. Hal ini berbeda dengan daging broiler yang dihasilkan RPA, daging tersebut pada umumnya telah memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan oleh peraturan perundangan Kesehatan Masyarakat Veteriner ataupun standar yang ada. Daging yang dihasilkan TPA dengan proses pemotongan secara sederhana dan menggunakan peralatan seadanya sangat rentan terkontaminasi oleh mikroba sehingga tidak dapat disimpan dalam waktu yang lama. Pada suhu kamar (28 C C--35 C) daging hanya bertahan 11 jam. Akan tetapi, daging yang mengalami penanganan baik akan bertahan hingga 16 jam penyimpanan pada suhu kamar Triyanti, 2000). Upaya untuk mempertahankan kualitas dan memperpanjang daya simpan daging broiler perlu dilakukan, diantaranya dengan metode penyimpanan yang aman dan tidak mengakibatkan gangguan kesehatan bagi yang mengonsumsinya. Penyimpanan daging menggunakan es batu merupakan cara yang telah lama dilakukan, akan tetapi konsumen cenderung tidak menyukainya karena menganggap daging yang didinginkan merupakan daging yang telah rusak atau berkualitas rendah. Untuk mengatasi hal ini perlu diupayakan cara lain. Salah satunya adalah penggunaan bahan pengawet (sanitizer) yang aman bagi konsumen, seperti klorin. Menurut Cunningham dan Cox (1987), klorin adalah salah satu bahan yang dapat digunakan untuk mengontrol mikroba dan memperpanjang daya simpan karkas. Penambahan klorin pada air pencuci terakhir dengan konsentrasi yang berbeda diharapkan dapat memperpanjang daya simpan dan mengurangi mikroba penyebab kerusakan daging broiler. Selain itu, klorinasi juga diharapkan dapat mempertahankan ph daging pada kondisi normal dimana mikroba tidak dapat berkembang sehingga kualitas daging broiler dapat dipertahankan. Oleh sebab itu, penulis tertarik melalukan penelitian ini karena pada saat ini belum ada data mengenai tingkat penggunaan klorin pada broiler yang dipotong di TPA dan di pasar tradisional.

B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah 1. mengetahui pengaruh tingkat penggunaan klorin terhadap total mikroba dan ph daging broiler; 2. mengetahui tingkat terbaik penggunaan klorin terhadap total mikroba dan ph daging broiler dibandingkan dengan kontrol C. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi produsen tentang tingkat penggunaan klorin sebagai bahan pengawet daging broiler yang dapat mempertahankan kualitas dan memperpanjang daya simpan dengan mengurangi pertumbuhan mikroba dan mempertahankan ph dalam kondisi normal. Bagi konsumen berguna sebagai acuan untuk mendapatkan jaminan kualitas, gizi, dan keamanan karkas broiler yang dikonsumsinya. D. Kerangka Pemikiran Pertumbuhan mikroba pada daging broiler dipengaruhi oleh faktor dalam (intrinsik) termasuk nilai nutrisi daging, kadar air, ph, potensi oksidasi-reduksi, dan ada tidaknya substansi penghalang atau penghambat serta faktor luar (ekstrinsik) termasuk temperatur, kelembaban relatif, dan bentuk atau kondisi daging (Soeparno, 1998). Kontaminasi mikroba pada daging broiler mengakibatkan kerusakan dan memperpendek daya simpan. Kerusakan daging broiler yang disebabkan oleh mikroba dipengaruhi oleh ph daging yang cenderung mengalami perubahan setelah penyembelihan. Hal ini ditentukan oleh kandungan asam laktat, kandungan glikogen dan penanganan sebelum penyembelihan (Buckle, et al.,1985). Pada kondisi ph daging yang normal atau rendah maka

pertumbuhan mikroba dapat dihambat, tetapi apabila kondisi ph daging tinggi maka mikroba dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Menurut Soeparno (1998), mikroba dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada kondisi ph 7. Klorin merupakan bahan alternatif pengganti formalin yang dapat digunakan untuk pengawetan daging. Klorin adalah bahan kimia yang cukup aman, bersifat sanitizer, relatif murah, mudah didapat dan mudah dideteksi bila penggunaannya dalam konsentrasi besar karena zat kimia ini mempunyai sifat mengendap. Sebagai bahan pengawet klorin digunakan dalam bentuk larutan sehingga dapat berfungsi sebagai senyawa aktif yang bekerja membunuh dan menghancurkan bakteri (Winarno, 1994). North dan Bell (1995), mengemukakan bahwa klorin merupakan desinfektan yang baik, ketika ditambahkan dalam air akan menghasilkan asam hipochlorus yang bekerja aktif sebagai zat antimikroba. Asam hipochlorus paling aktif mematikan sel mikroba dengan cara penghambatan oksidasi glukosa oleh gugus sulfida pengoksidasi klorin dari enzimenzim tertentu yang penting dalam metabolisme karbohidrat (Jenie, 1988). Klorin efektif terhadap bakteri dan fungi yang bekerja lebih efektif pada suasana asam daripada suasana alkali dan dalam keadaan hangat daripada dingin. Menurut Cunningham dan Cox (1987), penggunaan klorin sebagai bahan kimia penghambat pertumbuhan mikroba dengan cara menghambat metabolisme dari mikroba sehingga tidak dapat berkembang atau bahkan mati. Penambahan klorin dalam air akan merusak struktur sel organisme sehingga mikroba dalam air akan mati. Akan tetapi, proses tersebut akan berlangsung bila klorin mengalami kontak langsung dengan mikroba tersebut. Jika air mengandung lumpur, mikroba dapat bersembunyi didalamnya dan tidak dapat dicapai oleh klorin, sehingga kerja klorin kurang efisien. Penelitian ini menggunakan larutan klorin dengan konsentrasi 0 ppm, 50 ppm, 100 ppm, 150 ppm, dan 200 ppm. Hal ini sesuai dengan penelitian Patterson (1968), bahwa daya

simpan daging ayam dapat diperpanjang (20%) ketika karkas dicelupkan pada larutan klorin 200--400 ppm selama 4 jam. Menurut Mead dan Thomas (1973), klorinasi dapat digunakan untuk mengurangi bakteri fecal dan bakteri pembusuk pada air rendaman terakhir. Smith (1970), melaporkan bahwa 40--60 ppm klorin yang ditambahkan ke dalam air pencuci dengan ph 6,5--7,5 terbukti dapat mengurangi total mikroba sekitar log 0,7 dibandingkan dengan air pencuci kontrol. Sanders dan Blacksear (1971), menemukan bahwa larutan hipoklorit dalam 40-- 60 ppm klorin yang ditambahkan dalam air pencucian juga efektif mengurangi total mikroba. Lillard (1980), menambahkan bahwa 20 ppm Cl2 dan 3 ppm ClO2 nyata mengurangi total bakteri dibandingkan dengan perlakuan tanpa penambahan klorin. Tiessen, et al. (1985), melaporkan bahwa peningkatan konsentrasi ClO2 dari 0,0 sampai 1,39 mg/liter nyata dapat mengurangi total bakteri terutama salmonella. Pada kondisi normal, daging memiliki ph 5,5--5,7. Saat daging terkontaminasi baik secara intrinsik maupun ekstrinsik ph daging mengalami peningkatan. Daging pada kondisi ph tinggi antara 6,2--7,2 merupakan kondisi yang baik bagi pertumbuhan mikroba. Penambahan klorin sebagai bahan pengawet dapat menurunkan ph daging karena klorin merupakan senyawa asam. Efektivitas klorin dipengaruhi oleh ph (keasaman) air. Pada kondisi ph air lebih dari 7,2 atau kurang dari 6,8 klorinasi tidak akan efektif. Kondisi ph daging yang rendah (di bawah 6) akan menghambat pertumbuhan mikroba (Buckle, et al.,1985). Menurut Jenie (1988), klorin pada ph lebih dari 10 akan kehilangan efektifitas. E. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah 1. adanya pengaruh berbagai tingkat penggunaan klorin terhadap total mikroba dan ph daging broiler

2. terdapat level terbaik dari penggunaan berbagai tingkat klorin dibandingkan dengan kontrol terhadap total mikroba dan ph daging broiler