BAB 2 DATA DAN METODA

dokumen-dokumen yang mirip
2 BAB II LANDASAN TEORI DAN DATA

Puncak gelombang disebut pasang tinggi dan lembah gelombang disebut pasang rendah.

PROSES DAN TIPE PASANG SURUT

PROSES DAN TIPE PASANG SURUT

BAB III 3. METODOLOGI

Pengertian Pasang Surut

Perbandingan Akurasi Prediksi Pasang Surut Antara Metode Admiralty dan Metode Least Square

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI SUNGAI DAN PASANG SURUT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I Elevasi Puncak Dermaga... 31

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II TINJAUAN PUSTAKA Pas Pa ang Surut Teor 1 Te Pembentukan Pasut a. Teor i Kesetimbangan

Bab II Teori Harmonik Pasang Surut Laut

ANALISIS PASANG SURUT PERAIRAN MUARA SUNGAI MESJID DUMAI ABSTRACT. Keywords: Tidal range, harmonic analyze, Formzahl constant

BAB IV PASANG SURUT AIR LAUT TIPE MIXED TIDES PREVAILING DIURNAL (PELABUHAN TANJUNG MAS SEMARANG) UNTUK PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH

BAB I PENDAHULUAN I.1.

SPESIFIKASI PEKERJAAN SURVEI HIDROGRAFI Jurusan Survei dan Pemetaan UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Bab III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas

KARAKTERISTIK PASANG SURUT DI PERAIRAN KALIANGET KEBUPATEN SUMENEP

Definisi Arus. Pergerakkan horizontal massa air. Penyebab

BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang

BAB III PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN DATA

Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. Nilai PASANG SURUT. Oleh. Nama : NIM :

BAB I PENDAHULUAN I.1

Gambar 2.1 Peta batimetri Labuan

PRAKTIKUM 6 PENGOLAHAN DATA PASANG SURUT MENGGUNAKAN METODE ADMIRALTY

PENDAHULUAN. I.2 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi satelit altimetri pertama kali diperkenalkan oleh National Aeronautics and Space Administration (NASA)

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PASANG SURUT

II. KAJIAN PUSTAKA. mengkaji penelitian/skripsi sebelumnya yang sama dengan kajian penelitian

PENGUKURAN LOW WATER SPRING (LWS) DAN HIGH WATER SPRING (HWS) LAUT DENGAN METODE BATHIMETRIC DAN METODE ADMIRALTY

PERBANDINGAN AKURASI PREDIKSI PASANG SURUT ANTARA METODE ADMIRALTY DAN METODE LEAST SQUARE

BAB 3 METODOLOGI. Gambar 3.1 Foto stasiun pengamatan pasut di Kecamatan Muara Gembong

PENGANTAR OCEANOGRAFI. Disusun Oleh : ARINI QURRATA A YUN H

Oleh : Ida Ayu Rachmayanti, Yuwono, Danar Guruh. Program Studi Teknik Geomatika ITS Sukolilo, Surabaya

BAB I. PENDAHULUAN. Kota Semarang berada pada koordinat LS s.d LS dan

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai

PREDIKSI PASANG SURUT SIBOLGA JANUARI TAHUN 2013 DAN SUNGAI ASAHAN JUNI TAHUN 2013 DENGAN MENGGUNAKAN SOFWARE PASANG SURUT DAN METODE ADMIRALTY

III-11. Gambar III.13 Pengukuran arus transek pada kondisi menuju surut

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015, Halaman Online di :

2. TINJAUAN PUSTAKA. Letak geografis Perairan Teluk Bone berbatasan dengan Provinsi Sulawesi

TERBATAS 1 BAB II KETENTUAN SURVEI HIDROGRAFI. Tabel 1. Daftar Standard Minimum untuk Survei Hidrografi

2. TINJAUAN PUSTAKA. Pasang surut air laut timbul terutama karena gaya tarik menarik gravitasi

BAB III PENGOLAHAN DATA DAN HASIL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III ANGIN, PASANG SURUT DAN GELOMBANG

KOMPARASI HASIL PENGAMATAN PASANG SURUT DI PERAIRAN PULAU PRAMUKA DAN KABUPATEN PATI DENGAN PREDIKSI PASANG SURUT TIDE MODEL DRIVER

Tabel 4.1 Perbandingan parameter hasil pengolahan data dengan dan tanpa menggunakan moving average

KARAKTERISTIK PASANG SURUT DI DELTA MAHAKAM (STUDI KASUS DI BEKAPAI DAN TUNU)

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.1 April 2009 ISSN :

Penulangan pelat Perencanaan Balok PerencanaanKonstruksiBawahDermaga (Lower Structure)... 29

STUDI PENENTUAN DRAFT DAN LEBAR IDEAL KAPAL TERHADAP ALUR PELAYARAN (Studi Kasus: Alur Pelayaran Barat Surabaya)

BAB III TEORI DASAR (3.1-1) dimana F : Gaya antara dua partikel bermassa m 1 dan m 2. r : jarak antara dua partikel

Oleh : Kunjaya TPOA, Kunjaya 2014

III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Analisis Harmonik Pasang Surut untuk Menghitung Nilai Muka Surutan Peta (Chart Datum) Stasiun Pasut Sibolga

BAB I PENDAHULUAN. beraktifitas pada malam hari. Terdapat perbedaan yang menonjol antara siang

commit to user 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS SURUT ASTRONOMIS TERENDAH DI PERAIRAN SABANG, SIBOLGA, PADANG, CILACAP, DAN BENOA MENGGUNAKAN SUPERPOSISI KOMPONEN HARMONIK PASANG SURUT

ANALISIS DATA ARUS DI PERAIRAN MUARA SUNGAI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALYSIS OF FLOW DATA ON ESTUARINE BANYUASIN RIVER IN SOUTH SUMATERA

BAB I PENDAHULUAN I.1.

III HASIL DAN DISKUSI

r 21 F 2 F 1 m 2 Secara matematis hukum gravitasi umum Newton adalah: F 12 = G

Jurnal Ilmiah Platax Vol. 1:(3), Mei 2013 ISSN:

BAB II DASAR TEORI. Berikut beberapa pengertian dan hal-hal yang berkaitan dengan pasut laut [Djunarsjah, 2005]:

Jika sebuah sistem berosilasi dengan simpangan maksimum (amplitudo) A, memiliki total energi sistem yang tetap yaitu

ANALISIS PASANG SURUT DI PANTAI NUANGAN (DESA IYOK) BOLTIM DENGAN METODE ADMIRALTY

ANALISIS PERUBAHAN TINGGI MUKA LAUT RATA RATA ATAU MEAN SEA LEVEL (MSL) DI MUARA BATANG KURANJI KEC. NANGGALO, KOTA PADANG

MENGENAL GERAK LANGIT DAN TATA KOORDINAT BENDA LANGIT BY AMBOINA ASTRONOMY CLUB

BAB I PENDAHULUAN I.1

Uji Kompetensi Semester 1

3 Kondisi Fisik Lokasi Studi

Antiremed Kelas 11 FISIKA

BAB IV DINAMIKA PARTIKEL. A. STANDAR KOMPETENSI : 3. Mendeskripsikan gejala alam dalam cakupan mekanika klasik sistem diskret (partikel).

BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III. TEORI DASAR. benda adalah sebanding dengan massa kedua benda tersebut dan berbanding

PENGOLAHAN DATA PASANG SURUT DENGAN METODE ADMIRALTY

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Studi Prosedur Dealiasing untuk Deteksi Konstanta Pasut Dominan

ANALISIS PASANG SURUT DI PULAU KARAMPUANG, PROVINSI SULAWESI BARAT Tide Analysis in Karampuang Island of West Sulawesi Province SUDIRMAN ADIBRATA

IPA TERPADU KLAS VIII BAB 14 BUMI, BULAN, DAN MATAHARI

Materi Pendalaman 01:

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Teori Pasut Laut

GERAK HARMONIK SEDERHANA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH SIMULASI AWAL DATA PENGAMATAN TERHADAP EFEKTIVITAS PREDIKSI PASANG SURUT METODE ADMIRALTY (STUDI KASUS PELABUHAN DUMAI)

MODUL PELATIHAN PEMBANGUNAN INDEKS KERENTANAN PANTAI

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. yang digunakan dalam perencanaan akan dijabarkan di bawah ini :

BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH

Studi Proses Cyclostationarity untuk Prediksi Tinggi Pasut

ANTIREMED KELAS 11 FISIKA

Bathymetry Mapping and Tide Analysis for Determining Floor Elevation and 136 Dock Length at the Mahakam River Estuary, Sanga-Sanga, East Kalimantan

Cladius Ptolemaus (abad 2) Geosentris

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang langsung bertemu dengan laut, sedangkan estuari adalah bagian dari sungai

Transkripsi:

BAB 2 DATA DAN METODA 2.1 Pasut Laut Peristiwa pasang surut laut (pasut laut) adalah fenomena alami naik turunnya permukaan air laut secara periodik yang disebabkan oleh pengaruh gravitasi bendabenda-benda langit terutama bulan dan matahari. Pengaruh gravitasi tersebut dapat dijelaskan dengan 'teori gravitasi universal' yang menyatakan bahwa pada sistem dua benda dengan massa m 1 dan m 2 akan terjadi gaya tarik menarik sebesar F di antara keduanya yang besarnya sebanding dengan perkalian antara kedua massanya dan berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya (Brown, 1999): F = G m 1 m 2 r 2 (1) Berdasarkan teori tersebut maka faktor pembangkit pasut laut terbesar adalah bulan, hal ini disebabkan karena jarak bumi terhadap bulan jauh lebih kecil dibandingkan jarak bumi terhadap matahari walaupun massa matahari lebih besar dibandingkan bulan. Pada sistem bulan, pembangkit dari terjadinya peristiwa pasut air laut adalah gaya gravitasi bulan dan gaya sentrifugal dari sistem bumi bulan yang merupakan reaksi dari gaya gravitasi bulan. Besar dari gaya gravitasi maupun gaya sentrifugal tidaklah sama pada setiap permukaan bumi, hal ini disebabkan oleh jarak terhadap pusat massa bulan yang berbeda-beda pada setiap tempat di permukaan bumi. Oleh sebab itu gaya gravitasi bulan terbesar ada di khatulistiwa dan yang terkecil berada di kutub. Hal ini juga berlaku pada sistem bumi matahari. Variasi dari besarnya perbedaan pasut laut yang terjadi diakibatkan oleh besarnya resultan gaya pembangkit pasut yang dihasilkan berdasarkan letak dari bumi, bulan dan matahari. Biasanya variasi ini dibagi menjadi 2 jenis yaitu pasut perbani dan pasut mati. Pasut perbani (spring) adalah fenomena pasut yang terjadi saat kedudukan bumi, bulan dan matahari sejajar/ segaris. Hal tersebut menyebabkan resultan gaya pembangkit yang dihasilkan lebih besar karena gaya gravitasi matahari maupun bulan memiliki arah yang sama. Saat tersebut biasanya terjadi saat bulan baru dan bulan purnama. Sedangkan pada pasut mati (neap) kedudukan bumi, bulan dan matahari tegak lurus. Keadaan tersebut menyebabkan resultan gaya pembangkit 5

yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan pasut perbani karena arah gaya gravitasi bulan dan gravitasi matahari tidak memiliki arah yang sama. Saat tersebut biasanya terjadi saat perempat bulan awal dan perempat bulan akhir. Gambar 2.1 Pasut perbani dan Pasut mati Pasut dapat dimodelkan dengan persamaan gelombang seperti, berikut ini: y B=AB cos ωt + (2) dengan y B = tinggi muka air saat t, A B = amplitudo pasut, = kecepatan sudut = 2 f, t= waktu dan = kerterlambatan fase (Emery & Thomson, 1997). Perbandingan amplitudo dan fase akibat atraksi benda-benda langit tertentu pada pola pasut dinyatakan dengan konstanta-konstanta pembanding dengan simbol dan nilai tertentu untuk menjelaskan akibat atraksi gravitasi bulan atau matahari dengan kedudukan tertentu terhadap tinggi muka air. Konstanta-konstanta tersebut disebut sebagai 6

komponen harmonik. Tabel 2.1 memperlihatkan komponen-komponen harmonik utama berikut periodanya. Tabel 2.1 Komponen Pasut (Poerbandono & Djunarsjah, 2005) Jenis Nama komponen Perioda (jam) Fenomena Semi-diurnal M2 12.42 Gravitasi bulan dengan orbit lingkaran dan sejajar ekuator bumi N2 12.00 Gravitasi matahari dengan orbit lingkaran dan sejajar ekuator bumi S2 12.66 Perubahan jarak bulan ke bumi akibat lintasan yang berbentuk elips M sf 354.36 Efek periodik bulan K2 11.97 Perubahan jarak matahari ke bumi akibat lintasan yang berbentuk elips Diurnal K1 23.93 Deklinasi sistem bulan dan matahari O1 25.82 Deklinasi bulan P1 24.07 Deklinasi matahari Perioda panjang Mf 327.86 Variasi setengah bulanan Mm 661.30 Variasi bulanan Ssa 2191.43 Variasi semi tahunan Perairan dangkal 2SM2 11.61 Interaksi bulan dan matahari MK3 8.18 Intreaksi bulan dan matahari dengan perubahan jarak bulan akibat lintasan berbentuk elips S 4 6 Interaksi matahari M 6 6 Interaksi bulan M 4 6.21 Interaksi bulan M 8 3.1 Efek periodik bulan MS4 2.20 Interaksi antara M 2 dan S 2 Pasut di satu lokasi pengamatan dipisahkan menurut tipe diurnal, semi-diurnal dan mixed. Pasut diurnal (harian tunggal) terjadi dari satu kali kedudukan permukaan air tertinggi dan satu kali kedudukan air terendah dalam satu hari pengamatan. Pasut semi-diurnal (harian ganda) terjadi dari dua kali kedudukan permukaan air tertinggi dan dua kali kedudukan air terendah dalam satu hari pengamatan. Pasut mixed (campuran) terjadi dari gabungan diurnal dan semi-diurnal. 7

2.2 Datum Pasut Datum pasut adalah bidang referensi yang telah ditetapkan secara relatif berdasarkan ketentuan yang telah disepakati dan digunakan sebagai acuan dalam menentukan kedalaman titik di laut maupun tinggi titik di pantai. Berdasarkan kegunaannya sebagai acuan kedalaman di laut maka datum pasut sangat penting dalam kegunaannya dalam navigasi di laut. Datum pasut ini ditentukan menggunakan data pengamatan pasut dalam kurun waktu tertentu tergantung pada jenis datum pasut yang mau digunakan. Berikut ini contoh dari jenis datum pasut dan definisinya: Tabel 2.2 Jenis Datum Pasut (Djunarsjah, 2007) Jenis Datum Pasut HAT LAT MHWS MLWS Definisi Permukaan laut tertinggi, yang dapat diramalkan terjadi di bawah pengaruh keadaan meteorologis rata-rata dan kombinasi keadaan astronomi Permukaan laut terendah, yang dapat diramalkan terjadi di bawah pengaruh keadaan meteorologis rata-rata dan kombinasi keadaan astronomi Tinggi rata-rata pasang tertinggi, yang dapat diramalkan pada saat pasang perbani Tinggi rata-rata surut terendah, yang dapat diramalkan pada saat surut perbani 2.3 Pengamatan Pasut Pengamatan pasut dilakukan untuk memperoleh data tinggi muka air laut di suatu lokasi. Hasil pengamatan tersebut dapat digunakan untuk menentukan datum vertikal tertentu yang sesuai dengan keperluan-keperluan tertentu pula.pengamatan pasut dilakukan dengan mencatat atau merekam data tinggi muka air laut pada interval waktu tertentu. Rentang pengamtan pasut sebaiknya dilakukan selama selang waktu keseluruhan periodisasi benda-benda langit yang memperngaruhi terjadinya pasut kembali pada posisi 'semula' (Poerbandono & Djunarsjah, 2005). Interval waktu pencatatan atau perekaman tinggi muka air laut biasany adalah 15, 30 dan 60 menit. 8

Dalam pengamatan pasut, data yang dihasilkan masih mengandung kesalahan acak seperti data yang melonjak (spike) dan data yang hilang / tidak tercatat (gap). Hal terserbut biasa terjadi karena kesalahan pembacaan untuk data yang melonjak, sedangkan untuk data yang hilang biasanya terjadi karena alat yang digunakan mengalami gangguan. 60 40 20 0 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 Gambar 2.2 Data yang mengalami lonjakan (spike) 30 20 10 0 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 Gambar 2.3 Data yang hilang (gap) 2.4 Prediksi Pasut Prediksi pasut dilakukan untuk mendapatkan informasi tinggi muka air laut di masa mendatang pada saat dan lokasi tertentu. Hasil dari prediksi pasut dapat ditampilkan dalam tabel berisi waktu dan tinggi muka air. Prediksi pasut dilakukan dengan menurunkan atau mencari komponen-komponen pasut dari data pasut dengan rentang pengamatan tertentu. Pendekatan yang dipakai untuk mendapatkan komponenkomponen pasut adalah analisis harmonik. Analisis harmonik memisahkan komponen pasut berdasarkan amplitudo dan keterlambatan fase komponen pasut tersebut. Analisis harmonik dapat dilakukan dengan berbagai metode matematis seperti kuadrat terkecil maupun transformasi fourier. Dalam penelitian ini, metoda yang digunakan untuk melakukan prediksi pasut adalah metoda kuadrat terkecil. Metoda ini adalah metoda perhitungan dengan 9

pendekatan kesalahan distribusi, berdasarkan karakteristik penerapannya yang dapat melakukan pengurangan kesalahan menyeluruh (global error) yang terukur berdasarkan interval pendekatan keseluruhan. Metoda ini melakukan pemaksaan pada suatu kondisi matematis, yaitu jumlah kuadrat kesalahan yang dihasilkan adalah minimum: v 2 = minimum (3) dengan v adalah residu pengamatan. semua jenis pengamatan, baik pengamatan jarak, sudut datar, sudut tegak, azimuth, zenith, beda tinggi, koordinat, pengamatan GPS pun dapat dapat diikutsertakan dalam perhitungan kuadrat terkecil (Meilano, 2010). Pada metoda kuadrat terkecil, hasil pengamatan harus memenuhi suatu kondisi tertentu yaitu hasil pengamatan sudah tidak menganduk kesalahan besar (gross errors) dan kesalahan sistematik (systematic errors). Jenis kesalahan yang masih diperbolehkan dalam kuadrat terkecil adalah kesalahan acak (random errors) dimana kesalahan yang terjadi tidak dapat dihindari dan tidak dapat dimodelkan seperti keakuratan mata manusia dalam membaca alat ukur. Hal ini terjadi untuk memenuhi kondisi kuadrat kesalahan yang terjadi minimum. Penyelesaian kuadrat terkecil dilakukan dengan melakukan pendekatan matrik. Pendekatan matrik tersebut ditulis dengan persamaan: X = (A A) 1 A L (4) dengan X adalah matrik parameter yang dicari, A adalah matrik desain pengamatan, dan L adalah matrik kondisi. Sementara itu, untuk persamaan yang tidak linier maka akan dilakukan linearisasi terlebih dahulu. Dalam hal tersebut yang digunakan hanya turunan pertama saja, karena semakin tinggi derajat linearisasi yang dilakukan kontribusi yang diberikan semakin kecil. Persamaan linearisasi dalam kuadrat terkecil adalah sebagi berikut: L = F x, y = F x 0, y 0 + ( L x ) 0dx + ( L y ) 0dy (5) 10

dengan x dan y adalah nilai yang dicari, x 0 dan y 0 adalah nilai awalnya, dan L adalah nilai kondisi yang ada (Godin, 1972). Persamaan gelombang adalah persamaan yang tidak linier sehingga tidak dapat dihitung menggunakan metoda kudrat terkecil. Hal tersebut menyebabkan persamaan gelombang harus di linearisasi terlebih dahulu, berikut ini adalah hasil linearisasi persamaan gelombang: F t = b 0 + b 1 t + k=1,,n A k cos(σ k t) + B k sin(σ k t) (6) dengan b 0 adalah tinggi muka laut rata-rata, b 1 t adalah fungsi liniear yang terdapat pada data pengamatan, N adalah nilai komponen pasut yang digunakan, A k, B k adalah fungsi dari amplitudo komponen pasut, σ k adalah frekuensi masing-masing komponen yang didapat dari potensial pasut dan t adalah waktu pengamatan (Pawlowicz, et. al, 2002). Dengan menggunakan persamaan gelombang yang telah dilinearisasi, maka perhitungan menggunakan metoda kuadrat terkecil dapat dilakukan untuk mendapatkan parameter frekuensi dari masing-masing komponen. Parameter ini nantinya akan digunakan dalam persamaan gelombang kembali untuk mendapatkan prediksi pasut yang diinginkan. 2.5 Analisis Kesalahan Analisis kesalahan adalah suatu metoda yang digunakan untuk mencari kesalahan yang terjadi pada suatu set nilai tertentu dengan berbagai macam metoda, bukan hanya dengan melihat besarnya selisih 2 nilai yang berbeda akan tetapi juga hasil perhitungan lainnya. Dalam penelitian ini analisis kesalahan dilakukan dengan metoda nilai variansi (S 2 ), nilai kesalahan amplitudo dari masing-masing komponen, dan nilai perbedaan datum pasut MLWS (Mean Low Water Spring), MHWS(Mean High Water Spring), LAT (Low Astronomical Tides), dan HAT (High Astronomical Tides) yang dihasilkan dari data prediksi pasut. Berikut ini adalah rumusan matematis untuk variansi : S 2 = n i=1 (y i y i ) 2 n 1 11 (7)

dengan y adalah hasil prediksi tinggi pasut, y' adalah data hasil pengamatan pasut, n adalah jumlah data, P adalah nilai kekuatan gelombang, dan N adalah nilai kekuatan gangguan. Nilai variansi memiliki satuan meter persegi (m 2 ) dan nilai SNR merupakan rasio yang tidak memiliki dimensi. Nilai variansi menunjukkan kesalahan yang terjadi pada keseluruhan data yang digunakan Selain variansi, dalam percobaan ini analisis kesalahan juga melihat nilai kesalahan amplitudo dari komponen pasut. Nilai kesalahan ini didapat dengan membandingkan nilai amplitudo yang didapat dari perhitungan kuadrat terkecil dengan nilai amplitudo komponen pasut yang sebenarnya. Nilai kesalahan ini akan menunjukkan keakuratan data pengamatan terhadap komponen pasut tersebut. Selain itu juga digunakan perbandingan menggunakan nilai datum pasut yang didapat, hal ini dilakukan karena prediksi pasut biasa digunakan untuk mencari datum pasut. Datum pasut didapat dengan menggunakan data komponen tertentu dari analisis pasut, seperti: MLWS = Z 0 (M 2 + S 2 ) (9) MHWS = Z 0 + (M 2 + S 2 ) (10) dengan Z 0 adalah muka air laut rata-rata, M 2, dan S 2 adalah komponen pembentuk pasut. 2.6 Data Data yang digunakan adalah data pengamatan pasut di stasiun Bekapai di daerah Delta Mahakam, Kalimantan Timur. Data tersebut merupakan data tugas akhir Vidia Chandra Dewi, 2011, yang berjudul Analisis Penggunaan EGM2008 yang Disesuaikan dengan Muka Air Laut Rata-rata Setempat untuk Transfer Elevasi di Delta Mahakam. Data pengamatan pasut yang dilakukan di area Delta Mahakam tersebut merupakan hasil pengamatan pasut dengan menggunakan alat Tide Gauge. Prinsip kerja alat Tide Gauge ini berdasarkan naik turunnya permukaan air laut yang dapat diketahui melaluipelampung yang dihubungkan dengan alat pencatat. Data pasut dicatat setiap10 menit oleh alat Tide Gauge yang berada pada suatu stasiun 12

pengamatan pasut. Data yang digunakan adalah data pengamatan selama 1 tahun dari tanggal 1 Januari 2010 sampai 31 Desember 2010. Gambar 2.4 Data Pengamatan 13