2 TINJAUAN PUSTAKA. Pelabuhan Perikanan

dokumen-dokumen yang mirip
KUALITAS PELAYANAN PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA ALINA HADIANTI

3 KERANGKA PENDEKATAN STUDI

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yang dapat menghasilkan barang atau jasa berkualitas yang mampu

III. METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

Analisis Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Kesehatan Di Puskesmas Baros Kota Sukabumi. Rosliana Dewi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Martadinata No. 81, Malang. Adapun dasar dari pemilihan Bank Rakyat Indonesia

BAB III METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

BAB III METODE ANALISIS

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS. Pelanggan PO Maju Lancar. Jumlah kuisioner yang disebarkan dihitung dengan Z E

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI

Bab 3 METODE PENELITIAN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan

ANALISIS KEPUASAN PENGGUNA JASA TERHADAP KINERJA PT.KERETA API INDONESIA (PERSERO) (KRL COMMUTER LINE JAKARTA KOTA BOGOR)

BAB III LANDASAN TEORI. dengan harapan penumpang. Kepuasan merupakan respon dari penumpang

III. METODE KAJIAN A. Pengumpulan Data

BAB III LANDASAN TEORI. Berdasarkan UU nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan

BAB III METODE PENELITIAN. Sanjiwani yang berlokasi di Jalan Ciung Wanara Nomor 2, Kabupaten

III. METODE PENELITIAN

6 TINGKAT KUALITAS PELAYANAN DI PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian, klasifikasi dan fungsi pelabuhan perikanan

III. METODOLOGI PENELITIAN

PERSEPSI DAN TINGKAT KEPUASAN PELAKU USAHA TERHADAP FASILITAS DAN PELAYANAN DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA (PPSNZJ) ABSTRAK

BAB 3 METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. membuat prediksi atau pun mencari implikasi.

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan perpindahan

III. METODE PENELITIAN

BEBERAPA MODEL KEBUTUHAN KONSUMEN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengambilan Sampel

BAB 3. Metodologi Penelitian. setelah adanya penilaian dari customer satisfaction survey yang dalam hal ini

BAB II METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama lima bulan yaitu pada kurun waktu Bulan

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

PERSEPSI PASIEN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN JASA PADA RUMAH SAKIT ISLAM YARSI PONTIANAK Nurmalasari 1, Latifah 2

METODE PENELITIAN. Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi : Merupakan data yang langsung didapatkan melalui penyebaran kuisioner

LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAKSI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN. lokasi penelitian, jenis penelitian, definisi konseptual, definisi operasional,

* Agus Mansur, ** Intan Wahyu WD Jurusan Teknik Industri, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta * **

III. METODE PENELITIAN. pendekatan kuantitatif. Menurut Mohammad Nazir (1998: 63), metode

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI. dirasakan dengan kinerja yang diharapkan. Kepuasan penumpang atau konsumen

Analisa Kepuasan Penumpang Angkutan Kota terhadap Sistem Pelayanan Angkutan Kota di Kota Sidoarjo ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN LAPORAN SURVEI KEPUASAN PELANGGAN BALAI BESAR TMC

III. METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Membaiknya kondisi perekonomian Indonesia belakangan ini tentunya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V ANALISA HASIL Analisa Hasil Tingkat Kepuasan Responden. selanjutnya adalah menganalisa hasil yang telah diperoleh berupa nilai kepuasan

III. METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Konsumen 2.2 Kepuasan Konsumen

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara

III. METODE KAJIAN A. Pengumpulan Data

Bab 3 Metodologi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. bagi perusahaan. Hal ini disebabkan karena kualitas jasa dapat digunakan

melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLODI PENELITIAN. mendalam pertanyaan terfokus pada apa sebenarnya, objek penelitian ini? Irawan

PENENTUAN ATRIBUT-ATRIBUT KUALITAS PELAYANAN SEBAGAI SKALA PRIORITAS PERBAIKAN PADA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INDUSTRI DI JAKARTA. P.H. Saragi.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu hal yang paling penting dalam

BAB IV ANALISA DATA. ini data dari kuesioner) sudah valid dan reliabel. Validitas adalah ketepatan atau

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan

BAB II LANDASAN TEORI. terlebih dahulu dasar-dasar yang akan digunakan nantinya. Dasar-dasar teori

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Djum di Wijilan Yogyakarta. Penelitian bertujuan untuk menganalisis kepuasan

ANALISIS KEPUASAN PENGGUNA JASA TERHADAP PENERAPAN MANAJEMEN REKAYASA KONSTRUKSI PROFESIONAL RUKO DI KAWASAN BUSSINESS PARK KOTA GORONTALO

TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN PENYEDIAAN KEBUTUHAN MELAUT DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA (PPS) BUNGUS SUMATERA BARAT

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan untuk mendapatkan dari tempat tertentu yang alamiah (bukan buatan),

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Berikut ini merupakan diagram alur penelitian yang digunakan dalam penelitian ini.

III. METODE PENELITIAN. pendekatan kuantitatif. Menurut Mohammad Nazir (1998: 63), metode

BAB III METODE PENELITIAN

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ANALISIS KUALITAS PELAYANAN JASA KESEHATAN (STUDI PASIEN RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM YARSI PONTIANAK)

Transkripsi:

3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan (UU No. 31 tahun 2004 tentang perikanan). Pengertian pelabuhan perikanan dilihat dari aspek aktivitas perikanan tangkap adalah tempat untuk mengembangkan ekonomi perikanan ditinjau dari aspek produksi, pengolahan, dan pemasaran baik lokal, nasional maupun internasional (Lubis, 2006). Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16/MEN/2006 tentang pelabuhan perikanan dinyatakan bahwa klasifikasi pelabuhan perikanan dibagi menjadi empat, yaitu Pelabuhan Perikanan Samudera, Pelabuhan Perikanan Nusantara, Pelabuhan Perikanan Pantai, dan Pangkalan Pendaratan Ikan. Pengelompokan tipe pelabuhan perikanan bertujuan mempermudah pengelolaan pelabuhan perikanan baik dari aktivitasnya maupun elemen-elemen yang ada didalamnya seperti ukuran kapal dan dimensi kolam pelabuhan. Tipe dan kriteria pelabuhan perikanan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Tipe dan kriteria pelabuhan perikanan di Indonesia Tipe Pelabuhan Perikanan Pelabuhan Perikanan Samudera (A) Kriteria a) Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di laut Teritorial, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, dan Laut Lepas; b) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 60 GT; c) Panjang dermaga sekurang-kurangnya 300 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 3 m; d) Mampu menampung sekurang-kurangnya 100 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurangkurangnya 6000 GT kapal perikanan sekaligus; e) Ikan yang didaratkan sebagian untuk ekspor; terdapat industri perikanan

4 Tabel lanjutan Tipe Pelabuhan Perikanan Pelabuhan Perikanan Nusantara (B) Pelabuhan Perikanan Pantai (C) Pangkalan Pendaratan Ikan (D) Kriteria a) Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di laut Teritorial dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia; b) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 30 GT; c) Panjang dermaga sekurang-kurangnya 150 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 3 m; d) Mampu menampung sekurang-kurangnya 75 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurangkurangnya 2250 GT kapal perikanan sekaligus; e) Ikan yang didaratkan sebagian untuk ekspor; a) Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di perairan pedalaman, perairan kepulauan, dan laut teritorial; b) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 10 GT; c) Panjang dermaga sekurang-kurangnya 100 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 2 m; d) Mampu menampung sekurang-kurangnya 30 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurangkurangnya 300 GT kapal perikanan sekaligus; a) Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di perairan pedalaman dan perairan kepulauan, b) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 3 GT; c) Panjang dermaga sekurang-kurangnya 50 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 2 m; d) Mampu menampung sekurang-kurangnya 20 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurangkurangnya 60 GT kapal perikanan sekaligus; Sumber: Lubis, 2006 2.2 Fungsi Pelabuhan Perikanan Terdapat dua jenis pengelompokan fungsi pelabuhan perikanan yaitu ditinjau dari pendekatan kepentingan dan aktivitasnya. Fungsi pelabuhan perikanan berdasarkan pendekatan kepentingan salah satunya adalah fungsi pelayanan.

5 Fungsi ini meliputi seluruh pelayanan pelabuhan mulai dari ikan didaratkan sampai ikan didistribusikan. Fungsi pelayanan dapat dikelompokkan menjadi (Lubis, 2006): 1) Pelayanan-pelayanan pendaratan ikan; 2) Pelayanan-pelayanan kapal-kapal penangkap ikan antara lain dalam penyediaan bahan bakar, air tawar, dan es; 3) Pelayanan-pelayanan yang menangani mutu ikan; 4) Pelayanan-pelayanan mengenai keamanan pelabuhan, antara lain adanya pelayanan pemanduan bagi kapal-kapal yang akan masuk dan keluar pelabuhan; syahbandar dan douane/beacukai yang masing-masing berfungsi memeriksa surat-surat kapal dan jumlah serta jenis barang yang dibawa; 5) Pelayanan-pelayanan pemeliharaan kapal, antara lain adanya fasilitas docking, slipways, dan bengkel untuk memelihara kondisi baik dan siap kembali melaut. Slipways, untuk memelihara atau memperbaiki khususnya bagian lunas kapal; dan 6) Pelayanan kebersihan. 2.3 Kualitas Pelayanan 2.3.1 Pengertian kualitas Menurut Gasperz (2003), kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda, dan bervariasi dari yang konvensional sampai yang lebih strategik. Definisi konvensional dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk seperti performansi (performance), keandalan (realibility), mudah dalam penggunaan (ease of use), estetika (esthetics), dan sebagainya. Kemudian, definisi strategik dari kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of costumers). Berdasarkan definisi tentang kualitas baik yang konvensional maupun yang lebih strategik, pada dasarnya kualitas mengacu kepada pengertian pokok berikut: 1) Kualitas terdiri dari sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan langsung maupun keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan pelanggan dan dengan demikian memberikan kepuasan atas penggunaan produk itu; dan

6 2) Kualitas terdiri dari segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau kerusakan. 2.3.2 Pengertian pelayanan 1) Pelayanan secara umum Pelayanan adalah suatu perbuatan dimana seseorang atau suatu kelompok menawarkan pada kelompok atau orang lain suatu produk baik yang berkaitan atau tidak berkaitan dengan fisik dan produk (barang atau jasa) (Supranto, 2001). Terdapat berbagai ketetapan pemerintah yang mengharuskan semua instansi pemerintah menyelenggarakan pelayanan umum kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya, maka masing-masing Instansi perlu segera menetapkan kebijakan pengaturan tatalaksana pelayanan umum. Adapun isi dari surat edaran Menko WASBANGPAN Nomor 56/Mk.WASPAN/6/98 Tahun 1998 yang ditujukan kepada seluruh anggota kabinet, pimpinan lembaga pemerintah nondepartemen, gubernur Bank Indonesia, para gubernur kepala Daerah Tingkat I, serta seluruh bupati/walikotamadya kepala Daerah Tingkat II adalah dalam waktu yang secepat-cepatnya mengambil langkah-langkah perbaikan mutu pelayanan masyarakat pada masing-masing unit kerja atau kantor pelayanan termasuk juga BUMN/BUMD. Selama ini masyarakat merasakan bahwa pelayanan yang diberikan oleh aparatur pemerintah masih jauh dari memuaskan, sering berbelit-belit, dilaksanakan dengan kurang bersahabat, kurang kepedulian maupun sangat kaku dan kurang disesuaikan dengan keadaan sehingga dibutuhkan suatu sendi pelayanan umum. Sendi-sendi pelayanan umum tersebut adalah (Ditjenkan, 1994 vide Murdiyanto, 2003): (1) Kesederhanaan, dalam arti bahwa prosedur (tata cara) pelayanan selalu dengan mudah dipahami sehingga dapat dilakukan dengan cepat dan lancar tidak berbelit-belit; (2) Mengandung kejelasan dan kepastian pelayanan umum, terutama dalam hal: a. Tata cara pelayanan yang mudah diikuti; b. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pelanggan baik persyaratan teknis maupun administratif; c. Unit kerja maupun pejabat yang ditunjuk untuk memberikan pelayanan;

7 d. Rincian biaya/tarif pelayanan termasuk tata cara pembayarannya; e. Jangka waktu penyelesaian pelayanan; f. Hak dan kewajiban baik pihak pemberi pelayanan maupun yang menerima pelayanan berdasarkan atas bukti-bukti pemrosesan pelayanan; dan g. Pejabat yang bertanggungjawab menerima keluhan masyarakat. (3) Keamanan, dalam arti bahwa seluruh proses serta hasil pelayanan umum dapat memberikan rasa aman karena didukung oleh adanya kepastian hukum; (4) Keterbukaan, dalam arti seluruh prosedur, persyaratan, pejabat/unit kerja penanggung jawab pelayanan, jangka waktu penyelesaian, rincian biaya, tarif dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pemberian pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka sehingga mudah diketahui oleh masyarakat umum baik diminta maupun tidak; (5) Ketepatan waktu, dalam arti pelaksanaan pelayanan umum dapat terselenggara dalam kurun waktu yang telah ditentukan; (6) Efektif, dalam arti persyaratan pelayanan umum hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan kesesuaian antara persyaratan dengan produk pelayanan yang diberikan; dicegah timbulnya pengulangan dalam pemenuhan kelengkapan persyaratan terutama antara unit kerja atau instansi pemerintah lain yang terkait; (7) Ekonomis, dalam arti persyaratan biaya pelayanan umum harus wajar karena perlu memperhatikan nilai barang/jasa yang diberikan dalam rangka pelayanan, kemampuan membayar masyarakat yang memerlukan pelayanan serta berdasarkan atas ketentuan perundang-undangan yang berlaku; dan (8) Keadilan, dalam arti cakupan jangkauan pelayanan umum diusahakan harus seluas mungkin sehingga semua pihak yang membutuhkan dapat terjangkau secara merata. 2) Pelayanan di pelabuhan perikanan Pelayanan yang diberikan oleh pelabuhan adalah pelayanan yang berhubungan dengan operasional fasilitas yang pada akhirnya dapat memenuhi kebutuhan pengguna pelabuhan. Secara umum pelayanan di pelabuhan perikanan dapat

8 dibedakan kedalam dua kategori, yang pertama yakni pelayanan yang bersifat langsung kepada nelayan atau pengusaha perikanan untuk menyediakan kebutuhan barang dan jasa yang mereka butuhkan. Pelayanan untuk memenuhi keperluan pengguna jasa pelabuhan bersifat langsung dan kasuistis dalam arti dilakukan secara kasus demi kasus. Pelayanan yang diperlukan meliputi berbagai kegiatan mulai dari sarana produksi, pemasaran hasil sampai dengan distribusinya misalnya kebutuhan akan bahan bakar minyak (BBM) seperti bensin dan solar, perbekalan ke laut atau kebutuhan akan perawatan serta perbaikan sarana produksi agar tetap berfungsi secara optimal. Tenaga yang melakukan pelayanan hendaknya memiliki keahlian tertentu yang diperkuat melalui suatu bentuk surat keterangan/sertifikat. Kedua yakni pelayanan yang bersifat tidak langsung yaitu pelayanan kepada masyarakat umum dalam pelabuhan. Pelayanan ini menggunakan metodologi yang lebih bersifat massal agar nelayan dan pengusaha perikanan lebih mampu memajukan usahanya dengan berbagai fasilitas yang tersedia di pelabuhan. Tujuan utama pelayanan umum bagi seluruh lapisan masyarakat di dalam pelabuhan adalah meningkatkan efektif dan efisiensi usaha perikanan misalnya, sistem sanitasi dan higienis bagi keseluruhan lingkungan pelabuhan termasuk pemahaman masyarakat pelabuhan perikanan arti penting sanitasi dan higienis bagi kemajuan usaha serta kesejahteraannya. Terdapat beberapa jenis pelayanan langsung kepada nelayan atau pengusaha perikanan untuk menyediakan kebutuhan barang dan jasa. Jenis pelayanan tersebut mencakup (Ditjenkan, 1981 vide Murdiyanto, 2003): (1) Pelayanan pembongkaran hasil tangkapan Pelayanan di dermaga bongkar ialah pelayanan bongkar hasil tangkapan yang diangkut langsung ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI) untuk menjaga kondisi hasil tangkapan agar tetap higienis dan mencegah penurunan mutu dengan secepat mungkin serta dibutuhkan jarak angkut dari kapal hingga TPI yang diusahakan sependek mungkin. Pelayanan terhadap kapal-kapal yang mendaratkan hasil tangkapannya diperlukan faktor-faktor yang penting untuk bahan pertimbangan antara lain: a. Menjaga mutu produk yang didaratkan, terdapat suatu kriteria yakni jangka waktu maksimum yang diperbolehkan untuk menunggu

9 sebelum pelaksanaan bongkar muatan, dihindari menunggu lebih 1 hari. Pelayanan yang baik untuk membongkar muatan diindikasikan dengan kecepatan membongkar dalam satuan ton ikan per jam ; b. Agar ikan dapat terjual secepat mungkin, semua kapal yang masuk pelabuhan harus dibongkar secepatnya dalam jangka waktu tertentu. Waktu standar efisiensi normal untuk bongkar muat kapal perikanan adalah sekitar 10-12 ton/jam; dan c. Selisih antara waktu tunggu kapal dan waktu tidak digunakannya sarana pembongkaran haruslah sedemikian rupa sehingga tercapai batas optimum ekonomis. Kegiatan berikut dapat dibedakan kembali disertai dengan kebutuhan pelayanannya: a. Persiapan hasil tangkapan sebelum diangkat, pengisian wadah dengan es curah dan meletakkan wadah di bawah lubang palka. Pekerjaan tersebut dapat dikerjakan sendiri oleh nelayan; b. Mengangkat hasil tangkapan dari palka sampai ke atas geladak kapal, diperlukan pelayanan penyediaan bantuan tenaga kerja dan peralatan (kotak atau keranjang ikan, derek, crane); dan c. Pelayanan pengangkutan hasil tangkapan dari kapal ke dermaga dapat dilakukan secara manual, dimana diperlukan pelayanan berupa tenaga kerja, crane dermaga, ban berjalan, dan kereta dorong. d. Persiapan hasil tangkapan untuk pengangkutan ke tujuan selanjutnya. (2) Pelayanan saat berlabuh Pelayanan di dermaga labuh yang baik disarankan agar areal lahan di sekitar lokasi tambat labuh disediakan tempat untuk penjemuran jaring dan pengukuran tali. Beberapa gedung disediakan untuk menjurai jaring, perbaikan kecil, serta tempat penyimpanan alat tangkap dan suku cadang. (3) Pelayanan perbekalan Pelayanan terhadap kebutuhan perbekalan berupa bahan pokok yang disuplai untuk kapal adalah bahan makanan, air tawar, Bahan Bakar Minyak (BBM) dan es. Air dapat disalurkan melalui pipa dan tangki penyimpanan, sedangkan untuk es, perlu disediakan mesin penghancur es (mobile crusher). Dibutuhkan pula

10 penyediaan alat pemadam kebakaran dengan bahan jenis busa, yang ditempatkan di sekitar sistem penyaluran BBM. (4) Pelayanan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Ikan merupakan komoditi yang mudah busuk, sehingga setelah ikan diangkat dari kapal, harus segera ditangani secara tepat untuk mempertahankan mutu ikan secara maksimum. Pelayanan harus memperhatikan bahwa secara fisik, bentukbentuk produk meliputi hal-hal sebagai berikut: a. Ikan segar cenderung cepat membusuk, karena itu harus dilakukan penanganan secara khusus untuk mempertahankan kesegarannya. Mutlak diperlukan pelayanan untuk menyalurkan ikan itu sesegera mungkin, dan menyimpannya dalam sarana khusus dan mengangkutnya dengan mobil van atau mobil angkut yang dirancang khusus; b. Tiap ekor ikan mempunyai ukuran yang saling berbeda, sehingga cukup sulit membuat standarisasi mengenai ukuran dan kesegaran komoditas ikan. Standard untuk menunjukkan kesegaran ikan dapat melalui pengendalian mutu; c. Produksi ikan tidaklah stabil karena dipengaruhi oleh kondisi sumberdaya ikan, cuaca, dan geografis, sehingga kebutuhan terhadap fasilitas refrigerasi bagi kapal-kapal penangkap ikan yang besar semakin mendesak. 2.3.3 Pengukuran kualitas pelayanan Hasil dari pengukuran kualitas pelayanan akan menjadi landasan dalam membuat kebijakan perbaikan kualitas secara keseluruhan dalam proses bisnis, maka kondisi-kondisi berikut akan sangat diperlukan untuk mendukung pengukuran kualitas yang shahih (valid). Beberapa persyaratan kondisional itu adalah (Gasperz, 2003): 1) Pengukuran harus dimulai pada permulaan program. Berbagai masalah yang berkaitan dengan kualitas serta peluang untuk memperbaikinya harus dirumuskan secara jelas. 2) Pengukuran kualitas dilakukan pada sistem itu. Fokus dari pengukuran kualitas terletak pada sistem secara keseluruhan. Pengukuran tidak hanya diletakkan pada proses akhir saja yang biasanya telah menghasilkan produk,

11 tetapi harus dimulai dari perencanaan awal pembuatan produk, selama proses berlangsung, proses akhir yang menghasilkan output, bahkan sampai pada penggunaan produk itu oleh pelanggan. Dengan demikian pengukuran kualitas seyogianya dimulai sejak adanya gagasan untuk membuat produk sampai masa berakhir penggunaan produk itu. 3) Pengukuran kualitas seharusnya melibatkan semua individu yang terlibat dalam proses itu. Dengan demikian pengukuran kualitas bersifat partisipatif. Orang-orang yang bekerja dalam proses harus memahami secara baik akan nilai pengukuran kualitas dan bagaimana memperoleh nilai itu. Setiap orang harus dilibatkan sehingga memberikan hasil yang terbaik. Maka tanggung jawab pengukuran kualitas berada pada semua orang yang terlibat. 4) Pengukuran seharusnya dapat memunculkan data, di mana nantinya data itu dapat ditunjukkan atau ditampilkan antara lain dalam bentuk peta, diagram, tabel dan hasil perhitungan statistik. Data seharusnya dapat dipresentasikan dalam cara yang termudah. 5) Pengukuran kualitas yang menghasilkan informasi-informasi utama seharusnya dicatat tanpa distorsi, yang berarti harus akurat. 6) Perlu adanya komitmen secara menyeluruh untuk pengukuran performansi kualitas dan perbaikannya. Kondisi tersebut sangat penting sebelum aktivitas pengukuran kualitas mulai dilaksanakan. 7) Program-program pengukuran dan perbaikan kualitas seharusnya dapat dipecah-pecah atau diuraikan dalam batas-batas yang jelas sehingga tidak tumpang-tindih dengan program yang lain. Pengukuran yang akan dilakukan seharusnya mempertimbangkan setiap aspek dari proses operasional yang mempengaruhi persepsi pelanggan tentang nilai kualitas. Melalui suatu survei pendahuluan yang bersifat eksploratif, dapat diidentifikasi semua variabel produk yang menentukan kepuasan pelanggan dan persepsi pelanggan tentang nilai kualitas dari produk itu. Variabel-variabel yang sesuai dalam pengukuran akan berbeda untuk setiap perusahaan, tetapi pada umumnya variabel yang dipertimbangkan dalam pengukuran kualitas adalah sebagai berikut (Gasperz, 2003):

12 1) Kualitas produk, yang mencakup: (1) Performansi (performance), berkaitan dengan aspek fungsional dari produk itu; (2) Features, berkaitan dengan pilihan-pilihan dan pengembangannya; (3) Keandalan (reliability), berkaitan dengan tingkat kegagalan dalam penggunaan produk itu; (4) Serviceability, berkaitan dengan kemudahan dan ongkos perbaikan; (5) Konformasi (conformance), berkaitan dengan tingkat kesesuaian produk terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan; (6) Durability, berkaitan dengan daya tahan atau masa pakai dari produk itu; (7) Estetika (esthetics), berkaitan dengan desain dan pembungkusan dari produk itu; dan (8) Kualitas yang dirasakan (perceived quality) bersifat subjektif, berkaitan dengan perasaan pelanggan dalam mengkonsumsi produk itu seperti meningkatkan harga diri dan moral; 2) Dukungan purna jual, terutama yang berkaitan dengan waktu penyerahan dan bantuan yang diberikan, mencakup beberapa hal berikut: (1) Kecepatan penyerahan, berkaitan dengan lamanya waktu antara waktu pelanggan memesan produk dan waktu penyerahan produk itu; (2) Konsistensi, berkaitan dengan kemampuan memenuhi jadwal yang dijanjikan; (3) Tingkat pemenuhan pesanan, berkaitan dengan kelengkapan dari pesananpesanan yang dikirim; (4) Informasi, berkaitan dengan status pesanan; (5) Tanggapan dalam keadaan darurat, berkaitan dengan kemampuan menangani permintaan-permintaan nonstandar yang bersifat tiba-tiba; dan (6) Kebijaksanaan pengembalian, berkaitan dengan prosedur menangani barang-barang rusak yang dikembalikan pelanggan. 3) Interaksi antara karyawan (pekerja) dan pelanggan, mencakup: (1) Ketepatan waktu, berkaitan dengan kecepatan memberikan tanggapan terhadap keperluan-keperluan pelanggan;

13 (2) Penampilan karyawan, berkaitan dengan kebersihan dan kecocokan dalam berpakaian; dan (3) Kesopanan dan tanggapan terhadap keluhan-keluhan, berkaitan dengan bantuan yang diberikan dalam menyelesaikan masalah-masalah yang diajukan pelanggan. Menurut Rangkuti (2008), pihak yang menentukan kualitas pelayanan adalah konsumen. Penentuan kualitas pelayanan tersebut tertuang dalam penilaian berupa kepuasan konsumen. Analisis Customer Satisfaction Index (CSI) adalah analisis yang digunakan untuk mengukur kualitas kepuasan konsumen terhadap pelayanan yang diberikan. Adapun tahap awal pengolahan data adalah melalui proses uji validitas dan realibilitas (Sugiyono vide Panggabean, 2008). Setelah kuesioner dinyatakan valid dan andal, dilakukan pengukuran kepuasan konsumen dengan menentukan CSI. Analisis CSI diurai kembali melalui Importance Performance Analysis agar dapat diketahui tingkat kepentingan dan kinerja dari masing-masing variabel serta menentukan prioritas variabel yang diperbaiki. Tahapan berikutnya melalui analisis kesenjangan (gap) dapat ditentukan variabel yang memuaskan atau tidak. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui tingkat kualitas pelayanan pada setiap dimensi dan variabelnya. Selanjutnya dihitung nilai tingkat kesesuaian antara tingkat kinerja dengan tingkat kepentingannya agar diketahui persentase kesesuaian kinerja yang telah dilakukan terhadap harapan konsumen atas pelayanan. Konsumen melakukan penilaian terhadap kualitas pelayanan berdasarkan variabel yang dirasakannya. Ada sepuluh kriteria umum yang menentukan kualitas pelayanan, yaitu keandalan (reliability), ketanggapan (responsiveness), kemampuan (competence), mudah diperoleh (access), keramahan (courtesy), komunikasi (communication), dapat dipercaya (credibility), keamanan (security), memahami pelanggan (understanding atau knowing the customer), dan bukti nyata (tangibles). Kesepuluh dimensi dapat disederhanakan menjadi (Parasuraman, 1988 vide Rangkuti, 2006; Gasperz, 2007): 1) Ketanggapan (responsiveness), yaitu kemampuan untuk membantu pelanggan dan memberikan pelayanan dengan baik kepada pelanggan, serta membantu

14 penerima pelayanan apabila menghadapi masalah berkaitan dengan pelayanan yang diberikan oleh pemberi pelayanan; 2) Keandalan (reliability), yaitu kemampuan untuk melakukan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan dengan segera, akurat, bebas dari kesalahan, dan memuaskan; 3) Empati (emphaty), yaitu rasa peduli untuk memberi perhatian secara individual kepada pelanggan, memahami pelanggan, serta mudah dihubungi; 4) Jaminan (assurance), yaitu pengetahuan, kesopanan petugas serta sifat yang dapat membangkitkan rasa percaya dan keyakinan penerima pelayanan atas pelayanan yang diterimanya sehingga pelanggan terbebas dari resiko; dan 5) Bukti nyata (tangibles), yaitu fasilitas fisik, peralatan, perlengkapan, penampilan personel pemberi pelayanan dan sarana komunikasi. 1) Uji validitas Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah suatu instrumen alat ukur telah menjalankan fungsi ukurnya. Menurut Sekaran (2003) vide Wijaya (2009), validitas menunjukkan keketepatan dan kecermatan alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu skala pengukuran disebut valid bila ia melakukan apa yang seharusnya diukur. Alat ukur yang dimaksud adalah variabel-variabel yang dijadikan pertanyaan dalam kuesioner. Teknik yang digunakan adalah rumus korelasi rank spearman. Rumus korelasi rank spearman digunakan untuk mencari hubungan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya yang terjadi dan membuktikan hipotesis hubungan dua variabel tersebut adalah positif (Usman, 2003). Rumus dari teknik ini adalah sebagai berikut (Aczel, 1999): dimana: r s d i n 6 i= n( n 1 1 2 = Koefisien korelasi rank Spearman = beda antara dua variabel = 1, 2,..., n = jumlah responden r s = n 2 d i... (1) 1)

15 Hipotesis H o H 1 : Variabel dinyatakan tidak valid : Variabel dinyatakan valid Bila diperoleh nilai r s hitung lebih besar dari nilai r s tabel, maka tolak H o artinya pertanyaan pada kuesioner sahih. Uji validitas dilakukan pada tingkat signifikan (toleransi) 5%. Pengujian validitas diolah dengan menggunakan software SPSS 16. 2) Uji realibilitas Pengujian realibilitas adalah berkaitan dengan masalah adanya kepercayaan terhadap instrumen. Suatu instrumen dapat memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi (konsisten) jika hasil dari pengujian instrumen tersebut menunjukkan hasil yang tetap. Melihat hal tersebut, masalah realibilitas instrumen berhubungan dengan masalah ketepatan hasil. Uji realibilitas dilakukan untuk mengetahui tingkat kestabilan alat ukur. Hasil pengukuran dapat dipercaya apabila digunakan dalam beberapa kali pengukuran terhadap kelompok subyek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subyek tidak berubah (Wijaya, 2009). Pengujian realibilitas yang digunakan adalah realibilitas hasil ukur yang berhubungan dengan sampling eror yaitu sejauh mana terjadi inkonsistensi hasil ukur apabila pengukuran dilakukan secara berulang pada sekelompok individu yang berbeda. Realibilitas hasil ukur dapat dilakukan dengan melihat nilai cronbach s alpha. Cronbach s alpha dapat digunakan untuk menguji realibilitas instrumen skala likert (Usman, 2003). Rumus cronbach s alpha adalah sebagai berikut: 2 k si α = 1 2... (2) ( k 1) st dimana: α : cronbach s alpha k : jumlah item (banyak pertanyaan) s 2 i 2 s t : jumlah varians skor total : varians responden untuk item ke-i

16 Cronbach s alpha berada di antara 0-1, semakin dekat dengan angka 1 maka semakin baik instrumen yang diujikan (Triton vide Atharis, 2008). Penilaian cronbach s alpha berdasarkan aturan berikut: 0,00-0,20 : kurang reliabel 0,21-0,40 : agak reliabel 0,41-0,60 : cukup reliabel 0,61-0,80 : reliabel 0,81-1,00 : sangat reliabel 3) Analisis tingkat kualitas pelayanan Seperti yang telah disebutkan di awal oleh Rangkuti (2008), bahwa pihak yang menentukan kualitas pelayanan adalah konsumen maka tingkat kualitas pelayanan tersebut diperoleh dari tingkat kepuasan konsumen. Penilaian kepuasan konsumen secara keseluruhan diperoleh melalui penentuan Customer Satisfaction Index (CSI), dilanjutkan dengan Importance Performance Analysis, perhitungan analisis kesenjangan (gap) agar dapat diketahui kualitas pelayanan pada lima dimensi dan selanjutnya perolehan tingkat kesesuaian. Kelima dimensi tersebut yaitu, dimensi ketanggapan (responsiveness), keandalan (reliability), empati (emphaty), jaminan (assurance), dan dimensi bukti nyata (tangibles). 3.1) Customer Satisfaction Index (CSI) Pengukuran terhadap indeks kepuasan konsumen atau Customer Satisfaction Index (CSI) diperlukan karena hasil dari pengukuran dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan sasaran-sasaran di tahun-tahun mendatang karena indeks ini berbanding lurus dengan kualitas pelayanan. Metode pengukuran indeks kepuasan konsumen meliputi tahap-tahap sebagai berikut (Stratford vide Amalia, 2005): 1) Menghitung weighting factors, yaitu mengubah nilai rata-rata tingkat kepentingan menjadi angka persentase dari total nilai rata-rata tingkat kepentingan untuk seluruh variabel yang diuji, sehingga didapatkan total weighting factors sebesar 100%.

17 2) Menghitung weighted score, yaitu nilai perkalian antar nilai rata-rata tingkat kinerja/kepuasan masing-masing variabel dengan weighting factors masing-masing tersebut. 3) Menghitung weighted total, yaitu menjumlahkan weighted score dari semua variabel kualitas pelayanan. 4) Menghitung satisfaction index (index kepuasan), yaitu perhitungan dari weighted total dibagi skala maksimal atau highest scale yang digunakan, kemudian dikali 100%. Tingkat kepuasan konsumen secara menyeluruh dapat dilihat dari kriteria tingkat kepuasan konsumen. Berdasarkan buku panduan survei kepuasan konsumen PT Sucofindo vide Atharis (2008) kriteria yang dimaksud adalah sebagai berikut: 0,00-0,34 : tidak puas 0,35-0,50 : kurang puas 0,51-0,65 : cukup puas 0,66-0,80 : puas 0,81-1,00 : sangat puas 3.2) Importance Performance Analysis Metode importance performance analysis dilakukan melalui penentuan posisi tingkat kinerja dan tingkat kepentingan suatu variabel. Menurut Supranto (2001), terdapat dua peubah x dan y. Peubah x merupakan tingkat kinerja pelabuhan sedangkan peubah y merupakan tingkat kepentingan pelabuhan yang dapat memberikan kepuasan kepada konsumen. Penilaian terhadap kedua peubah tersebut menggunakan jenis penilaian yang diperoleh dari penentuan banyaknya kelas dengan rumus (Usman, 2003): (N) = 1 + 3,3 log (n) dimana N = banyaknya kelas (banyaknya tingkatan) n = banyaknya data (banyaknya fasilitas yang akan dianalisis) Banyaknya kelas akan menentukan banyaknya tingkatan penilaian. Penilaian tersebut diberikan bobot nilai, baik untuk penilaian tingkat kinerja (Tabel 2) maupun untuk penilaian tingkat kepentingan pelayanan (Tabel 3).

18 Tabel 2 Penilaian tingkat kinerja pelayanan No. Nilai Jawaban 1 5 Sangat setuju 2 4 Setuju 3 3 Cukup setuju 4 2 Kurang setuju 5 1 Tidak setuju Tabel 3 Penilaian tingkat kepentingan pelayanan No. Nilai Jawaban 1 5 Sangat penting 2 4 Penting 3 3 Cukup penting 4 2 Kurang penting 5 1 Tidak penting Pelaksanaan pengukuran performansi kualitas, pada dasarnya harus memperhatikan aspek internal dan aspek eksternal dari suatu organisasi (Gasperz, 2003). Aspek internal dapat berupa tingkat kecatatan produk, biaya-biaya karena kualitas jelek seperti pekerjaan ulang dan cacat, sedangkan aspek eksternal dapat berupa kepuasan pelanggan dan pangsa pasar (market share). Penjabaran tingkat kepentingan dan tingkat pelaksanaan variabel-variabel pada mutu pelayanan, digunakan diagram kartesius. Diagram kartesius merupakan suatu bangunan yang terbagi atas empat bagian yang dibatasi oleh dua garis yang berpotongan tegak lurus pada titik (x,y). Adapun tahap-tahap yang dilakukan adalah: 1) Mengisi sumbu X (mendatar) pada diagram kartesius dengan skor tingkat pelaksanaan atau kinerja dan sumbu Y (tegak) diisi dengan skor tingkat kepentingan. Dalam penyederhanaan rumus, setiap variabel akan mempengaruhi kepuasan konsumen dengan rumus: Xi Yi X =, Y =.. (3) n n dimana: X : Skor rata-rata tingkat kinerja Y n : Skor rata-rata tingkat kepentingan : jumlah responden

19 Tabel 4 Penilaian responden terhadap variabel tingkat kinerja Responden Variabel tingkat kinerja (X) 1 2 3 4 5 i A B C N Xi N n n n N n n Total (k, ) Tabel 5 Penilaian responden terhadap variabel tingkat kepentingan Responden Variabel tingkat kepentingan (Y) 1 2 3 4 5 i A B C N Yi N n n n n n n Total (k, ) 2) Menghitung letak batas dua garis berpotongan tegak lurus pada ( X, Y ) dengan rumus: dimana: X = n i= n X Y 1 i= 1, Y =.. (4) k k X : Rata-rata dari rata-rata skor tingkat kinerja Y : Rata-rata dari rata-rata skor tingkat kepentingan k : Banyak variabel yang mempengaruhi kepuasan

20 3) Membuat diagram kartesius Tingkat Kepentingan Y Attributes to Improve Kuadran 1 Maintain Performance Kuadran 2 Y Attributes to Maintain Kuadran 3 Attributes to De-emphasize Kuadran 4 X X Tingkat Kinerja Gambar 1 Matriks importance and performance analysis Sumbu mendatar (X) diisi oleh skor rataan tingkat kinerja variabel, sedangkan sumbu tegak (Y) diisi oleh skor rataan tingkat kepentingan variabel. Dimana X adalah nilai rata-rata dari skor rata-rata tingkat kinerja variabel dan Y adalah nilai rata-rata dari skor rata-rata tingkat kepentingan variabel. Diagram atau matriks tersebut terbagi menjadi empat kuadran. Masing-masing kuadran menggambarkan keadaan yang berbeda, menurut Rangkuti (2008) keadaan kuadran tersebut diantaranya: 1) Kuadran 1 (Attributes to Improve) Kuadran ini merupakan wilayah yang memuat variabel-variabel yang dianggap penting oleh konsumen tetapi pada kenyataannya variabel-variabel ini belum sesuai seperti yang diharapkan (tingkat kepuasan yang diperoleh masih sangat rendah). Variabel-variabel yang masuk ke dalam kuadran ini harus ditingkatkan kinerjanya. Perusahaan dapat meningkatkan variabel-variabel tersebut dengan melakukan perbaikan secara terus menerus sehingga performance variabel yang ada di dalam kuadran ini akan meningkat. 2) Kuadran 2 (Maintain Performance) Kuadran ini adalah wilayah yang memuat variabel-variabel yang dianggap penting oleh konsumen sudah sesuai dengan yang dirasakan sehingga tingkat kepuasannya relatif lebih tinggi. Variabel-variabel

21 yang termasuk ke dalam kuadran ini harus tetap dipertahankan karena semua variabel ini menjadikan produk/jasa tersebut unggul di mata konsumen. 3) Kuadran 3 (Attributes to Maintain) Kuadran ini merupakan wilayah yang memuat variabel-variabel yang dianggap kurang penting oleh konsumen dan pada kenyataannya kinerja yang dilakukan tidak terlalu istimewa. Peningkatan variabel variabel yang termasuk ke dalam kuadran ini dapat dipertimbangkan kembali karena pengaruhnya terhadap manfaat yang dirasakan oleh konsumen sangat kecil. 4) Kuadran 4 (Main Priority) Kuadran ini adalah wilayah yang memuat variabel-variabel yang dianggap kurang penting oleh konsumen dan dirasakan terlalu berlebihan. Variabel-variabel yang termasuk ke dalam kuadran ini dapat dikurangi kinerjanya agar perusahaan dapat menghemat biaya. 3.3) Tingkat kesesuaian Tingkat kesesuaian merupakan perbandingan skor kinerja dengan skor tingkat kepentingan. Tingkat kesesuaian inilah yang akan menentukan urutan prioritas variabel-variabel yang mempengaruhi kepuasan konsumen. Adapun rumus yang digunakan adalah: dimana : TKi = Xi x100%.(5) Yi Xi : Skor penilaian kinerja pemberi pelayanan Yi : Skor penilaian kepentingan konsumen Tki : Tingkat kesesuaian responden terhadap variabel Tabel 6 Penilaian tingkat kesesuaian terhadap variabel kepuasan konsumen No. Variabel 1 2... i Nilai tingkat kinerja (X) Nilai tingkat kepentingan (Y) Tingkat Kesesuaian (TK)

22 3.4) Analisis kesenjangan (Gap) Menurut Rangkuti (2008), gap atau kesenjangan merupakan ketidaksesuaian antara pelayanan yang dipersepsikan (perceived service) dan pelayanan yang diharapkan (expected service). Kesenjangan terjadi apabila konsumen mempersepsikan pelayanan yang diterimanya lebih tinggi daripada desired service atau lebih rendah daripada adequate service kepentingan konsumen tersebut. Perhitungan nilai gap merupakan selisih antara skor tingkat kinerja dan tingkat kepentingan setiap variabel yang menggunakan rumus sebagai berikut: Nilai gap = Tingkat Kinerja Tingkat Kepentingan Nilai kesenjangan tersebut disesuaikan dengan selang kelas penilaian. Menurut Walpole (1997) untuk membuat selang kelas bagi segugusan data dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Penentuan banyaknya selang kelas yang diperlukan. Digunakan lima selang kelas yang terdiri atas kelas sangat puas, puas, cukup puas, kurang puas dan tidak puas terhadap dimensi dan variabel pelayanan pada penelitian ini. 2) Penentuan besar wilayah dengan mengurangi data terbesar dengan data terkecil, 3) Penentuan lebar atau panjang kelas dengan membagi besar wilayah tersebut dengan banyaknya kelas, 4) Penentuan limit bawah kelas bagi selang pertama dan kemudian batas bawah kelasnya. Tambahkan panjang kelas pada batas bawah untuk mendapatkan batas atas pada kelas yang sama. 5) Daftarkan penentuan kelas berikutnya hingga data terbesar. Kualitas pelayanan dapat diukur berdasarkan kepuasan konsumennya (Rangkuti, 2008). Kepuasan konsumen tersebut diukur menggunakan analisis Customer Satisfaction Index (CSI), dimana hasil dari analisis ini hanya dapat memberi informasi mengenai kepuasan konsumen secara keseluruhan. Setelah diketahui nilai CSI-nya, maka diperlukan analisis lebih lanjut menggunakan important performance analysis. Analisis ini digunakan untuk mengetahui variabel apa saja yang diprioritaskan untuk ditingkatkan maupun dipertahankan

23 kinerjanya. Kinerja dari variabel tersebut tidak dapat disamaratakan peningkatannya karena harus mengacu pada kebutuhan para konsumennya. Informasi seberapa besar peningkatan kinerja yang harus dilakukan dapat diperoleh melalui analisis kesenjangan (gap). Semakin besar nilai kesenjangan suatu variabel, maka peningkatan kinerja harus semakin besar, begitu pula sebaliknya. Sebagai tambahan acuan, perlu diketahui tingkat kesesuaian skor kinerja terhadap kepentingannya. Apabila tingkat kesesuaian lebih besar maupun lebih kecil daripada 100%, maka kinerja yang dilakukan oleh pemberi pelayanan masih jauh dari tingkat kepentingan atau harapan dari konsumen sebagai penerima pelayanan. Jadi, analisis CSI merupakan analisis utama untuk mengetahui kualitas pelayanan secara keseluruhan, sedangkan ketiga analisis selanjutnya merupakan analisis yang mengurai kualitas pelayanan menjadi beberapa variabel agar informasi yang diperoleh menjadi lebih rinci.