Studi tentang Negara kesejahteraan

dokumen-dokumen yang mirip
Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar.

SISTEM EKONOMI INDONESIA

SISTEM EKONOMI INDONESIA. Ilmu Hubungan Internasional Semester III

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

Meskipun investor secara historis dimasukkan unsur penilaian risiko geopolitik di pasar negara

VIII. SIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis deskripsi, estimasi dan simulasi kebijakan

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan

Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi

perkembangan investasi di Indonesia, baik investasi dalam negeri maupun investasi asing, termasuk investasi oleh ekonomi rakyat. Sementara itu, pada

Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan cerminan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

Asesmen Gender Indonesia

JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

untuk memastikan agar liberalisasi tetap menjamin kesejahteraan sektor swasta. Hasil dari interaksi tersebut adalah rekomendasi sektor swasta yang

Diskusi Post event Feedback G20 Summit. INFID, 3 Oktober 2013

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB V KESIMPULAN. serangan Paris oleh kaum Islamis dengan pandangan-pandangan SYRIZA terhadap

PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK

PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP MANAJEMEN PEMASARAN Oleh : Adisty Bramantyo Sahertian Dosen : Nanang Suryadi NIM :

BAB I PENDAHULUAN. karena itu, arah dan besarnya pergerakan pasar modal menjadi topik yang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Laporan Upah Global 2016/17. Ketimpangan upah di tempat kerja

Perekonimian Indonesia

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

Perlindungan sosial untuk pekerja migran di ASEAN. Celine Peyron Bista Kantor Regional ILO untuk Asia dan Pasifik Jakarta, 29 September 2016

Welfare State. Yusro Adi Aji Apriliyanto F1I Sejarah Singkat Welfare State

KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENINGKATKAN ALIRAN FDI

Pengaruh utang luar negeri dan defisit anggaran terhadap kondisi makro ekonomi OLEH: Siti Hanifah NIM.F BAB I PENDAHULUAN

Dampak Inflasi Terhadap Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (Apbd) Pada Pemerintah Kota Tasikmalaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi pada arus modal eksternal, prospek pertumbuhan yang tidak pasti. Krisis

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas

Sebuah Pemulihan yang Menguat

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

Dari hasil penelitian mengenai perilaku makroekonomi lndonesia. dikaitkan dengan liberalisasi perdagangan, maka dapat ditarik beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dunia mengakibatkan perkembangan ekonomi Indonesia

KEBIJAKAN FISKAL 30/04/2016. Kebijakan fiskal

Oleh Pathamavathy Naicker

BAB I PENDAHULUAN. yang penuh patriotisme, Indonesia berusaha membangun perekonomiannya. Sistem perekonomian Indonesia yang terbuka membuat kondisi

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat,

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

ANALISIS PENGARUH INVESTASI, INFLASI, PENGELUARAN PEMERINTAH, PENAWARAN UANG DAN EKSPOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

NEGARA MAJU DAN NEGARA BERKEMBANG

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tersebut agar terlaksananya tujuan dan cita-cita bangsa

Menilai Pekerjaan Layak di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat pada umumnya dikehidupan sehari-hari sangat akrab dengan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan nasional yang hendak dicapai negara Indonesia

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

6HUL'HEDW 3HPEDQJXQDQ Kasus Indonesia

Strategi Pemberdayaan Lembaga Keuangan Rakyat BPR

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ekonomi, pemerintah merupakan agen, dimana peran pemerintah

Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

i Indonesia pendidikan dikenal sebagai hak asasi manusia yang mendasar dan berkembang sebagai komponen yang

Pembangunan Ekonomi Indonesia Yang Berkualitas: Langkah dan Tantangan

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

Prospek Ekonomi Regional ASEAN ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) Ringkasan

BAB I PENDAHULUAN. didunia, termasuk Indonesia. Apabila inflasi ditekan dapat mengakibatkan

Discrimination and Equality of Employment

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Universitas Sumatera Utara

KRISIS EKONOMI DI INDONESIA MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA

Perkiraan Kondisi Ekonomi Makro Triwulan IV Perkiraan Tw. I Perkiraan Kondisi Ekonomi Realisasi

BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi)

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam

PENGUATAN EKONOMI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Kebijakan Fiskal untuk Mendukung Akselerasi Sektor Industri yang Berdaya Saing

ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. terhadap barang dan jasa, kesehatan, geografis, gender, dan kondisi lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Pasar Modal No.8 tahun 1995, capital market

Perlindungan Sosial, Kemiskinan dan Kesenjangan: Pengalaman di Amerika Latin

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan salah satu

Agen-Agen Perubahan dan Aksi Tanpa Kekerasan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa

ANALISIS PENGARUH INVESTASI, INFLASI, NILAI TUKAR RUPIAH DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA SKRIPSI

RESUME. bagian selatan yang juga merupakan benua terkecil di dunia. Di sebelah. barat Australia berbatasan dengan Indonesia dan Papua New Guinea,

SURVEI PERSEPSI PASAR

Presented by: M Anang Firmansyah IMF. system Perserikatan Bangsa-bangsa yang didirikan berdasarkan perjanjian

Kajian Aktuaria reformasi BPJS Ketenagakerjaan

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak

Studi kasus untuk merancang intervensi tingkat perusahaan untuk mempromosikan produktivitas dan kondisi kerja di UKM SCORE

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGARUH BELANJA MODAL, PENGANGGURAN DAN PENDUDUK TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN AGAM DAN KABUPATEN PASAMAN

Transkripsi:

Studi tentang Negara kesejahteraan Oleh Asep Mulyana Studi tentang Negara Kesejahteraan (NK) tersebar dalam beberapa topik berikut: 1. Kajian klasik tentang batasan dan asal-usul NK; 2. Studi Titmuss dan Esping- Andersen yang melakukan kategorisasi NK berdasarkan cakupan penerima manfaat kesejahteraan dan tingkat kemampuan negara melepaskan ketergantungan kesejahteraan masyarakat terhadap pasar (dekomodifikasi); 3. studi-studi tentang penciutan NK setelah mengalami krisis transisi pascaindustri; 4. Studi-studi tentang replikasi NK di kawasan lain yang dihuni negara-negara industri baru, terutama di Amerika Latin dan Asia Timur (Triwibowo dan Bahagijo 2006). Dalam karya klasiknya, Asa Briggs mendefinisikan NK sebagai sebuah negara yang dengan kekuasaan terorganisir (melalui politik dan pemerintahan) memodifikasi kekuatan pasar dalam tiga arahan: pertama, menjamin pendapatan minimum individu dan keluarga terlepas dari nilai pasar atas pekerjaan dan properti mereka; kedua, mengurangi atau menghapus resiko sosial yang berhubungan dengan kontingensi sosial, seperti sakit, tua, dan pengangguran; ketiga, memberikan pelayanan sosial dengan standar terbaik kepada semua warga tanpa memandang perbedaan status dan kelas (Pierson dan Castle 2006). NK mencapai titik kulminasi dari sebuah proses panjang yang dimulai dari abad 18 dengan pembangunan hak-hak sipil dan hukum, kemudian berlanjut pada abad 19 dengan munculnya hak politik, serta mencapai puncaknya pada abad 20 dengan konsolidasi apa yang disebut Marshall sebagai kewargaan sosial. Pembangunan NK, terutama di Skandinavia, sangat ditentukan oleh konsolidasi kelas buruh yang melakukan perjuangan politik melalui parlemen dengan berafiliasi dengan kelas lain (petani dan kelas borjuasi kecil) untuk melambagakan skema kesejahteraan sosial (Esping-Andersen 1985). Masa keemasan NK pasca-perang Dunia II dimana kemakmuran, kesetaraan, dan kesempatan kerja penuh terbangun dengan sempurna. (Segura-Ubiergo) Tidak semua negara yang menerapkan rejim NK dapat memberikan manfaat dan pelayanan jaminan sosial kepada seluruh penduduk. Titmuss (1968) meneliti dinamika rejim NK dengan melihat cakupan penerima manfaat kebijakan kesejahteraan sosial dalam dua tipe NK, yaitu: 1. NK residual yang memberikan jaminan sosial kepada sebagian elemen dalam masyarakat, dalam hal ini rakyat miskin; 2. NK institusional atau komprehensif yang memberikan akses dan pelayanan sosial kepada seluruh penduduk.

Studi yang dilakukan Titmuss ini disempurnakan oleh Esping-Andersen (1990) yang membagi tipe-tipe rejim NK berdasarkan kapasitas negara untuk melakukan kebijakan dekomodifikasi. Semakin rendah tingkat dekomodifikasinya, maka kian terbatas pula cakupan dan penerima manfaat dari kebijakan kesejahteraan sosial tersebut. Kapasitas negara ditentukan oleh konstelasi politik dan koalisi kelas di parlemen dan dukungan publik kepada partai politik pengusung politik kesejahteraan. Esping-Andersen kemudian membagi rejim NK dalam tiga tipe, yakni: 1. NK sosial demokrat di Skandinavia yang memberikan jaminan sosial kepada seluruh penduduk dengan cakupan jaminan sosial yang lengkap. Rejim ini melepaskan ketergantungan masyarakat dari pasar dengan kebijakan kesempatan kerja penuh; 2. NK konservatif di Eropa Daratan yang memberikan tekanan pada peran keluarga sebagai pihak penanggung resiko dan memberikan jaminan sosial kepada pihak yang segmented tergantung pada jenis pekerjaannya; 3. NK liberal di negara-negara Anglo-Saxon yang memberi jaminan sosial pada segmen paling rentan atas resiko dan jumlahnya sangat terbatas. Rejim ini lebih menggantungkan kesejahteraan masyarakat kepada pasar. Pierson (2001) mencatat bahwa rejim NK menemukan masa-masa emasnya sejak berakhirnya Perang Dunia II sampai akhir 1970-an. Paralel dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, negara-negara penganut rejim NK menerapkan berbagai kebijakan kesejahteraan sosial baru seperti program pensiun, jaminan orang cacat, dan santunan bagi para penganggur. Masa-masa kejayaan rejim NK makin menciut, setidaknya, karena dua hal, pertama, faktor eksogen berupa perubahan tata ekonomi global terkait deregulasi pasar modal demestik dan internasional. Rejim-rejim NK kehilangan kendali atas kebijakan nilai tukar, suku bunga dan fleksibilitas fiskal. Mereka juga harus menurunkan standar kebijakan sosial untuk menekan biaya tenaga kerja dan meningkatkan daya saing internasional. terkena imbasnya sehingga harus melakukan restrukturisasi yang luas (Triwibowo dan Bahagijo 2006: 30). Kedua, adanya faktor-faktor endogen yang, bersama-sama globalisasi, mendorong restrukturisasi NK, yakni: 1. Transisi pascaindustri yang menurunkan kecepatan pertumbuhan produktifitas. Hal ini memicu pengangguran menciutkan basis anggaran negara di satu sisi dan menambah beban tanggungan negara di sisi lain. Pergeseran sektor industri manufaktur yang efisien dan padat modal ke sektor jasa yang padat karya juga menyulitkan negara untuk memperluas basis pajak melalui peningkatan upah dan gaji. Negara pun mengalami kesulitan membiayai

kesejahteraan sosial; 2. Matangnya negara kesejahteraan akibat menuanya struktur demografi. Situasi ini memberatkan beban fiskal untuk jaminan sosial di satu sisi dan memberatkan beban pajak bagi tenaga kerja produktif di sisi yang lain; 3. Transformasi struktur rumah tangga dan keluarga yang ditandai oleh masuknya kaum perempuan ke pasar tenaga kerja, merosotnya angka kelahiran, dan meningkatnya jumlah single-parent household. Situasi ini memang meningkatkan basis pajak, namun pada sisi lain justru menghilangkan jasa-jasa domestik yang semula disediakan dalam rumah tangga secara gratis. Alhasil, negara harus menciptakan jasa baru atau memberikan subsidi yang cukup besar atas jasa-jasa yang bisa disediakan pihak swasta (Pierson dalam Triwibowo dan Bahagijo 2006: 31 33). Faktor endogen dan eksogen di atas memaksa rejim-rejim NK untuk melakukan strategi restukturisasi yang berbeda di setiap tipe rejim. Pada rejim liberal Anglo- Saxon, terutama Inggris dan Selandia Baru, stategi yang ditempuh untuk mengatasi transisi pascaindustri adalah rekomodifikasi, yaitu memperkuat ikatan tenaga kerja kepada pasar. Pasokan kesejahteraan diperketat dan dibatasi. Sementara pada rejim sosial demokrasi Skandinavia dan konservatif Eropa Daratan, strategi yang ditempuh ada dua, yaitu: 1. Cost containment, upaya menekan defisit anggaran dengan mengurangi belanja sosial dan mengurangi beban pajak dengan mengerem kebiajakan pajak progresif; 2. Rekalibrasi, yaitu upaya penyesuaian dengan tuntutan-tuntutan baru melalui (a) rasionalisasi (modifikasi kebijakan/program yang ada agar lebih efektif, dan dini dilakukan rejim NK sosial demokrasi, (b) updating (penyusunan kebijakan/program baru sebagai tanggapan atas kebutuhan-kebutuhan baru, dan ini dilakukan oleh rejim NK konservatif (Ibid). Demikianlah, literatur-literatur penting di atas mencoba memberi penjelasan atas NK yang merupakan perkembangan kelembagaan kesejahteraan yang fenomenal di negara-negara demokrasi kapitalis maju. Pencapaian NK dalam mengangkat kesejahteraan warganya menjadi magnet tersendiri yang merangsang negara-negara berkembang di belahan Selatan, khususnya Amerika Latin dan Asia Timur, untuk melakukan replikasi terbatas dengan membangun kelembagaan NK melalui kebijakan-kebijakan kesejahteraan sosial. Ada beberapa studi yang dilakukan untuk meneliti eksperimen pelembagaan negara kesejahteraan di luar Eropa. Pertama, studi yang dilakukan Segura-Ubiergo menguji jalan Amerika Latin dalam pembangunan sistem ksejahteraan dan menganalisis dampak globalisasai dan politik domestik pada komitmen anggaran pemerintah pada jaminan sosial, kesehatan, dan pendidikan. Negara Amerika Latin dipandang penting

sejak negara-negara di kawasan ini, Chili, Kostarika, dan Peru, memiliki sistem ksejahteraan yang punya sejarah panjang seperti di Eropa dengan skema pensiun, pelayanan kesehatan, dan jaminan keluarga. Ubiergo menyimpulkan bahwa: 1. perdagangan yang makin terbuka paralel dengan pengurangan secara signifikan pada belanja sosial. Meski dampak tersebut tidaklah sama untuk semua kategori. Dampak negatif keterbukaan perdagangan bekerja secara penuh melalui pengeluaran jaminan sosial, tapi tidak tampak pada kebijakan di sektor pendidikan dan kesehatan; 2. pergeseran ke sistem politik demokratik rupanya tidak berdampak negatif pada pengeluaran jaminan sosial, tetapi berhubungan dengan peningkatan dalam belanja pendidikan dan kesehatan. Belanja sosial di Amerika Latin berbasis pada pekerja di sektor formal padahal mayoritas masyarakat kelas bawah bekerja di sektor informal, sehinga kelas mayoritas ini tidak masuk dalam skema transfer (utamanya pensiun). Maka tidak mengherankan jika kelompok ini tidak menekan pemerintah untuk meningkatkan program jaminan sosial yang tidak menguntungkan mereka secara langsung. Hal ini berbeda dengan belanja untuk pendidikan dan jaminan kesehatan yang dinikmati oleh segmen penduduk yang lebih luas. Kedua, studi yang dilakukan Haggard dan Kaufman (2008), menganalisis komitmen kesejahteraan di tiga kawasan besar, yaitu Amerika Latin, Asia Timur, Eropa Timur dengan rentang waktu antara awal perang dunia sampai akhir 1970-an. Studi ini berkesimpulan bahwa reformasi kesejahteraan di tiga kawasan ini bergerak dalam jejak-jejak yang berbeda. Beberapa negara memperluas jaminan dan pelayanan sosial, sementara negara lainnya meliberalisasi atau menciutkan komitmen atas kebijakan kesejahteraan sosial. Kajian ini memperlihatkan perluasan kebijakan sosial dipengaruhi oleh tipe rejim dan penyesuaian kebijakan yang dilakukan menghadapi krisis ekonomi. Transisi ke pemerintahan demokrasi memperkuat insentif untuk memperluas komitmen kesejahteraan public ke sektor penduduk yang rentan. Sementara itu, krisis ekonomi yang membuka jalan bagi penyesuaian struktural propasar yang diikuti dengan kebangkitan liberalisasi perdagangan dan pasar modal, privatisasi, dan berbagai reformasi berorientasi pasar cukup mengganggu sektor yang berlindung dari resiko pasar baru karena besaran belanja sosial dipengaruhi oleh faktor ini. Negara-negara di kawasan ini mengembangkan model kesejahteraan yang sangat berbeda dengan model NK pascaperang di Eropa. Di negeri lahirnya NK, kekuatan dan

lingkup gerakan buruh linier dengan lingkup dan progresifitas NK. Kekuatan buruh di negara berkembang merepresentasikan segmen yang kecil dari kekuatan kelas pekerja, sehingga peran kelas ini kurang signifikan dalam mendorong pelembagaan kebijakan kesejahteraan sosial. Manfaat dari kebijakan kesejahteraan sosial didapatkan tidak hanya dari pajak para pekerja tetapi juga pajak umum dan inflasi kelompok berpendapatan rendah. Ketiga, studi yang dilakukan Pierson (2004) yang memeriksa penerapan kebijakan kesejahteraan sosial di Amerika Latin dan Asia Timur. Untuk kasus Amerika Latin, Pierson membagi tiga golongan eksperimen NK di Amerika Latin, yaitu regional pioneer, intermediate, dan late comers. Kategori pertama lebih dulu menerapkan kebijakan kesejahteraan sosial dengan cakupan manfaat yang lebih besar ketimbang kategori sesudahnya. Sementara untuk kasus Asia Timur, Pierson meneliti sistem jaminan sosial di Jepang yang lebih tersegregasi dan memperlihatkan pentingnya peran keluarga sebagai penyedia kesejahteraan. Komodifikasi kesejahteraan tampak dari upaya pengembangan sistem jaminan kesejahteraan kepada perusahaan dan keluarga atau komunitas, sedangkan negara hanya berperan dalam penyediaan jasa sosial (Triwibowo dan Bahagijo 2006). Lemahnya posisi buruh nampaknya menjadi ciri pelembagaan NK di Asia Timur, sehingga tuntutan akan adanya sistem jaminan sosial hampir tidak tampak. Di Taiwan dan Korea Selatan, kebijakan kesejahteraan sosial bukan target penting jika dilihat porsi belanja sosial yang sangat rendah. Studi lain menunjukkan bahwa sistem jaminan sosial di kawasan ini bersandar pada tiga kebijakan utama, yaitu jaminan pensiun, jaminan kesehatan, dan santunan bagi orang cacat. Cakupan penerima manfaatnya juga sangat rendah karena banyaknya warga yang terserap dalam sektor informal (Huber dalam Triwibowo dan Bahagijo 2006). Namun NK kesejahteraan tidak identik dengan kebijakan sosial kesejahteraan an sich. NK mensyaratkan adanya basis yang penting, yaitu kewargaan sosial, sehingga replikasi sistem jaminan sosial di Amerika Latin dinilai dapat disetarakan dengan NK di Eropa (Figueira 2005). Goodman dan Peng (1996) menyimpulkan bahwa pengadopsian beragam aspek dari NK di Asia Timur tidak bisa disandingkan dengan model pelembagaan kesejahteraan sosial di Eropa karena perbedaan konteks sosial politik dan budaya yang begitu mencolok. Gogh (2000) mencatat bahwa apa yang terjadi di Asia Timur lebih tepat dikategorikan sebagai negara developmentalis ketimbang NK yang sepenuhnya

menjalankan ekonomi propasar, sehingga kebijakan sosial hanyalah subordinat dalam mainstream kebijakan ekonomi (Triwibowo dan Bahagijo 2006).