negara tersebut telah menjalankan sistem demokrasi. Pemilihan umum yang disingkat pemilu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "negara tersebut telah menjalankan sistem demokrasi. Pemilihan umum yang disingkat pemilu"

Transkripsi

1 SISTEM PEMILU INDONESIA BERBASIS DEMOKRASI PANCASILA MENUJU PEMILU SERENTAK TAHUN 2019 Oleh: Ade Parlaungan Nasution Dosen Tetap Universitas Riau Kepulauan Batam A. PENDAHULUAN Pelaksanaan pemilihan umum pada sebuah negara dapat mengindentifikasikan bahwa negara tersebut telah menjalankan sistem demokrasi. Pemilihan umum yang disingkat pemilu adalah sebuah sistem pemilihan umum untuk memilih pemimpin atau perwakilan rakyat pada sebuah lembaga negara. Sistem pemilihan secara teori demokrasi sendiri dikenal dengan dua sistem, yakni pemilihan secara langsung dan tidak langsung. Sepanjang sejarah, sistem pemilihan langsung ini telah diterapkan sejak zaman yunani klasik dulu. Pada masa yunani, mereka memilih secara langsung siapa saja orang yang mereka kehendaki atau dipercaya untuk memimpin negaranya. Sistem pemilihan langsug diyakini sebagai sistem pemilihan tertua hingga akhirnya sistem ini ditinggal pada masa Romawi. Sistem kerajaan yang digunakan oleh Romawi pada masa itu mengganti sistem demokrasi dengan memilih pemimpin dari kalangan raja secara turun temurun tanpa mendengarkan apakah disetujui atau tidak oleh rakyatnya. Sehingga secara teori demokrasi pemilihan yang dilakukan secara langsung ataupun perwakilan adalah bentuk demokrasi suatu negara, hanya saja dengan metode yang berbeda. Sistem pemilihan perwakilan adalah pemilihan pemimpin dengan mempercayakan suaranya pada orang atau lembaga yang berwenang, sedangkan pemilihan langung adalah memberi kesempatan masyarakat secara langsung untuk menentukan pemimpin negara tersebut. Sekalipun kemudian banyak negara pada era modern ini lebih memilih sistem pemilihan secara langusng sebagai bentuk nyata demokrasi. 1

2 Bentuk pemerintahan yang paling umum, dikenal dua bentuk pemerintahan yakni; Republik dan Monarki. Bentuk inilah yang paling menonjol untuk melihat apakah sebuah negara menggunakan sistem demokrasi secara utuh atau tidak. Sekalipun kemudian pada era modern sistem monarki pada sebagian negara telah dijalankan dengan sistem monarki konstitusi, dimana kekuasaan dibatasi oleh sebuah konstitusi. Negara Indonesia sendiri butuh masa yang panjang untuk dapat menerapkan sistem pemilihan secara langsung. Perjalanan yang panjang Indonesia dapat dilihat dari pasca kemerdekaan hingga akhirnya pada tahun 1955-lah Indonesia baru dapat menerapkan sistem pemilihan langsung untuk memilih anggota konstitusante dan DPR kala itu. Landasan keberadaan demokrasi di Indonesia ini dapat ditemukan dalam nilai- nilai Pancasila, khususnya pada sila ke empat yang berbunyi, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Yang dapat diartikan sebagai suatu sistem dalam negara dengan beberapa kebijakan yang diatur dengan prinsip dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Pancasila adalah landasan atau dasar bernegara. Sehingga konsekuensinya adalah bahwa tiap peraturan dan sistem bernegara Indonesia harus sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam pancasila. Sedangkan sistem pemilihan umum sendiri adalah salah satu bentuk pengalaman dari Pancasila yang didalamnya adalah terdapat nilai-nilai demokrasi. Hal ini bisa ditemui pada pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat yang berbunyi: disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang- Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat. Pemilihan umum Indonesia juga memiliki landasan konstitusional sebagaimana tertuang dalam pasal 1 Ayat (2) UUD 1945, Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Hal ini berbeda dari makna UUD 1945 sebelum amandemen, pasca amandemen UUD 1945 kedaulatan rakyat 2

3 tidak lagi dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR, tetapi dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Sebagaimana dalam pekembangan sebuah negara, maka Indonesia terus berupaya mencari pola dan sistem terbaik yang dapat mengakomodir kebutuhan rakyat dengan berlandaskan nilai-nilai pancasila, maka dibutuhkan sebuah penataan undang-undang terkait pemilihan umum, agar tidak bias politik apalagi membatasi hak-hak dasar sebagai manusia. Maka dari berbagai pandangan akademis, yakni dari sisi regulasi, metode, dan substansi/ materi undang undang maka penulis mencoba membatasi permasalahan menjadi beberapa hal, diantaranya: 1. Sistem presidensial dan multipartai di Indonesia 2. Pemilihan umum serentak 3. Presidential threshold dan parlementary threshold pada pemilu di Indonesia 4. Keterwakilan 30% perempuan dalam legislatif B. PEMBAHASAN 1. Sistem presidensial dan multipartai di Indonesia Sejarah sistem pemerintahan presidensial berawal dari lahirnya Negara Amerika Serikat, yakni sebuah negara bekas Koloni Inggris di Benua Amerika untuk memiliki pemerintahan sendiri yang berdaulat dan terlepas dari Kerajaan Inggris. Pada tahun terjadi peperangan antara Inggris dengan negara baru Amerika Serikat yang ingin melepaskan diri dari Inggris yang kemudian dimenangkan oleh Amerika Serikat, sejak saat itulah Amerika kemudian membuat sebuah sistem pemerintahan baru yang dikenal dengan sistem pemerintahan presidensial. Menurut Moh. Kusnardi dan Hermaily Ibrahim menyatakan: Latar belakang negara Amerika Serikat menganut sistem presidensial adalah kebencian rakyat terhadap 3

4 pemerintahan Raja George III sehingga mereka tidak menghendaki bentuk negara monarki dan untuk mewujudkan kemerdekaannya dari pengaruh Inggris, maka mereka lebih suka mengikuti jejak Montesqieu dengan mengadakan pemisahan kekuasaan, sehingga tidak ada kemungkinan kekuasaan yang satu akan melebihi kekuasaan yang lainnya, karena dalam trias politika itu terdapat sistem check and balances. 1 Adapun ciri-ciri presidensial memiliki beberapa perbedaan antara satu pakar hukum tata negara dengan yang lainnya, sekalipun perbedaan itu tidak mencolok pada suatu hal yang dianggap krusial. Jimly Asshiddiqie mengatakan beberapa prinsip pokok yang terdapat dalam sistem pemerintahan presidensial, yakni: 2 a. Terdapat pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang kekuasaan eksekutif dan legislative. b. Presiden merupakan eksekutif tunggal. Kekuasaan eksekutif presiden tidak terbagi dan yang ada hanya presiden dan wakil presiden saja; c. Kepala pemerintahan adalah sekaligus kepala negara atau sebaliknya kepala negara adalah sekaligus merupakan kepala pemerintahan; d. Presiden mengangkat para menteri sebagai pembantu atau sebagai bawahan yang bertanggungjawab kepadany e. Anggota parlemen tidak boleh menduduki jabatan eksekutif dan demikian pula sebaliknya f. Presiden tidak dapat membubarkan ataupun memaksa parlemen g. Jika dalam sistem parlementer berlaku prinsip supremasi parlemen, maka dalam sistem pemerintahan presidensial berlaku prinsip supremasi konstitusi. Karena itu pemerintahan eksekutif bertanggungjawab kepada konstitusi 1 Moh. Kusnardi dan Hermaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara, Pusat Studi Hukum Tata Negara FH UI CV Sinar Bakti, Hlm Jimly Ashidiqqie, Pengatar Ilmu Hukum Tata Negara, Sekertariat Jendaral dan Kepanitraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Hlm 4

5 h. Eksekutif bertanggungjawab langsung kepada rakyat yang berdaulat; i. Kekuasaan tersebar secara tidak terpusat seperti dalam sistem parlementer yang terpusat pada parlemen. Dan menurut Saldi Isra sistem pemerintahan presidensial memiliki karakter utama dan beberapa karakter lainnya, seperti: 3 a. Presiden memegang fungsi ganda, sebagai kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Meskipun sulit untuk dibedakan secara jelas, presiden sebagai kepala negara dapat dikatakan sebagai simbol negara, sebagai kepala pemerintahan, presiden merupakan pemegang kekuasaan tunggal dan tertinggi. b. Presiden tidak hanya sekedar memilih anggota kabinet, tetapi juga berperan penting dalam pengambilan keputusan di dalam cabinet c. Hubungan antara eksekutif dan legislatif terpisah, dengan adanya pemilihan umum untuk memilih presiden dan memilih lembaga legislatif; d. Dengan pemisahan secara jelas antara pemegang kekuasaan legislative Dan eksekutif, pembentukan pemerintah tidak tergantung kepada proses politik di lembaga legislatif. e. Sistem pemerintahan presidensial dibangun dalam prinsip clear cut separationof powers antara pemegang kekuasaan legislatif dan kekuasaan eksekutif Dari beberapa karakter presidensial yang di atas, maka yang menjadi pertanyaan kemudian adalah, apakah terdapat teori tentang kausalitas jumlah partai dengan sistem pemerintahan sebuah negara?. Dan dari karakteristik presidensial diatas, tidak satupun ciri atau karakter presidensial memberikan hubungan teoretis antara jumlah partai dan sistem presidensial. Artinya bahwa jumlah partai politik yang dengan dua partai politik atau 3 Harun Alrasyid Dalam Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi: Menguatnya Model Legislasi Parlementer Dalam Sistem Presidensial Indonesia, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2010, Hlm

6 lebih/multipartai bukanlah bagian dari karakter sistem presidensial, atau tidak ada hubungan teoretis antara kedua hal tersebut. Sebagaimana diketahui sistem pemerintahan Indonesia adalah presidensial yang berkiblat pada sistem di Amerika Serikat. Presidensial sendiri adalah sistem pemerintahan dimana kepala pemerintahan adalah presiden dan di pihak lain ia tidak bertangung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat, artinya kedudukan presiden tidak tergantung kepada dewan perwakilan rakyat. 4 Di Indonesia ketentuan presidensial dapat ditemui pada pasal 4 ayat (1) yang menyatakan: Presiden Republik Indoensia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang Undang Dasar. Ketentuan tersebut kemudian diatur lebih lanjut pada Undang Undang No 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Terkait sistem multipartai yang dianggap sebagian kalangan adalah menyimpang dari sistem presidensial adalah sangat tidak tepat, hal ini dapat dilihat dari karakteristik presidensial diatas. Sistem Amerika dengan konsep dua partai seharusnya tidak menjadi acuan tanpa nilai teoretis yang mendukungnya. Terkait partai politik dan sistem pemilu di Amerika Scoat Marciel selaku duta besar AS mengatakan: 5 Sebenarnya masih ada partai-partai kecil lain yang mewarnai pemilu Dalam konstitusi tidak menyebutkan jumlah partai Kandidat independen John Anderson (1980), Tedy Roosevelt (1912) Konstitusi tidak menyebutkan tentang partai politik, bahkan presiden pertama George Washington bukan dari parpol. Tentang dua partai adalah bagian dari waktu, sejarah, tradisi. Maka dapat disimpulkan bahwa sistem multipartai bukanlah bagian dari sistem pemerintahan seperti yang terkesan di paksakan selama ini, bahkan the mother of 4 Nimatul Huda, Hukum Tatat Negara Indoensia, Pt Raja Grafindo Persada, Jakarta, Hlm diakses pada tanggal 10 maret 2017, pukul WIB 6

7 presidential AS justru menerapkan sistem multipartai, namun karena konvensi atau adat ketatanegaraan yang berjalan di Amerika, menjadikan dua partai besar selalu mendapatkan perolehan suara mayoritas jika dibandingkan partai ke tiga lainnya. 2. Pemilihan umum serentak Pemilihan umum di Indonesia sendiri tertuang dalam pasal 22E ayat (1) UUD 1945 bahwa; Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. Sedangkan yang dimaksud pemilihan umum/ pemilu itu sendiri tertuang pada pasal 22E ayat (2), bahwa; Pemilihan umum diselenggarkan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam pasal 22E ayat (1) tersebut, sebenarnya dengan tegas telah dikatakan bahwa pemilu adalah pemilihan umum yang dilaksanakan secara langsung atau serentak. Pada Putusan MK No14/PUU-XI/2013, yakni uji materiil Pasal 3 ayat (5), Pasal 9, Pasal 12 ayat (1) dan (2), Pasal 14 ayat (2) dan Pasal 112 Undang Undang nomor 42 tahun 2008, terhadap Pasal 4 ayat (1), Pasal 6A ayat (2), Pasal 22E ayat (1) dan ayat (2), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 33 ayat (4) UUD1945, bahwa Majelis Mahkamah Kontitusi dalam putusannya mengatakan bahwa original intent Pasal 22E ayat (2) UUD 1945 memang menentukan agar pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bersama-sama atau serentak. Walaupun dalam dissenting opinion Mahkamah menyadari bahwa metode penafsiran original intent bukanlah segala-galanya. MK menilai bahwa metode tersebut memang berupaya mencari tahu makna historis dalam perumusan norma peraturan perundang-undangan. Akan tetapi, selain metode tersebut masih banyak metode yang dapat digunakan untuk memaknai suatu peraturan perundang-undangan terutama dalam usaha menemukan hukum (rechtsvinding). 7

8 Selain itu dalam Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 juga menegaskan bahwa, Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum, maknanya bahwa calon presiden dan wakil presiden tersebut sejatinya telah ada sebelum pelaksanaan pemilu sebagaimana yang ada dalam pasal 22E UUD 1945, maka dapat difahami bahwa pelaksanaan pemilu serentak adalah bagian nyata dari keinginan konstitusinal Indonesia, yakni UUD Sehingga penafsiran untuk menyelenggarakan pemilu secara bertahap, sebagaimana yang telah dijalankan selama ini, yakni dengan mendahulukan pemilihan legislative terlebih dahulu adalah bagian dari kekeliruan penafsiran konstitusi, selain itu pemahaman untuk menjadikan pemilu legislative adalah justru menunjukkan power legislative lebih dominan sebagaimana dalam sistem pemerintahan parlementer. Yusril Ihza Mahendra pakar hukum tata negara mengatakan bahwa penafsiran pemilu secara bertahap yakni pemilihan legislative terlebih dahulu adalah bagian dari kesalahan tafsir, bahwa makna yang terkandung dalam konstitusi sejatinya menjadi dua yakni tahap pemilu langsung dan tahap ke dua terjadi ketika paslon belum mencapai 50+1% suara untuk presiden dan wakil Presiden. 3. Presidensial threshold dan parlementary threshold di Indonesia Ambang batas parlemen (bahasa Inggris: parliamentary threshold) adalah ambang batas perolehan suara minimal partai politik dalam pemilihan umum untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Ketentuan ini pertama kali diterapkan pada Pemilu Dengan adanya kebijakan mengenai PT tersebut, maka penentuan perolehan kursi DPR didasarkan pada perolehan suara sah parpol tersebut minimal 3,5 persen dari total suara sah pemilih secara nasional. UU Nomor 10 Tahun 2008 Pasal 202 ayat (1) menegaskan bahwa ambang batas parlemen 6 diakses pada tanggal 28 maret 2017, pukul WIB 8

9 ditetapkan sebesar 2,5% dari jumlah suara sah secara nasional dan hanya diterapkan dalam penentuan perolehan kursi DPR dan tidak berlaku untuk DPRD provinsi atau DPRD Kabupaten/kota. Sedangkan UU Nomor 8 Tahun Tahun 2012, justru memberikan ambang batas parlemen naik menjadi sebesar 3,5% yang berlaku nasional untuk semua anggota DPR dan DPRD. Angka 3,5% merupakan besaran PT yang ditetapkan pada pemilu tahun Dalam hal PT Mahkamah Kontitusi melalui putusannya kemudian beranggapan bahwa kebijakan tentang PT pada dasarnya bersifat konstitusional. Hal ini merujuk pada pendapat Mahkamah Konstitusi dalam Putusan MK Nomor 52/PUU-X/2012 yang menyebutkan bahwa politik hukum terkait pembatasan jumlah partai adalah sebuah kewajaran. Kewajaran ini dikarenakan banyaknya jumlah partai politik yang tidak secara efektif mendapatkan dukungan dari masyarakat, sehingga partai politik tersebut tidak bisa menempatkan wakilnya di lembaga perwakilan. Oleh karena itu, wajar jika partai yang tidak mendapatkan dukungan mayoritas dari rakyat, kemudian menggabungkan diri dengan partai lain yang memiliki ideologi dan latar belakang perjuangan yang sama. Penggabungan ini dimaksudkan untuk meraih suara yang lebih banyak dari masyarakat sehingga bisa menempatkan wakilnya di parlemen. Selain membahas tentang konstitusionalitas PT, putusan perkara MK Nomor 52/PUU- X/2012 juga memberikan amar putusan untuk mengabulkan sebagian permohonan yaitu berkaitan dengan sifat inkonstitusional pemberlakuan PT secara nasional. Dengan pembatalan PT secara nasional tersebut, maka perhitungan suara di daerah untuk menentukan anggota DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota yang terpilih adalah dengan menggunakan perhitungan berdasarkan Bilangan Pembagi Pemilih/ BPP. Mekanisme ini memberikan kesempatan sebesar-besarnya bagi partai politik untuk bisa bersaing masuk ke parlemen. Alhasil, jumlah partai yang lolos ke parlemen di tiap daerah berbeda-beda, tergantung besarnya suara partai politik yang diperoleh di masing-masing daerah. Selain itu 9

10 parlemenatry threshold untuk beberapa negara memang memiliki ambang batas dengan presentase berbeda-beda, sehingga jikapun Indonesia tetap akan menerapkan ambang batas parlemen tersebut, maka sesuai dengan putusan MK ini adalah bagian dari kebijakan lembaga legislative sebagai penyusun undang undang. Sedangkan terkait dengan presidenstial threshold/ PT atau ambang batas dalam penentuan calon presiden dan wakil presiden menurut penulis adalah bagian perhitungan sistem pemilu yang sudah tidak relevan lagi untuk diterapkan pada pemilu mendatang. Presidential threshold melalui putusan Mahkamah Konstitusi yang menerima permohonan pemilu serentak adalah jawaban PT yang selama ini diperdebatkan beberapa kalangan. Dalam hal MK menerima permohonan dalam pemilu serentak maka jelas presidential threshold akan tidak mungkin lagi untuk diterapkan, karena metode pemilu serentak yang dimakasud adalah pemilu lima (5) kota sekaligus dalam sekali pemilihan, yakni pemilu untuk pemilihan Presiden, Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sehingga tidak mungkin lagi menggunakan PT dalam memilih calon presiden. Adapun beberapa usulan tentang penggunaan PT dengan menggunakan hasil pemilu pada periode 2014 adalah Ahistory yang sangat tidak tepat dijadikan sebagai landasan berfikir. 4. Keterwakilan 30% perempuan dalam lembaga legislative Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah dan organisasi perempuan untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di parlemen, tetapi hasilnya belum sesuai yang diharapkan. Proporsi anggota legislatif perempuan yang terpilih ternyata gagal mencapai affirmative action sebanyak 30% pada Pemilu Justru proporsi tersebut mengalami penurunan dari 18,2 persen pada tahun 2009 menjadi 17,3 persen di tahun Padahal, kandidat perempuan yang mencalonkan diri dan masuk dalam daftar pemilih dari partai politik mengalami peningkatan dari 33,6 persen tahun 2009 menjadi 37 persen pada

11 Pada Pemilu Legislatif tahun 2014, ternyata hanya mampu menghasilkan keterwakilan perempuan di legislatif sebanyak 97 kursi (17,32 persen) di DPR, 35 kursi (26,51 persen) di DPD, dan rata-rata 16,14 persen di DPRD serta 14 persen di DPRD kabupaten/kota. 7 Hal ini mengidentifikasikan bahwa keterwakilan perempuan masih jauh dari yang diharapkan. Sejatinya kebutuhan affirmative action bukanlah sekedar memenuhi kuota regulasi yang diminta oleh negara, tetapi hal ini adalah bagian penting perempuan untuk dapat memperjuangkan kebutuhan-kebutuhan perempuan yang dirasa belum dilindungi oleh undang undang. Peran serta perempuan dalam legislative adalah bagian penting dari hak perempuan yang tidak mampu dijangkau oleh laki-laki. Terlepas dari feminism atau bukan, peran perempuan dinilai gagal untuk memenuhi kuota 30% legislative. Hal ini tentu menjadi pekerjaan tersendiri bagi semua pihak, tidak hanya pemerintah untuk terus berupaya agar perempuan memiliki tingkat kesadaran yang lebih akan pentingnya peran perempuan sebagai salah satu pihak penentu kebijakan dalam pembuatan undang undang. Sehingga menghilangkan presentase keterwakilan perempuan didalam legislatif adalah tidak tepat. Dengan presentase keterwakilan perempuan pada pemilu 2014 diatas, penulis mencoba membandingkan dengan presentasi keterwakilan perempuan pada pilkada 2015, diantaranya: 1. Pemilihan kepala daerah pada tahun 2015 dari pemilihan gubernur, bupati dan walikota, dari calon kepala dan wakil kepala daerah. Hanya 123 perempuan, artinya sekitar 7,44 % saja keterwakilan perempuan dalam pemilihan kepala daerah. Dari data tersebut secara kuantitas dapat diseragamkan bahwa memang kuota perempuan dalam pusaran pilkada belum mampu menjawab kebutuhan sekaligus 7 diakses pada tanggal 12 maret 2017, pukul WIB 11

12 keresahan sebagian orang yang berharap perempuan dapat tampil di panggung eksekutif daerah ataupun legislative. 2. Dari pilkada tersebut jumlah sarjana tercatat memiliki 85%, yakni sarjana strata satu 39%, strata dua 41,5%, dan bergelar doktor 4,1%, sisanya bisa dikatakan tidak berada pada presentase perguruan tinggi. Data diatas mengaskan bahwa sekalipun keikutsertaan perempuan hanya 7,44% saja, namun tidak bisa dinilai sebelah mata, kesadaran perempuan khususnya yang berpendidikan tinggi telah menjawab keresahan berfikir, bahwa perempuan dinilai sebagai bangsa kedua dalam partai politik lambat laun mulai bergeser. Kini perempuan mulai menyadari pentingnya peran perempuan dalam kancah politik (legislatif ataupun eksekutif), apalagi didorong dengan kualitas perempuan yang baik dengan latar pendidikan yang sampai pada doktoral tersebut. 8 Dari data diatas dapat dikatakan bahwa lemahnya representasi keterwakilan perempuan pada lembaga legislative tidak dapat dipersepsikan sama dengan representasi keterwakilan perempuan pada pilkada beberapa waktu lalu. Sekalipun secara kuantitas representasi tersebut dinilai kurang, namun data kualitas mampu memberikan gambaran lain, yakni keikutsertaan perempuan dalam ranah politik pada pilkada 2015 lalu selain dapat dikatakan jauh lebih baik, ternyata keterwakilan perempuan juga didukung dengan tingkat kualitas pendidikan yang cukup baik. Sehingga anggapan akan lemahnya keterwakilan perempuan tersebut terhapus dengan angka kemapanan pendidikan perempuan yang tinggi menghasilkan perempuan yang jauh lebih proaktif dengan politik Indonesia. Maka terkait dengan keterwakilan perempuan 30% dengan data yang ada, belumlah tepat jika presentasi tersebut dihilangkan. Pemerintah masih harus terus berjuang untuk 8 Junal Bawaslu DKI Jakarta, Kampanye Berkualitas Pilkada Berintegritas, Emy Hajar Abra Perempuan dalam Pusaran Pilkada Edisi November 2016, Hal 97 12

13 mendapatkan perwakilan perempuan dalam mengisi kekosongan lembaga legislative pada sebuah negara yang dikatakan bersistem demokrasi pancasila ini. Anggapan bahwa angka presentase tersebut membatasi hak asasi perempuan sangatlah tidak bernilai akademis kecuali dapat terjawab dengan representasi perempuan yang hampir sebanding dengan angka keterwakilan laki-laki pada setiap lembaga negara Indonesia. C. PENUTUP Dari pembahasan diatas, maka penulis mencoba membuat kesimpulan terkait sistem pemilu Indonesia berbasis demokrasi pancasila. Sistem pemilu Indonesia sebagaimana yang telah dijalani telah mengalami pergeseran makna demokrasi pancasila, hal ini dapat dilihat dari beberapa sistem pemilu di Indonesia. Diantaranya: 1. Penegakkan hukum parlementary threshold, presidential threshold dan pemilu serentak adalah satu kesatuan hukum sebagaimana yang tertuang dalam undang undang pemilu dan putusan mahkamah konstitusi. MK telah menjawab bahwa pemilu serentak adalah konstitusional dengan waktu penerapan pada 2019, hal ini sebagimana tertuang dalam pasal 22E ayat (1) dan (2), yang sebenarnya tidak memungkinkan lagi adanya presidential threshold, karena penerapan serentak/ langung tersebut tidak dapat memberi ruang pada ambang batas pencalonan presiden. Sedangkan parlementary threshold sebagaimana pada putusan MK yang bersifat final dan binding, maka besaran kewenangan tersebut adalah bagian dari kewenangan hukum lembaga legisltaif. 2. Keterwakilan perempuan yang dituangkan oleh undang undang harus mendapatkan 30% suara ternyata pada pemilu 2014 tidak terjawab oleh hampir semua partai. Hal ini jelas menjawab kegagalan negara untuk menghadirkan representsi perempuan. Sekalipun data menunjukkan kegagalan, hal itu bukan bermakna jumlah presentse 13

14 30% dihilangkan, tetapi law enforcement yang harus dilakukan. Konsistensi kebutuhan sebuah regulasi harus diimbangi dengan sanksi yang diterapkan. DAFTAR PUSTAKA Abra, Emi Hajar, Konstruksi Sistem Hukum Indonesia DIMENSI,3.3 (2014) Harun Alrasyid Dalam Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi: Menguatnya Model Legislasi Parlementer Dalam Sistem Presidensial Indonesia, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, Diakses Pada Tanggal 10 Maret 2017, Pukul Wib Diakses Pada Tanggal 12 Maret 2017, Pukul WIB Diakses Pada Tanggal 28 Maret 2017, Pukul WIB Jimlly Ashidiqqie, Pengatar Ilmu Hukum Tata Negara, Sekertariat Jendaral dan Kepanitraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 2006 Junal Bawaslu DKI Jakarta, Kampanye Berkualitas Pilkada Berintegritas, Emy Hajar Abra Perempuan dalam Pusaran Pilkada Edisi November 2016 Moh. Kusnardi dan Hermaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara, Pusat Studi Hukum Tata Negara FH UI CV Sinar Bakti, Jakarta Nasution, Ade Parlaungan. "MASIH RELEVANKAH ISU KOMUNISME?." OPINI 1.1 (2016). Nimatul Huda, Hukum Tatat Negara Indoensia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 14

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Founding fathers bangsa Indonesia telah memberikan ketegasan di dalam perumusan dasar pembentukan negara dimana Indonesia harus dibangun dan dikelola salah satunya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi kesinambungan dibandingkan dengan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XI/2013 Parlementary Threshold, Presidential Threshold, Hak dan Kewenangan Partai Politik, serta Keberadaan Lembaga Fraksi di DPR I. PEMOHON Saurip Kadi II. III.

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. A. Pengaturan Mengenai Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia

BAB II PEMBAHASAN. A. Pengaturan Mengenai Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia BAB II PEMBAHASAN A. Pengaturan Mengenai Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia Indonesia sebagai negara yang berdasarkan atas kedaulatan rakyat sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017 Presidential Threshold 20% I. PEMOHON 1. Mas Soeroso, SE. (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Wahyu Naga Pratala, SE. (selanjutnya disebut sebagai

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017 Ambang Batas Pencalonan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Presidential Threshold) I. PEMOHON Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc dan Ir.

Lebih terperinci

IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN

IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013)

Lebih terperinci

URGENSI MENYEGERAKAN PEMBAHASAN RUU KITAB HUKUM PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 17 Juli 2016; disetujui: 15 September 2016

URGENSI MENYEGERAKAN PEMBAHASAN RUU KITAB HUKUM PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 17 Juli 2016; disetujui: 15 September 2016 URGENSI MENYEGERAKAN PEMBAHASAN RUU KITAB HUKUM PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 17 Juli 2016; disetujui: 15 September 2016 Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Hukum Pemilu (RUU Kitab

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 89/PUU-XIV/2016 Bilangan Pembagi Pemilihan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 89/PUU-XIV/2016 Bilangan Pembagi Pemilihan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 89/PUU-XIV/2016 Bilangan Pembagi Pemilihan I. PEMOHON 1. Syamsul Bachri Marasabessy 2. Yoyo Effendi II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 membawa dampak banyak perubahan di negeri ini, tidak terkecuali terhadap sistem dan praktik ketatanegaraan

Lebih terperinci

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (3)

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (3) Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan Penetapan Caleg Terpilih (3) Oleh MIFTAKHUL HUDA* Sebelumnya telah dikemukakan Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan Penetapan Caleg Terpilih (1) untuk Pemilu

Lebih terperinci

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai 105 BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Lembaga perwakilan rakyat yang memiliki hak konstitusional untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang adalah Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan I. PEMOHON Sri Sudarjo, S.Pd, SH, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diberitakan kemungkinan bakal menjadi calon tunggal dalam pemilihan presiden tahun 2009. Kemungkinan calon tunggal dalam pilpres

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XVI/2018 Masa Jabatan Pimpinan MPR dan Kewajiban Badan Anggaran DPR Untuk Mengonsultasikan dan Melaporkan Hasil Pembahasan Rancangan UU APBN Kepada Pimpinan DPR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TERHADAP SISTEM PEMERINTAHAN. dari beberapa bagian yang memiliki hubungan fungsional, baik antara bagian yang satu dengan

BAB II TINJAUAN TERHADAP SISTEM PEMERINTAHAN. dari beberapa bagian yang memiliki hubungan fungsional, baik antara bagian yang satu dengan BAB II TINJAUAN TERHADAP SISTEM PEMERINTAHAN Untuk memahami lebih jauh mengenai pengertian sistem, berikut ini akan ditemukan beberapa pendapat tentang defenisi dari sistem tersebut. Sistem adalah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut sistem demokrasi. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara senantiasa memiliki seperangkat kaidah yang mengatur susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan kenegaraan untuk menjalankan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 35/PUU-XII/2014 Sistem Proporsional Terbuka

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 35/PUU-XII/2014 Sistem Proporsional Terbuka RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 35/PUU-XII/2014 Sistem Proporsional Terbuka I. PEMOHON Dewan Pengurus Pusat Partai Kebangkitan Bangsa (DPP PKB), dalam hal ini diwakili oleh Drs. H. Muhaimin Iskandar,

Lebih terperinci

RechtsVinding Online. RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu. bersikap untuk tidak ikut ambil bagian. dalam voting tersebut.

RechtsVinding Online. RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu. bersikap untuk tidak ikut ambil bagian. dalam voting tersebut. BATAS PENCALONAN PRESIDEN DALAM UU NO. 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah Diterima: 2 Oktober 2017, Disetujui: 24 Oktober 2017 RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu yang disetujui

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 53/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Peserta Pemilu serta Syarat Pengusulan Presiden dan Wakil Presiden

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 53/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Peserta Pemilu serta Syarat Pengusulan Presiden dan Wakil Presiden RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 53/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Peserta Pemilu serta Syarat Pengusulan Presiden dan Wakil Presiden I. PEMOHON Partai Islam Damai Aman (Partai IDAMAN) Ramdansyah diwakili

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Demokrasi adalah suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat sebagai bentuk pemerintahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang 12 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Ketatanegaraan Indonesia Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUDNRI 1945) pada Pasal 1 Ayat (2) mengamanatkan bahwa kedaulatan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen ( ). Kelsen menyatakan

BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen ( ). Kelsen menyatakan BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) 2.1 Sejarah Singkat Organisasi Keberadaan Mahkamah Konstitusi (MK) baru diperkenalkan oleh pakar hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen (1881-1973). Kelsen menyatakan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu I. PEMOHON Partai Serikat Rakyat Independen (Partai SRI), dalam hal ini diwakili

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN YES GBHN No!

PEMBANGUNAN YES GBHN No! Kajian Politik Hukum terhadap Perencanaan Pembangunan Nasional Semesta Berencana Guna Meningkatkan Daya Bangsa PEMBANGUNAN YES GBHN No! REFLY HARUN (Dr. SH, MH, LL.M) Semarang, 28 Juli 2016 Sistem Pemerintahan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi I. PEMOHON Habel Rumbiak, S.H., Sp.N, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi salah satu ujung tombak dalam mewujudkan demokrasi. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. menjadi salah satu ujung tombak dalam mewujudkan demokrasi. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai sebuah negara hukum, hubungan fundamental antara pemerintah dan rakyatnya adalah sesuatu yang penting untuk diperhatikan. Hubungan tersebut terselenggarakan

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9 RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 51,52,59/PUU-VI/2009 tanggal 18 Februari 2009 atas Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, dengan hormat dilaporkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat prinsipil. Karenanya dalam rangka pelaksanaan hak-hak asasi adalah suatu keharusan bagi pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedaulatan rakyat menjadi landasan berkembangnya demokrasi dan negara republik.

I. PENDAHULUAN. Kedaulatan rakyat menjadi landasan berkembangnya demokrasi dan negara republik. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kedaulatan rakyat menjadi landasan berkembangnya demokrasi dan negara republik. Rakyat, hakikatnya memiliki kekuasaan tertinggi dengan pemerintahan dari, oleh, dan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara adalah suatu organisasi yang terdiri dari masyarakat yang mempunyai sifat-sifat khusus antara lain sifat memaksa, dan sifat monopoli untuk mencapai tujuannya.

Lebih terperinci

CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA. Montisa Mariana

CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA. Montisa Mariana CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA Montisa Mariana Fakultas Hukum, Universitas Swadaya Gunung Jati E-mail korespondensi: montisa.mariana@gmail.com Abstrak Sistem

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold I. PEMOHON Partai Nasional Indonesia (PNI) KUASA HUKUM Bambang Suroso, S.H.,

Lebih terperinci

DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA

DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA NO NO. PUTUSAN TANGGAL ISI PUTUSAN 1 011-017/PUU-I/2003 LARANGAN MENJADI ANGGOTA DPR, DPD, DPRD PROVINSI, DAN DPRD KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (1)

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (1) Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan Penetapan Caleg Terpilih (1) Oleh MIFTAKHUL HUDA* Lebih mudah cara menghitung perolehan kursi bagi partai politik (parpol) peserta pemilu 2014 dan penetapan calon

Lebih terperinci

Mewujudkan Pemilu 2014 Sebagai Pemilu Demokratis

Mewujudkan Pemilu 2014 Sebagai Pemilu Demokratis Mewujudkan Pemilu 2014 Sebagai Pemilu Demokratis Budiyono Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung Email : budiyono.1974@fh.unila.ac.id Abstrak Pemilu dalam negara demokrasi Indonesia

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 9/PUU-XV/2017 Mekanisme Pengangkatan Wakil Kepala Daerah yang Berhenti Karena Naiknya Wakil Kepala Daerah Menggantikan Kepala Daerah I. PEMOHON Dr. Ahars Sulaiman, S.H.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dikenal adanya kewenangan uji materiil (judicial review atau

BAB I PENDAHULUAN. hukum dikenal adanya kewenangan uji materiil (judicial review atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diskursus mengenai Mahkamah Konstitusi muncul saat dirasakan perlunya sebuah mekanisme demokratik, melalui sebuah lembaga baru yang berwenang untuk menafsirkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demokrasi di Indonesia merupakan salah satu dari nilai yang terdapat dalam Pancasila sebagai dasar negara yakni dalam sila ke empat bahwa kerakyatan dipimpin oleh hikmat

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS HAK RECALL OLEH PARTAI POLITIK DALAM SISTEM PEMILU PROPORSIONAL TERBUKA NASKAH PUBLIKASI

TINJAUAN YURIDIS HAK RECALL OLEH PARTAI POLITIK DALAM SISTEM PEMILU PROPORSIONAL TERBUKA NASKAH PUBLIKASI TINJAUAN YURIDIS HAK RECALL OLEH PARTAI POLITIK DALAM SISTEM PEMILU PROPORSIONAL TERBUKA NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN.

RINGKASAN PUTUSAN. RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008 tanggal 23 Desember 2008 atas Pengujian Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu I. PEMOHON Partai Serikat Rakyat Independen (Partai SRI), dalam hal ini

Lebih terperinci

SIARAN PERS. Penjelasan MK Terkait Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017

SIARAN PERS. Penjelasan MK Terkait Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA SIARAN PERS DAPAT SEGERA DITERBITKAN Penjelasan MK Terkait Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017 Sehubungan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU- XV/2017 tanggal

Lebih terperinci

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN A. Komisi Yudisial Komisi Yudisial merupakan lembaga tinggi negara yang bersifat independen. Lembaga ini banyak berkaitan dengan struktur yudikatif

Lebih terperinci

12 Media Bina Ilmiah ISSN No

12 Media Bina Ilmiah ISSN No 12 Media Bina Ilmiah ISSN No. 1978-3787 KEWENANGAN DPD DALAM SISTEM KETATANEGARAAN RI MENURUT UUD 1945 Oleh : Jaini Bidaya Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Mataram Abstrak: Penelitian ini berjudul Kewenangan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota I. PEMOHON 1. Sutrisno, anggota DPRD Kabupaten Pati, sebagai Pemohon I; 2. H. Boyamin, sebagai Pemohon II. KUASA

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Asshiddiqie, Jimly Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Sekertariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.

DAFTAR PUSTAKA. Asshiddiqie, Jimly Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Sekertariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. DAFTAR PUSTAKA Asshiddiqie, Jimly. 2006. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Sekertariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. Asshiddiqie, Jimly. 2007. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia

Lebih terperinci

Pimpinan dan anggota pansus serta hadirin yang kami hormati,

Pimpinan dan anggota pansus serta hadirin yang kami hormati, PANDANGAN FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR RI TERHADAP PENJELASAN PEMERINTAH ATAS RUU TENTANG PEMILU ANGGOTA DPR, DPD, DPRD, DAN RUU TENTANG PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN Disampaikan Oleh : Pastor

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan 136 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, maka yang menjadi kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pilkada di Indonesia

Lebih terperinci

2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rak

2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rak TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 383) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negara yang telah mengalami beberapa masa kepemimpinan yang memiliki perbedaan karakteristik perlakuan hak politik setiap warga negara

Lebih terperinci

BAB III KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH. A. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Sengketa Pilkada

BAB III KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH. A. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Sengketa Pilkada BAB III KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH A. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Sengketa Pilkada 1. Sebelum Putusan Mahkamah Konstitusi No. 97/PUU-XI/2013 Mahkamah

Lebih terperinci

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH Copyright (C) 2000 BPHN UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH *14124 UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

MENGANALISIS SISTEM PEMERINTAHAN DI BERBAGAI NEGARA

MENGANALISIS SISTEM PEMERINTAHAN DI BERBAGAI NEGARA MENGANALISIS SISTEM PEMERINTAHAN DI BERBAGAI NEGARA A. SISTEM PEMERINTAHAN PARLEMENTER Sistem pemerintahan di mana kepala pemerintahan dipegang oleh presiden dan pemerintah tidak bertanggung jawab kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses panjang sistem ketatanegaraan dan politik di Indonesia telah mengalami suatu pergeseran atau transformasi yang lebih demokratis ditandai dengan perkembangan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 55/PUU-X/2012 Tentang Persyaratan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 55/PUU-X/2012 Tentang Persyaratan Partai Politik Peserta Pemilu RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 55/PUU-X/2012 Tentang Persyaratan Partai Politik Peserta Pemilu I. PEMOHON 1. H. Patrice Rio Capella, S.H., Pemohon I; 2. Ahmad Rofiq, S.T., Pemohon

Lebih terperinci

-2- demokrasi serta menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mesk

-2- demokrasi serta menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mesk TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Perubahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 29) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas hukum, yang kekuasaan tertinggi dalam negara berada di tangan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. atas hukum, yang kekuasaan tertinggi dalam negara berada di tangan rakyat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik, berdasarkan atas hukum, yang kekuasaan tertinggi dalam negara berada di tangan rakyat. Kedaulatan

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pada pembahasan diatas, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah adalah sebagai berikut: 1. Bahwa dengan dibentuknya koalisi partai

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017 Persentase Presidential Threshold Pada Pemilihan Umum I. PEMOHON Habiburokhman, SH., MH. Kuasa Hukum: Kris Ibnu T Wahyudi, SH., Hisar Tambunan, SH., MH.,

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman. ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006/PUU-IV TAHUN 2006 TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Sebagai

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Tahun 1945) menyatakan

I.PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Tahun 1945) menyatakan I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang menganut paham demokrasi. Dalam paham ini, rakyat memiliki kedudukan yang sangat penting, sebab kedaulatan berada di tangan rakyat. Pasal 1

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN. : SMP NEGERI 1 Prambanan, Sleman. Alokasi Waktu : 6 X 40 Menit ( 3 x pertemuan )

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN. : SMP NEGERI 1 Prambanan, Sleman. Alokasi Waktu : 6 X 40 Menit ( 3 x pertemuan ) lampiran Lampiran 1.1 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Nama Sekolah Mata Pelajaran Kelas/Semester Pertemuan : SMP NEGERI 1 Prambanan, Sleman : Pendidikan Kewarganegaraan : VIII/2 : V Alokasi Waktu : 6

Lebih terperinci

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI)

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI) A. Pengertian Politik POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI) Dalam bahasa Indonesia, politik dalam arti politics mempunyai makna kepentingan umum warga negara suatu bangsa. Politik merupakan rangkaian

Lebih terperinci

FUNGSI LEGISLASI DPD-RI BERDASARKAN PASAL 22D UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

FUNGSI LEGISLASI DPD-RI BERDASARKAN PASAL 22D UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 FUNGSI LEGISLASI DPD-RI BERDASARKAN PASAL 22D UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 Oleh: I Putu Hendra Wijaya I Made Subawa Ni Made Ari Yuliartini Griadhi Program Kekhususan Hukum Ketatanegaraan

Lebih terperinci

DESAIN SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL YANG EFEKTIF

DESAIN SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL YANG EFEKTIF DESAIN SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL YANG EFEKTIF Susilo Imam Santosa I Ketut Suardita Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract Constitutionally Indonesia adopted a presidential

Lebih terperinci

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Lembaga negara merupakan lembaga pemerintahan negara yang berkedudukan di pusat yang fungsi, tugas, dan kewenangannya diatur secara tegas dalam

Lebih terperinci

KLASIFIKASI SISTEM KETATANEGARAAN. Novia Kencana, MPA Universitas Indo Global Mandiri

KLASIFIKASI SISTEM KETATANEGARAAN. Novia Kencana, MPA Universitas Indo Global Mandiri KLASIFIKASI SISTEM KETATANEGARAAN Novia Kencana, MPA Universitas Indo Global Mandiri PEMBAGIAN SISTEM KETATANEGARAAN Bentuk Negara Bentuk Pemerintahan Sistem Pemerintahan Sistem Politik 1. Negara Kesatuan

Lebih terperinci

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Apakah Sistem Demokrasi Pancasila Itu? Tatkala konsep

Lebih terperinci

Ringkasan Putusan.

Ringkasan Putusan. Ringkasan Putusan Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 110,111,112,113/PUU-VII/2009 tanggal 7 Agustus 2009 atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi negara yang lain secara distributif (distribution of power atau

BAB I PENDAHULUAN. tinggi negara yang lain secara distributif (distribution of power atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Amandemen UUD 1945 membawa pengaruh yang sangat berarti bagi sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satunya adalah perubahan pelaksanaan kekuasaan negara.

Lebih terperinci

Pemilu Serentak 2019 dan Penguatan Demokrasi Presidensial di Indonesia. Oleh Syamsuddin Haris

Pemilu Serentak 2019 dan Penguatan Demokrasi Presidensial di Indonesia. Oleh Syamsuddin Haris Pemilu Serentak 2019 dan Penguatan Demokrasi Presidensial di Indonesia Oleh Syamsuddin Haris Apa Masalah Pemilu-pemilu Kita? (1) Pemilu-pemilu (dan Pilkada) semakin bebas, demokratis, dan bahkan langsung,

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 108/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN Nomor 108/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN Nomor 108/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan

Lebih terperinci

BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA

BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA A. Penyelesaian Sengketa Hasil Pemilukada di Mahkamah Agung 1. Tugas dan Kewenangan Mahkamah

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONEIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONEIA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONEIA 1 PERKEMBANGAN GAGASAN CONSTITUTIONAL REVIEW William Marbury mengajukan permohonan kepada MA agar memerintahkan James Madison selaku Secretary of State untuk mengeluarkan

Lebih terperinci

DEMOKRASI : ANTARA TEORI DAN PELAKSANAANNYA. Mengetahui teori demokrasi dan pelaksanaanya di Indonesia RINA KURNIAWATI, SHI, MH.

DEMOKRASI : ANTARA TEORI DAN PELAKSANAANNYA. Mengetahui teori demokrasi dan pelaksanaanya di Indonesia RINA KURNIAWATI, SHI, MH. Modul ke: DEMOKRASI : ANTARA TEORI DAN PELAKSANAANNYA Mengetahui teori demokrasi dan pelaksanaanya di Indonesia Fakultas FAKULTAS RINA KURNIAWATI, SHI, MH Program Studi http://www.mercubuana.ac.id DEFINISI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan menurut UUD. Dalam perubahan tersebut bermakna bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan menurut UUD. Dalam perubahan tersebut bermakna bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu ciri negara demokrasi adalah diselenggarakannya pemilihan umum (pemilu) yang terjadwal dan berkala. Amandemen UUD 1945 yakni Pasal 1 ayat (2), menyatakan

Lebih terperinci

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. A. PANCASILA DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM 1. Penegakan Hukum Penegakan hukum mengandung makna formil sebagai prosedur

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Modul ke: DEMOKRASI ANTARA TEORI DAN PELAKSANAANNYA Fakultas TEKNIK Martolis, MT Program Studi Teknik Mesin TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS 1. MENYEBUTKAN PENGERTIAN, MAKNA DAN MANFAAT

Lebih terperinci

POTENSI CALON PERSEORANGAN DALAM PERUBAHAN KEDUA UU NO. 1 TAHUN 2015 Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 23 Maret 2016; disetujui: 4 April 2016

POTENSI CALON PERSEORANGAN DALAM PERUBAHAN KEDUA UU NO. 1 TAHUN 2015 Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 23 Maret 2016; disetujui: 4 April 2016 POTENSI CALON PERSEORANGAN DALAM PERUBAHAN KEDUA UU NO. 1 TAHUN 2015 Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 23 Maret 2016; disetujui: 4 April 2016 Rencana Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1

Lebih terperinci

PUTUSAN MK NO. 54/PUU-XIV/2016 DAN IMPLIKASI DI DALAM PILKADA Oleh Achmadudin Rajab* Naskah Diterima: 24 Juni 2017, Disetujui: 11 Juli 2017

PUTUSAN MK NO. 54/PUU-XIV/2016 DAN IMPLIKASI DI DALAM PILKADA Oleh Achmadudin Rajab* Naskah Diterima: 24 Juni 2017, Disetujui: 11 Juli 2017 PUTUSAN MK NO. 54/PUU-XIV/2016 DAN IMPLIKASI DI DALAM PILKADA Oleh Achmadudin Rajab* Naskah Diterima: 24 Juni 2017, Disetujui: 11 Juli 2017 Mekanisme pencalonan bagi calon perseorangan dalam Pemilihan

Lebih terperinci

Kelebihan dan Kelemahan Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia

Kelebihan dan Kelemahan Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia Kelebihan dan Kelemahan Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia Sistem pemerintahan negara Indonesia telah mengalami beberapa perubahan. Semuanya itu tidak terlepas dari sifat dan watak

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

Lex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016 KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MEMUTUS SENGKETA HASIL PERHITUNGAN SUARA PEMILIHAN KEPALA DAERAH 1 Oleh: Imam Karim 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana kewenangan

Lebih terperinci

ASPEK SOSIOLOGIS POLITIK KEDAULATAN RAKYAT DALAM UUD NRI TAHUN Oleh: Dr. Suciati, SH., M. Hum

ASPEK SOSIOLOGIS POLITIK KEDAULATAN RAKYAT DALAM UUD NRI TAHUN Oleh: Dr. Suciati, SH., M. Hum ASPEK SOSIOLOGIS POLITIK KEDAULATAN RAKYAT DALAM UUD NRI TAHUN 1945 1 Oleh: Dr. Suciati, SH., M. Hum PENDAHULUAN Sebagai negara hukum Indonesia memiliki konstitusi yang disebut Undang- Undang Dasar (UUD

Lebih terperinci

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi

Lebih terperinci

Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan

Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan RZF / Kompas Images Selasa, 6 Januari 2009 03:00 WIB J KRISTIADI Pemilu 2009 sejak semula dirancang untuk mencapai beberapa tujuan sekaligus. Pertama, menciptakan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGAWASAN PENETAPAN HASIL PEMILIHAN UMUM DAN PENGGANTIAN CALON TERPILIH

Lebih terperinci

Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia. Herlambang P. Wiratraman 2017

Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia. Herlambang P. Wiratraman 2017 Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia Herlambang P. Wiratraman 2017 Pokok Bahasan Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Wewenang Presiden dan Wakil Presiden Kedudukan

Lebih terperinci

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara Gagasan Judicial Review Pembentukan MK tidak dapat dilepaskan dari perkembangan hukum & keratanegaraan tentang pengujian produk hukum oleh lembaga peradilan atau judicial review. keberadaan MK pd awalnya

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN (UUD NRI Tahun 1945) terutama pada Pasal 18 ayat (4) yang menyatakan,

BAB I PENDAHULUAN (UUD NRI Tahun 1945) terutama pada Pasal 18 ayat (4) yang menyatakan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasca-Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) terutama pada Pasal 18 ayat (4) yang menyatakan, Gubernur, Bupati, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengawal dan menjaga agar konstitusi sebagai hukum tertinggi (the supreme

BAB I PENDAHULUAN. mengawal dan menjaga agar konstitusi sebagai hukum tertinggi (the supreme BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman disamping Mahkamah Agung, tertuang dalam Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

Lebih terperinci

USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1

USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1 USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1 USULAN UMUM: MEMPERKUAT SISTEM PRESIDENSIAL 1. Pilihan politik untuk kembali pada sistem pemerintahan

Lebih terperinci

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbincangan yang hangat, sebab dalam Undang-Undang ini mengatur sistem

BAB I PENDAHULUAN. perbincangan yang hangat, sebab dalam Undang-Undang ini mengatur sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakanng Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menjadi perbincangan yang hangat, sebab dalam Undang-Undang ini mengatur sistem Pemilihan Umum Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal

BAB I PENDAHULUAN. konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memberikan jaminan secara konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang

Lebih terperinci