BAB I PENDAHULUAN. keluarga berkualitas di antaranya melalui program keluarga berencana. Program

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kependudukan merupakan masalah yang cukup serius di Indonesia,

ANALISA DAMPAK PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI TERHADAP TOTAL ANGKA KELAHIRAN DI PROVINSI MALUKU

BULAN DESEMBER 2016 PERWAKILAN BKKBN D.I. YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. menggalakkan program keluarga berencana dengan menggunakan metode

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2013 yaitu sebanyak 248 juta jiwa. akan terjadinya ledakan penduduk (Kemenkes RI, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. 2010) dan laju pertumbuhan penduduk antara tahun sebesar 1,49% yang

BAB I PENDAHULUAN. upaya perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera. Untuk

RINGKASAN SDKI 2007 PROVINSI SULAWESI BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dengan luas wilayah terbesar tetap menjadi negara dengan jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya seperti Thailand hanya 44 per

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. petugas membantu dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Statistika, 2012). Berdasarkan gambar 1.1 terjadi peningkatan jumlah penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN. berkesinambungan. Masalah reproduksi di Indonesia mempunyai dua dimensi,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ledakan penduduk merupakan masalah yang belum terselesaikan sampai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kesehatan merupakan bagian dari

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam peningkatan sumber daya manusia (SDM). Dalam Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi Indonesia. Dinamika laju pertumbuhan penduduk di

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Program keluarga berencana merupakan salah satu program pembangunan

sedang berkembang setelah India. Hasil pencacahan lengkap sensus 2015, penduduk Indonesia berjumlah 254,9 juta jiwa. Menurut proyeksi yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu dari negara berkembang dengan jumlah

pemakaian untuk suatu cara kontrasepsi adalah sebesar 61,4% dan 11% diantaranya adalah pemakai MKJP, yakni IUD (4,2 %), implant (2,8%), Medis

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang masih relatif tinggi. 1. Indonesia yang kini telah mencapai 237,6 juta hingga tahun 2010 menuntut

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari penyediaan fasilitas pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, dan

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan wanita untuk merencanakan kehamilan sedemikian rupa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dapat dikendalikan maka pemerintah dapat meningkatkan kualitas penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN. Penduduk sebagai determinan pembangunan harus mendapat perhatian yang

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

BAB 1 PENDAHULUAN. 1970, kemudian dikukuhkan dan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di bidang keluarga berencana (KB) yang telah dilaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas menjadi kearah

I. PENDAHULUAN. atau pasangan suami istri untuk mendapatkan tujuan tertentu, seperti

BAB I PENDAHULUAN. 248,8 juta jiwa dengan pertambahan penduduk 1,49%. Lajunya tingkat

Kesesuaian Pilihan Metode KB dengan Motivasi Kontrasepsi, serta Upaya Peningkatan MKJP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penghambat pengeluaran folicel stimulating hormon dan leitenizing hormon. sehingga proses konsepsi terhambat (Manuaba, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan. Perkembangan pembangunan secara tidak langsung merubah struktur

Surat Kabar Harian PIKIRAN RAKYAT, terbit di Bandung, Edisi: 30 Desember 1995

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka pertumbuhan penduduk yang tinggi merupakan salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang muda, dan arus urbanisasi ke kota-kota merupakan masalah-masalah pokok

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mendiami Pulau Jawa (Sulistyawati, 2011). dengan menggunakan alat kontrasepsi (Kemenkes, 2014).

Policy Brief: Faktor-faktor yang Memengaruhi Hubungan Anomali TFR dan CPR

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia (Cina, India, dan Amerika Serikat) dengan. 35 tahun (Hartanto, 2004).

ANALISIS DAN PENILAIAN MULTI INDIKATOR PROGRAM KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL SEMESTER II TAHUN 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. keadaan stagnan yang ditandai dengan tidak meningkatnya beberapa indikator

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN KB VASEKTOMI TERHADAP PENGETAHUAN SUAMI DI DESA SOCOKANGSI KECAMATAN JATINOM KABUPATEN KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejarah penemuan kontrasepsi hormonal berjalan panjang, mulai dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbandingan karakteristik...,cicik Zehan Farahwati, FKM UI, 2009

menikah di usia muda di Indonesia dengan usia tahun pada tahun 2010 lebih dari wanita muda berusia tahun di Indonesia sudah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung dari hasil Sensus Penduduk tahun 2010 mencatat jumlah

BAB I PENDAHULUAN. reproduksi merupakan salah satu program yang dijadikan sebagai dasar perencanaan

Tingkat pertumbuhan sekitar 1,48% per tahun dan tingkat kelahiran atau Total

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organisation) expert Committe 1970 :

BAB I PENDAHULUAN. status kesehatan ibu pada suatu wilayah, salah satunya yaitu angka

I. PENDAHULUAN. metode kontrasepsi tersebut adalah Intra Uterine Device (IUD), implant, kondom, suntik, metode operatif untuk wanita (MOW), metode

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. serta India, hal ini telah dipraktekkan sejak berabad-abad yang lalu, tetapi waktu itu

BAB I PENDAHULUAN. kualitas penduduk dan pengarahan mobilitas penduduk kedepan. Berdasarkan hasil

BAB I. termasuk individu anggota keluarga untuk merencanakan kehidupan berkeluarga yang baik

BAB I PENDAHULUAN. besar dan berkualitas serta dikelola dengan baik, akan menjadi aset yang besar dan

1 BANTUL 100% 100% 2 SLEMAN 100% 100% 3 GUNUNGKIDUL 100% 100% 4 KULONPROGO 100% 100% 5 KOTA YOGYAKARTA 100% 100%

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan sasaran Milenium Development Goals (MDGs) telah menunjukkan menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup (BAPPENAS, 2010).

Potret KB DIY dan Tantangan ke Depan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara ke-5 di dunia dengan jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara yang paling besar jumlah

BAB I PENDAHULUAN. seimbang agar kesejahteraan ekonomi, spiritual, dan sosial budaya penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional di Indonesia. Penemuan Penicillin tahun 1930 mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Masalah utama yang sedang dihadapi negara-negara yang sedang berkembang

UNMET NEED: KONSEP YANG MASIH PERLU DIPERDEBATKAN

BAB 1 PENDAHULUAN. jiwa. Menurut data Badan Pusat Statistik sosial didapatkan laju pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-undang (UU) Nomor 52 Tahun 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan telah, sedang dan akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah

A. UMUM B. LANDASAN HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, mulai disadari banyak pihak dapat menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN berjumlah jiwa meningkat menjadi jiwa di tahun

BAB I PENDAHULUAN. dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Menurut Azwar (1996)

RAPAT PENGENDALIAN PROGRAM & ANGGARAN. (Data Bulan Februari 2014)

URUSAN WAJIB KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan angka kematian anak dan meningkatkan kesehatan ibu. Upaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada jaman modern sekarang ini kemajuan dunia kesehatan semakin baik.

I. PENDAHULUAN. penduduk Indonesia sebanyak jiwa dan diproyeksikan bahwa jumlah ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan keluarga berencana (KB) telah dipromosikan menjadi bagian dari kesehatan reproduksi sejak International

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu masalah kependudukan yang dihadapi

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dan keterbelakangan melalui pendekatan kependudukan.

15. URUSAN KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA

URUSAN WAJIB KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA

BAB I PENDAHULUAN. membangun manusia Indonesia yang tangguh. Pembangunan dalam sektor kesehatan

Oleh; Drs. Ipin.Z.A Husni, MPA Kepala Biro Perencanaan BKKBN

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk serta meningkatkan kesehatan ibu dan anak.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia setelah Cina,

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya pemerintah untuk mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan keluarga berkualitas di antaranya melalui program keluarga berencana. Program yang digencarkan sejak tahun 1970an tersebut dinilai sukses dengan berhasil menurunkan angka kelahiran total/total Fertility Rate (TFR). Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), angka TFR tercatat mengalami penurunan sebesar 2,8 pada tahun 1997 menjadi 2,6 pada tahun 2002/2003 meskipun kemudian mengalami stagnansi pada SDKI tahun 2007 hingga tahun 2012 sebesar 2,6 1. Menurunnya angka TFR salah satunya disebabkan oleh peningkatan angka penggunaan kontrasepsi/contraceptive Prevalensi Rate (CPR) 2 yang merupakan wujud dari penyelenggaraan program KB, baik melalui sumber pelayanan pemerintah (Puskesmas, klinik pemerintah, Rumah Sakit pemerintah, dll) maupun sumber pelayanan swasta (Bidan Praktik Swasta, Dokter Praktik Swasta, klinik swasta, apotek, dll). Hasil SDKI tahun 2002/2003, 2007, hingga 2012 menunjukkan pengguna sumber pelayanan swasta sebagai tempat memperoleh pelayanan kontrasepsi modern tercatat terus mengalami peningkatan. 1, 2 Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/2003, 2007, 2012 dalam Badan Pusat Statistik.

2 Kecenderungan pengguna sumber pelayanan KB di Indonesia dari waktu ke waktu dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 1. Sumber Pelayanan KB Berdasarkan Data SDKI Tahun 2002-2012 Sumber Pelayanan 2002-2003 2007 2012 Pemerintah 28% 22% 23% Swasta 63% 69% 73% Lainnya 9% 9% 4% Sumber: Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, 2012. Tabel 2. Sumber Pelayanan KB Melalui Jalur Swasta Berdasarkan Data SDKI Tahun 2007 dan 2012 Sumber Pelayanan Swasta SDKI 2007 SDKI 2012 Rumah Sakit Swasta 2,2% 2,3% Klinik Swasta 1,3% 1,9% Dokter Umum Praktik 1,7% 1,3% Bidan 28,8% 31,7% Bidan di Desa 19,6% 18,5% Apotek/ Toko Obat 8,7% 11,6% Rumah Sakit Bersalin - 0,8% Rumah Bersalin - 0,2% Dokter Kandungan Praktik - 0,9% Perawat - 3,2% Pelayanan Keliling Swasta - 0,0% Pelayanan Keliling Swasta - 0,3 % Lainnya Lainnya 6,8% - Swasta 69,1% 72,7% Sumber: Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, 2012. Dari tabel di atas terlihat bahwa pada SDKI tahun 2002/2003 pengguna sumber pelayanan KB swasta sebanyak 63 persen bertambah menjadi 69 persen

3 pada tahun 2007, sebaliknya kondisi ini disertai dengan menurunnya pengguna sumber pelayanan KB pemerintah dari 28 persen pada tahun 2002/2003 menjadi 22 persen pada tahun 2007. Pada tahun 2012 pengguna sumber pelayanan KB swasta kembali meningkat menjadi 73 persen dan menjadi 23 persen pada pelayanan KB pemerintah, lebih lanjut dari hasil SDKI pada tahun 2012 di antara sumber pelayanan KB swasta maka perawat/bidan, bidan di desa, dan apotek/toko obat tercatat sebagai sumber pelayanan yang banyak diakses masyarakat (masingmasing 32 persen, 19 persen, dan 12 persen) meningkat dari hasil SDKI 2007 sumber pelayanan KB oleh perawat/bidan sebesar 29 persen, bidan di desa sebanyak 20 persen, dan apotek/toko obat sebanyak 9 persen. Menurut Sukamdi (2012) perubahan pilihan konsumen terhadap sumber pelayanan kontrasepsi dapat disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya dampak privatisasi pelayanan KB maupun kurangnya ketersediaan alat kontrasepsi di sumber pelayanan pemerintah. Darwin dan Sukamdi (2010) menjelaskan dampak privatisasi dapat berarti positif sebab masyarakat tidak lagi bergantung kepada pelayanan KB yang difasilitasi oleh pemerintah, namun bermakna negatif dengan kemungkinan menurunnya ketersediaan alat kontrasepsi di sumber pelayanan pemerintah. Kondisi ini dikhawatirkan akan merugikan keluarga miskin yang tidak mampu menjangkau pelayanan KB di sektor swasta sementara jumlah pelayanan kontrasepsi pemerintah yang murah terbatas, sehingga akan memicu meningkatnya TFR dan menurunnya penggunaan kontrasepsi di kalangan keluarga miskin, sehingga akan semakin meningkatkan jumlah kemiskinan.

4 Kondisi keterbatasan pemerintah dalam menyediakan alat/obat kontrasepsi bagi seluruh lapisan masyarakat juga dinyatakan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Keterbatasan anggaran akibat krisis ekonomi menyebabkan pemerintah hanya memfokuskan penyediaan alat/obat kontrasepsi bagi para peserta KB dari keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera I 3, hal ini kemudian melatarbelakangi kebijakan pelayanan KB yang diarahkan pada kemandirian masyarakat dalam mendapatkan KB dan peningkatan peran swasta atau yang lebih dikenal dengan KB Mandiri. Program KB Mandiri bertujuan untuk meningkatkan peran masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pelayanan KB dan memperoleh pelayanan melalui tempat-tempat yang tersedia di sektor swasta secara aktif 4. Perbedaan kualitas pelayanan yang diberikan antara sumber pelayanan KB pemerintah dan swasta juga diduga menjadi penyebab terhadap beralihnya pengguna sumber pelayanan KB ke swasta. Selama ini kualitas pelayanan pada fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dinilai masih kurang dan masih rendah. Kelompok masyarakat berpendapatan menengah ke atas lebih memilih untuk melakukan pelayanan kesehatan di swasta, sementara kelompok dengan pendapatan menengah ke bawah terpaksa mendapat pelayanan kesehatan di fasilitas pemerintah yang masih bermutu rendah atau kurang memuaskan 5. Mereka yang berpenghasilan lebih baik cenderung akan memilih pelayanan yang lebih baik, meskipun harus membayar lebih mahal. 3 Direktorat Pemanduan Kebijakan Pengendalian Penduduk. 2011. 4 Haryono Suyono. 1988. 5 Yaslis Ilyas. 2004.

5 Mengenai pentingnya kualitas pelayanan, Dwiyanto (1996) dan Widaningrum (1999) berpendapat bahwa peningkatan kualitas merupakan cara yang efektif untuk mempertinggi keberhasilan program. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Antoh (2004) mengenai kualitas pelayanan KB disebutkan bahwa hambatan utama dalam kualitas pelayanan KB salah satunya disebabkan kurangnya perhatian pada klien (akseptor), sehingga penelitian mengenai kualitas pelayanan publik berdasarkan kriteria/indikator pengguna dalam hal ini kualitas pelayanan KB sangat penting untuk dilakukan. Dalam pelaksanaan pelayanan KB, banyak studi menunjukkan bahwa berbagai aspek dalam kualitas pelayanan KB memiliki pengaruh positif terhadap penerimaan dan kepuasan klien dan akhirnya meningkatkan kelangsungan pemakaian alat kontrasepsi. Kondisi peningkatan pengguna sumber pelayanan swasta dalam pelayanan KB juga terjadi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Provinsi DIY merupakan salah satu daerah pengembangan dan penyanggah program KB nasional. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki angka kelahiran total (TFR) terendah yaitu 1,8 (SDKI 2007) dan 2,1 (SDKI 2012) dengan prosentase terbesar wanita berstatus kawin berumur 15-49 tahun yang menggunakan metode kontrasepsi di pulau Jawa (SDKI 1997-2007). Dengan kondisi tersebut maka Provinsi DIY menjadi salah satu daerah pionir kesuksesan program KB, sehingga menjadi pilihan lokasi dalam penelitian ini. Hasil pelayanan Peserta KB Baru (PB) berdasarkan tempat pelayanan di Provinsi DIY tahun 2011 hingga Agustus 2014 menunjukkan bahwa pada tahun 2011 pengguna pelayanan KB masih mendominasi di sumber pelayanan

6 pemerintah. Pada tahun 2012 seluruh Kabupaten/Kota mengalami kenaikan jumlah pengguna yang cukup besar pada sumber pelayanan swasta. Meskipun pada tahun 2013 terjadi penurunan pengguna pada seluruh sumber pelayanan kesehatan, namun apabila diperhatikan lebih lanjut Kabupaten Bantul dan Sleman tercatat sebagai daerah dengan pengguna KB di sumber pelayanan swasta yang cukup tinggi, seperti yang terlihat pada tabel berikut: Tabel 3. Hasil Pelayanan Peserta KB Baru (PB) Menurut Tempat Pelayanan Provinsi DIY Tahun 2011, 2012, 2013, dan s/d Agustus 2014 Kabupaten 2011 2012 2013 s/d Agt 2014 A B A B A B A B Kulon 3.191 1.379 3.314 4.258 2.983 4.020 1.856 2.464 Progo Bantul 5.542 1.092 7.061 9.956 6.550 9.827 3.186 5.833 Gunung Kidul 6.119 1.127 6.604 7.383 6.667 8.121 3.854 5.491 Sleman 4.468 3.745 6.084 10.264 6.125 9.774 2.329 7.388 Kota Yogyakarta 2.443 2.823 3.167 3.322 3.490 2.601 1.707 1.578 Provinsi 21.763 10.166 26.230 35.183 25.815 34.343 12.932 22.754 Sumber: aplikasi.bkkbn.go.id. Keterangan : A : Sumber Pelayanan Pemerintah. B : Sumber Pelayanan Swasta. Untuk pelayanan KB yang dilakukan di Bidan Praktik Swasta (BPS)/bidan swasta berdasarkan data pencapaian peserta KB Baru pada tahun 2011 s/d bulan Agustus 2014, pada tahun 2012 terlihat bahwa Kabupaten Sleman mengalami peningkatan jumlah pengguna KB di bidan swasta sebanyak 447 akseptor di mana pada umumnya seluruh Kabupaten/Kota mengalami penurunan. Demikian pula

7 pada tahun 2013 penurunan pengguna KB di bidan swasta Kabupaten Sleman tidak sebanyak kabupaten lainnya, seperti dalam tabel berikut: Tabel 4. Hasil Pelayanan Peserta KB Baru (PB) di Bidan Praktik Swasta (BPS) Provinsi DIY Tahun 2011, 2012, 2013, s/d Agustus 2014 Kabupaten 2011 2012 2013 s/d Agustus 2014 Kulon Progo 2.814 2.079 1.905 1.051 Bantul 8.674 8.235 7.557 4.610 Gunung Kidul 4.609 5.489 3.802 2.143 Sleman 6.074 6.521 6.328 3.835 Kota Yogyakarta 120 58 80 60 Provinsi 22.291 22.382 19.672 11.699 Sumber: aplikasi.bkkbn.go.id. 1.2 Perumusan Masalah Sumber pelayanan swasta yang mengalami peningkatan sebagai tempat memperoleh pelayanan kontrasepsi modern berdasarkan hasil SDKI, berpengaruh terhadap penurunan pengguna sumber pelayanan KB pemerintah. Di antara sumber pelayanan KB swasta yang meningkat maka bidan, bidan di desa, dan apotek/toko obat tercatat sebagai sumber pelayanan yang paling banyak diakses masyarakat. Dalam menjalankan tugasnya bidan dapat menjalankan praktik mandiri (praktik bidan swasta perorangan) dan/atau bekerja pada fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit pemerintah/swasta, klinik pemerintah/swasta, sehingga seorang bidan swasta dapat sekaligus berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau pegawai swasta. Bidan yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan adalah bidan yang memiliki Surat Izin Kerja Bidan (SIKB) sedangkan bidan yang menjalankan praktik mandiri harus memiliki Surat Izin Praktik Bidan (SIPB).

8 Fenomena peningkatan pengguna terhadap sumber pelayanan KB swasta ini menarik untuk diteliti, terutama pada sumber pelayanan kesehatan di tingkat dasar yaitu Bidan Praktik Swasta (sumber pelayanan swasta) dan Puskesmas (sumber pelayanan pemerintah) yang paling mudah diakses oleh masyarakat. Dengan menggali informasi lebih dalam mengenai kualitas pelayanan KB di Bidan Praktik Swasta dan perbedaannya dengan kualitas pelayanan KB di Puskesmas diharapkan akan dapat memberi gambaran mengapa pengguna memilih pelayanan KB di Bidan Praktik Swasta, apakah itu disebabkan oleh dampak privatisasi pelayanan KB yang mengakibatkan berkurangnya ketersediaan alat kontrasepsi di sumber pelayanan pemerintah, ataukah sebab yang lainnya, sehingga hasil penelitian mampu menjelaskan mengenai kondisi pelayanan KB di masyarakat yang menunjukkan adanya peningkatan pengguna di sumber pelayanan swasta. Kabupaten Sleman di wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dipilih sebagai lokus berdasarkan pertimbangan sebagai salah satu daerah yang mengalami peningkatan pengguna pelayanan KB di sumber pelayanan swasta dengan pengguna pelayanan KB terbanyak di Bidan Praktik Swasta (BPS). Kualitas pelayanan KB di bidan swasta akan dibandingkan dengan kualitas pelayanan KB pada sumber pelayanan pemerintah khususnya Puskesmas.

9 1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas maka pertanyaan penelitiannya adalah: 1. Bagaimana perbandingan kualitas pelayanan KB antara Bidan Praktik Swasta (BPS) dengan Puskesmas menurut persepsi pengguna (ibu berkb). 2. Mengapa pengguna memilih Bidan Praktik Swasta (BPS) dalam melakukan pelayanan KB. 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui bagaimana perbandingan kualitas pelayanan KB antara di Bidan Praktik Swasta (BPS) dengan Puskesmas menurut persepsi pengguna (ibu berkb). 2. Mengetahui alasan pengguna memilih pelayanan KB di Bidan Praktik Swasta (BPS). 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat antara lain: 1. Secara Teoritis Dapat menjadi masukan bagi penelitian atau kajian mengenai kualitas pelayanan KB.

10 2. Secara Praktis Dapat memberikan masukan pada pelaksanaan program KB di daerah lain maupun Kabupaten Sleman mengenai kualitas pelayanan KB dalam upaya menjaga kelangsungan program dan meningkatkan kesertaan dalam berkb.