KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN, DAN KONSERVASI ENERGI

dokumen-dokumen yang mirip
DIREKTORAT ANEKA ENERGI BARU DAN ENERGI TERBARUKAN OLEH : AGUNG PRASETYO

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan

MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat

OPSI NUKLIR DALAM BAURAN ENERGI NASIONAL

Oleh: Maritje Hutapea Direktur Bioenergi. Disampaikan pada : Dialog Kebijakan Mengungkapkan Fakta Kemiskinan Energi di Indonesia

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI. Disampaikan oleh

EFEKTIVITAS KEBIJAKAN FIT (FEED IN TARIFF) ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI INDONESIA. Nanda Avianto Wicaksono dan Arfie Ikhsan Firmansyah

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI

KEBIJAKAN & RPP DI KEBIJAKAN & RPP BIDANG ENERGI BARU TERBARUKAN BARU

PERCEPATAN PENGEMBANGAN EBTKE DALAM RANGKA MENOPANG KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI

POTENSI BISNIS ENERGI BARU TERBARUKAN

ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN EBTKE UNTUK MEMENUHI TARGET KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lemb

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Dana Alokasi Khusus. Energi Perdesaan. Petunjuk Teknis.

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI

Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan

2015, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

DIRECTORATE GENERAL OF NEW RENEWABLE AND ENERGY COSERVATION. Presented by DEPUTY DIRECTOR FOR INVESTMENT AND COOPERATION. On OCEAN ENERGY FIELD STUDY

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi

ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMENUHAN KEBUTUHAN ELEKTRIFIKASI DI DAERAH PERBATASAN

Oleh: Maritje Hutapea Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang di

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pulau Ikonis Energi Terbarukan sebagai Pulau Percontohan Mandiri Energi Terbarukan di Indonesia

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM

STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

2017, No Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Petunjuk Operasional Pelaksanaan Dana Alokasi Khusus Fisik Penugasan Bidang Energi Skal

Rencana Pengembangan Energi Baru Terbarukan dan Biaya Pokok Penyediaan Tenaga Listrik Dialog Energi Tahun 2017

Dr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

SITUASI ENERGI DI INDONESIA. Presented by: HAKE

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program MW: Progres dan Tantangannya

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMBANGUNAN ENERGI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENESDM. DAK. Energi Pedesaan. Tahun Penggunaan. Petunjuk Teknis.

BERITA NEGARA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Studi kelayakan..., Arde NugrohoKristianto, FE UI, Universitas Indonesia

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI sumber ENERGI alternatif terbarukan

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN :

PROGRAM KONSERVASI ENERGI

RENCANA STRATEGIS ENERGI DAN MITIGASI PERUBAHAN IKLIM SEMINAR NASIONAL: OPTIMALISASI PENGELOLAAN SUMBER DAYA ENERGI UNTUK KETAHANAN ENERGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

Versi 27 Februari 2017

BAB I PENDAHULUAN. manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini

PP NO. 70/2009 TENTANG KONSERVASI ENERGI DAN MANAGER/AUDITOR ENERGI

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. #Energi Berkeadilan. Disampaikan pada Pekan Pertambangan. Jakarta, 26 September 2017

DIREKTORAT JENDERAL EBTKE KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

BEBERAPA PERMASALAHAN UTAMA ENERGI INDONESIA. oleh: DR.Ir. Kardaya Warnika, DEA Ketua Komisi VII DPR RII

PENGEMBANGAN ENERGI BARU TERBARUKAN

PERANAN MIGAS DALAM MENDUKUNG KETAHANAN ENERGI

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Potensi Sumber Daya Energi Fosil [1]

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan

RINGKASAN EKSEKUTIF PERTEMUAN TAHUNAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL 2010

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I 1. PENDAHULUAN

KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL Berdasarkan PP KEN 79/2014

BERITA NEGARA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011

KEBIJAKAN PEMANFAATAN PANAS BUMI UNTUK KELISTRIKAN NASIONAL

PEMBERDAYAAN DAN KEBERPIHAKAN UNTUK MENGATASI KETIMPANGAN. 23 Oktober 2017

Dana Alokasi Khusus Bidang Energi Skala Kecil TA. 2017

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

PELUANG PANAS BUMI SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DALAM PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK NASIONAL

Indonesia Water Learning Week

Untuk mewujudkan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 21/PMK.011/2010 TENTANG

BAB 6 P E N U T U P. Secara ringkas capaian kinerja dari masing-masing kategori dapat dilihat dalam uraian berikut ini.

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 7,3 6,5 11,0 9,4 10,2 9,6 13,3 12,0 9,6 9,0 12,9 10,4 85,3 80,4 78,1 83,6 74,4 75,9 65,5 76,6 71,8 74,0 61,2 73,5

LINTAS EBTKE LAYANAN INFORMASI ENERGI BERSIH INDONESIA

ARAH KEBIJAKAN, PROGRAM, DAN KEGIATAN BIDANG PENINGKATAN DI DAERAH TERTINGGAL

DI INDONESIA RM. SOEDJONO RESPATI MASYARAKAT ENERGI TERBARUKAN INDONESIA.(METI) JULI 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

PERCEPATAN PENGEMBANGAN PANASBUMI DALAM MENGATASI KRISIS ENERGI LISTRIK

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), Pembangkit Listrik

MATRIKS PROGRAM 100 HARI, 1 TAHUN DAN 5 TAHUN (Di Sempurnakan Sesuai dengan Usulan Kadin)

oleh Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Jakarta, 10 Mei 2013

Membangun Kedaulatan Energi Nasional

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Materi Paparan Menteri ESDM

2017, No pemanfaatan energi baru dan energi terbarukan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040

Transkripsi:

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN, DAN KONSERVASI ENERGI Jakarta, 14 November 2013 I. KETAHANAN ENERGI 3 II. KEBIJAKAN ENERGI 6 III. TARGET BAURAN ENERGI NASIONAL 7 IV. POTENSI SUMBER DAYA ENERGI 8 V. TANTANGAN PENGEMBANGAN EBT 9 VI. UPAYA PENINGKATAN PEMANFAATAN EBT 10 VII. INSENTIF PENGEMBANGAN EBT 11 VIII. STRATEGI PENGEMBANGAN EBT 13 IX. PENGEMBANGAN EBT 15 X. PERANAN PEMDA 20 1

Pengelolaan Energi bertujuan untuk mewujudkan kedaulatan energi, yaitu kemampuan negara untuk mengendalikan sumber daya energi, harga energi, dan distribusi energi Faktor penting dalam kedaulatan energi adalah kemandirian dan ketahanan energi KETAHANAN ENERGI Kemampuan untuk merespon dinamika perubahan energi global (eksternal) Kemampuan untuk menjamin ketersediaan energi dengan harga yang wajar (internal) KEMANDIRIAN ENERGI KEDAULATAN ENERGI Kemampuan suatu Negara untuk mengendalikan sumber daya energi, harga energi dan distribusi energi KETAHANAN ENERGI Ketahanan energi menunjukkan seberapa besar kemampuan sistem energi yang telah dibangun dapat melayani masyarakat serta bagaimana keandalannya bila suatu perubahan besar terjadi misalnya terjadi lonjakan harga minyak KEMANDIRIAN ENERGI Ketersediaan (Availability), yaitu kemampuan untuk memberikan jaminan pasokan energi (security of supply) Aksesabilitas (Accessibility), yaitu kemampuan untuk mendapatkan akses terhadap energi (infrastructure availability) Keterjangkauan (Affordability), yaitu kemampuan untuk menjangkau harga (keekonomian) energi (capability to pay) 2

KONSEP KETAHANAN ENERGI Energi merupakan kebutuhan mendasar, sehingga dapat mempengaruhi ketahanan politik, ekonomi, sosial, budaya, dll. Yang pada akhirnya berdampak pada Ketahanan Nasional. KETAHANAN NASIONAL KETAHANAN POLITIK KETAHANAN EKONOMI KETAHANAN SOSIAL KETAHANAN BUDAYA KETAHANAN ENERGI 1. KONSERVASI ENERGI untuk meningkatkan efisiensi penggunaan energi di sisi suplai dan pemanfaatan (Demand Side), antara lain sektor industri, transportasi, rumah tangga, dan komersial. 2. DIVERSIFIKASI ENERGI untuk meningkatkan pangsa energi baru terbarukan dalam bauran energi nasional (Supply Side), antara lain ENERGI BARU a. Batubara Tercairkan (Liqiufied Coal) b. Gas Metana Batubara (Coal Bed Methane) c. Batubara Tergaskan (Gasified Coal) d. Nuklir e. Hidrogen f. Metana yang lain ENERGI TERBARUKAN a. Panas Bumi, b. Aliran dan Terjunan Air (Hidro), c. Bioenergi, d. Sinar Matahari, e. Angin, f. Gerakan dan Perbedaan Suhu Lapisan Laut. 3

KONDISI SAAT INI TAHUN 2012 TARGET TAHUN 2025 PERPRES 5/2006 Elastisitas Energi = 1,65 Pangsa Energi Non Fosil 5% BBN 5% Panas Bumi 5% Nuklir, Hidro, Surya, Batubara Angin, Tercairkan 2% dan EBT lainnya 5% Elastisitas energi kurang dari 1 pada 2025 Mengoptimalkan Sumber Energi Baru dan Energi Terbarukan NO ENERGI BARU TERBARUKAN SUMBER DAYA (SD) KAPASITAS TERPASANG (KT) RASIO KT/SD (%) NO 1 2 3 4 5 = 4/3 1 Hydro 75.000 MW 6.848,46 MW 9,13% 2 Panas Bumi 29.164 MW 1.341 MW 4,6 % 3 Biomass 49.810 MW 1.644,1 MW 3,3% 4 Tenaga Surya 4,80 kwh/m 2 /day 27,23 MW - 5 Tenaga Angin 3 6 m/s 1,4 MW - 6 Samudera 49 GW ***) 0,01 MW ****) 0% 7 Uranium 3.000 MW *) 30 MW **) 0% *) Hanya di Kalan Kalimantan Barat **) Sebagai pusat penelitian, non-energi ***) Sumber Dewan Energi Nasional ****) Prototype BPPT ENERGI TAK TERBARUKAN SUMBER DAYA (SD) CADANGAN TERBUKTI (CT) RASIO CT/SD PRODUKSI (PROD) RASIO CT/PROD (TAHUN) 1 2 3 4 5 = 4/3 6 7 = 4/6 1 Minyak (milliar barel) 7.408,24 3.741,33 0,505 0,314 12 2 Gas (TSCF) 150,70 103,35 0,685 2,98 35 3 Batubara (miliar ton) 161,3 28,17 17 0,317 89 4 Gas Metana Batubara (TSCF) 453,3 - - - - 5 Shale Gas (TSCF) 574 - - - - 4

BIAYA PRODUKSI Biaya produksi energi terbarukan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan biaya produksi energi konvensional, sehingga harga jual energi terbarukan tidak dapat bersaing dengan harga jual energi konvensional; INVESTASI Biaya investasi untuk memproduksi EBT cukup tinggi. Namun demikian, investasi pada industri EBT cukup diminati oleh investor dalam negeri; Investasi untuk industri hulu dan hilir untuk teknologi EBT masih belum banyak dilakukan di dalam negeri, sehingga sebagian besar komponen masih diimpor; TEKNOLOGI Beberapa teknologi EBT sudah dikuasai, seperti teknologi pembangkit listrik skala kecil sampai medium, teknologi biogas untuk non-listrik; Teknologi EBT lainnya masih disediakan oleh pihak asing; SUMBER DAYA MANUSIA Kuantitas maupun kualitas sumber daya manusia di bidang EBT masih cukup terbatas; Acceptance masyarakat akan EBT masih relatif rendah, karena sebagian besar masyarakat merasa lebih nyaman menggunakan energi konvensional. 1. PENYEMPURNAAN KEBIJAKAN DAN REGULASI Beberapa sub-sektor EBT masih belum diatur. Oleh karena itu, Pemerintah terus menyempurnakan pengaturan pengembangan dan pemanfaatan EBT, di antaranya dengan penyusunan RPP EBT; 2. PENCIPTAAN PASAR Diantaranya melalui kewajiban penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati/bbn, kewajiban PLN untuk membeli listrik,penerapan SNI, dan lain-lain; 3. PEMBERIAN SUBSIDI Subsidi untuk BBN telah berjalan sejak 2009. Subsidi diberikan atas selisih harga BBM dengan harga BBN, dan disalurkan melalui Pertamina; 4. PENETAPAN HARGA JUAL LISTRIK (FEED-IN TARIFF) Ditetapkan melalui Peraturan Menteri ESDM yang mengatur harga jual listrik dari energi terbarukan yang dibeli oleh PLN. Tidak perlu ada negosiasi. 5. PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN Pengurangan pajak dan bea masuk, prosedur perijinan yang lebih sederhana; Untuk pembangkit listrik sampai dengan 10 MW yang akan dijual ke PLN, tidak perlu melalui proses tender.. 5

6. PENYEDIAAN ANGGARAN DAN PENDUKUNG LAINNYA Penyediaan anggaran khusus untuk peningkatan akses energi modern di daerah-daerah terpencil dan terisolasi; Penyediaan anggaran untuk teknologi yang siap dikomersialisasikan; 7. PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS SUMBER DAYA MANUSIA Pendidikan dan pelatihan di bidang EBT; Sosialisasi; Peningkatan jejaring EBT, dukungan akan pembentukan organisasi (IKABI, METI); 8. PENINGKATAN PENELITIAN DI BIDANG EBT Peningkatan kerjasama penelitian; Peningkatan jenis penelitian; 9. PENINGKATAN KERJA SAMA DENGAN NEGARA LAIN DAN ORGANISASI INTERNASIONAL Kerja sama untuk capacity building Kerja sama untuk alih teknologi; Lesson learned untuk implementasi kebijakan dan program EBT; Peningkatan pasar EBT (dalam hal ini BBN), dan komponen teknologi EBT (saat ini turbin untuk pembangkit listrik skala kecil) di luar negeri. Untuk mengembangkan EBT Pemerintah membuat kebijakan pemberian insentif sebagai berikut: Meningkatkan tariff/harga energi EBT melalui feed in tariff (kewajiban untuk membeli EBT dengan harga yang ditentukan Pemerintah). Dengan prinsip ini tidak ada lagi negosiasi yang selama ini memerlukan waktu lama dan menimbulkan ketidakpastian bagi investor. Adanya feed in tariff ini mendapat animo yang sangat besar dari para pelaku usaha EBT; Insentif fiskal berupa: Insentif Pajak dan Kepabeanan: pengurangan besaran PPH, PPN, Bea Impor dan Pajak. Hal ini dilakukan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.011/2010 tentang Fasilitas Pajak dan Kepabeanan Untuk Kegiatan Pemanfaatan Sumber Daya Energi Terbarukan. Insentif Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan: Fasilitas Pajak Penghasilan (Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 62/2008 jo No. 1 / 2007) yang menyediakan: Pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah Penanaman Modal, dibebankan selama 6 (enam) tahun masing-masing sebesar 5% (lima persen) per tahun; Pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen yang dibayarkan kepada Subjek Pajak Luar Negeri sebesar 10% (sepuluh persen), atau tarif yang lebih rendah menurut Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku; Kompensasi kerugian finansial selama bertahun-tahun lebih dari 5-10 tahun. menyediakan fasilitas pembebasan atau pengurangan PPh Badan untuk industri di bidang sumber daya terbarukan, yang merupakan salah satu jenis industri pionir. Hal ini dilakukan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.011/2011 tentang Pemberian Fasilitas Pemerintah. 6

Insentif pada pendanaan berupa: Jaminan pemerintah atas kelayakan usaha PLN melalui PMK No. 139/PMK.011/2012 tentang Tata Cara Pemberian Jaminan Kelayakan Usaha PT. PLN (Persero) untuk pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik dengan menggunakan energi terbarukan, batubara, dan gas yang dilakukan melalui kerjasama dengan pengembang listrik swasta; Penyediaan Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang Energi Perdesaan; Melalui BI sedang dikaji adanya green banking (pendanaan untuk program energi terbarukan). Insentif dukungan pasar melalui kewajiban penggunaan energi terbarukan antara lain: Sedang mempersiapkan kewajiban pemasangan pembangkit listrik tenaga surya pada gedung gedung (termasuk pusat perbelanjaan) dan penerangan jalan umum. Saat ini sedang dilakukan diskusi yang intensif dengan stakeholder terkait; Mendorong penggunaan tingkat kandungan dalam negeri bagi produk barang dan jasa dalam negeri; Mendukung pembangunan pabrikasi tenaga surya dalam negeri (yang dilakukan PT. LEN). Strategi pengembangan EBT, harus sejalan dengan pengelolaan energi nasional 1. Di bidang Pemanfaatan Energi (Demand Side): Menerapkan mandatori prioritas pemanfaatan EBT 2. Di bidang Penyediaan Energi (Supply Side): Menerapkan mandatori penyediaan EBT 3. Di bidang Pengusahaan EBT Pengusahaan EBT oleh badan usaha/independent producer Pengusahaan EBT oleh Badan Usaha dalam Wilayah usaha tertentu Pengusahaan EBT oleh Pemerintah/Pemerinah Daerah/Badan Usaha (pilot project) yang Membangun Instalasi dan Menyerahkan/ Menghibahkan Asetnya kepada Badan Usaha (Berijin) Pola pengusahaan EBT tetap memperhatikan perlakuan terhadap sumber daya, apakah Dikuasai Negara atau cukup Diatur oleh Negara. 4. Di bidangtata Kelola (Governance) : Menerapkan prinsip-prinsip Good Governance (a.l transparansi, akuntabilitas dan partisipasi) pada sektor publik (Pemerintah), khusunya yang menyangkut perijinan dan pengadaan (proses tender) infrastruktur EBT. Melibatkan pemangku kepentingan dalam proses penyiapan kebijakan. Meningkatkan kemitraan dengan instansi terkait dan peran Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya dalam penyediaan dan pemanfaatan EBT. 7

Meningkatkan koordinasi perijinan dengan instansi terkait; Melakukan harmonisasi regulasi bidang panas bumi dan tenaga air; Memberikan bimbingan teknis, sosialisasi, workshop dan lokakarya dalam rangka meningkatkan kualitas SDM; Melakukan akselerasi Program 10.000 MW Tahap II. Meningkatkan investasi sub sektor energi panas bumi dengan: Penetapan Feed-in Tariff Melaksanakan lelang WKP panas bumi yang merupakan kewenangan Pemerintah Pusat yaitu WKP Gunung Lawu dan WKP Danau Ranau, pengembangan 4 lokasi proyek panas bumi (pemboran eksplorasi), Promosi, penyerbarluasan informasi dan kerjasama bidang panas bumi; No HARGA PATOKAN TERTINGGI PEMBELIAN TENAGA LISTRIK PANAS BUMI (Permen ESDM No. 22 Tahun 2012) Wilayah Harga Patokan (sen US$/kWh) Tegangan Tinggi Tegangan Menengah 1 Sumatera 10 11,5 2 Jawa, Madura dan Bali 11 12,5 3 Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat dan Sulawesi Tenggara 4 Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo 5 Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur 12 13,5 13 14,5 15 16,5 6 Maluku dan Papua 17 18,5 ROAD MAP PENGEMBANGAN PANAS BUMI TAHUN 2006-2025 (BERDASARKAN PERATURAN PRESIDEN NO. 5/2006 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL ) Mendorong investasi di bidang PLT Mikro Hidro dan PLT Surya melalui usaha Koperasi, Swasta dan Badan Usaha Lainnya dalam Penyediaan Tenaga Listrik Energi Terbarukan, melalui penetapan feed in tariff (untuk System On-Grid) untuk PLT Mikro Hidro dan PLT Surya sesuai harga keekonomiannya; Mendorong peningkatan kemampuan industri dalam negeri untuk memproduksi komponen-komponen PLT Mikro Hidro dan PLT Surya; Peningkatan capacity building dan bimbingan teknis pengelolaan PLT Mikro Hidro dan PLT Surya; Menyediakan pendanaan melalui APBN. HARGA JUAL LISTRIK (FEED IN TARIFF) BERBASIS TENAGA AIR, TENAGA SURYA, DAN TENAGA ANGIN (PERTURAN MENTERI ESDM NOMOR 4 TAHUN 2012) Wilayah Harga di TM (Rp/kWh) Harga di TR (Rp/kWh) Jawa dan Bali 656 1.004 Sumatera dan Sulawesi 787 1.205 Kalimantan, NTB dan NTT 853 1.305 Maluku dan Papua 984 1.506 FiT tersebut sedang diusulkan untuk direvisi Mini dan mikrohidro akan ditingkatkan dari Rp. 656/kWh menjadi Rp. 975 1.050/kWh Tenaga surya telah direvisi menjadi Permen ESDM No. 17 tahun 2013 tentang harga pembelian tenaga listrik oleh PT PLN (Persero) dari PLTS Fotovoltaik 8

Penetapan tarif harga jual listrik (feed in tariff ) yang sesuai dengan keekonomian; Pengaturan ekspor biomasa untuk menjamin pasokan bahan baku PLT Biomasa; Pembebasan bea masuk peralatan energi terbarukan dan kemudahan prosedur; Bekerjasama dengan Pemerintah Daerah dan pihak-pihak terkait untuk peningkatan pemahaman terkait pemanfaatan sampah menjadi listrik sebagai penunjang kesehatan lingkungan sekaligus sarana penggerak perekonomian daerah. Peraturan Menteri ESDM No. 19/2013 tentang Pembelian Tenaga Listrik oleh PT. PLN (Persero) dari Pembangkit Listrik Berbasis Sampah Kota Peraturan Menteri ESDM No. 25/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri ESDM No. 31/2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain. TENTANG HARGA PEMBELIAN TENAGA LISTRIK OLEH PT PLN (PERSERO) DARI PLT BIOMASSA, BIOGAS, DAN SAMPAH KOTA (PERATURAN MENTERI ESDM NOMOR 4 TAHUN 2012) No. Energi Kapasitas Harga Pembelian Listrik Keterangan Tegangan Menengah 1. Biomassa s.d 10 MW Rp. 975,- / kwh X F 2. Biogas s.d 10 MW Rp. 975,- / kwh X F Non sampah kota Sampah Kota 3. (MSW) s.d 10 MW Rp. 1050,- / kwh Zero waste *) Sampah Kota 4. (MSW) s.d 10 MW Rp. 850,- / kwh Landfill *) Tegangan Rendah 1 Biomassa s.d 10 MW Rp. 1.325,- / kwh X F 2 Biogas s.d 10 MW Rp. 1.325,- / kwh X F Non sampah kota 3 Sampah Kota (MSW) s.d 10 MW Rp. 1.398,- / kwh Zero waste *) 4 Sampah Kota (MSW) s.d 10 MW Rp. 1.198,- / kwh Landfill *) Faktor insentif (F): Wilayah Jawa, Bali, Sumatera : F = 1 Wilayah Kalimantan, Sulawesi, NTB dan NTT : F = 1,2 Wilayah Maluku dan Papua : F = 1,3 PLT Sampah Kota 14,5 MW (19%) Kapasitas Terpasang PLT Bioenergi PLT Cangkang Sawit 61 MW (86%) Melakukan feasibility study dan pembangunan pilot project PLT Angin, PLT arus laut di daerah-daerah yang berpotensi diantaranya di Nusa Tenggara Timur. Meningkatkan kerjasama luar negeri dalam hal capacity building, transfer teknologi dalam pengembangan PLT Angin dan Arus Laut. Mendorong peningkatan kemampuan industri dalam negeri untuk memproduksi komponenkomponen PLT Angin dan Arus Laut. Menyusun kebijakan Feed-in Tariff untuk PLT Angin. 9

Perumusan harga indeks pasar BBN cair yang sesuai keekonomian; Percepatan penyediaan infrastruktur distribusi BBN cair Meringankan biaya investasi pembangunan biogas dengan skema pendanaan yang lebih implementatif (Dana Alokasi Khusus, kredit lunak dari dana Pemerintah, bantuan sosial); Pemberian insentif (contoh: pengurangan pajak, green company award). PRODUKSI BAHAN BAKAR NABATI CAIR NASIONAL 2009 2013 10

SASARAN DESA BELUM BERLISTRIK YANG MEMILIKI POTENSI SUMBER ENERGI TERBARUKAN SERTA KOMODITI YANG DAPAT DIJADIKAN KEGIATAN PRODUKTIF TAHAPAN KEGIATAN DME : 1. Tahap Pembangunan Pembangkit Listrik EBT (PLTMH atau PLT-Hybrid); 2. Tahap Evaluasi Pengelolaan Pembangkit Energi Terbarukan dalam rangka Rekomendasi Kelayakan DME 3. Tahap Pengadaan Alat Produktif bagi Pengoperasian PLTMH menuju Desa Mandiri Energi. Capaian tahun 2011 : 10 PLTMH dan 9 Alat Produktif Capaian tahun 2012 : 3 PLT Hybrid, 5 Alat Produktif Program Listrik Perdesaan Perluasan jaringan (on-grid) PLN & DJK PEMDA Pengembangan listrik di desa terpencil (off-grid) terpusat tersebar DJEBTKE, Kemdagri, KPDT, Nakertrans, KKP, Kop-UKM Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemenuhan kebutuhan listrik di daerah perdesaan, yang berdampak pada peningkatan pangsa energi terbarukan dan rasio elektrifikasi; Mendorong pemanfaatan energi setempat dengan prioritas pada pemanfaatan energi terbarukan (PLTMH, PLTS, PLTB dlsb); Menghindarkan pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar BBM; 11

Tugas KESDM : 1. Menyusun kriteria Penerima DAK 2. Menyusun Juknis Pelaksanaan DAK 3. Sosialisasi Permen ESDM tentang Juknis Pelaksanaan DAK 4. Sosialisasi Bimbingan Teknis 5. Evaluasi Pelaksanaan DAK Jenis Kegiatan : 1. Pembangunan baru PLTMH, merupakan kegiatan prioritas; 2. Rehabilitasi PLTMH yang rusak karena beroperasi atau bencana alam; 3. Perluasan pelayanan distribusi listrik PLTMH Off-Grid 4. Peningkatan kapasitas PLTMH 5. Pembangunan PLTS Terpusat 6. Pembangunan SHS dan Biogas (Tahun 2013) Capaian tahun 2011 di 41 Kabupaten Capaian tahun 2012 di 57 kabupaten Program tahun 2013 di 71 Kabupaten Sebagaimana amanat UU No 30/2007, berkewajiban untuk meningkatkan penyediaan dan pemanfaatan energi baru terbarukan serta memberikan insentif dan kemudahan. Beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain: Menyusun peraturan daerah yang memberikan kemudahan dan insentif dalam pengembangan EBT Melakukan survei potensi dan pemutakhiran data base EBT Melakukan studi kelayakan pengusahaan EBT dan memsosialisasikan rencana pengembangannya Memfasilitasi dan memberikan kemudahan perijinan untuk proyek EBT Melakukan koordinasi Membangun fasilitas EBT 12

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN, DAN KONSERVASI ENERGI Jalan Pegangsaan Timur No. 1A Cikini, Jakarta Pusat 10320; Telp/Faks : 021-31924540 www.ebtke.esdm.go.id 13