AGROVIGOR VOLUME 5 NO. 2 SEPTEMBER 2012 ISSN

dokumen-dokumen yang mirip
Seminar Nasional: Inovasi untuk Petani dan Peningkatan Daya Saing Produk Pertanian, ISBN

AGROVIGOR VOLUME 5 NO. 1 MARET 2012 ISSN

PRODUKTIVITAS PERTANAMAN JAGUNG DI LAHAN PASANG SURUT KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI

Jeruk Siam Banjar: Andalan Pendapatan bagi Petani Lahan Rawa Pasang Surut

Decision Support System (DSS) Pemupukan Padi Lahan Rawa

PERCEPATAN PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN RAWA BERKELANJUTAN DAN LESTARI

Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan

POTENSI DAN PROSPEK LAHAN RAWA SEBAGAI SUMBER PRODUKSI PERTANIAN

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS KACANG HIJAU SEBAGAI TANAMAN SELA DI ANTARA KELAPA PADA LAHAN RAWA PASANG SURUT PROVINSI JAMBI

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

Sistem Usahatani Jagung pada Lahan Pasang Surut di Kalimantan Selatan (Kasus di Desa Simpang Jaya Kecamatan Wanaraya Kabupaten Barito kuala)

INOVASI TEKNOLOGI PENGEMBANGAN PERTANIAN LAHAN RAWA LEBAK PENDAHULUAN

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

Pengelolaan Hara Terpadu untuk Meningkatkan Produktivitas Padi Lahan Rawa Pasang Surut Sulfat Masam Potensial

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pilihan yang sulit dihindari (Manwan, dkk dan Suryana. 2004). Hal ini

DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN: Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani

PERANAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN LAHAN RAWA MENDUKUNG PEMBANGUNAN AGRIBISNIS WILAYAH 1) Pantjar Simatupang dan Abdurachman Adimihardja 2)

KERAGAAN KACANG TANAH VARIETAS KANCIL DAN JERAPAH DI LAHAN GAMBUT KALIMANTAN TENGAH

Kata kunci : sosial ekonomi, sayuran, lahan rawa

Kegiatan Agronomis untuk Meningkatkan Potensi Lahan Lebak menjadi Sumber Pangan

KACANG TANAH DILAHAN LEBAK KALIMANTAN SELATAN UNTUK PENGEMBANGAN AGRIBISNIS DI PEDESAAN ABSTRAK

PENDAHULUAN. Kacang Tanah merupakan tanaman polong polongan kedua terpenting

ZONA KESESUAIAN LAHAN RAWA PASANG SURUT BERBASIS KEUNGGULAN KOMPETITIF KOMODITAS

PENAMPILAN DELAPAN GALUR PADI DI LAHAN LEBAK TENGAHAN PADA MUSIM KEMARAU ABSTRAK

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan pangan semakin meningkat sejalan dengan pertambahan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kegiatan Agronomis untuk Meningkatkan Potensi Lahan Lebak menjadi Sumber Pangan

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata

Dinamika Waktu Tanam Tanaman Padi di Lahan Rawa Lebak Pulau Kalimantan

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

TEKNOLOGI TATA AIR DI LAHAN GAMBUT UNTUK BUDIDAYA PERTANIAN OLEH. Ir. LINDUNG, MP Widyaiswara Balai Pelatihan Pertanian Jambi

II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI

KELAYAKAN USAHATANI POLA PADI + JERUK DI LAHAN RAWA PASANG SURUT

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi

STRATEGI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AYAM LOKAL DI LAHAN RAWA UNTUK MEMACU EKONOMI PERDESAAN

Potensi, Peluang dan Strategi Peningkatan Produktivitas Padi melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu (Ptt) di Lahan Rawa Pasang Surut Jambi

TEKNIK PENGAMBILAN EKSTRAK CONTOH AIR TANAH PADA BEBERAPA KEDALAMAN UNTUK ANALISIS DI LAHAN SULFAT MASAM1 RINGKASAN

PENGARUH DIMENSI DAN JARAK SALURAN DRAINASE TERHADAP DINAMIKA LENGAS TANAH ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. bercocok tanam. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

Jeruk Siam (Citrus suhuiensis) Produk Unggulan di Lahan Rawa Pasang Surut Kalimantan Selatan

KAJIAN PERBAIKAN USAHA TANI LAHAN LEBAK DANGKAL DI SP1 DESA BUNTUT BALI KECAMATAN PULAU MALAN KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH ABSTRAK

ADAPTASI VARIETAS UNGGUL BARU PADA LAHAN RAWA PASANG SURUT DI PROVINSI BENGKULU ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk

Husnain, Maswar, dan Wiratno Peneliti Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah

PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA TANI KACANG TANAH MELALUI INTRODUKSI TEKNOLOGI VARIETAS UNGGUL DI DESA SIGEDONG KECAMATAN MANCAK KABUPATEN SERANG

I. PENDAHULUAN. penduduk di Indonesia bergantung pada sektor pertanian sebagai sumber. kehidupan utama (Suparyono dan Setyono, 1994).

REKLAMASI TEKNIK PENGAIRAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

I. PENDAHULUAN. tanahnya memiliki sifat dakhil (internal) yang tidak menguntungkan dengan

Urgensi Pemilihan Varietas untuk Meningkatkan Produktivitas Padi di Lahan Rawa

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN RAWA PASANG SURUT UNTUK TAMBAK. SITI YULIAWATI DOSEN KOPERTIS WILAYAH I Dpk UNIVERSITAS DHARMAWANGSA MEDAN

PROSIDING SEMINAR NASIONAL DIES NATALIS KE-52 FAKULTAS PERTANIAN UNLAM

KARAKTERISTIK LAHAN PASANG SURUT DARI ASPEK TANAH. Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si

3. Kualitas Lahan & Kriteria Pengembangan

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN SAWAH DI PROVINSI BENGKULU

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di lahan padi sawah irigasi milik Kelompok Tani Mekar

TANGGAP TIGA VARIETAS JAGUNG TERHADAP TINGKAT KEJENUHAN AL DI LAHAN PASANG SURUT SULFAT MASAH AKTUAL

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia

ISSN eissn Online ABSTRACT. Keywords: lowland swamps, surjan systems, production and income

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN :

EFISIENSI METODE INKUBASI DAN PENAMBAHAN NAOHDALAM MENENTUKAN KEBUTUHAN KAPUR UNTUK PERTANIAN DI LAHAN PASANG SURUT RINGKASAN

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

PERANAN SUMBERDAYA ALAM DALAM PERTANIAN

Inovasi Pertanian Sumatera Selatan Mendukung Swasembada Beras Nasional

Workshop Monitoring Teknologi Mitigasi dan Adaptasi Terkait Perubahan Iklim. Surakarta, 8 Desember 2011

Tata at Ai a r Rawa (Makr

PELUANG PENINGKATAN PRODUKTIVITAS JAGUNG DENGAN INTRODUKSI VARIETAS SUKMARAGA DI LAHAN KERING MASAM KALIMANTAN SELATAN

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian telah dilakukan di lahan pertanaman padi sawah (Oryza sativa L.) milik

Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan

HIDROLOGI LAHAN PASANG SURUT DI KALIMANTAN SELATAN UNTUK MENDUKUNG PERTANIAN : PERUBAHAN KUALITAS AIR (KEMASAMAN DAN DAYA HANTAR LISTRIK)

Model Neraca Air Pola Padi-Padi dan Padi-Kedelai di Lahan Rawa Pasang Surut

PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI PADI MELALUI PENDEKATAN PTT DI LAHAN LEBAK KABUPATEN OGAN ILIR SUMATERA SELATAN

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian dari bentang alam ( Landscape) yang mencakup pengertian lingkungan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan gambut yang terdapat di daerah tropika diperkirakan mencapai juta hektar atau sekitar 10-12% dari luas

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

EFISIENSI ENERGI (TENAGA KERJA) DAN PRODUKSI PADA USAHATANI PADI DI LAHAN SULFAT MASAM POTENSIAL

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga

PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA KEDELAI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PENGOLAHAN TANAH BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN

PERTANIAN BERBASIS SUMBERDAYA & KEARIFAN LOKAL. Benyamin Lakitan 2017

Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

Prospek dan Strategi Pengembangan Sistem Budidaya dan Agribisnis Tanaman Jagung di Lahan Rawa : Kendala dan Tantangan

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

Rismarini Zuraida dan A. Hamdan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan Jl. Panglima Batur Barat No. 4 Banjarbaru Kalimantan Selatan

5/15/2012. Novitasari,ST.,MT

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

PEDOMAN TEKNIS DESAIN OPTIMASI LAHAN RAWA TA 2018 DIREKTORAT PERLUASAN DAN PERLINDUNGAN LAHAN

SEBARAN DAN POTENSI PRODUSEN BENIH PADI UNGGUL MENDUKUNG PENYEDIAAN BENIH BERMUTU DI KALIMANTAN SELATAN

Lahan rawa untuk budidaya tanaman pangan berwawasan lingkungan Sholehien

Tri Fitriani, Tamaluddin Syam & Kuswanta F. Hidayat

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan beras di Indonesia meningkat seiring dengan peningkatan laju

PERANAN TERNAK SAPI DI LAHAN PASANG SURUT

Seminar Nasional Lahan Sub- Optimal Palembang, 8-9 Oktober 2015

INTEGRASI TANAMAN PANGAN TERNAK DI LAHAN PASANG SURUT: POTENSI, KENDALA DAN ALTERNATIF PEMECAHANNYA

UJI SIFAT KIMIA TANAH BERPIRIT AKIBAT LAMA PENGERINGAN DAN KEDALAMAN MUKA AIR TANAH ABSTRAK

Rawa pasang surut adalah rawa yang terletak di pantai atau dekat pantai, di muara atau dekat muara sungai sehingga dipengaruhi oleh pasang surutnya

Transkripsi:

AGROVIGOR VOLUME 5 NO. 2 SEPTEMBER 2012 ISSN 1979 5777 113 PROSPEK PENGEMBANGAN PENATAAN LAHAN SISTEM SURJAN DI LAHAN RAWA PASANG SURUT Dakhyar Nazemi dan A. Hairani dan L. Indrayati Zemi_58@yahoo.com 08125001517; 082153397815 Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) Jl. Kebun Karet Loktabat Utara Banjarbaru 70712 Telp/Faks (0511) 4772534 ABSTRAK Salah satu upaya peningkatan produktivitas lahan dan diversifikasi komoditas di lahan rawa dapat dilakukan dengan cara menerapkan teknologi penataan lahan sistem surjan. Di lahan pasang surut tipe luapan B dan C dapat dikembangkan penataan lahan sistem surjan, dengan dimensi lebar surjan 3-5 m, dan tinggi 0,5-0,6 m, sedangkan tabukan dibuat dengan lebar 15 m. Setiap hektar lahan dapat dibuat 6-10 surjan, dan 5-9 tabukan. Penataan lahan sistem surjan dapat menyebabkan terjadinya perubahan sifat kimia tanah. Hal ini disebabkan adanya pengambilan tanah yang digunakan untuk membuat surjan berasal dari tanah disekitarnya yang menyebabkan tanah terangkat ke atas. Untuk tanah sulfat masam potensial pengolahan tanah dan pembuatan guludan/surjan sebaiknya dilakukan secara hati-hati dan bertahap. Hal ini dilakukukan untuk menghindari terjadinya oksidasi pirit, membentuk asam sulfat, ion hidrogen dan Fe 3+.. Berdasarkan hasil analisis biaya dan pendapatan dengan memasukkan nilai penyusutan surjan dan alat-alat, penataan lahan sistem surjan memberikan prosfek yang cukup baik untuk dikembangkan di lahan pasang surut tipe B dan C karena dapat memberikan keuntungan dari usaha tani padi pada tabukannya dan palawija/hotikultura pada guludannya. Kata kunci : Sistem surjan, Sifat kimia tanah, Keuntungan PENDAHULUAN Pengembangkan pertanian lahan pasang surut di masa yang akan datang merupakan pilihan strategis dalam menghadapi tantangan peningkatan produksi pertanian yang semakin komplek terutama untuk mengimbangi penciutan lahan subur maupun pelestarian swasembada pangan khususnya padi, jagung dan kedelai. Berdasarkan hasil penelitian dan pengalaman terlihat bahwa dengan pengelolaan yang tepat sesuai dengan karakteristiknya melalui penerapan iptek yang benar, maka lahan pasang surut yang tergolong marjinal dengan tingkat kesuburan alami rendah dapat dijadikan areal pertanian produktif, baik untuk program transmigrasi maupun pengembangan agribisnis. Namun demikian, untuk pelestarian sumberdaya alam dan keberlanjutan pemanfaatannya, pengembangan pertanian di lahan pasang surut pada suatu kawasan luas memerlukan perencanaan serta penanganan yang cermat dan hati-hati. Kekeliruan dalam mereklamasi dan mengelola lahan ini membutuhkan biaya besar untuk merehabilitasinya dan sulit untuk memulihkan seperti kondisi semula. Dari sekitar 20,1 juta hektar lahan pasang surut yang ada di Indonesia, diperkirakan lebih dari satu juta hektar telah direklamasi untuk berbagai penggunaan terutama sebagai daerah transmigrasi.

114 Dakhyar N, A. Hairani, L. Indrayati : Prospek Pengembangan Penataan Lahan. Pengembangan lahan pasang surut untuk pertanian selain memiliki prospek yang baik juga menghadapi berbagai kendala, baik bersifat biofisik maupun sosial ekonomi dan kelembagaan. Berbagai penelitian khususnya aspek pengelolaan lahan dan tata air pada lahan pasang surut sudah dilakukan dan hasilnya bisa digunakan untuk mendukung pengembangan pertanian pada lahan ini. KARAKTERISTIK LAHAN RAWA PASANG SURUT Pengelompokan Lahan Karakteristik tanah-tanah di lahan pasang surut sangat spesifik terkait dengan sifat fisik lingkungannya, seperti kondisi hidrotopografinya yang datar atau berupa cekungan (depresi), curah hujan tinggi, suhu tinggi, kelembaban tinggi, serta pengatusan (drainase) dan tata airnya yang jelek. Agroekologi lahan pasang surut termasuk lahan basah (wetland) yaitu selalu basah atau berair karena curah hujan yang tinggi (> 2.000 mm/tahun) atau pengaruh luapan pasang surut dari laut atau sungai-sungai sekitarnya yang berlangsung secara berkala. Berdasarkan macam dan tingkat kendala yang diperkirakan dapat ditimbulkan oleh faktor fisiko-kimia tanahnya, Widjaja Adhi et al.,. (1992) membagi lahan pasang surut ke dalam empat tipologi utama, yaitu : lahan potensial, lahan sulfat masam, lahan gambut dan lahan salin. Lahan potensial yaitu lahan pasang surut yang tanahnya termasuk tanah sulfat masam potensial dengan lapisan pirit berkadar 2% terletak pada kedalaman lebih dari 50 cm dari permukaan tanah, sedangkan lahan sulfat masam adalah lahan pasang surut yang tanahnya mempunyai lapisan pirit atau sulfidik berkadar > 2% pada kedalaman kurang dari 50 cm. Lahan sulfat masam ini dibedakan lagi menjadi (a) lahan sulfat masam potensial, yaitu apabila lapisan piritnya belum teroksidasi dan (b) lahan sulfat masam aktual, yaitu apabila lapisan piritnya sudah teroksidasi dicirikan oleh adanya horizon sulfurik dan ph tanah < 3,5. Lahan gambut adalah lahan yang terbentuk dari bahan organik yang dapat berupa bahan jenuh air dengan kandungan karbon organik sebanyak 12-18% atau bahan tidak pernah jenuh air dengan kandungan karbon organik sebanyak 20%. Secara lebih rinci, lahan gambut ini dibagi lagi menjadi lahan bergambut, gambut dangkal, gambut sedang, gambut dalam dan gambut sangat dalam. Lahan salin adalah lahan pasang surut yang mendapat pengaruh atau intrusi air asin lebih dari 3 bulan dalam setahun dan kandungan Na dalam larutan tanah sebesar > 8%, sedangkan lahannya dapat berupa lahan potensial, sulfat masam dan gambut. Selain dikelompokkan berdasarkan tipologinya, lahan pasang surut juga dikelompokkan berdasarkan jangkauan air pasang yang dikenal dengan tipe luapan air. Badan Litbang Pertanian membagi tipe luapan air lahan pasang surut berdasarkan pasang siklus bulanan menjadi tipe luapan A, B, C dan D ( Ismail, et al, 1993). Pengelompokan ini penting terutama untuk arahan penataan dan pemanfaatan lahan maupun penentuan sistem pengelolaan air dan pola tanamnya. Lahan bertipe luapan A selalu terluapi air pasang, baik pada musim hujan maupun musim kemarau, sedangkan lahan bertipe luapan B hanya terluapi air pasang pada musim hujan saja. Lahan bertipe luapan C tidak terluapi air pasang tetapi kedalaman muka air tanahnya kurang dari 50 cm, sedangkan lahan bertipe luapan D adalah seperti tipe C hanya kedalaman air tanahnya lebih dari 50 cm. Tipologi lahan dan tipe luapan air dapat digunakan sebagai arahan pemanfaatan dan pengembangan maupun penentuan teknologi pengelolaan lahannya dengan mengantisipasi masalah yang mungkin timbul atas dasar karakteristik lahannya.

Dakhyar N, A. Hairani, L. Indrayati : Prospek Pengembangan Penataan Lahan. 115 Luas Lahan dan Penyebarannya Berdasarkan hasil delineasi menggunakan peta satuan lahan skala 1 : 250.000 yang tersedia, Nugroho et al., (1992) memperkirakan luas lahan rawa di Indonesia, khususnya Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya mencapai 33,4 juta ha. Sedangkan sebelumnya, Driessen dan Soepraptohardjo (1974) memperkirakan luas lahan rawa diseluruh Indonesia mencapai 39,4 juta ha. Dari luasan tersebut, lahan pasang surut diperkirakan hanya seluas 20.06 juta ha, yang terdiri dari 2,07 juta ha lahan potensial, 6,7 juta ha lahan sulfat masam, 10,89 juta ha lahan gambut dan 0,44 juta ha lahan salin. Dari luas lahan pasang surut tersebut, sekitar 9,53 juta hektar berpotensi untuk dijadikan lahan pertanian, sedangkan yang berpotensi untuk areal tanaman pangan sekitar 6 juta hektar. Areal yang sudah direklamasi sekitar 4,186 juta hektar, sehingga masih tersedia lahan sekitar 5,344 juta hektar yang dapat dikembangkan sebagai areal pertanian. Dari lahan yang direklamasi, seluas 3.005.194 ha dilakukan oleh penduduk lokal dan seluas 1.180.876 ha dilakukan oleh pemerintah yang utamanya untuk daerah transmigrasi dan perkebunan (Tabel 1). Pemanfaatan lahan yang direklamasi oleh pemerintah adalah 688.741 ha sebagai sawah dan 231.044 ha sebagai tegalan atau kebun, sedangkan 261.091 ha untuk keperluan lainnya. Tabel 1. Penyebaran luas lahan pasang surut yang direklamasi dan penggunaannya di Indonesia Direklamasi penduduk Direklamasi pemerintah (ha) Propinsi lokal Sawah Tegalan/ Lainnya (ha) kebun Jumlah Riau 987.665 93.566 30.163 30.026 153.755 Jambi 546.116 52.280 6.859 6.995 66.134 Sumatera Selatan 565.620 195.790 105.656 334 301.780 Lampung 86.960 32.450 3.807 39.783 76.040 Kalimantan Barat 240.186 49.800 20.836 68.114 138.750 Kalimantan Tengah 553.598 153.645 55.104 35.617 244.366 Kalimantan Selatan 25.049 111.210 8.619 80.222 200.051 Jumlah 3.005.194 688.741 231.044 261.091 1.180.876 Sumber : Direktorat Bina Rehabilitasi dan Pengembangan Lahan (1995). Penataan Lahan Sistem Surjan Penataan lahan perlu dilakukan untuk membuat lahan tersebut sesuai dengan kebutuhan tanaman yang akan dikembangkan. Dalam melakukan penataan lahan perlu diperhatikan hubungan antara tipologi lahan, tipe luapan, dan pola pemanfaatannya. Sistem surjan adalah salah satu contoh usaha penataan lahan untuk melakukan diversifikasi tanaman di lahan rawa. Berdasarkan sistem pembuatan, surjan dapat dibagi menjadi dua cara pembuatan yaitu (1) yang dibuat sekaligus, dan (2) yang dibuat secara bertahap (tukungan). Karena dalam pembuatan surjan sekaligus diperlukan tenaga kerja sekitar 500 HOK/ha yang tentunya memerlukan biaya yang besar, maka petani tradisional di Kalimantan banyak memilih cara bertahap dengan membuat tukungan/gundukan. Dengan dimensi awal lebar bawah 2-3 m, tinggi 0,5-0,6 m dan setiap musim panen dilebarkan dan ditinggikan. Tukungan ini dibuat berjajar dengan jarak tertentu dan apabila tanaman yang

116 Dakhyar N, A. Hairani, L. Indrayati : Prospek Pengembangan Penataan Lahan. dibudidayakan cukup besar maka tukungan ini dihubungkan atau tersambung memanjang satu sama lain membentuk surjan. Untuk tanah sulfat masam potensial pengolahan tanah dan pembuatan surjan sebaiknya dilakukan secara hati-hati dan bertahap. Guludan dibuat secara bertahap dan tanahnya diambil dari lapisan atas dimaksudkan untuk menghindari oksidasi pirit. Sistem surjan adalah salah satu contoh usaha penataan lahan untuk melakukan diversifikasi tanaman di lahan rawa. Di lahan pasang surut tipe luapan B dan C dapat dikembangkan penataan lahan sistem surjan, dengan dimensi lebar surjan 3-5 m, dan tinggi 0,5-0,6 m, sedangkan tabukan dibuat dengan lebar 15 m. Setiap ha lahan dapat dibuat 6-10 surjan, dan 5-9 tabukan. Untuk tipe luapan D lebih baik untuk sistem pertanian lahan kering dan untuk tanah gambut tekstur lapisan tanah di bawahnya sangat menentukan dalam pola pemanfaatan lahannya. Arah surjan disarankan memanjang timur-barat agar tanaman (padi) pada bagian tabukan mendapat penyinaran matahari yang cukup. Untuk mempertahankan bentuk dan produktivitasnya, surjan setiap musim atau setiap tahun "dilibur" (disiram lumpur) yang diambil dari sekitarnya. Pada Tabel 2 dapat dilihat arahan penataan lahan pada reklamasi dan pengembangan lahan pasang surut. Tabel 2. Anjuran penataan lahan pada reklamasi dan pengembangan lahan pasang surut Tipe luapan air Tipologi lahan A B C D Potensial Sawah Sawah/surjan Sawah/surjan/tegalan Sawah/tegalan/kebun Sulfat masam Sawah Sawah/surjan Sawah/surjan/tegalan Sawah/tegalan/kebun Bergambut Sawah Sawah/surjan Sawah/tegalan Sawah/tegalan/kebun Gambut dangkal Sawah Sawah Tegalan/kebun Tegalan/kebun Gambut sedang - Konservasi Tegalan/perkebunan Perkebunan/HTI Gambut dalam - Konservasi Perkebunan/HTI Perkebunan/HTI Salin Sawah/Tambak Sawah/Tambak - - Sumber : Widjaya Adhi (1995) dan Alihamsyah et al. (2000). Sistem Surjan Ditinjau Dari Aspek Kimia Tanah Sistem surjan dapat digunakan untuk tanaman padi, palawija, hortikultura dan tanaman industri. Penataan lahan sistem surjan dapat menyebabkan terjadinya perubahan sifat kimia tanah yang disebabkan oleh adanya pengambilan tanah yang digunakan untuk membuat surjan yang berasal dari tanah disekitarnya sehingga menyebabkan tanah terangkat ke atas. Untuk tanah sulfat masam potensial, pengolahan tanah dan pembuatan guludan sebaiknya dilakukan secara hati-hati dan bertahap. Surjan dapat dibuat secara bertahap dan tanahnya diambil dari lapisan atas untuk menghindari terjadinya oksidasi pirit. Oksidasi pirit akan membentuk asam sulfat, ion hidrogen dan Fe 3+. Apabila oksidasi pirit berlangsung cepat maka akan terbentuk

Dakhyar N, A. Hairani, L. Indrayati : Prospek Pengembangan Penataan Lahan. 117 mineral jarosit berupa bercak-bercak karatan berwarna kuning jerami (Dent, 1986). Kecepatan oksidasi pirit cenderung bertambah dengan menurunnya ph tanah, ph di bawah 4 menyebabkan proses oksidasi terhambat oleh suplai O 2. Kecepatan penurunan ph akibat oksidasi pirit tergantung pada : (1) jumlah pirit; (2) kecepatan oksidasi; (3) kecepatan perubahan bahan hasil oksidasi; dan (4) kapasitas netralisasi. Kalsium karbonat dan basa dapat ditukar merupakan bahan penetralisir kemasaman dimana reaksinya dengan asam sulfat berjalan cepat. Keuntungan Penataan Lahan Sistem Surjan Penataan lahan sistem surjan selain dapat meningkatkan produksi juga untuk diversifikasi produksi, baik bersifat horizontal berupa hasil primer beragam komoditas pertanian maupun bersifat vertikal berupa aneka hasil olahan. Hal ini sangat dimungkinkan karena pengembangan sistem usahatani terpadu berbasis padi dengan berbagai komoditas pertanian lain secara serasi dapat menghasilkan beragam hasil pertanian dan produk olahan. Beragam tanaman hortikultura seperti jeruk, nenas dan aneka sayuran maupun tanaman industri seperti kelapa, kopi, lada, dan jahe dapat tumbuh baik dan memberikan hasil tinggi (Ismail et al., 1993 dan Alihamsyah et al., 2001). Pemilihan komoditas pertanian perlu disesuaikan dengan pola pemanfaatan lahan dan prospek pemasarannya. Hasil analisis usahatani eks-ante pada Ekspose Teknologi Pertanian Lahan Pasang Surut di Barito Kuala tahun 2003 menunjukkan bahwa melalui penerapan teknologi penataan lahan sistem surjan di lahan pasang surut sulfat masam cukup layak secara ekonomi untuk dikembangkan (Tabel 3). Tabel 3. Hasil analisis usahatani sistem surjan di lahan sulfat masam di Barito Kuala pada tahun 2003 Jenis tanaman Biaya (Rp/ha) Penerimaan (Rp/ha) Keuntungan (Rp/ha) R/C Pola Padi lokal pada Tabukan dan Jeruk + Cabai pada Guludan Padi lokal 856.000 2.910.000 2.054.000 3,40 Jeruk 1.162.000 10.070.000 8.908.000 8,67 Cabai 810.000 1.500.000 690.000 1,85 Jumlah 2.828.000 14.480.000 11.652.000 4,93 Pola padi - padi unggul pada Tabukan dan Jeruk + Cabai pada Guludan Padi unggul 3.794.000 6.984.000 3.190.000 1,84 Jeruk 1.162.000 10.070.000 8.908.000 8,67 Cabai 810.000 1.500.000 690.000 1,85 Jumlah 5.766.000 18.554.000 12.788.000 3,21 Sumber : Badan Litbang Pertanian (2003). Menurut Rina et al. (2006) usahatani padi + jeruk di lahan pasang surut cukup layak dikembangkan karena dengan tingkat bunga 12 %, 15 %, dan 40 %, diperoleh nilai B/C >1, Net Present Value Positive atau masa pengembalian investasi lebih kecil dari umur pengusahaan dan Internal Rate Of Return lebih besar dari tingkat bunga. Oleh karena itu pengembangan sistem surjan dengan tanaman jeruk akan memberikan keuntungan yang cukup besar bagi petani. KESIMPULAN 1. Sistem surjan merupakan contoh usaha penataan lahan untuk meningkatkan produksi dan untuk diversifikasi produksi,

118 Dakhyar N, A. Hairani, L. Indrayati : Prospek Pengembangan Penataan Lahan. baik bersifat horizontal berupa hasil primer beragam komoditas pertanian maupun bersifat vertikal berupa aneka hasil olahan. 2. Penataan lahan sistem surjan memberikan prospek yang cukup baik untuk dikembangkan di lahan pasang surut tipe B dan C karena dapat memberikan keuntungan dari usaha tani padi pada tabukannya dan palawija/hotikultura pada guludannya 3. Di lahan pasang surut tipe luapan B dan C dapat dikembangkan penataan lahan sistem surjan, dengan dimensi lebar surjan 3-5 m, dan tinggi 0,5-0,6 m, sedangkan tabukan dibuat dengan lebar 15 m, setiap hektar lahan dapat dibuat 6-10 surjan, dan 5-9 tabukan DAFTAR PUSTAKA Alihamsyah, T., E. E. Ananto, H. Supriadi, I. G. Ismail, dan DE. Sianturi. 2000. Dwi Windu Penelitian Lahan Rawa : Mendukung Pertanian Masa Depan. Proyek Penelitian Pengembangan Pertanian Rawa Terpadu - ISDP. Badan Litbang Pertanian. Bogor. Alihamsyah, T., D. Nazemi, Mukhlis, I. Khairullah, H.D. Noor, M. Sarwani, H. Sutikno, Y. Rina, F.N. Saleh dan S. Abdussamad. 2001. Empat Puluh Tahun Balittra : Perkembangan dan Program Penelitian Ke Depan. Balai Penelitian Tanaman Pangan Lahan Rawa. Badan Litbang Pertanian. Banjarbaru. Badan Litbang Pertanian. 2003. Panduan Ekspose Nasional Pertanian Lahan Rawa Pasang Surut. Barito Kuala, Kalimantan Selatan, 30-31 Juli 2003. Dent, D. 1986. Acid Sulphate Soils. A baseline for research and development. International Institute for Land reclamation and Improvement Publication No. 39 Wageneningen, the Netherland. Direktorat Bina Rehabilitasi dan Pengembangan Lahan. 1995. Luas penggunaan lahan rawa pasang surut, lebak, polder dan rawa lainnya di tujuh propinsi. Dirjen Tanaman Pangan dan Hortikultura. Departemen Pertanian. Jakarta. Drisen,PM., dan Soepraptoharjo. 1974. Soil for Agriculture:expansion in Indonesia. Soil Res.Inst.Bogor. Ismail, I.G., T. Alihamsyah, IPG Widjaja Adhi, Suwarno, T.Herawati, R. Thahir, dan DE, Sianturi. 1993. Sewindu Penelitian Pertanian di Lahan Rawa : Kontribusi dan Prospek Pengembangan. Proyek Swamps II. Puslitbang Tanaman Pangan, Bogor. Nugroho, K., Alkusuma, Paidi, Wahdini, W., Abdurachman, A., Suwarjo, H., dan Widjaya Adhi, I.P.G. 1992. Peta Areal Potensial Untuk Pengembangan Pertanian Lahan Pasang Surut, Rawa dan Pantai. Laporan Hasil Proyek penelitian Sumberdaya lahan, Puslitanak. Bogor. Rina, Y, Noorginayuwati dan S.S.Antarlina. 2006. Analisis Finansial Usahatani Jeruk pada Sistem Surjan di Lahan Pasang Surut. Dalam Setiadjit, Sulusi Prabawati, Yulianingsih dan T.M.Ibrahim (Penyunting). Prosiding Ekspose Nasional Agribisnis Jeruk Siam. Kerjasama BPTP KalBar, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dan Pemerintah Kabupaten Sambas. Pontianak Widjaya Adhi, I.P.G., Nugroho, K.Ardi,D.S. Dan Karama, S.A. 1992. Sumberdaya lahan rawa : potensi, keterbatasan dan pemanfaatan. Dalam S. Portohardjono dan M. Syam (eds.) : Pengembangan Terpadu Pertanian Lahan Rawa Pasang Surut dan Lebak. SWAMPS II- Puslitbangtan. Bogor. Widjaja Adhi, IPG. 1995. Potensi, peluang dan kendala perluasan areal pertanian di lahan rawa di Kalimantan dan Irian Jaya. Makalah disajikan pada Seminar Perluasan Pertanian di Kawasan Indonesia Timur. Tanggal 7-8 November 1995, Serpong.