DESAIN SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL YANG EFEKTIF

dokumen-dokumen yang mirip
DESAIN SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL YANG EFEKTIF

IMPLIKASI HUKUM KOALISI PARTAI POLITIK DALAM MEMBENTUK PEMERINTAHAN YANG EFEKTIF

BAB I PENDAHULUAN. menjadi salah satu ujung tombak dalam mewujudkan demokrasi. Hal ini

Pemilu Serentak 2019 dan Penguatan Demokrasi Presidensial di Indonesia. Oleh Syamsuddin Haris

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

I. PENDAHULUAN. meruntuhkan tirani yang terjadi bertahun-tahun di negeri ini. Salah satu hal

BAB I PENDAHULUAN. perbincangan yang hangat, sebab dalam Undang-Undang ini mengatur sistem

URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014

BAB V PENUTUP. dirumuskan kesimpulan sebagaimana berikut: eksekutif dan legislatif hingga ancaman impeachment, maka dari itu

PENGARUH SISTEM MULTI PARTAI DALAM PEMERINTAHAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi

Kelebihan dan Kelemahan Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENINGKATKAN KINERJA ANGGOTA DPR-RI. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

MAKALAH PERBANDINGAN SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini

Pimpinan dan anggota pansus serta hadirin yang kami hormati,

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

BAB 14 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH

BAB II PEMBAHASAN. A. Pengaturan Mengenai Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM

CEK DAN BALANCE SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA ABSTRACT

Sistem Pemerintahan Presidensial vs Parlementer. Teguh Kurniawan

BAB I PENDAHULUAN. negara di berikan kebebasan untuk berserikat, berkumpul, serta mengeluarkan

SISTEM PEMILU DI JERMAN

FUNGSI LEGISLASI DPR PASCA AMANDEMEN UUD Sunarto 1

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah haruslah mendapat persetujuan dengan rakyat. Istilah demokrasi sendiri berasal dari negara Yunani, demos yang

A. Konsepsi Demokrasi

PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN BERDASARKAN SISTEM PRESIDENSIL

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai peran kamar kedua dalam

GBHN = Demokrasi Mayoritas Muchamad Ali Safa at 1

Sistem Multipartai di Era Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar

Soal LCC 4 Pilar kehidupan berbangsa dan bernegara :)

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibentuk maka ditarik tiga. kesimpulan, yakni:

PENINGKATAN NILAI PARTISIPASI PEMILIH

MEMPERKUAT SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENTIL. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1

PEMBANGUNAN YES GBHN No!

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KEKUASAAN PEMERINTAH NEGARA MENURUT UUD NRI 1945 PERKEMBANGAN DAN DINAMIKANYA

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

BAB V PENUTUP. Dari analisis hasil penelitian sebagaimana dikemukakan dalam bab sebelumnya. dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

ANALISIS YURIDIS PARLIAMENTARY THRESHOLD DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD, DAN DPRD

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENJADI TUAN DI NEGERI SENDIRI: PERSPEKTIF POLITIK. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

negara tersebut telah menjalankan sistem demokrasi. Pemilihan umum yang disingkat pemilu

Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan

Demokrat Peduli, Serap Aspirasi, dan Beri Solusi Untuk Kesejahteraan Rakyat

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai

MENAKAR MASA DEPAN PRESIDENSIALISME DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

Implication, the Application, the system of general election, direct election. By: Bustanuddin, S.H., LL.M. Abstrac

BAB III PROFIL PEMERINTAHAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

Jakarta, 12 Juli 2007

BAB II TINJAUAN TERHADAP SISTEM PEMERINTAHAN. dari beberapa bagian yang memiliki hubungan fungsional, baik antara bagian yang satu dengan

PEMBATASAN PARTAI POLITIK PESERTA PEMILIHAN UMUM DALAM PERSPEKTIF DEMOKRASIARYA

12 Media Bina Ilmiah ISSN No

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

Yth. Sdr. Pimpinan Pansus dan Rekan-rekan Anggota Pansus ; Yth. Sdr. Menteri Dalam Negeri beserta Staf ; Para hadirin sekalian yang kami hormati,

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah negara yang menganut paham demokrasi paling tidak terdapat

IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN

BAB II TINAJAUAN UMUM TENTANG PEMILU DAN KONSEPS DASAR PEMBENTUKAN PARLIAMENTERY THRESHOLD DI INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA. Montisa Mariana

SEJARAH PEMILU DUNIA

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

MENGANALISIS SISTEM PEMERINTAHAN DI BERBAGAI NEGARA

Sistem Pemilihan Umum

SISTEM PEMILIHAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

SUSUNAN PEMERINTAHAN VERTIKAL DAN HORIZONTAL MATERI PERKULIAHAN HUKUM TATA NEGARA

PERANAN KPU DAERAH DALAM MENCIPTAKAN PEMILU YANG DEMOKRATIS

PEMILU NASIONAL DAN PEMILU DAERAH

ANALISIS KEBIJAKAN SISTEM PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF DAERAH YANG IDEAL DALAM MEMBANGUN PEMERINTAHAN DAERAH YANG LEBIH DEMOKRATIS

MEMBACA TEKS UNDANG-UNDANG PEMILU NO 8 TH 2012-DIANALISIS DARI KONTEKS LAHIRNYA UU TERSEBUT, KEPENTINGAN APA DAN SIAPA YANG IKUT MENENTUKAN LAHIRNYA

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

PEMILU. Oleh : Nur Hidayah

JAKARTA, 11 Juli 2007

SIARAN PERS LENGKAP Jadikan 2014 sebagai Pemilu Nasional [Untuk Memilih Presiden dan Wakil Presiden, DPR dan DPD Secara Serentak]

Suprastruktur Politik, Tenno & Masyarakat serta Sistem Pemilu dan Kepartaian Jepang

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan

RELASI ANTARA SISTEM PEMILU + SISTEM KEPARTAIAN+ LATAR BELAKANG SOSIAL+ JARAK IDEOLOGI = POLITICAL ORDER ( STABILITAS POLITIK). ADA DUA TESIS UTAMA

Jurnal RechtsVinding BPHN

BAB I PENDAHULUAN. 1999,2004 dan 2009 serta dua kali pemilu presiden dan wakil presiden tahun 2004

RechtsVinding Online. RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu. bersikap untuk tidak ikut ambil bagian. dalam voting tersebut.

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan 1. Ada peluang yuridis perubahan non-formal konstitusi dalam hal bentuk negara

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi bagian dari proses peralihan Indonesia menuju cita demokrasi

PEMIIHAN UMUM SERENTAK DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENGUATAN SISTEM PRESIDENSIAL DI INDONESIA. Kasman Siburian

FUNGSI LEGISLASI DPD-RI BERDASARKAN PASAL 22D UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

SISTEM PRESIDENSIIL. Oleh: Muchamad Ali Safa at 1

TELAAH TERHADAP PRESIDENTIAL THRESHOLD DALAM PEMILU SERENTAK 2019

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan

BAB IX PENUTUP IX.1. Kesimpulan

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

Transkripsi:

DESAIN SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL YANG EFEKTIF Susilo Imam Santosa I Ketut Suardita Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract Constitutionally Indonesia adopted a presidential system of government, proportional electoral system and embrace multi-party system. Until now, the democratic government built yet stable, this is not apart from the three buildings is not compatible. The formulation of the constitution mandated a presidential system proved difficult in practice, even walking is less effective especially supported by the weak performance and presidential institution in maintaining political stability. Thus the need to design an effective presidential system of government with an realignment both institutional and non institutional. Keywords : Design, presidential system, effective. Abstrak Secara konstitusional Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial, sistem pemilu proporsional dan menganut sistem multi partai. Sampai sekarang, pemerintahan demokratis yang dibangun belum stabil, hal ini tidak terlepas dari tidak cocoknya bangunan ketiga sistem tersebut. Rumusan sistem presidensial yang diamanatkan konstitusi ternyata sulit dalam penerapannya, bahkan berjalan kurang efektif apalagi didukung oleh lemahnya performa dan lembaga presiden dalam menjaga stabilitas politik. Dengan demikian perlu desain sistem pemerintahan presidensial yang efektif dengan penataan kembali baik secara institusional maupun non institusional. Kata Kunci : Desain, sistem presidensial, efektif. I. PENDAHULUAN II. LATAR BELAKANG Konstitusi kita telah menegaskan melalui ciri- cirinya, bahwa Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial, akan tetapi sistem presidensial ini diterapkan dalam konstruksi politik multipartai. Sistem multipartai merupakan sebuah konteks politik yang sulit dihindari karena Indonesia merupakan negara yang memiliki tingkat kemajemukan 1

masyarakat yang sangat tinggi dan tingkat pluralitas sosial yang kompleks. Secara teoretis, presidensialisme menjadi masalah jika berkombinasi dengan sistem multipartai. Ketidakstabilan pemerintahan dalam sistem presidensial diyakini semakin terlihat bila dipadukan dengan sistem multipartai. Pengalaman di beberapa negara yang mampu membentuk pemerintahan yang stabil karena memadukan sistem presidensial dengan sistem dwi partai, bukan multipartai, contohnya Amerika Serikat. Terkait dengan realitas yang demikian, muncul pertanyaan bagaimana desain sistem pemerintahan presidensial yang efektif di Indonesia dalam perspektif Hukum Tata Negara? I.2. TUJUAN PENELITIAN Kajian ini bertujuan untuk memahami serta mengetahui bagaimana seharusnya desain sistem pemerintahan presidensial yang efektif di Indonesia dalam perspektif Hukum Tata Negara. II. ISI MAKALAH 2.1 METODE PENELITIAN Pengkajian penulisan ini termasuk dalam penelitian hukum normatif, penelitian hukum normatif juga disebut penelitian hukum doktrinal, juga disebut sebagai penelitian perpustakaan atau studi dokumen. Disebut dengan penelitian hukum doktrinal, karena penelitian ini dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan peraturan yang tertulis atau bahan-bahan hukum lain. Sebagai penelitian perpustakaan ataupun studi dokumen disebabkan penelitian ini lebih banyak dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan. 1 2.2. PEMBAHASAN a. Desain Sistem Presidensial di Indonesia Indonesia menerapkan sistem presidensial yang tidak murni hal ini bisa dicermati dari karakteristik parlementer dalam proses legislasi. Meskipun adanya karakteristik parlementer dalam proses legislasi, namun hal tersebut tidak menjadi masalah karena kondisinya masih memungkinkan dan juga dilihat dalam konteks ketatanegaraan hal 1. Bambang Waluyo, 2008, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, h.13. 2

semacam ini sah-sah saja, asalkan penggabungan sistem pemerintahan tetap dapat menghadirkan pemerintahan yang efektif, akuntabel, dan demokratis. Sistem presidensialisme di Indonesia pada kenyataannya telah dikombinasikan dengan sistem multipartai. Indonesia merupakan negara yang memiliki tingkat kemajemukan masyarakat yang sangat tinggi dan pluralitas sosial yang kompleks. Hal inilah yang menyebabkan Indonesia menggunakan sistem multipartai. Faktor utama adalah kemajemukan masyarakat. Faktor ini yang menyebabkan keniscayaan bagi penerapan sistem multipartai. Sementara kemajemukan masyarakat merupakan sesuatu yang bersifat given dalam struktur masyarakat Indonesia. Faktor kedua, sejarah dan sosio-kultural masyarakat, merupakan faktor pendukung bagi terbentuknya sistem multipartai. Multipartai semakin mantap ketika ditopang sistem pemilihan proporsional. Penerapan sistem pemilu proporsional menjadi faktor ketiga bagi terbentuknya multipartai di Indonesia. Ketiga faktor ini merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan dan memengaruhi. Pada saat ini terlihat bahwa penerapan presidensialisme yang berkombinasi dengan sistem multipartai dalam beberapa hal masih mengakibatkan pemerintahan kurang efektif. b. Desain Sistem Pemerintahan Presidensial yang Efektif di Indonesia dalam Perspektif Hukum Tata Negara Sistem multipartai dengan jumlah partai sangat banyak perlu segera di dorong menjadi multipartai sederhana, terutama jumlah partai di parlemen. Multipartai dengan jumlah partai yang banyak perlu direkayasa secara institusional menjadi sistem multipartai sederhana. Penciutan jumlah partai politik juga dapat dilakukan asal saja direkayasa agar hal itu terjadi secara alamiah, bukan dipaksakan secara tidak demokratis. 2 Ada tiga desain institusi politik yang perlu dirancang dan di tata kembali. Pertama, desain pemilu, pemilu perlu dirancang untuk mendorong penyederhanaan jumlah partai politik di parlemen sekaligus mendukung penguatan sistem pemerintahan presidensial. Dengan meroformasi sistem pemilu, penyederhanaan jumlah partai politik dapat ditempuh melalui beberapa agenda rekayasa institusional (institutional engineering), antara lain : menerapkan sistem pemilu distrik (plurality/majority system) atau sistem campuran (mixed member 115. 2. Jimly Asshiddiqie, 2006, Hukum Tata Negara dan Pilar-pilar Demokrasi, Konstitusi Press, Jakarta, h. 3

proportional), memperkecil besaran daerah pemilihan (distric magnitude), menerapkan ambang batas kursi di parlemen (parliamentary threshold) secara konsisten, dan menggabungkan pelaksanaan pemilu legislatif dan pemilu presiden. Kedua, desain institusi parlemen, rancangan kelembagaan parlemen diarahkan untuk menyederhanakan polarisasi kekuatan politik di parlemen, seperti pengurangan jumlah fraksi dan efektivitas koalisi agar proses-proses politik di parlemen menjadi lebih sederhana dan efisien dalam kerangka checks and balances yang proporsional untuk menghindari terlalu kuatnya lembaga legislatif. Berkaitan dengan hal itu, agenda rekayasa institusional yang perlu dirancang, antara lain : penyederhanaan jumlah fraksi di parlemen melalui pengetatan persyaratan ambang batas pembentukan fraksi, regulasi koalisi parlemen diarahkan ke dua blok politik (pendukung dan oposisi), dan penguatan kelembagaan dan kewenangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) untuk mengimbangi DPR agar fungsi checks and balances tidak hanya terjadi antara presiden dan DPR, tetapi juga antara DPR dan DPD. Ketiga, desain institusi kepresidenan, desain institusi kepresidenan juga diarahkan untuk memperkuat posisi politik presiden di hadapan parlemen, agar kekuasaan parlemen tidak di atas presiden, tetapi juga menghindari terlalu kuatnya posisi presiden. Selain itu juga diarahkan kabinet solid dan pemerintahan dapat berjalan efektif. Karena itu, ada beberapa agenda rekayasa institusional, antara lain : penataan ulang sistem legislasi, presiden tidak memiliki kekuasaan dalam membentuk undang- undang tetapi diberikan hak veto, kejelasan kewenangan wakil presiden dan relasi antara presiden dan wakil presiden, dan aturan larangan rangkap jabatan bagi anggota kabinet. Selanjutnya masalah penyederhanaan partai, secara riil perlu desain untuk menyederhanakan jumlah partai di lembaga parlemen yakni dengan menerapkan parliamentary threshold sebesar 5% secara konsisten. Pengaturan ambang batas formal menimbulkan konsekuensi yuridis terjadinya penyederhanaan sistem kepartaian (sistem multipartai sederhana) dengan hilangnya sejumlah suara pada partai politik tertentu yang tidak memenuhi persentase yang ditentukan. 3 Dengan berkurangnya jumlah partai dalam lembaga parlemen berarti juga jumlah fraksi yang ada dalam parlemen menjadi berkurang. Dengan demikian proses-proses politik di parlemen menjadi lebih sederhana dan efisien dalam kerangka checks and balances yang proporsional. Jika jumlah partai dalam lembaga parlemen sedikit berarti juga konfigurasi 3. Janedjri M. Gaffar, 2012, Politik Hukum Pemilu, Konstitusi Press, Jakarta, h. 33. 4

koalisi partai pendukung pemerintah semakin sedikit namun semakin kuat dan kokoh. Untuk menyederhanakan jumlah partai juga bisa dilakukan dengan menerapkan sistem campuran antara sistem distrik dan sistem proporsional dalam sistem pemilunya. Upaya tersebut semakin menjadi sempurna jika didukung oleh karakter kepemimpinan presiden yang kuat dan tegas, sehingga tidak mudah untuk diintervensi dalam pembentukan kabinetnya. Struktur kabinet yang ideal adalah 10% dari parpol koalisinya, sedangkan sisanya diisi dari kalangan profesional murni non parpol. Dengan angka 10% ini diharapkan intervensi partai politik koalisinya semakin kecil dan lebih mengutamakan profesionalitas dari para menterinya. Selain itu para menteri yang berasal dari partai politik harus tidak menduduki jabatan tertentu di partainya, agar para menteri sepenuhnya dapat loyal kepada Presiden. Terkait dengan institusi presiden, maka kewenangan antara presiden dan wakil presiden harus jelas, disamping itu pemilihan langsung hanya untuk presiden saja sedangkan wakilnya dipilih oleh presiden. III KESIMPULAN Sistem presidensial yang efektif seharusnya menselaraskan antara pemilu, dimana pemilu perlu dirancang untuk mendorong penyederhanaan jumlah partai politik di parlemen. Kemudian desain institusi parlemen perlu diarahkan untuk menyederhanakan polarisasi kekuatan politik di parlemen, seperti pengurangan jumlah fraksi dan efektivitas koalisi agar proses-proses politik di parlemen menjadi lebih sederhana dan efisien dan yang terakhir desain institusi kepresidenan, desain institusi kepresidenan juga diarahkan untuk memperkuat posisi politik presiden di hadapan parlemen, agar kekuasaan parlemen tidak di atas presiden, tetapi juga menghindari terlalu kuatnya posisi presiden. DAFTAR PUSTAKA Bambang Waluyo, 2008, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta. Janedjri M. Gaffar, 2012, Politik Hukum Pemilu, Konstitusi Press, Jakarta. Jimly Asshiddiqie, 2006, Hukum Tata Negara dan Pilar-pilar Demokrasi, Konstitusi Press, Jakarta. 5