Kebijakan Umum Anggaran (KUA) Tahun 2016 BAB I PENDAHULUAN

dokumen-dokumen yang mirip
NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH PROVINSI BALI DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI BALI

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

Pemerintah Daerah Provinsi Bali BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

Pemerintah Provinsi Bali

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKANKEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB II EKONOMI MAKRO DAN KEBIJAKAN KEUANGAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

NOTA KESEPAKATAN PEMERINTAH KABUPATEN TANAH DATAR DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

Forum SKPD. Musrenbang Kelurahan Telah dilaksanakan pada bulan Januari Musrenbang Kecamatan Telah dilaksanakan pada bulan Februari 2017

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

RANPERDA PERUBAHAN APBD TA SOSIALISASI RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PERUBAHAN APBD PROVINSI SULAWESI BARAT TAHUN ANGGARAN 2017

KOTA SURAKARTA PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA (PPAS) TAHUN ANGGARAN 2016 BAB I PENDAHULUAN

hal- ii Rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA) Tahun Anggaran 2017

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2015 (KUA APBD PERUBAHAN T.A. 2015)

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

DAFTAR ISI. Halaman BAB III PENUTUP... 13

RANPERDA APBD TA SOSIALISASI RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG APBD PROVINSI SULAWESI BARAT TAHUN ANGGARAN 2018

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN 2007

DAFTAR ISI. PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii

3.2. Kebijakan Pengelolalan Keuangan Periode

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu

SOSIALISASI PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG

Kebijakan Umum Perubahan Anggaran Kabupaten Pinrang Tahun Anggaran 2015 BAB I PENDAHULUAN

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

DAFTAR ISI. Daftar Isi- i. Daftar Tabel... ii Daftar Grafik... iii

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

PAPARAN Rancangan Awal RPJMD Tahun Wates, 27 September 2017

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu

Nomor : 050 / 1447 / / 2015 Nomor : 170 / 1070 / / 2015 Tanggal : 24 Juli 2015 Tanggal : 24 Juli 2015

PAPARAN FORUM PERANGKAT DAERAH DAN RAPAT KOORDINASI TEKNIS (RAKORTEK) PEMBANGUNAN TINGKAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2017

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI

PARIPURNA, 20 NOPEMBER 2015 KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun Bab I_ Halaman 1

R K P D TAHUN 2014 BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

PERUBAHAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Kalimantan Utara Latar Belakang Penyusunan Kebijakan Umum APBD

BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa Lalu

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dampak investasi dan pengeluaran pemerintah terhadap kinerja perekonomian

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO Jalan Imam Bonjol Komplek Perkantoran Pemerintah Kabupaten Mukomuko Kode Poss 38364

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB - I PENDAHULUAN I Latar Belakang

RENCANA KERJA 2018 BADAN PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN BANJAR

BAB II GAMBARAN UMUM RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA SAMARINDA TAHUN 2011

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

NOTA KESEPAKATAN PEMERINTAH KABUPATEN TANAH DATAR DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

kapasitas riil keuangan daerah dapat dilihat pada tabel berikut:

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret 2014 Bupati Bogor, RACHMAT YASIN

1. Seluruh Komponen Pelaku Pembangunan dalam rangka Penyelenggaraan Tugas Umum Pemerintahan Penyelenggaraan Tugas Pembangunan Daerah

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

III BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

PENUTUP BAB 7 LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN BUPATI BLITAR TAHUN 2014 VII - 1

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. Lampiran RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun Bab I_ Halaman 1

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB 3 RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta KUPA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu kegiatan utama bagi pemerintah daerah disamping pelayanan dan operasional internal birokrasi. Dengan telah diterapkannya Otonomi Daerah bagi Pemerintah Daerah berarti daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat yang dilakukan secara efisien dan efektif. Tahapan dalam penyusunan agenda perencanaan pembangunan Provinsi Bali dilaksanakan dengan mengacu kepada agenda perencanaan pembangunan nasional serta menjadi acuan kabupaten/kota sehigga tercipta sinergitas dan konsistensi kebijakan pembangunan menjadi hal yang mendasar untuk dapat dilaksanakan dalam setiap tahapan proses kebijakan pembangunan di daerah. Dalam rangka proses pembangunan setiap tahunnya, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Kepala Daerah diwajibkan menyusun Kebijakan Umum APBD (KUA) yang berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) tahun bersangkutan. KUA merupakan dokumen yang memuat kebijakan bidang pendapatan, belanja, dan pembiayaan serta asumsi yang mendasarinya untuk periode 1 (satu) tahun, yang merupakan dokumen perencanaan daerah untuk periode 1 (satu) tahun. Kebijakan Umum APBD (KUA) Provinsi Bali Tahun 2016 adalah salah satu dokumen perencanaan pembangunan yang disusun dalam rangka proses perencanaan pembangunan tahun 2016. Lebih lanjut ditekankan dalam pasal 83 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang 1

Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, mengamanatkan bahwa Kepala Daerah menyusun rancangan KUA berdasarkan RKPD. Program dan kegiatan dalam Rancangan KUA Tahun 2016 telah disusun berdasarkan RKPD Tahun 2016 sebagai penjabaran dari sasaran dan capaian RPJMD dengan klasifikasi urusan-urusan Pemerintah sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Sesuai ketentuan dalam pasal 85 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, rancangan KUA memuat ; kondisi ekonomi makro daerah, asumsi penyusunan APBD, kebijakan pendapatan daerah, kebijakan belanja daerah, kebijakan pembiayaan daerah dan strategi pencapaiannya. Selanjutnya dalam pasal 87 ayat (1) disebutkan Rancangan KUA disampaikan oleh kepala daerah kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya. KUA ditetapkan dengan Nota Kesepakatan antara Gubernur dengan DPRD Provinsi. Dalam kaitan tersebut, maka KUA akan menjadi dokumen perencanaan pembangunan yang secara politis menjembatani Peraturan Gubernur tentang RKPD Provinsi Bali Tahun 2016 dengan penyusunan RAPBD Provinsi Bali Tahun 2016. 1.2 Tujuan Tujuan penyusunan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah antara lain : a. Menjaga konsistensi perencanaan anggaran dan kebijakan pembangunan daerah yang dituangkan dalam RKPD dan RPJMD; b. Mensinergikan antara perencanaan dari pemerintah daerah dengan aspirasi masyarakat; c. Mengoptimalkan ketersediaan anggaran untuk mencapai tujuan yang telah dituangkan dalam RKPD; 2

d. Meningkatkan koordinasi antara eksekutif dan legislatif dalam memantapkan penyusunan perencanaan pembangunan yang transparan dan akuntabel. Disamping itu KUA berfungsi sebagai pedoman dalam penyusunan PPAS dan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). 1.3 Dasar Hukum Dasar hukum yang mengatur sistem, mekanisme, proses, dan prosedur penyusunan KUA pada khususnya serta perencanaan dan penganggaran daerah pada umumnya adalah : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah; 4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; 5. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah; 6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; 7. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 6 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Bali Tahun 2005 2025; 8. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Bali Tahun 2013 2018. 9. Peraturan Gubernur Bali Nomor 26 Tahun 2015 tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah Provinsi Bali Tahun 2016 3

BAB II KERANGKA MAKRO EKONOMI DAERAH 2.1 Perkembangan Indikator Makro Ekonomi Daerah Tahun 2015 Sesuai dengan Kebijakan makro ekonomi daerah Bali tahun 2015 yang ditetapkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Bali Tahun 2015 yang diarahkan pada peningkatan pembangunan sosial ekonomi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perluasan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha untuk mengurangi pengangguran dan kemiskinan dengan tetap mengedepankan lingkungan (proenviroment) dalam segala aspek pembangunan, mewujudkan pembangunan yang berkeadilan serta meningkatkan peranan sektor-sektor unggulan dan kontribusi sektor-sektor perekonomian daerah. Sesuai dengan kebijakan makro ekonomi tersebut diatas dan berdasarkan kondisi, potensi dan permasalahan yang dihadapi serta memperhatikan perkembangan perekonomian yang telah dicapai, maka perkiraan makro ekonomi tahun 2015 adalah sebagai berikut: 1. Pertumbuhan Ekonomi Selama 5 tahun terakhir perekonomi Bali menunjukan pertumbuhan yang cukup mengembirakan. Berdasarkan tahun dasar tahun 2000, pada tahun 2010 perekonomian Bali tumbuh sebesar 5,83 persen, terus mengalami peningkatan menjadi 6,49 persen pada tahun 2011 dan sebesar 6,65 pada tahun 2012. Meski pada tahun 2013 sedikit mengalami penurunan menjadi 6,05 persen namun pada tahun 2014 pertumbuhan perekonomian bali kembali meningkat menjadi sebesar 6,18 persen. Namun mulai 5 Februari 2015 perhitungan perhitungan PDRB menggunakan tahun dasar tahun 2010 sehingga capaian pertumbuhan perekonomian pada tahun 2014 adalah sebesar 6,72 persen. Melihat pertumbuhan ekonomi daerah Bali tahun 2014 dan capaian pertumbuhan pada Triwulan I Tahun 2015 sebesar 6,20 persen, maka pertumbuhan ekonomi pada akhir 2015 diperkirakan sebesar 6,79 persen. 4

2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Produk Domestik Regional Bruto adalah total nilai tambah yang dihasilkan dari seluruh produksi sektor-sektor ekonomi. PDRB daerah Bali tahun 2015 berdasarkan tahun dasar 2000 diperkirakan mencapai sebesar 122.219,98 Milyar sedangkan berdasarkan tahun dasar 2010 diperkirakan mencapai sebesar 192.639,31 Milyar. 3. Struktur Ekonomi Industri pariwisata masih akan menjadi tumpuan perekonomian Bali. Oleh karena itu, struktur perekonomian daerah Bali tahun 2015 masih akan didominasi oleh sektor tersier (perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, perbankan, dan jasa-jasa) dengan dukungan sektor primer (pertanian dan pertambangan) dan sektor sekunder (industri pengolahan, listrik, gas, air bersih dan bangunan). Hingga Triwulan I 2015 struktur ekonomi Bali pada sektor tersier mencapai sebesar 68,52 persen, sektor sekunder sebesar 15,89 persen, dan sektor primer sebesar 15,59 persen. Walaupun sektor tersier mendominasi struktur ekonomi bali, peranan sektor primer dan sekunder turut menjadi penopang perekonomian bali. Hal ini mengingat bahwa industri pariwisata, yang termasuk kedalam sektor tersier, sangat tergantung dari sektor lainnya dan rentan terhadap dampak dari isu lokal, regional maupun internasional. 4. PDRB Perkapita Berdasarkan perhitungan atas Dasar Harga Berlaku (tahun dasar 2000) PDRB per kapita penduduk Bali dalam setiap tahunnya terus mengalami peningkatan, dari sebesar Rp. 17,20 juta pada tahun 2010 menjadi 25,88 juta pada tahun 2013. Sedangkan berdasarkan atas Dasar Harga Berlaku (tahun dasar 2010) PDRB per kapita penduduk Bali pada tahun 2014 telah mencapai 38,11 Juta. Dengan perkiraan laju pertumbuhan ekonomi Bali tahun 2015 akan mencapai sebesar 6,79 persen dan total PDRB diperkirakan mencapai 192.639,31 Milyar, maka PDRB perkapita penduduk Bali pada tahun 2015 akan mencapai sebesar Rp.46,39 juta/tahun. 5

5. Inflasi Sesuai dengan target pertumbuhan ekonomi tahun 2015 sebesar 6,79 persen, maka untuk menjaga kestabilan perekonomian daerah Bali inflasi perlu dikendalikan agar tidak melebihi dari 4,87 persen. Hingga triwulan I 2015 inflasi Provinsi Bali telah berada pada angka 5,88 persen. 6. Kesempatan Kerja Pada tahun 2014, tingkat kesempatan kerja di Bali mencapai 98,10 persen. Dengan begitu, tingkat pengangguran terbuka di Bali pada tahun 2014 tercatat 1,90 persen. Tingkat penggangguran terbuka di Provinsi Bali selalu berada dibawah rata-rata nasional, bahkan dalam 2 tahun terakhir merupakan yang terendah diantara seluruh Provinsi di Indonesia. Pada tahun 2015, jumlah penduduk Provinsi Bali diproyeksikan sebanyak 4,15 juta jiwa dengan jumlah angkatan kerja mencapai 2,49-2,51 juta orang. Dengan demikian tingkat pengangguran terbuka di Bali pada akhir tahun 2015 diperkirakan sebesar 1,85 1,90 persen. Hingga triwulan I 2015 tingkap pengangguran terbuka Provinsi Bali telah mencapai 1,37 persen. 7. Kemiskinan Dengan berbagai program/kegiatan percepatan penanggulangan kemiskinan yang telah dirancang serta perkirakan pertumbuhan ekonomi tahun 2015 yang diperkirakan sebesar 6,79 persen, maka persentase penduduk miskin di Provinsi Bali diperkirakan berkisar pada 3,78-3,86 persen. 8. Kunjungan Wisatawan Mancanegara Untuk mendukung target pertumbuhan ekonomi tahun 2015 sebesar 6,79 persen dan target sektor tersier yang diperkirakan mencapai 68,51 persen, maka jumlah kunjungan wisatawan mancanegara tahun 2015 ditargetkan sebesar 3,7 juta orang dan kunjungan wisatawan nusantara ditargetkan sebesar 7 juta orang. Dan sampai Bulan April 2015 kunjungan wisatawan mancanegarake Bali telah mencapai 313.763 orang. 6

9. Indeks Pembangunan Manusia Untuk mengukur tingkat perkembangan pembangunan manusia suatu daerah digunakan indikator komposit yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yang tersusun dari tiga indikator tunggal. Indikator tersebut adalah indeks harapan hidup, indeks pendidikan (melek huruf dan rata-rata lama sekolah), dan indeks standar hidup layak. Berdasarkan tiga komponen tersebut diatas, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Bali pada tahun 2015 diperkirakan akan mencapai sebesar 75,06. 2.2 Rencana Target Makro Ekonomi Tahun 2016 Dengan memperhatikan capaian laju pertumbuhan ekonomi Bali tahun 2014 dan prospek pertumbuhan ekonomi Bali tahun 2015, maka untuk tahun 2016 diprediksikan pertumbuhan ekonomi bali berada pada kisaran 6,83-7,56 persen. Sementara PDRB per kapita penduduk Bali untuk tahun 2016 diprediksikan sebesar Rp. 48,70 juta/tahun mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2015 yang diperkirakan mencapai sebesar Rp.46,39 juta/tahun. Dari sisi tingkat kemiskinan, diprediksikan bahwa angka kemiskinan di Provinsi Bali secara gradual akan menurun. Pada tahun 2016, tingkat kemiskinan di Provinsi Bali diperkirakan akan berada pada kisaran 3,75-3,83 persen lebih rendah dari tahun 2015 sebesar 3,78-3,86 persen dan tahun 2014 sebesar 4,76 persen. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) juga akan mengalami kecenderungan menurun dari tahun ke tahun. Capaian TPT tahun 2014 sebesar 1,90 persen diproyeksikan terus menurun menjadi 1,85-1,90 persen pada tahun 2015 dan menjadi 1,77-1,82 persen pada tahun 2016. Secara sektoral, sektor tersier diperkirakan masih akan menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi Bali, namun demikian sektor sekunder dan sektor primer diperkirakan akan tetap memberikan kontribusi dalam pertumbuhan perekonomian bali. Dari sisi permintaan, konsumsi pemerintah yang lebih ekspansif, investasi yang relatif stabil dengan kecenderungan meningkat yang dilandasi oleh perkiraan investasi swasta relatif stabil serta investasi pemerintah yang lebih ekspansif diperkirakan menjadi komponen-komponen yang akan membantu mempertahankan kinerja perekonomian Bali tetap stabil. 7

Tekanan inflasi diperkirakan semakin mereda, kondisi ini seiring dengan telah berakhirnya dampak kenaikan harga BBM bersubsidi. Namun demikian, tekanan inflasi diperkirakan muncul dari berbagai pengaruh seperti faktor cuaca yang mempengaruhi produksi komoditas pertanian. No. Tabel 2.1 Capaian Makro Ekonomi Tahun 2014 dan Perkiraan Makro Ekonomi Provinsi Bali Tahun 2015-2016 Uraian Capaian Tahun 2014 Perkiraan Tahun 2015 Perkiraan Tahun 2016 (1) (2) (3) (4) (5) 1 PERTUMBUHAN EKONOMI (%) a. Range 6,44 7,13 6,83-7,56 b. Moderat 6,72 6,79 7,20 2.1 EKONOMI BALI (2000=100) a. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)- Milyar b. Produk Domestik Regional Neto (PDRN)- Milyar 2.2 EKONOMI BALI (2010=100) a. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)- Milyar b. Produk Domestik Regional Neto (PDRN)- Milyar 122.219,98 82.504,08 156.448,28 192.639,31 121.777,64 130.040,35 137.664,42 93.831,09 204.523,98 139.402,09 3 PER KAPITA (juta rupiah/tahun) 38,11 46,39 48,70 4 DISTRIBUSI (%) - Pendekatan Produksi 1. Pertanian 14,64 14,19 13,42 2. Industri Pengolahan 6,38 9,68 9,91 3. Konstruksi 9,02 4,98 4,92 4. Pariwisata (PHR, Angkutan, Bank, dan 64,13 68,49 Jasa) 69,14 5. Lainnya (pertambangan dan LGA) 5,83 2,66 2,61 - Pendekatan Pengeluaran 1. Konsumsi Rumahtangga 50,13 49,22 48,33 2. Konsumsi Pemerintah 10,22 10,67 11,15 3. Investasi 32,08 32,71 33,51 4. Net Ekspor 7,58 7,40 7,01 5 Inflasi (± 1) 8,43 4,87 4,77 8

No. Uraian Capaian Tahun 2014 Perkiraan Tahun 2015 Perkiraan Tahun 2015 (1) (2) (3) (4) (5) 6 KEMISKINAN (Posisi September) 195,95 157,71-157,8 - a. Jumlah Penduduk (Ribu orang) 160,97 161,06 b. Persentase (%) 4,76 3,78-3,86 3,75-3,83 7 KETENAGAKERJAAN (Posisi Agustus) a. Jumlah Angkatan Kerja (Juta orang) 2,32 2,49-2,51 2,55-2,58 44,12 46,14-47,74 45,25 - b. Jumlah Pengangguran (Ribu orang) 46,87 c. Tingkat Pengangguran Terbuka-TPT (%) 1,90 1,85-1,90 1,77-1,82 8 KETIMPANGAN PENDAPATAN (GINI RATIO) 0,403 *) 0,3401 0,3177 9 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) 74,11 *) 75,06 75,54 Sumber: Hasil Penghitungan Tim Makro Ekonomi Bali *) Capaian Tahun 2013 9

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RAPBD 3.1 Asumsi Dasar Asumsi dasar yang mempengaruhi APBD adalah (1) Kondisi ekonomi terus mengalami pertumbuhan yang berkelanjutan, (2) Penerimaan daerah tidak mengalami penurunan, (3) Perkembangan industri kepariwisataan semakin membaik baik dari sisi kunjungan maupun kualitas pengunjung, (4) Kinerja ekspor barang-barang lokal semakin meningkat, (5) Stabilitas keamanan semakin kondusif, (6) Pertumbuhan penduduk yang seimbang. Asumsi non makro yang diduga akan berpengaruh juga terhadap APBD adalah adanya upaya peningkatan kinerja Birokrasi di jajaran Pemerintah Provinsi Bali dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah pada seluruh aspek dan bidang pembangunan. 3.2 Laju Inflasi Laju inflasi di tahun 2016 diperkirakan mencapai 4,77 persen. Perkiraan ini ditujukan agar sektor riil yang merupakan sektor penggerak pembangunan mampu berjalan normal misalnya harga bahan baku tidak bergejolak sehingga aktivitas ekonomi akan berjalan lancar. Membaiknya aktivitas ekonomi tentunya berimbas pertumbuhan ekonomi daerah. 3.3 Pertumbuhan PDRB Pertumbuhan ekonomi Bali tahun 2016 ditargetkan sebesar 7,20 persen, lebih tinggi dari perkiraan tahun 2015 yang mencapai kisaran 6,79 persen. Asumsi ini digunakan karena beberapa aspek dalam internal dan eksternal antara lain terus meningkatnya produksi-produksi pada sektor basis seperti pertanian perikanan dan peternakan, membaiknya iklim investasi, meningkatnya tingkat kunjungan dan kualitas kunjungan. Perkiraan pertumbuhan ini nantinya mendorong total PDRB Provinsi Bali mencapai Rp. 204.523,98 Milyar, sehingga PDRB Perkapita mencapai Rp.48,70 juta per tahun. 10

Peningkatan aktivitas ekonomi yang signifikan tentunya mendorong pendapatan daerah dari sisi pajak, retribusi maupun penerimaan lainnya. Perkiraan pertumbuhan ekonomi ini akan memberikan dorongan yang signifikan bagi peningkatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). 11

BAB IV KEBIJAKAN PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN DAERAH 4.1 Pendapatan Daerah 4.1.1 Kebijakan Pendapatan Daerah yang akan dilaksanakan pada Tahun Anggaran 2016 Pendapatan daerah pada hakikatnya diperoleh melalui mekanisme pajak dan retribusi atau pungutan lainnya yang dibebankan pada seluruh masyarakat. Keadilan atau kewajaran dalam perpajakan terkait dengan prinsip kewajaran horisontal dan kewajaran vertikal. Prinsip dari kewajaran horisontal menekankan pada persyaratan bahwa masyarakat dalam posisi yang sama harus diberlakukan sama, sedangkan prinsip kewajaran vertikal dilandasi pada konsep kemampuan wajib pajak/non pajak (retribusi) untuk membayar, artinya masyarakat yang mempunyai kemampuan untuk membayar tinggi diberikan beban pajak yang tinggi pula. Tentunya untuk menyeimbangkan kedua prinsip tersebut pemerintah daerah dapat melakukan diskriminasi tarif secara rasional untuk menghilangkan rasa ketidakadilan. Dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah pada dasarnya diupayakan melalui kebijakan penataan peraturan daerah di bidang Pendapatan Asli Daerah, intensifikasi dan ekstensifikasi yaitu sebagai berikut : 1. Penataan Peraturan Daerah di bidang Pendapatan Asli Daerah Dalam pelaksanaan pemungutan pendapatan asli daerah sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (d/h/ Undang- Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan Peraturan 12

Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah telah ditetapkan Peraturan Daerah) yaitu : Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 6 Tahun 2011 tentang Retribusi Perijinan 2. Kebijakan intensifikasi dilakukan dengan kegiatan-kegiatan seperti : Menata, mengkaji dan memperbaharui kebijakan yang dijadikan dasar hukum pemungutan Pendapatan Asli Daerah; Melaksanakan penyuluhan dan sosialisasi produk hukum kepada masyarakat wajib pajak dan wajib lainnya; Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia pegawai melalui pelatihan fungsional dan bimbingan teknis (bimtek); Meningkatkan koordinasi dengan Instansi terkait melalui Rapat Kerja Tim Pembina Samsat Provinsi Bali dengan pelaksana Samsat di seluruh Bali Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat melalui SAMSAT ONLINE 3. Kebijakan ekstensifikasi, dilakukan dengan kegiatan-kegiatan prioritas sebagai berikut : Mengadakan penjajagan dan pendataan obyek yang akan diangkat; Membuat kajian-kajian terkait pengembangan potensi obyek pajak dan obyek lainnya; Mengadakan konsultasi khususnya mengenai potensi komponenkomponen PAD yang bisa dikembangkan; dan Mengadakan koordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait dalam rangka menggali sumber-sumber PAD. d. Peningkatan pendayagunaan kekayaan daerah sebagai sumber pendapatan daerah. 13

Berdasarkan kebijakan peningkatan pendapatan yang telah dilaksanakan dan melalui pengkajian serta pembahasan bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), maka penetapan target Pendapatan Asli Daerah Tahun 2016 berdasarkan pada 3(tiga) hal, yaitu : a. Realisasi pendapatan pada tahun yang lalu b. Tingkat pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bali c. Potensi sumber pendapatan asli daerah Berdasarkan ketiga hal tersebut diatas, maka penetapan target Pendapatan Asli Daerah Tahun 2016 sebesar Rp.3.350.000.000.000,00 telah mengalami peningkatan sebesar 17,92 persen dari anggaran tahun 2015 (Induk) yang berjumlah Rp.2.840.927.951.000,00 4.1.2 Target Pendapatan Daerah Meliputi Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah Dalam tahun anggaran 2016 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Bali ditargetkan sebesar Rp.3.350.000.000.000,00 yang terdiri dari pendapatan yang bersumber dari pajak daerah sebesar Rp. 3.024.451.930.000,00 retribusi daerah sebesar Rp.47.624.712.500,00, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sebesar Rp. 107.653.904.000,00 dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah sebesar Rp.170.269.453.500,00. Dibandingkan APBD tahun 2015 (Induk), target PAD 2016 meningkat sebesar Rp.509.072.049.000,00 atau 17,92 persen. Pendapatan terbesar dari PAD bersumber dari pajak kendaraan bermotor dimana pajak ini akan sangat tergantung pada kondisi perekonomian daerah. Pendapatan dari Dana Perimbangan pada tahun 2016 ditargetkan sebesar Rp. 985.255.746.951,33 yang meliputi dana bagi hasil pajak/bagi hasil bukan pajak sebesar Rp.153.658.478.951,33, Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp.831.597.268.000,00. Besarnya dana perimbangan yang dialokasikan untuk daerah Bali tergantung dari kemampuan dan kebijakan pemerintah pusat dengan mempertimbangkan beberapa kriteria yang ditetapkan antara lain: luas wilayah, jumlah penduduk dan kondisi fiskal daerah. Dibandingkan APBD tahun 2015 (Induk), penerimaan dana perimbangan tahun 2016 menurun sebesar Rp. 40.691.420.024,67 atau 3,97 14

persen. Adanya penurunan disebabkan karena untuk tahun 2016 belum dapat diperhitungkan besaran Dana Alokasi Khusus dari Pemerintah Pusat. Sementara itu pendapatan yang berasal dari Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah ditargetkan sebesar Rp. 810.040.518.989,00 terdiri dari Hibah sebesar Rp.4.673.400.000,00, Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus sebesar Rp.521.009.000.000,00 dan Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya sebesar Rp. 284.358.118.989,00. Dibandingkan dengan Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah APBD tahun 2015 (Induk) yang sebesar Rp.741.733.600.000,00 maka terjadi peningkatan sebesar Rp. 68.306.918.989,00 atau 9,21 persen. Dengan demikian secara Total Pendapatan Daerah Tahun 2016 direncanakan sebesar Rp. 5.145.296.265.940,33,00 meningkat sebesar Rp. 536.687.547.964,33 atau 11,65 persen dibandingkan Pendapatan Daerah Tahun 2015 (Induk) yang sebesar Rp. 4.608.608.717.976,00. 4.1.3 Upaya-Upaya Pemerintah Daerah Dalam Mencapai Target Pendapatan Untuk memantapkan pendapatan daerah agar rencana belanja pemerintah daerah tidak terganggu maka pemerintah daerah melakukan upaya-upaya antara lain : a. Mengintensifkan pendapatan dari pajak maupun retribusi melalui peningkatan manajemen pajak dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak. b. Memperjuangkan peningkatan pendapatan daerah yang bersumber dari dana perimbangan kepada pemerintah pusat. c. Menggali sumber-sumber pendapatan yang baru melalui pengembangan potensi daerah. d. Menjaga dan mengembangkan perekonomian daerah untuk meningkatkan pendapatan dan daya beli masyarakat. 15

4.2 Belanja Daerah 4.2.1 Kebijakan terkait dengan perencanaan belanja daerah meliputi total perkiraan belanja daerah Belanja daerah sebagai komponen keuangan daerah dalam kerangka ekonomi makro diharapkan dapat memberikan dorongan atau stimulan terhadap perkembangan ekonomi daerah secara makro ke dalam kerangka pengembangan yang lebih memberikan efek multiplier yang lebih besar bagi peningkatan kesejahteraan rakyat yang lebih merata. Untuk itu, kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah perlu disusun dalam kerangka yang sistimatis dan terpola. Belanja daerah pada Tahun 2016 diarahkan untuk dapat mendukung pencapaian visi dan misi pembangunan. Sesuai dengan visi pembangunan yang telah ditetapkan. Belanja daerah dapat digunakan sebagai instrumen pencapaian visi tersebut. Disamping itu, penyusunan belanja daerah juga diprioritaskan untuk menunjang efektivitas pelaksanaan tugas dan fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam rangka melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi. Selain itu pengelolaan belanja harus diadministrasikan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Arah pengelolaan belanja daerah adalah sebagai berikut: 1. Efisiensi dan Efektivitas Anggaran Dana yang tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat meningkatkan pelayanan pada masyarakat dan harapan selanjutnya adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan kualitas pelayanan masyarakat dapat diwujudkan dengan meningkatkan kompetensi sumber daya manusia aparatur daerah, terutama yang berhubungan langsung dengan kepentingan masyarakat. 2. Prioritas Penggunaan anggaran diprioritaskan untuk mendanai kegiatan kegiatan di bidang pendidikan, kesehatan, budaya, penciptaan lapangan kerja, peningkatan infrastruktur guna mendukung ekonomi kerakyatan dan pertumbuhan ekonomi serta diarahkan untuk penanggulangan kemiskinan secara berkelanjutan. 16

3. Optimalisasi belanja langsung diupayakan untuk mendukung tercapainya tujuan pembangunan secara efisien dan efektif. Belanja langsung disusun atas dasar kebutuhan nyata masyarakat, sesuai strategi pembangunan untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik. 4. Optimalisasi belanja langsung untuk pembangunan infrastruktur publik dilakukan melalui kerjasama dengan pihak swasta/pihak ketiga, sesuai ketentuan yang berlaku. Transparansi dan Akuntabel Setiap pengeluaran belanja dipublikasikan dan dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dipublikasikan berarti pula masyarakat mudah dan tidak mendapatkan hambatan dalam mengakses informasi belanja. Pelaporan dan pertanggungjawaban belanja tidak hanya dari aspek administrasi keuangan, tetapi menyangkut pula proses, keluaran dan hasil. Kebijakan belanja daerah adalah dalam rangka memenuhi beban pengeluaran atas Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung. Belanja Tidak Langsung yang meliputi belanja pegawai, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil kepada kabupaten/kota dan pemerintah desa, belanja bantuan keuangan kepada kabupaten/kota dan pemerintah desa dan belanja tidak terduga. Belanja Tidak Langsung pada tahun 2016 direncanakan sebesar Rp. 3.982.307.349.868,75 meningkat sebesar Rp. 519.023.377.169,22 (14,99%) dibandingkan APBD tahun 2015 (Induk) yang berjumlah sebesar Rp.3.463.283.972.699,53. Belanja Langsung meliputi belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja modal. Kebijakan belanja langsung dimaksudkan untuk membiayai seluruh kegiatan-kegiatan pembangunan dalam tahun 2016 baik yang bersifat prioritas maupun penunjang dalam rangka pencapaian prioritas dan sasaran pembangunan daerah serta pemecahan permasalhan yang ada. Belanja Langsung pada tahun 2016 direncanakan sebesar Rp.1.409.046.362.544,15 menurun sebesar Rp. 117.134.763.945,39 (7,68%) dibandingkan dengan APBD Tahun 2015 (Induk) yang sebesar Rp.1.526.181.126.489,54 17

Secara keseluruhan Total Belanja yang direncanakan dalam tahun 2016 adalah sebesar Rp. 5.391.353.712.412,90 meningkat sebesar Rp. 401.888.613.223,83 (8,05%) dibandingkan dengan APBD Tahun 2015 (Induk) yang berjumlah Rp.4.989.465.099.189,07. Mengingat Total Pendapatan Daerah sebesar Rp. 5.145.296.265.940,33 lebih kecil dari total Belanja Daerah sebesar Rp. 5.391.353.712.412,90 maka akan terjadi Defisit sebesar Rp. 246.057.446.472,57 atau 4,78% dari total pendapatan daerah. Defisit anggaran tersebut akan ditutupi dari Pembiayaan Neto yang merupakan selisih antara penerimaan pembiayaan dengan pegeluaran pembiayaan. 4.2.2 Kebijakan Belanja Tak Langsung (Belanja Pegawai, Belanja Subsidi, Hibah, Bantuan Sosial, Belanja Bagi Hasil, Bantuan Keuangan Dan Belanja Tidak Terduga) a. Belanja Pegawai Belanja pegawai pada tahun 2016 direncanakan sebesar Rp.939.023.478.882,55,24 meningkat sebesar Rp.35.522.080.771,02 (3,93%) dibandingkan tahun sebelumnya yang berjumlah Rp.903.501.398.111,53. Hal ini disebabkan adanya kenaikan gaji berkala dan kenaikan pangkat pegawai serta kenaikan insentif pungutan pajak karena adanya peningkatan penerimaan pajak dan retribusi daerah. b. Belanja Subsidi Kebijakan belanja subsidi diarahkan untuk meningkatkan produksi pertanian berupa subsidi pupuk organik. Besaran belanja subsidi tahun 2016 ini direncanakan sama dengan tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp. 10.000.000.000,00. c. Belanja Hibah Belanja Hibah diarahkan untuk mendukung fungsi penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dilakukan oleh pemerintah/instansi vertikal, semi pemerintah, pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah serta masyarakat dan organisasi 18

kemasyarakatan yang secara spesifik telah ditentukan peruntukannya. Belanja Hibah dalam tahun 2016 direncanakan sebesar Rp. 954.658.214.000,00 meningkat sebesar Rp. 220.050.302.000,00 (29,95%) dibandingkan dengan APBD tahun 2015 yang berjumlah Rp.734.607.912.000,00. d. Bantuan Sosial Dalam rangka menjalankan fungsi pemerintah daerah dibidang kemasyarakatan dan guna memelihara kesejahteraan masyarakat dalam skala tertentu, pemerintah daerah dapat memberikan bantuan sosial kepada kelompok/anggota masyarakat yang dilakukan secara selektif, tidak mengikat. Dalam penetapan besaran bantuannya sejalan dengan jiwa Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Alokasi bantuan sosial dalam tahun 2016 direncanakan sebesar Rp.179.542.785.000,00 meningkat sebesar Rp.20.050.302.000,00 (12,72%) dibandingkan dengan APBD tahun 2015 yang berjumlah Rp.159.280.601.000,00 e. Belanja Bagi Hasil Kebijakan belanja bagi hasil dimaksudkan sebagai upaya pemerataan atas pendapatan yang diperoleh dari pajak kepada seluruh kabupaten/kota di Bali dalam rangka meningkatkan percepatan pembangunan diwilayah masing-masing. Belanja bagi hasil dalam tahun 2016 direncanakan sebesar Rp.1.131.857.173.500,00 meningkat sebesar Rp.154.572.606.707,00 (15,82%) dibandingkan dengan APBD Tahun 2015 yang berjumlah Rp.977.284.566.793,00. f. Belanja Bantuan Keuangan Kebijakan bantuan keuangan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota/Pemerintah Desa diarahkan untuk mengatasi kesenjangan fiskal, membantu pelaksanaan urusan Pemerintah Kabupaten/Kota dan pemerintahan Desa dalam upaya mempercepat pemerataan pembangunan. Bantuan keuangan direncanakan sebesar Rp.722.325.698.486,20 meningkat sebesar Rp. 73.716.203.691,20 19

(11,37%) apabila dibandingkan dengan APBD tahun 2015 sebesar Rp.648.609.494.795,00. g. Belanja Tidak Terduga Kebijakan belanja tak terduga diarahkan untuk membiayai estimasi kegiatan-kegiatan yang sifatnya tidak dapat diprediksi, diluar kendali dan pengaruh pemerintah daerah, serta tidak bisa/tanggap darurat yang tidak diharapkan berulang dan belum tertampung dalam bentuk program dan kegiatan. Belanja tidak terduga dalam tahun 2016 direncanakan sebesar Rp. 44.900.000.000,00 meningkat sebesar Rp.14.900.000.000,00 (49,67%) dibandingkann dengan APBD tahun 2015 yang berjumlah Rp.30.000.000.000,00. 4.2.3 Kebijakan Belanja Berdasarkan Urusan Pemerintahan Daerah (Urusan Wajib dan Urusan Pilihan) dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Belanja daerah diprioritaskan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Mengenai kebijakan belanja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dilaksanakan secara proporsional sesuai tugas dan fungsi SKPD yang bersangkutan serta permasalahan yang ditangani sesuai kemampuan keuangan daerah. Alokasi anggaran belanja untuk SKPD harus terukur yang diikuti dengan peningkatan kinerja pelayanan. 4.2.4 Kendala, Strategi dan Prioritas Pembangunan Daerah yang Disusun Secara Terintegrasi dengan Kebijakan dan Prioritas Pembangunan Nasional yang Akan Dilaksanakan di Daerah Berbagai kemajuan memang telah dicapai tahun 2014 dan perkiraan tahun 2015, namun dirasakan permasalahan/kendala masih tetap ada dan memerlukan upaya pemecahan dalam tahun 2016. Adapun kendala tersebut antara lain : 1) Dari sisi demografi, tingginya angka pertambahan penduduk sebagai akibat pertumbuhan (kelahiran) dan migrasi masuk ke daerah Bali yang cukup besar, mengakibatkan jumlah penduduk di Provinsi Bali semakin padat. Hal ini membawa konsekuensi terhadap peningkatan penyediaan 20

prasarana dan sarana perkotaan. Jumlah penduduk yang terlalu besar akan membawa dampak pada terjadinya kerawanan sosial, ancaman terhadap ketentraman dan ketertiban daerah, serta pengangguran yang semakin meningkat. Sedangkan dari aspek sosial lainnya seperti pendidikan dan kesehatan masih perlu ditingkatkan kualitasnya, demikian juga dalam penanganan masalah kependudukan. 2) Dari sisi ekonomi sudah menunjukkan perkembangan ke arah yang lebih baik, namun masih perlu dilakukan upaya-upaya peningkatan capaian target-target indikator ekonomi agar dapat lebih bermanfaat bagi masyarakat. Selain itu karakteristik perekonomian daerah Bali yang sangat dominan dipengaruhi oleh sektor pariwisata sedangkan sektor pertanian semakin terdesak. Menurunnya peranan sektor pertanian dalam pembentukan PDRB Bali, disebabkan antara lain banyaknya alih fungsi lahan dan terjadi penurunan minat masyarakat petani dalam mengolah lahan pertanian. Sedangkan sektor pariwisata sangat rentan terhadap gangguan keamanan, isu lingkungan termasuk penyakit menular, maka otomatis akan berpengaruh terhadap stabilitas ekonomi daerah. Kendala lainnya dipengaruhi pula oleh belum mantapnya beberapa kebijakan pemerintah pusat dalam mendukung pertumbuhan ekonomi daerah, dan dampak perkembangan ekonomi global. 3) Sedangkan dari aspek pengembangan wilayah, masih terjadinya ketimpangan pembangunan antar wilayah Kabupaten/Kota se-bali. Ketimpangan ini disebabkan oleh tidak meratanya potensi sumber daya yang dimiliki oleh setiap Kabupaten/Kota dan belum meratanya infrakstruktur penunjang pada masing-masing wilayah. Untuk mengatasi kendala tersebut maka strategi pembangunan daerah Bali antara lain adalah : 1) Memantapkan pembangunan ekonomi melalui pencapaian target-target makro ekonomi yang berkualitas dan berkeadilan sebagai upaya untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran. 2) Perlu mendorong laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota yang relative rendah dengan memacu sektor unggulan masing-masing kabupaten/kota tersebut. 21

3) Pengendalian jumlah penduduk, penyediaan lapangan kerja dan penurunan angka kemiskinan, masih tetap menjadi prioritas pada pembangunan Bali tahun 2016. 4) Regulasi perizinan yang pro bisnis (perijinan kondusif) dan membenahi permasalahan yang menghambat laju investasi dan daya saing produk. 5) Peningkatan penerapan inovasi untuk meningkatkan daya saing daerah dan ekonomi kreatif. 6) Peningkatan produk pangan melalui perbaikan system perbenahan intensifikasi, proteksi, pengolahan hasil, fasilitasi sarana produksi, perbaikan infrastruktur pertanian (irigasi dan jalan). 7) Peningkatan peran swasta, yang salah satunya peningkatan CSR (peningkatan pendanaan kontribusi dana CSR dan peningkatan sinegritas pembangunan). 8) Peningkatan daya saing tenaga kerja Bali dalam rangka menghadapi MEA. Berdasarkan sasaran pembangunan daerah dalam RPJMD provinsi Bali Tahun 2013-2018, Agenda Prioritas dan Sasaran Pembangunan Nasional serta Isu dan permasalahan yang ada, maka prioritas pembangunan daerah pada tahun 2016 ditetapkan sebagai berikut : Prioritas 1 : Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Prioritas 2 : Penanggulangan Kemiskinan dan Pengurangan Pengangguran Prioritas 3 : Kesehatan Prioritas 4 : Pendidikan Prioritas 5 : Infrastruktur Prioritas 6 : Lingkungan Hidup, Tata Ruang dan Pengelolaan Bencana Prioritas 7 : Kebudayaan, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Prioritas 8 : Pertanian dan Ketahanan Pangan Prioritas 9 : Investasi, Industri Kecil, Koperasi dan UMKM Prioritas 10 : Ketentraman, Ketertiban dan Keamanan 22

4.3 Pembiayaan Daerah 4.3.1 Kebijakan Penerimaan Pembiayaan Penerimaan pembiayaan tahun 2016 direncanakan sebesar Rp. 341.729.008.345,35 yang hanya bersumber dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran sebelumnya (SiLPA). Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran sebesar Rp. 341.729.008.345,35 tersebut terdiri dari efisiensi belanja tahun 2015 sebesar Rp. 296.057.446.472,57, dan Silpa tahun berkenan sebesar Rp. 45.671.561.872,78. 4.3.2 Kebijakan Pengeluaran Pembiayaan Pengeluaran Pembiayaan pada tahun 2016 direncanakan sebesar Rp. 50.000.000.000,00 yang diperuntukkan untuk penyertaan modal di PT. Jamkrida Bali Mandara Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka terdapat Pembiayaan Netto sebesar Rp. 291.729.008.345,35. Pembiayaan Netto tersebut diarahkan untuk menutupi kekurangan dana (defisit) anggaran baik untuk keperluan belanja langsung maupun belanja tidak langsung sebesar Rp. 246.057.446.472,57, sehingga masih terdapat Sisa Lebih Perhitungan Anggaran sebesar Rp. 45.671.561.872,78 yang merupakan silpa terikat BLUD Rumah Sakit Indera sebesar Rp. 26.775.656.488,45, BLUD Rumah Sakit Jiwa sebesar Rp.12.878.873.277,33, sisa dana transfer Pemerintah Pusat (DAK) sebesar Rp. 5.477.015.107,00 dan sisa alokasi dana DBH-CHT sebesar Rp. 540.017.000,00. 23

BAB V PENUTUP Demikianlah Kebijakan Umum APBD ini dibuat untuk menjadi pedoman dalam penyusunan PPAS dan RAPBD Tahun Anggaran 2016 yang disusun melalui berbagai 4 (empat) pendekatan proses perencanaan yaitu : a. Pendekatan politis, yaitu upaya untuk melibatkan lembaga DPRD dalam penyusunan KUA yang ditetapkan dengan Nota Kesepakatan setelah melalui pembahasan bersama antara DPRD dengan Pemerintah Provinsi Bali; b. Pendekatan partisipatif, yaitu disamping dibahas dan disepakati oleh DPRD, KUA merupakan penjabaran dari RKPD Provinsi Bali. RKPD adalah dokumen perencanaan pembangunan yang penyusunannya melalui pembahasan dengan melibatkan pemangku kepentingan dalam forum SKPD dan Musrenbang; c. Pendekatan teknokratis, yaitu penyusunan KUA berdasarkan analisis kebutuhan pembangunan sesuai dengan proyeksi perkembangan indikator makro ekonomi dan perkiraan kemampuan keuangan daerah; d. Pendekatan top-down dan bottom-up. Top-down melalui sinergi dan komitmen perencanaan pembangunan daerah yang mengacu pada rencana pembangunan nasional sebagaimana dituangkan dalam dokumen RPJPN, RPJMN dan RKP. Sedangkan bottom-up melalui penjaringan aspirasi dan kebutuhan masyarakat untuk dituangkan kedalam program pembangunan daerah sebagai penjabaran dari visi, misi dan program kepala daerah. 24