Kekuatan mental dan kesabaran merupakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PENUTUP. 1. Implementasi Sistem Manajemen K3 pada PT.Merpati terbagi menjadi tiga

PERSEPSI PENUMPANG SRIWIJAYA AIR MENGENAI KESELAMATAN PENERBANGAN. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat S-1

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Daftar Kecelakaan Pesawat di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bandara atau bandar udara yang juga populer disebut dengan istilah airport

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

PROSEDUR KEADAAN DARURAT KEBAKARAN B4T ( BALAI BESAR BAHAN & BARANG TEKNIK)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan pesat dunia industri konstruksi bangunan di Indonesia

BAB 1 : PENDAHULUAN. memperhatikan manusia sebagai human center dari berbagai aspek. Kemajuan

Tanggung Jawab Pengangkut di Beberapa Moda Transportasi

BAB V PEMBAHASAN. PT. INKA (Persero) yang terbagi atas dua divisi produksi telah

PROCEDURE PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT

1. Prosedur Penanggulangan Keadaan Darurat SUBSTANSI MATERI

PROCEDURE PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT

PROPOSAL KERJA PRAKTEK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seiring dengan perkembangan dunia yang menuntut kemajuan IPTEK

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengacu pada regulasi penerbangan yang terdiri atas Annex dan Dokumen

BAB I PENDAHULUAN. Penerbangan merupakan sarana transportasi yang sudah dalam kondisi

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR PK 7 TAHUN 2015 TENTANG INSPEKTUR PENCARIAN DAN PERTOLONGAN PADA KECELAKAAN PESAWAT UDARA BADAN SAR NASIONAL

Sekilas Tentang Penity

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP / 39 / III / 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Di era modern ini, persaingan dalam dunia bisnis jasa semakin ketat. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. itu keselamatan menjadi prioritas utama dalam operasi penerbangan.

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pesawat terbang merupakan sebuah alat transportasi udara yang berteknologi

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan di sekitarnya baik di dalam maupun di luar perusahaan. Peran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

D E P A R T E M E N P E R H U B U N G A N Komite Nasional Keselamatan Transportasi

BAB I PENDAHULUAN. efisien, sehingga pesawat udara adalah pilihan yang tepat dalam transportasi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Aspek Kemanusiaan Aspek Pencegahan Kerugian: Aspek Komersial:

REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERHUBUNGAN PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL (P.K.P.S)

HAK PENUMPANG JIKA PESAWAT DELAY

kegiatan angkutan udara bukan niaga dan lampirannya beserta bukti

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Proses komunikasi terus berkembang seiring berjalannya kemajuan

-9- keliru. Personel AOC melakukan landing yang menyimpang dari prosedur

PROSEDUR KESIAPAN TANGGAP DARURAT

KRONOLOGI DOKUMEN Penyesuaian dengan PP No 50 Tahun 2012 DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN. memperlancar perekonomian sebagai pendorong, penggerak kemajuan suatu wilayah.

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 473 TAHUN 2012 TENTANG

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KECELAKAAN PESAWAT UDARA KOMERSIL DI INDONESIA PADA TAHUN 2002 SAMPAI DENGAN TAHUN 2012

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERHUBUNGAN UDARA NOMOR KP 112 TAHUN 2017 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1. 1 Bandara tersibuk di dunia tahun 2014 versi ACI

BAB I PENDAHULUAN. teknologi sederhana atau tradisional menjadi teknologi maju dan sangat maju. dari segi modal maupun sumber daya manusia.

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 5.1 Peranan Asuransi Dalam Pengembangan Pengangkutan Udara Nasional

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang sehat melalui pelayanan kesehatan yang bermutu dan

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA KARYAWAN PT. GARUDA INDONESIA BANDARA INTERNATIONAL SOEKARNO-HATTA JAKARTA.

BAB I PENDAHULUAN. yang harus diatasi. Masalah yang banyak terjadi didalam organisasi diantaranya

SIKAP MASYARAKAT PENGGUNA JASA LAYANAN TRANSPORTASI UDARA DI SURABAYA

SKEP /40/ III / 2010

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab I terdiri dari empat sub bab, sub bab pertama menguraikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

IDENTIFIKASI FASILITAS SAFETY BUILDING SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN KEBAKARAN DI GEDUNG INSTITUSI PERGURUAN TINGGI

1. Prosedur Penanggulangan Keadaan Darurat SUBSTANSI MATERI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Setiap perusahaan yang berdiri pasti pernah mengalami krisis, entah itu krisis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wira Gauthama,2014

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan kesimpangsiuran informasi dan data korban maupun kondisi kerusakan,

PERATURAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERHUBUNGAN NOMOR: PK.14/BPSDMP-2017 TENTANG

Peribahasa api kecil jadi teman dan api besar

Kantor SAR Propinsi Jawa Tengah

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut dengan istilah Official schedule adalah schedule. penerbangan yang dihasilkan oleh operations center system dan dalam

Siaga dan Waspada Menghadapi Bencana

Standar dan Regulasi terkait Perencanaan, Perancangan, Pembangunan, dan Pengoperasian Bandar Udara Juli 28, 2011

BAB I PENDAHULUAN. yang terjangkau, hal yang terpenting adalah keselamatan, keamanan dan

TURBULENSI HEBAT di INDONESIA Tahun 2016 M. Heru Jatmika, Heri Ismanto, Zulkarnaen, M. Arif Munandar, Restiana Dewi, Kurniaji

BAB I PENDAHULUAN. Juli tahun 2007 Komite Keselamatan Udara Uni Eropa mengeluarkan larangan

LAYANAN SMKP MINERBA PT INDO SHE 2017

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG OPERASI PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Tim Leader Konsultan Pelaksana

Mengubah pola pikir yang sudah

Ari Wibisono

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan tuntutan perkembangan bagi Badan Usaha Milik Negara

PT BENING TUNGGAL MANDIRI GAS, OIL AND INDUSTRIAL TECHNICAL SERVICE : PERSIAPAN DAN RESPON DARURAT

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor yaitu, unsafe action dan unsafe condition. OHSAS menyebutkan risiko

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, dan sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini.

PENGELOLAAN OPERASI K3 PERTEMUAN #6 TKT TAUFIQUR RACHMAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA INDUSTRI

#7 PENGELOLAAN OPERASI K3

2013, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negar

BAB III ANALISIS METODOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. kepuasan konsumen sehingga dapat mendatangkan profit bagi perusahaan.

Era SMS Sudah Dimulai

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan alat transportasi lainnya karena banyaknya keuntungan yang didapat

BAB I PENDAHULUAN. yang memudahkan masyarakat untuk melakukan perjalanan jarak jauh.

I. PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan terluas di dunia dengan total luas 1,9 juta km 2,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Keselamatan Jalan. lintas melalui rekayasa dan upaya lain adalah keselamatan berlalu lintas. Konsep

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. eksternal yang bertujuan untuk membina hubungan harmonis. Humas dalam. mengenai perusahaan dan segala kegiatannya kepada khalayak.

SKRIPSI. Disusun Oleh : FRANGKY SEPTIADI DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA GENAP 2007/2008

1998 Amandments to the International Convention on Maritime Search and Rescue, 1979 (Resolution MCS.70(69)) (Diadopsi pada tanggal 18 Mei 1998)

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. pemerintah, baik pemerintah pusat, maupun pemerintah daerah. Dalam

Transkripsi:

Prolog Bijak Menghadapi Kondisi Darurat Kekuatan mental dan kesabaran merupakan modal dasar manusia menghadapi keadaan darurat yang sebenarnya tidak diinginkan.tapi, kekuatan itu belum cukup jika tidak dibekali petunjuk dasar sebagai panduan menghadapi situasi darurat (emergency). ERP Manual yang dimiliki GMF AeroAsia merupakan panduan dasar yang diharapkan bisa menuntun setiap personel menghadapi bencana yang bisa terjadi kapan saja. Peran manajeman dalam sosialisasi ERP Manual sangat penting agar setiap orang di dalam organisasi perusahaan mampu menerjemahkan isi manual dalam praktek di lapangan. Untuk itu diperlukan program exercise (latihan menghadapi bencana) dalam bentuk simulasi. Latihan ini bukan sekadar mengasah keterampilan dasar menghadapi kondisi krisis, tapi juga mengasah mental menghadapi keadaan yang tidak diinginkan. Selain latihan secara berkala, dukungan dalam bentuk ketersediaan alat-alat pendukung untuk menghadapi kondisi darurat juga tak kalah penting. Kombinasi keterampilan, mental, dan peralatan akan meminimalisir dampak situasi emergency, baik dampak terhadap aset perusahaan maupun keselamatan jiwa karyawan. Biaya menyiapkan langkah antisipasi ini tentu lebih murah dibandingkan dengan kerugian akibat bencana. Kesiapan dan kesigapan perusahaan mengantisipasi keadaan darurat tentu diproyeksikan untuk menyelamatkan aset perusahaan berupa karyawan dan peralatan. Simulasi memang membutuhkan pengorbanan dari perusahaan dan karyawan. Tapi, manfaatnya tentu tak kalah besar. Seperti kata pepatah, "lebih baik mandi keringat sewaktu latihan daripada mandi darah di medan perang." Keadaan darurat tidak selamanya membuat citra perusahaan runtuh jika situasi itu ditangani dengan baik dan disampaikan kepada publik secara transparan dan terarah. Media massa merupakan sarana yang efektif untuk menjaga citra perusahaan. Karena itu perusahaan harus mampu mengendalikan informasi dengan bersikap terbuka, jujur, dan sepenuh hati memberikan akses informasi kepada publik. Bersikap defensif terhadap media ibarat membangunkan harimau lapar yang sedang tidur. Peran media dalam membangun persepsi publik terhadap kondisi darurat bisa dinikmati dalam rubrik Intermeso dalam edisi ini. Implementasi ERP Manual dalam kebakaran pesawat GA-200 dan bagaimana mengelola dan merecovery kondisi emergency bisa disimak dalam rubrik Selisik. Sedangkan materi pengelolaan maintenance error kami tuangkan dalam rubrik Persuasi dan rubrik Cakrawala membahas pentingnya latihan penerapan ERP Manual. Jangan lupa simak pula Mang Sapeti dalam Rumpi dengan celoteh khasnya. Sajian dalam Penity edisi Juni 2009 ini kami harapkan menambah wawasan kita tentang pentingnya penanganan situasi darurat yang tidak kita inginkan tapi bisa terjadi kapan saja. Kondisi darurat memang harus disikapi secara bijak. Selamat membaca. Diterbitkan oleh Quality Assurance & Safety GMF AeroAsia, Hangar 2 Lantai Dua Ruang 94, Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng - Indonesia, PO BOX 1303 - Kode Pos 19130, Telepon: +62-21-5508082/8032, Faximile: +62-21-5501257. Kritik dan saran bisa disampaikan melalui email penity@gmf-aeroasia.co.id 2 Edisi Juni 2009

Cakrawala Sebagai repair station yang memiliki aset bernilai tinggi, PT GMF AeroAsia telah memiliki buku pedoman penanganan tanggap darurat yang disebut Emergency Response Plan (ERP) Manual. Buku panduan dalam menangani kondisi darurat ini sesuai dengan ketentuan Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKUP- PU) Departemen Perhubungan yang tertuang dalam Advisory Circular No. AC 120-92. ERP Manual tidak hanya menuntut pemahaman yang benar, tapi juga latihan secara berkala menghadapi kondisi darurat seperti kebakaran. Simulasi dengan situasi yang mendekati keadaan darurat yang sebenarnya akan membiasakan personel perusahaan menerapkan prosedur dalam ERP Manual. Tujuannya tentu saja menekan kerugian material dan menyelamatkan karyawan dari ancaman bencana. Pentingnya latihan menerapkan ERP Manual dalam kebakaran misalnya, berdasarkan beberapa alasan. Pertama, ketika kebakaran terjadi ERP Team pasti berkejaran dengan waktu untuk menyelamatkan karyawan dan aset perusahaan. Tim yang terlatih tidak akan gagap menggunakan peralatan dan menjalankan prosedur penanganan kondisi darurat. Kedua, latihan berkala akan membiasakan ERP team menjalankan prosedure dalam ERP Manual dan sekaligus memastikan Fire Extinguisher System & Equipment beroperasi sebagaimana mestinya. ERP team yang terlatih, Fire Extinguisher System yang siap digunakan dan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dapat meminimalkan kerugian material dan menghindari ancaman korban jiwa dan kecelakaan. Ketiga, melatih Media Information Centre (MIC) dalam menyampaikan informasi yang tepat dalam rangka menjaga dan mempertahankan citra positif perusahaan. Pentingnya Simulasi Penanganan Darurat Simulasi secara berkala akan mendekatkan personel perusahaan pada kondisi yang menyerupai keadaan darurat. Dengan begitu mereka menjadi sigap dan siap menghadapi situasi emergency. Dari simulasi pula akan terlihat kelemahan yang mesti dibenahi sehingga jika kondisi darurat benar-benar terjadi, kelemahan ini tidak menjadi faktor yang menyebabkan kerugian semakin besar. Dalam simulasi menghadapi kebakaran akan terlihat seberapa cepat respon personel yang berada paling dekat dengan sumber titik api saat kebakaran mulai terjadi. Respon seperti menggunakan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) bisa menggambarkan pemahaman mereka terhadap prosedur dalam ERP Manual. Selain itu reliabilitas alat pemadam kebakaran bisa teruji keandalannya saat digunakan. Dalam ERP Manual, jika personel di suatu unit melihat kebakaran, dia dan beberapa rekan unitnya melakukan Immediate Action yakni memadamkan api dengan Alat Pemadam Api Ringan (APAR). Rekan yang lain menghubungi Unit Security atau Fire Brigade dan Emergency Assessment Team (EAT). Kemudian EAT melakukan assessment jika pemadaman api dengan APAR gagal dan menentukan kebakaran itu sebagai major event. Selanjutnya EAT mengaktifkan ERP Team. Jika terjadi kebakaran, yang bertindak selaku Chairman ECC adalah VP Quality Assurance and Safety dan Deputy ECC dijabat oleh VP Corporate Secretary. Chairman ECC akan men-deploy unit-unit di bawah ECC antara lain Emergency Support Management Team (ESMT), Go Team, Family Assistance Centre (FAC), Media Information Centre (MIC), Maintenance Control Centre (MCC), dan Emergency Assessment Team (EAT). Chairman ECC dan deputynya serta unit-unit yang terkait dalam penanganan kebakaran akan menempati suatu ruangan yang dalam ERP Manual disebut dengan Emergency Room. Sebagian praktisi ERP menyebutkan kantor sementara atau ruang kendali ini sebagai war room. Dari emergency room inilah ECC melakukan koordinasi dengan unit-unit yang berada di bawah ECC untuk memonitor kebakaran, mengelola level respon perusahaan terhadap kebakaran, men-deploy GMF Fire Brigade, dan berkoordinasi dengan Angkasa Pura II Fire Fighting untuk mengatasi kebakaran. Dari ruang kendali ini pula ECC memastikan bahwa kebakaran dapat dipadamkan. Penanganan kebakaran dari emergency room inilah yang disampaikan kepada pihak terkait yakni customer dan memastikan recovery yang dilakukan agar perusahaan tetap berjalan seperti biasa setelah api dipadamkan.ruang ini juga bisa berfungsi sebagai sumber informasi bagi publik melalui media. (Syafarudin Siregar-Sruwardoyo) 3 Edisi Juni 2008

Persuasi Mengelola Human Error Dalam Perawatan Pesawat Ganis Kristanto Lead Auditor Walaupun error merupakan hal yang manusiawi, tapi tidak boleh dianggap hal yang biasa. Bagaimanapun juga terjadinya error pasti mengakibatkan kerugian finansial bahkan mungkin juga korban jiwa. Untuk itu, sekecil apapun error itu tetap harus dikelola sebaik mungkin. Salah satu tools untuk mengelola error adalah menggunakan metode Shisakoso. 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 1903 TIME Machine Error VS Human Error sa terjadi pada orang yang berpengalaman sekalipun. Meski melakukan error merupakan sesuatu yang manusiawi (to err is human), tapi human error bisa dikelola agar kesalahan dapat diminimalisir. Yang perlu kita sadari bersama adalah error berbeda - 80% 0f accidents are now due to human error -20% 0f accidents are now due to machine causes Today Sources : MEDA User Guide-Boeing Manusia memiliki peran penting dalam industri yang menerapkan teknologi tinggi seperti industri penerbangan. Bahkan semutakhir apa pun teknologi itu, peran manusia tidak bisa diabaikan karena teknologi tidak berfungsi tanpa campur tangan manusia. Apalagi dari daftar kecelakaan pesawat menunjukkan setiap tiga dari empat kecelakaan pesawat melibatkan kesalahan manusia (human error). Penerapan teknologi terbaru tidak menyelesaikan masalah jika orang yang berinteraksi dengan teknologi terlupakan. Sejarah penerbangan dunia mencatat pada era 1990- an, sebanyak 80% kecelakaan pesawat disebabkan oleh masalah yang berkaitan dengan machine error dan 20% lainnya karena human error. Namun, seiring perkembangan teknologi dan perbaikan sistem pada pesawat, komposisi itu berbalik. Machine error berkontribusi 20% terhadap kecelakaan dan human error menyumbang hingga 80%. Human error juga menjadi contributing factors pada sebagian besar kejadian yang terkait dengan aktifitas perawatan pesawat. Kondisi ini bi- dengan violation meskipun keduanya bisa menghasilkan hazards dan mengakibatkan kegagalan dalam sistem. Violation merupakan kesalahan yang timbul akibat kesengajaan pelakunya. Sedangkan error merupakan kesalahan yang timbul akibat ketidaksengajaan. Perbedaan substan- 4 Edisi Juni 2009

Persuasi sial antara violation dan error terletak pada maksud dan tujuan suatu tindakan. Meskipun error tidak bisa dihindari, langkah yang mungkin dilakukan adalah mengelola human error melalui penerapan teknologi yang tepat, pelatihan yang berhubungan dengan penerapan teknologi, perbaikan prosedur dan regulasi atau mengkombinasikan dua atau tiga faktor tersebut secara bersama. Untuk mengelola error dalam aktifitas perawatan pesawat, ada tiga strategi yang bisa dilakukan. Pertama, error reduction yakni strategi yang dengan secara langsung masuk ke sumber error dengan cara mengurangi atau meniadakan contributing factors dari error. Contoh penerapan strategi ini adalah memperbaiki kualitas flash light (senter) inspector. Dengan pencahayaan yang baik, hasil inspeksi yang dilakukan bisa maksimal sehingga mengurangi kesalahan hasil inspeksi. Contoh lain dari strategi pertama ini adalah pemilihan tangga kerja yang tepat, yakni tangga yang sesuai dengan ketinggian yang dibutuhkan sehingga hasil pemasangan panel terhindari dari kesalahan. Dengan tangga yang tepat pula hasil inspeksi bisa lebih tepat karena semua area inspeksi tercover dengan baik. Kedua, error capturing yakni "menangkap" error sebelum konsekuensi yang ditimbulkan oleh error itu menimbulkan dampak. Contoh penerapan strategi ini pada pelaksanaan maintenance adalah adanya Required Inspection Item (RII) pada job cards. Seorang teknisi yang sudah melaksanakan inspeksi/pemasangan critical component, perlu dilakukan Required Inspection Items (RII) oleh inspektor untuk memastikan pelaksanaan task yang diminta sudah benar. Jika teknisi yang bersangkutan melakukan error, RII inspector bisa "menangkap" error itu sehingga konsekuensi yang ditimbulkan bisa diminimalisir. Ketiga, error tolerance yakni menerima error karena masih dalam batas toleransi yang diijinkan. Error tolerance sering dijumpai pada pelaksanaan maintenance seperti saat melakukan structural inspection program. Di sini biasanya diwajibkan pelaksanaan inspeksi selanjutnya pada interval waktu tertentu meskipun sudah ditemukan crack, tapi dalam batas yang diizinkan. Inspeksi terus dilaksanakan sampai panjang crack melewati batas toleransi. Walaupun error merupakan hal yang manusiawi, tapi tidak boleh dianggap hal yang biasa. Bagaimanapun juga terjadinya error pasti mengakibatkan kerugian finansial bahkan mungkin juga korban jiwa. Untuk itu, sekecil apapun error itu tetap harus dikelola sebaik mungkin. Salah satu tools untuk mengelola error adalah menggunakan metode Shisakoso. Metoda Shisakoso (berarti menunjuk sambil berseru/mengucap) yang dikenalkan di Jepang ini bertujuan memastikan (confirmation) pekerjaan sudah benar dengan cara menunjuk dan mengucap apa yang telah kita lakukan. Metode Shisakoso mencakup lima ritual yakni melihat, menunjuk, mengucap, mendengar, dan mengingat. Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan tentang metode ini disimpulkan bahwa jika kita bekerja dan tidak melakukan konfirmasi (dengan cara menunjuk dan mengucap) pada hasil pekerjaan kita, kemungkinan kesalahannya mendekati 100%. Tapi, jika konfirmasi dilakukan meski hanya dengan mengucap saja (tanpa menunjuk), kemungkinan kesalahannya 42%. Sebaliknya jika kita melakukan konfirmasi hanya menunjuk saja (tanpa mengucap), tingkat kesalahannya 32%. Tapi, jika konfirmasi dilakukan dengan menunjuk dan mengucap, tingkat kesalahan yang terjadi menurun drastis hingga hanya 16%. Salah satu contoh ritual Shisakoso adalah pada pemasangan panel pesawat. Setelah panel dipasang kita mengkonfirmasi dengan melihat kembali panel (ritual pertama). Kemudian kita menunjuk dengan jari telunjuk (ritual kedua) dan (ritual ketiga) mengucap (menunjuk dan menyerukan/mengucap satu persatu jumlah screw yang terpasang dan menghitungnya). Setelah itu kita menunjuk pada seal yang telah terpasang sembari mengucap "seal OK" atau "seal terpasang" (jika ada sealnya). Ritual berikutnya atau terakhir adalah mengingat, yakni mememori ke dalam otak kita ritual pemasangan panel yang kita lakukan (ritual ke empat). Hasil penelitian membuktikan ritual ini bisa membantu mengingatkan jika kita lupa tentang sesuatu dari pekerjaan kita. Metode Shisakosho bisa dilakukan di semua aktivitas perawatan pesawat di GMF. Kita bisa melakukannya sebelum bekerja dengan memulai mengececk kelengkapan tools yang dipakai dan sebaliknya. Kita juga bisa menggunakan metode ini untuk mengecek lagi kelengkapan tools setelah pekerjaan selesai untuk memastikan tidak ada tools yang tertinggal di pesawat. Metode Shisakoso merupakan salah satu cara dari begitu banyak cara dalam mengelola maintenance error. Metode ini bukan berarti kita hanya bekerja berdasarkan ingatan, namun harus tetap mengacu pada approved documents yang berlaku (AMM, CMM, SRM, dan lain-lain). Metode Shisakoso ini sudah mulai diterapkan di area Base Maintenance, tentu perlu sungguh-sungguh kita pahami dan laksanakan guna meminimalisir mainetance error dikemudian hari. 5 Edisi Juni 2009

Selisik Strategi Menghadapi Krisis Di tengah hujan lebat dan angin kencang pada akhir Oktober 2000 tengah malam, pesawat Singapore Airlines tujuan Los Angeles block off dari bandara Chiang Kai-Sek, Taiwan. Setelah pushback pesawat B747-400 itu taxing menuju runway 05L sesuai perintah pengawas bandara.tapi, captain pilot salah mengarahkan pesawat itu menuju landasan pacu 05R yang sejajar dengan 05L yang ditutup karena ada perbaikan. Setelah melakukan putaran 180 derajat, pesawat dengan nomor penerbangan SQ-006 tiba di ujung landasan pacu 05R dan siap lepas landas. Co-pilot mengingatkan captain bahwa Para- Visual Display (PVD) tidak line-up. PVD adalah alat di panel yang terletak di depan setiap penerbang yang berfungsi membantu pilot menjaga pesawat berada tetap di tengah landasan pacu. Tapi, peringatan asistennya tadi tidak dihiraukan oleh captain karena merasa masih bisa melihat landasan pacu. Setelah siap pada posisi take-off, kapten mendorong engine throttles ke posisi gas penuh hingga pesawat jumbo itu melesat dengan kecepatan tinggi. "80 knots," kata co-pilot. Beberapa detik kemudian disusul teriakan "vee one" artinya pesawat siap lepas landas. Tapi, tiga detik setelah itu terdengar dentuman keras. Kapten berteriak lantang, "oh ada sesuatu di sana.oh.." Kecelakaan fatal pun tak bisa dihindari. Pesawat dengan 3 awak kokpit, 17 awak kabin, dan 159 penumpang itu menabrak penghalang beton, eksavator, dan beberapa alat berat. Pesawat terbelah menjadi dua bagian besar yang terpisah jauh. Bagian depan sampai kursi nomor 48 rusak paling parah dan terbakar beberapa bagian dan bagian belakang, kursi nomor 49 sampai 64 relatif utuh. Dua orang awak kokpit (kapten dan observer) dan 23 penumpang tidak terluka serius. Tapi, co-pilot, 13 awak kabin, dan 57 penumpang luka ringan hingga berat, serta 4 orang awak kabin, dan 79 orang penumpang tewas. Mereka yang meninggal terbanyak adalah yang duduk di bagian depan. Beberapa menit setelah kejadian ini, rescue team bandara Chiang Kai-Sek bergerak cepat menyelamatkan penumpang dan memadamkan kobaran api. Beberapa saat setelah mendengar kabar kecelakaan tragis ini, kantor pusat Singapore Airlines mendirikan information center yang siap 24 jam mengabarkan perkembangan kecelakaan fatal itu kepada keluarga korban. Untuk menginformasikan kejadian kepada media & publik, SQ juga membuat media center dan membuka website khusus untuk situasi darurat ini. Tak lama kemudian, SQ menerbangkan 150-an relawan terlatih ke Taipeh untuk menjadi pendamping korban. Satu korban atau keluarga korban didampingi oleh satu pendamping. CEO Singapore Airlines Mr. Cheong Choong Kong menyampaikan bela sungkawa dan permintaan maaf serta menyatakan bertanggung jawab. SQ juga memberikan kompensasi ratusan ribuan dolar untuk keluarga korban dan menjamin biaya perawatan penumpang. Tindakan cepat dan tepat yang dilakukan oleh perusahaan ini banyak mendapatkan pujian dari berbagai pihak. Tindakan pasca kecelakaan ini mampu mengembalikan citra SQ di mata pelanggan dan calon pelanggannya. Bahkan tindakan simpatik ini meningkatkan kredibilitas perusahaan dibading sebelum peristiwa kecelakaan. Sementara itu, pemerintah Republic of China membentuk tim ivestigasi (safety council) yang dipimpin Aviation Safety Council (ASC), yakni lembaga penyelidik kecelakaan transportasi resmi semacam KNKT di Indonesia.Wakil dari Singapore adalah Ministry of Communications and Information Technology dan Representasi dari negara pembuat pesawat diwakili National Transportation Safety Board (NTSB). Beberapa investigator dari Australian Transport Safety Bureau juga ikut membantu. Sesuai dengan semangat International Civil Aviation Organization (ICAO) Annex 13, tujuan utama investigasi adalah untuk meningkatkan safety di dunia aviasi dan bukan untuk mencari siapa yang salah kemudian dijatuhi hukuman. Berdasarkan semangat ini tim meneliti serpihan pesawat, mewawancarai korban selamat dan saksi, dan memeriksa seluruh catatan pesawat, termasuk mereview kotak hitam (black box) pesawat. Setelah bekerja keras selama dua 6 Edisi Juni 2009

Selisik tahun, tim ini merilis laporan setebal 500 halaman lebih dan menyampaikan rekomendasi (findings) yang terdiri atas tiga kelompok besar yaitu findings related to probable causes, findings related to risk, dan others findings. Findings related to probable causes merupakan temuan yang sangat erat kaitannya atau berkontribusi langsung terhadap kecelakaan. Tim menetapkan 8 findings terkait langsung dengan kejadian mulai dari faktor cuaca, pilot error sampai tanda di bandara yang tidak terlihat secara jelas. Sedangkan findings related to risk terdiri dari 36 findings meliputi seluruh aspek risiko yang berpotensi menimbulkan kecelakaan seperti aturan ICAO yang multi intepretasi, pola crew training, pengelolaan bandara, dan sebagainya. Adapun others findings berjumlah 28 findings terkait berbagai hal termasuk peran airport rescue & fire department, medical team dan unit-unit pendukung lainnya. Selain temuan ini, Safety Council memberikan 60-an rekomendasi ke berbagai lembaga dan organisasi yang bertujuan mencegah kecelakaan serupa di masa depan. Belajar dari kejadian ini, semua orang tentu tidak menginginkan kecelakaan. Tapi, jika kecelakaan terjadi penyesalan berkepanjangan tidaklah berguna. Sikap paling tepat adalah siap siaga menghadapi kondisi darurat. Persiapan itu bukan sekadar sal teknis memadamkan api atau menyelamatkan korban. Faktor nonteknis seperti bagaimana "mengendalikan" informasi di media, memberikan pendampingan korban dan pelanggan juga tidak kalah penting. Kesiapan menghadapi situasi darurat sangat menentukan kelangsungan hidup bisnis perusahaan. (Penity dari berbagai sumber). Seorang teknisi yang akan naik forklift terpeleset dan jatuh sehingga kaki kanannya terlindas roda belakang forklift. "Apapun pekerjaan yang kita lakukan, sikap hati-hati harus didahulukan. Forklift untuk mengangkut barang bukan buat ngangkut orang." Sebuah pesawat jatuh dan menabrak hangar. Seluruh penumpang tewas dan lima pesawat serta satu helicopter di dalam hangar hancur. "Bencana bisa terjadi kapan saja meskipun kita sudah berusaha mencegahnya. Karena itu penanggulangan bencana sama pentingnya dengan pencegahan bencana." Airbus berhasil melakukan tes evakuasi penumpang darurat pada pesawat A380. Sebanyak 873 penumpang dan crew bisa keluar dari pesawat dalam waktu kurang dari satu setengah menit meskipun 33 penumpang mengalami lecet dan memar sehingga perlu perawatan medis. "Kita harus yakin juga bisa. Lebih baik mandi keringat sewaktu latihan daripada mandi darah waktu kejadian." 7 Edisi Juni 2009

Intermeso Mengelola Persepsi Publik di Tengah Kondisi Darurat Kondisi darurat (emergency) merupakan situasi krisis yang tidak diinginkan perusahaan, tapi tidak bisa dihindari karena bisa datang kapan saja. Keadaan krisis tidak hanya mengakibatkan kerugian finansial, tapi juga berpengaruh terhadap image perusahaan. Emergency berdampak negatif jika perusahaan salah mengelola keadaan ini. Tapi, krisis bisa menjadi titik balik membangun kepercayaan publik jika dikelola secara tepat. Sejumlah perusahaan terpaksa berhenti beroperasi karena gagal mengelola krisis sehingga kepercayaan publik hilang. Tapi, tidak sedikit pula yang mampu bertahan dan meningkatkan kepercayaan setelah krisis terjadi. Garuda Indonesia termasuk sukses menangani krisis dalam kecelakaan pesawat GA-200 rute Jakarta-Yogyakarta di Bandara Adi Sucipto Yogyakarta pada 7 Maret 2007. Indikasinya kepercayaan publik terhadap Garuda tetap tinggi. Penanganan krisis akibat kecelakaan pesawat juga dilakukan Singapore Airlines (SQ) pada 31 Oktober 2000. Pesawat B747-412 itu berada di runway yang salah ketika lepas landas di Bandara Shiang Kai-Shek, Taiwan sehingga menabrak perlengkapan konstruksi, buldozer, dan ekskavator yang menewaskan 83 orang. Inilah kecelakaan fatal pertama SQ yang terkenal dengan rekor keamanan dan keselamatannya yang sangat baik. Salah satu kunci keberhasilan dua maskapai itu melewati situasi krisis adalah kemampuan mengendalikan informasi untuk konsumsi publik melalui media. Dalam keadaan darurat, perusahaan selayaknya bersikap terbuka dengan mengambil inisiatif dan memberikan respon pertama untuk menjelaskan kepada publik. Sikap defensif justru menurunkan kredibilitas perusahaan dan mereduksi kepercayaan pelbagai pihak. Memilih bersikap defensif memang sebuah pilihan. Tapi, pilihan ini seringkali memancing minat pers menerjunkan tim investigasi untuk mencari sumber informasi lain atas suatu kejadian. Akibatnya informasi yang beredar di media sering tidak sesuai dengan harapan perusahaan. Dalam konteks ini strategi berhubungan dengan media berperan penting untuk menghindari kesimpangsiuran informasi yang merugikan citra perusahaan. Dalam mengelola situasi krisis, perusahaan perlu membentuk media center yang berfungsi menjadi sumber informasi tentang perkembangan penanganan krisis. Semakin cepat media center terbentuk tentu makin baik agar kesimpangsiuran informasi bisa dihindari. Untuk itu pemutakhiran informasi harus dilakukan agar pusat informasi ini dipercaya media dan publik. Selain memerlukan media center, untuk mengelola persepsi publik terhadap situasi darurat, peran eksekutif perusahaan sangat penting. Kesediaan eksekutif perusahaan terjun langsung ke lokasi kejadian bukan hanya menunjukkan keseriusan perusahaan mengatasi situasi, tapi juga menumbuhkan simpati masyarakat. Bagaimana pun juga, perhatian perusahaan terhadap korban tidak cuma diukur dari besarnya santunan semata, tapi juga kesediaan eksekutif perusahaan berinteraksi dengan keluarga korban, pelanggan dan media sebagai penyalur informasi. Permintaan maaf secara terbuka juga bisa membangun image sebagai perusahaan yang bertanggung jawab. Apalagi jika eksekutif perusahaan mau menemui banyak pihak untuk menjelaskan penanganan yang dilakukan. Kondisi darurat yang dikelola dengan baik bisa dapat menjadi titik balik yang memberikan nilai tambah dan menguntungkan bagi perusahaan. Perusahaan yang tidak siap dan tidak mampu menangani situasi darurat akan membuat citranya makin terpuruk karena hilangnya kepercayaan publik yang sudah terbentuk. Padahal untuk membangun dan memulihkan citra butuh waktu panjang serta biaya yang tidak sedikit. 8 Edisi Juni 2009