BAB 7 TRANSFER GAS. Dalam pengolahan air dan air limbah, sering dijumpai mekanisme absorpsi dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 3 UNIT AERASI. (3.1) dimana: C s = konsentrasi jenuh atau keseimbangan gas dalam larutan, mg/l

Suarni Saidi Abuzar, Yogi Dwi Putra, Reza Eldo Emargi Laboratorium Air Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Andalas

Teori Koagulasi-Flokulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMANFAATAN AERASI UNTUK MENGURANGI KADAR COD DAN FOSFAT DALAM AIR LIMBAH CAR WASH

Penurunan Bikarbonat Dalam Air Umpan Boiler Dengan Degasifier

PENGARUH BENTUK DIFUSER TERHADAP TRANSFER OKSIGEN Edi Haryanto, Irene Arum AS, Retno Susetyaningsih Staf Pengajar di STTL YLH Yogyakarta

FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI

MAKALAH ALAT INDUSTRI KIMIA ABSORPSI

MODUL 3 DASAR-DASAR BPAL

Jurusan. Teknik Kimia Jawa Timur C.8-1. Abstrak. limbah industri. terlarut dalam tersuspensi dan. oxygen. COD dan BOD. biologi, (koagulasi/flokulasi).

PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA

Penurunan Kadar Besi (Fe) dan Mangan (Mn) Dalam Air Tanah dengan Metode Aerasi Conventional Cascade dan Aerasi Vertical Buffle Channel Cascade

BAB 3 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK

SIDANG LISAN TUGAS AKHIR

AZAS TEKNIK KIMIA (NERACA ENERGI) PRODI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

SNI METODE PENGUJIAN KINERJA PENGOLAH LUMPUR AKTIF

PENURUNAN KANDUNGAN AMMONIA PADA LIMBAH CAIR DENGAN METODA AERASI BUBBLING DAN PEMANASAN. S a r i a d i *) ABSTRAK

ALAT TRANSFER MASSA ABSORBER DAN STRIPPER

BAB I. PENDAHULUAN OTK di bidang Teknik Kimia?

BAB 9 KOLAM (PONDS) DAN LAGOON

Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Padang

II. PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG SOPHIE PARIS INDONESIA

KLASIFIKASI PADATAN MENGGUNAKAN ALIRAN FLUIDA

Bambang Pramono ( ) Dosen pembimbing : Katherin Indriawati, ST, MT

PENGARUH POLUTAN ORGANIK TERHADAP KOEFISIEN PERPINDAHAN MASSA VOLUMETRIK OKSIGEN AIR PADA KOLOM GELEMBUNG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Untuk mengetahui konsentrasi besi (total, Fe2+), maka dilakukan pengujian

...(2) adalah perbedaan harga tengah entalphi untuk suatu bagian. kecil dari volume.

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

Mn 2+ + O 2 + H 2 O ====> MnO2 + 2 H + tak larut

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8

PENGARUH RASIO WAKTU PENGISIAN : REAKSI PADA REAKTOR BATCH DALAM KONDISI AEROB

Teori Kinetik Gas. C = o C K K = K 273 o C. Keterangan : P2 = tekanan gas akhir (N/m 2 atau Pa) V1 = volume gas awal (m3)

BAB VI HASIL. Tabel 3 : Hasil Pre Eksperimen Dengan Parameter ph, NH 3, TSS

TRANSFER MASSA ANTAR FASE. Kode Mata Kuliah :

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II MODUL 7 WETTED WALL COLUMN

BAB FLUIDA A. 150 N.

BAB I PENDAHULUAN. energi yang salah satunya bersumber dari biomassa. Salah satu contoh dari. energi terbarukan adalah biogas dari kotoran ternak.

PEMISAHAN MEKANIS (mechanical separations)

EVALUASI EFISIENSI KINERJA UNIT CLEARATOR DI INSTALASI PDAM NGAGEL I SURABAYA

DIAGRAM ALIR 4. Teknik Lingkungan. Program Studi. Nama Mata Kuliah. Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum. Jumlah SKS 3

Sistem Aerasi Berlanjut (Extended Aeratian System) Proses ini biasanya dipakai untuk pengolahan air limbah dengan sistem paket (package treatment)

WUJUD ZAT (GAS) Gaya tarik menarik antar partikel sangat kecil

LAMPIRAN 1 DATA PENGAMATAN. mol NaCl

FISIKA STATIKA FLUIDA SMK PERGURUAN CIKINI

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8

BAB VI KINETIKA REAKSI KIMIA

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN

TEMPERATUR. dihubungkan oleh

BAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN

PRASEDIMENTASI 7. Teknik Lingkungan. Program Studi. Nama Mata Kuliah. Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum. Jumlah SKS 3

Kajian Efektivitas Aerator dan Penambahan Kapur serta Slow Sand Filter dalam menurunkan kadar Besi air tanah.

Gambar 4.21 Grafik nomor pengujian vs volume penguapan prototipe alternatif rancangan 1

PROSES PRODUKSI ASAM SULFAT

Uji Kinerja Media Batu Pada Bak Prasedimentasi

PERANCANGAN PACKED TOWER. Asep Muhamad Samsudin

BAB II DASAR TEORI. FeO. CO Fe CO 2. Fe 3 O 4. Fe 2 O 3. Gambar 2.1. Skema arah pergerakan gas CO dan reduksi

KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH

UJI KINERJA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PARTIKEL BOARD SECARA AEROBIK

IMPROVING THE QUALITY OF RIVER WATER BY USING BIOFILTER MEDIATED PROBIOTIC BEVERAGE BOTTLES CASE STUDY WATER RIVER OF SURABAYA (SETREN RIVER JAGIR)

Wusana Agung Wibowo. Prof. Dr. Herri Susanto

UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI

Desain Alternatif Instalasi Pengolahan Air Limbah Pusat Pertokoan Dengan Proses Anaerobik, Aerobik Dan Kombinasi Aanaerobik Dan Aerobik

2 yang mempunyai posisi vertikal sama akan mempunyai tekanan yang sama. Laju Aliran Volume Laju aliran volume disebut juga debit aliran (Q) yaitu juml

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) D-22

II. TINJAUAN PUSTAKA

MEKANIKA FLUIDA. Ferianto Raharjo - Fisika Dasar - Mekanika Fluida

MODUL KULIAH : MEKANIKA FLUIDA DAN HIROLIKA

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian

KOAGULASI 9. Teknik Lingkungan. Program Studi. Nama Mata Kuliah. Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum. Jumlah SKS 3

A. BAHAN DAN ALAT B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

SATUAN OPERASI-2 ABSORPSI I. Disusun Oleh:

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

MODEL ABSORPSI MULTIKOMPONEN GAS ASAM DALAM LARUTAN K 2 CO 3 DENGAN PROMOTOR MDEA PADA PACKED COLUMN

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS

PENURUNAN KADAR BOD, COD, TSS, CO 2 AIR SUNGAI MARTAPURA MENGGUNAKAN TANGKI AERASI BERTINGKAT

BAB II LANDASAN TEORI

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI MINUMAN

BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penelitian Terdahulu

REDUKSI AMONIUM NITROGEN (NH 3 -N)PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI BUMBUMASAKDENGAN METODE STRIPPING UDARA

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

KESETIMBANGAN KIMIA SOAL DAN PEMBAHASAN

KINERJA DIGESTER AEROBIK DAN PENGERING LUMPUR DALAM MENGOLAH LUMPUR TINJA PERFORMANCE OF AEROBIC DIGESTER AND SLUDGE DRYER FOR SEPTAGE TREATMENT

Evaluasi Instalasi Pengolahan Air Limbah Hotel X di Surabaya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. Tujuan Setelah praktikum, mahasiswa dapat : 1. Menentukan waktu pengendapan optimum dalam bak sedimentasi 2. Menentukan efisiensi pengendapan

LABORATORIUM PERLAKUAN MEKANIK

LAMPIRAN I DATA PENELITIAN. Tabel 12. Data Harian Digester No.

STUDI TENTANG KONSTANTA LAJU PERPINDAHAN MASA-KESELURUHAN (K L a) H2S PADA PENYISIHAN NH 3 DAN DENGAN STRIPPING -UDARA KOLOM JEJAL.

LABORATORIUM PERLAKUAN MEKANIK

KOMBINASI PROSES AERASI, ADSORPSI, DAN FILTRASI PADA PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI PERIKANAN

SIFAT KOLIGATIF LARUTAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Teori Kinetik Gas Teori Kinetik Gas Sifat makroskopis Sifat mikroskopis Pengertian Gas Ideal Persamaan Umum Gas Ideal

BAB IV PENGEMBANGAN DAN PENGUJIAN PROTOTIPE SISTEM VAPOR RECOVERY

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Rumah Sakit Makna, Ciledug; maka dapat disimpulkan :

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota

BAB 4 HASIL & ANALISIS

Transkripsi:

BAB 7 TRANSFER GAS 7.1. Pendahuluan Dalam pengolahan air dan air limbah, sering dijumpai mekanisme absorpsi dan desorpsi gas, yang selanjutnya disebut transfer gas. Transfer gas didefinisikan sebagai perpindahan gas dari fase gas ke fase cair atau sebaiknya. Transfer gas melibatkan terjadinya kontak antara udara atau gas lain dengan air yang menyebabkan berpindahnya suatu senyawa dari fase gas ke fase cair atau menguapnya suatu senyawa dari fase cair (dalam bentuk terlarut) menjadi fase gas (lepas ke udara). Gas-gas yang menjadi perhatian pada bidang pengolahan air adalah oksigen, karbondioksida, metana, hidrogen sulfida, ammonia, dan klor. Tujuan transfer gas dalam pengolahan air adalah: (1) untuk mengurangi konsentrasi bahan penyebab rasa dan bau, seperti hidrogen sulfida dan beberapa senyawa organik, dengan jalan penguapan atau oksidasi (2) untuk mengoksidasi besi dan mangan (3) untuk melarutkan gas ke dalam air (seperti penambahan oksigen ke dalam air tanah dan penambahan karbondioksida setelah pelunakan air) (4) untuk menyisihkan senyawa yang mungkin dapat meningkatkan biaya pengolahan (misal: adanya hidrogen sulfida akan meningkatkan kebutuhan klor pada proses diklorinasi; adanya karbondioksida akan meningkatkan kebutuhan kapur pada proses pelunakan, dan sebagainya). 128

7.2. Teori Perpindahan massa zat dari fase gas ke fase cair atau sebaliknya (absorpsi desorpsi), terjadi bila ada kontak antar permukaan cairan dengan gas atau udara. Mekanisme ini terjadi secara difusi. Gaya penggerak perpindahan massa dari udara ke dalam air atau sebaliknya dikendalikan oleh perbedaan konsentrasi zat dalam larutan dan kelarutan gas pada kondisi tertentu. Faktor utama yang mempengaruhi kelarutan gas dalam air adalah: suhu air, tekanan parsial gas dalam fase gas, konsentrasi padatan terlarut dalam fase air dan komposisi kimia gas. Kelarutan gas, tidak seperti kelarutan zat padat dalam air, menurun seiring dengan kenaikan suhu. Pada tekanan parsial sampai 1 atm, konsentrasi keseimbangan gas dalam larutan pada suatu suhu tertentu sebanding dengan tekanan parsial gas dalam air, sesuai dengan hukum Henry: C s = H. P (7.1) Dimana : C s = konsentrasi jenuh atau keseimbangan gas dalam larutan, mg/l P = Tekanan parsial phase gas dalam air, atm H = koefisien kelarutan Henry. Hukum Henry banyak digunakan pada gas-gas yang sering dijumpai dalam teknik pengolahan air dan air limbah seperti oksigen, metana, karbondioksida, dan hidrogen sulfida. Bila permukaan air dipaparkan dengan udara atau gas dan belum terjadi kesetimbangan sebelumnya, maka secara serentak dan segera pada bidang 129

kontak antar fase akan jenuh dengan gas dan gas ditransportasikan ke badan air dengan proses difusi molekuler sebagai berikut : m t c = D x (7.2) dimana : m t D c x = Laju perpindahan gas melintas permukaan area bidang kontak = koefisien difusi molekuler = Gradien konsentrasi pada interface. Model secara fisik dari konsep persamaan 7.2 ditunjukkan dalam Gambar 7.1. Bulk Gas Well Mixed Fixed Gas Film Fixed Liquid Film (Turbulen area) (Laminer area) Pi (laminer area) (Turbulen area) Interface Pg Ci=Cs CL Bulk Liquid Well Mixed. Gambar 7.1 Model transfer gas dua-film Diasumsikan bahwa tahanan pada perpindahan gas berada dalam lapisan tetap (fixed film) gas dan cair pada antar bidang (interface) gas - cair. Perpindahan gas melintasi bidang permukaan lapisan gas menunjukkan adanya gradien tekanan dalam lapisan gas dan oleh sebab itu tekanan gas pada bidang permukaan (interface), P i lebih rendah dari tekanan bulk gas, P g. Perpindahan gas terjadi dalam dua langkah (1) perpindahan dari keseluruhan fase gas dengan tekanan gas (P g ) ke interface, dengan tekanan parsial gas (P i ), selanjutnya dikonversi ke fase liquid dengan konsentrasi C i, (2) Transformasi dalam fase cair 130

ke bulk liquid dengan konsentrasi (C L ). Perpindahan ini dapat terjadi dalam dua arah tergantung pada perbedaan konsentrasi C L dan C i. Jika C L > C i dan P i > P g maka terjadi pelepasan gas dari fase cair ke fase gas. Laju perpindahan gas melintas bidang permukaan A dinyatakan dalam persamaan: m A t AD = h ( s C L C ) (7.3). Untuk menyatakan massa gas dalam bentuk konsentrasi maka satuan massa gas dibagi dengan volume cairan yang ada dan disederhanakan maka diperoleh persamaan : dc dt = N A = K L A ( CL Cs ) = KG. A( p A p * A ) V (7.4) dimana : a = V A K L = koefisien transfer dalam fase cair. K G = koefisien transfer dalam fase gas. N A = Laju perpindahan massa, Persamaan (7.4) dapat ditulis dalam bentuk yang lebih sederhana, yaitu: dc = K La ( Cs C) (7.5) dt di mana: K La = koefisien transfer total, jam -1 C s = konsentrasi gas jenuh, mg/l C = konsentrasi gas di cairan, mg/l 131

Aerator untuk perpindahan oksigen ditentukan berdasar pada kapasitas oksigenasinya (OC), yang didefinisikan sebagai laju suplai oksigen oleh aerator ke dalam air bersih pada kondisi standar (20 C, 1 atm). Oxygenation Capacity (OC) dapat dituliskan: dc OC = V dt (7.6) Atau OC = K La. C * 20. V (7.7). Nilai K La dapat ditentukan dalam skala percobaan dengan melakukan integrasi terhadap persamaan (7.5) diperoleh persamaan garis lurus: ln(c s -C t ) = ln(c s -C i ) K La.t (7.8) Dari data percobaan dengan konsentrasi awal oksigen Ci dan konsentrasi oksigen dalam interval waktu percobaan Ct, maka dapat diplot ln(cs-ct) Vs t, maka diperoleh garis lurus dengan besarnya sudut arah (slope) adalah K La. 7.3. Aerasi "Aerasi" merupakan istilah lain dari transfer gas dengan penyempitan makna, lebih dikhususkan pada transfer gas (khususnya oksigen) dari fase gas ke fase cair. Fungsi utama aerasi dalam pengolahan air dan air limbah adalah melarutkan oksigen ke dalam air untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam air, dalam campuran tersuspensi lumpur aktif dalam bioreaktor dan melepaskan kandungan gas-gas yang terlarut dalam air, serta membantu pengadukan air. 132

Faktor-faktor yang mempengaruhi perpindahan oksigen adalah (1) suhu, (2) kejenuhan oksigen, (3) karakteristik air, dan (4) derajat turbulensi. 7.3.1. Pengaruh Suhu Koefisien penyerapan oksigen k La meningkat seiring dengan kenaikan suhu, karena suhu dalam air akan mempengaruhi tingkat difusi, tegangan permukaan dan kekentalan air. Kemampuan difusi oksigen meningkat dengan peningkatan suhu, sedang tegangan permukaan dan kekentalan menurun seiring dengan kenaikan suhu. Pengaruh suhu pada berbagai faktor tersebut dirangkum dalam persamaan dengan koefisien empiris (f) sbb : ( k. a) l (20 T ) 20 = ( kl. a) T f (7.9) Nilai f untuk aerasi permukaan umumnya memiliki rentang nilai 1,012 1,047. 7.3.2. Kejenuhan Oksigen Konsentrasi jenuh oksigen dalam air tergantung pada derajat salinitas air, suhu, dan tekanan parsial oksigen yang berkontak dengan air. Eckenfelder dan O Connor dalam Benefield dan Randal (1982) menyarankan bahwa konsentrasi jenuh dapat ditentukan dari persamaan berikut : 475 2,65S C s = (7.10) 760 33,5 + T ( ) dimana : (Cs) 760 = nilai kejenuhan oksigen pada tekanan udara 760 mm Hg, mg/l S = konsentrasi padatan terlarut dalam air, gram/l 133

T = suhu, C Nilai konsentrasi jenuh oksigen pada persamaan (7.10) dapat dikoreksi untuk tekanan udara barometrik dengan pernyataan: C s = ( C ) s P p (7. 11) 760 760 p P menyatakan tekanan barometrik dalam mm Hg dan p menyatakan tekanan jenuh uap air pada suhu air yang diaerasi. Tekanan jenuh uap air pada berbagai suhu disampaikan pada tabel 7.1. Tabel 7.1 Tekanan Uap Air yang Berkontak dengan Udara Suhu C Tekanan uap (mm Hg) 0 4,5 5 6,5 10 9,2 15 12,8 20 17,5 25 23,8 30 31,8 Sumber: Benefield L.D & Randall (1982) 7.3.3. Karakteristik Air Dalam praktek ada perbedaan nilai K La untuk air bersih dengan K La air limbah yang mengandung materi tersuspensi, surfactant (detergen) dalam larutan dan perbedan temperatur. Faktor-faktor ini juga mempengaruhi nilai Cs. Pengaruh faktor ini, dikoreksi dengan menggunakan koefisien empirik (α) untuk pengaruh padatan tersuspensi dan surfactant dan (β) untuk pengaruh perbedaan temperatur. 134

KLa (air lim bah) α = (7.12) K (air bersih) La Cs (air lim bah) β = (7.13) C (air bersih) s Nilai tipikal α untuk surface aerator berkisar 0,8 1,2 dan nilai β berkisar 0,9 1. 7.3.4. Derajat Turbulensi Derajat turbulensi dalam tangki aerasi akan mempengaruhi nilai α sebagai berikut : 1. Turbulensi akan menurunkan derajat tahanan liquid film 2. Turbulensi akan meningkatkan laju perpindahan masa oksigen karena terjadi percepatan laju pergantian permukaan bidang kontak, yang berakibat pada defisit oksigen (driving-force, ΔC ) tetap terjaga konstan. 3. Turbulensi secara langsung akan meningkatkan nilai koefisien perpindahan oksigen (K La ). Contoh Soal 7.1: Percobaan aerasi dengan menggunakan surface aerator dalam tangki uji berbentuk silinder dengan volume 600 m 3 dengan kondisi suhu air 15 C dan tekanan atmosfer 750 mm Hg. Data yang diperoleh adalah : Tentukanlah Nilai K La (1/jam) Waktu (menit) 0 10 20 30 40 50 60 C (mg O 2 /l) 0 2,6 4,8 6 7,1 7,9 8,5 135

Penyelesaian : Pada suhu 15 C dan tekanan 750 mm Hg nilai Cs = 10,2 mg/l, karena dipergunakan surface aerator, maka diperlukan koreksi nilai Cs untuk penentuan K La. Pada suhu ini tekanan uap air Pv = 12,788 mm Hg sehingga : 750 p 750 12,788 Cs = Cs760 = 10,2x = 10,1mg / lt P p 760 12,788 Data percobaan diolah sebagai berikut : Waktu (menit) 0 10 20 30 40 50 60 C (mg O 2 /l) 0 2,6 4,8 6 7,1 7,9 8,5 C s - C 10,1 7,5 5,3 4,1 3,0 2,2 1,6 Selanjutnya dibuat grafik hubungan antara ln (C s C) Vs t, diperoleh kemiringan garis (slope) = K La = 1,85/jam. 2,5 2 Ln(Cs-C) 1,5 1 0,5 0 0 2 0 4 0 6 0 8 0 W a k tu (m en it) 136

Contoh Soal 7.2: Surface aerator pada Contoh Soal 7.1 digunakan pada tangki aerasi dengan volume 500 m 3 dan suhu air 20 C. Hitunglah (a) nilai K La, (b) jumlah oksigen yang ditransfer per jam pada kondisi standar. Penyelesaian : (a) (K La ) 15 C = 1,85 /jam (K La ) 20 C = (K La ) T x θ 20-T =(1,85) x (1,024) 20-15 = 2,083 /jam (b) Jumlah Oksigen yang diperlukan : kg O 2 / jam = (K La ) 20 C x C s x V pada suhu 20 C konsentrasi jenuh Cs = 9,17 mg O 2 /l = 9,17. 10-6 kg O 2 /l kg O 2 / jam = 2,083/jam x 9,17 x 10-6 kg O 2 /l x 500.000 liter = 9,55 kg O 2 /jam = 24 lb O 2 / jam 7.4. Stripping Sebagaimana aerasi, "stripping" juga merupakan istilah lain dari transfer gas dengan penyempitan makna, lebih dikhususkan pada transfer gas dari fase cair ke fase gas. Fungsi utama stripping dalam pengolahan air dan air limbah adalah untuk menyisihkan kandungan gas terlarut yang tidak diinginkan, seperti ammonia, karbondioksida, hidrogen sulfida, organik volatile, dan sebagainya. Jenis peralatan stripping untuk penyisihan ammonia umumnya adalah menara dengan sistem counter-current antara udara (upflow) dan air (downflow). Menara dilengkapi dengan kipas angin, rak untuk mendistribusikan air, lubang untuk pengeluaran gas, dan sebagainya. Gambar 7.2 menunjukkan skema ammonia stripping. Dasar perancangan ammonia stripping menggunakan persamaan Henry's sebagai berikut: pa = m X (7.14) 137

dalam hal ini: pa = tekanan parsial ammonia di campuran udara, mmhg (lihat Tabel 7.2) m = konstanta X = kadar ammonia di larutan pada kesetimbangan, ratio mol atau massa L X 2 G Y 2 H Keterangan: H = tinggi tower L = debit air G = debit udara X1, X2 = kadar ammonia di air (sebaga ratio massa) Y1, Y2 = kadar ammonia di udara (sebaga ratio massa) L X 1 G Y 1 Gambar 7.2 Skema ammonia stripping Tabel 7.2 Tekanan Parsial Ammonia Suhu, o C Tekanan parsial ammonia, pa (mmhg) 0 10 20 25 30 40 50 Sumber: Qasim et al. (2000) 0,0112 0,0189 0,0300 0,0370 0,0479 0,0770 0,1110 X (gr NH 3 /10 6 gr air) 50 50 50 50 50 50 50 138

Kadar ammonia setimbang dalam campuran udara dinyatakan sebagai ratio massa atau berat, dihubungkan dengan tekanan parsial sebagai berikut: pa M Y* = Pt M A udara (7.15) dalam hal ini: Y* = ratio massa atau berat ammonia P t = tekanan total atmosfer, mmhg pa = tekanan parsial ammonia, mmhg M A = merat molekul ammonia, 17 gr/gr mol M udara = berat molekul udara, 29 gr/gr mol Dalam ammonia stripping, perlu diketahui persen ammonia di larutan yaitu dalam bentuk gas ammonia. Gas ammonia dalam kesetimbangan dengan ion ammonium diberikan dalam persamaan reaksi: NH 3 + H 2 O NH 4 + + OH - (7.16) Pada saat ph meningkat, kesetimbangan akan bergerak ke kiri. Persen ammonia dalam bentuk gas pada suhu 25 o C adalah (Metcalf dan Eddy dalam Reynolds, 1996) : NH 3 100 (persen) = 1+ 1,75 x 10 + 9 [H + ] (7.17) dalam hal ini, H + = kadar ion hidrogen. Pada suhu 25 o C dan ph 10,8, 97,3% ammonia akan berada dalam bentuk molekul gas ammonia terlarut di air. Ketika tekanan parsial ammonia di udara adalah nol, ammonia stripping akan terjadi pada ph netral, tetapi efisiensinya sangat rendah karena kebanyakan ammonia berada dalam bentuk ion ammonium, Meningkatnya ph sampai sekitar 10,8 139

menyebabkan ammonia berubah dalam bentuk molekul gas ammonia, sehingga stripping akan berlangsung dengan efisiensi yang tinggi. Penentuan kebutuhan udara untuk ammonia stripping berdasarkan Gambar 7.2 dapat dihitung dengan material balance berikut: LX 2 + GY 1 = LX 1 + GY 2 (7.18) atau L(X 2 - X 1 ) = G(Y 2 - Y 1 ) (7.18a) Bila kadar ammonia di udara influen adalah nol (Y 1 = 0) dan kadar ammonia di air efluen diabaikan (X 1 ~ 0), maka persamaan (7.18a) disederhanakan menjadi: L Y = 2 (7.19) G X 2 L/G adalah ratio massa air - udara. Pada umumnya debit udara disain diperoleh dari debit udara teoritis dilkalikan faktor disain sebesar 1,50 hingga 1,75. 7.5. Operasi dan Peralatan Peralatan untuk perpindahan massa dari fase gas ke fase cair atau sebaliknya dapat dibedakan dalam beberapa jenis sesuai dengan sifat operasinya, yaitu: (1) Gravitasi / jatuhan (2) Semprotan (3) Diffuser (4) Mekanik 140

Perbandingan untuk pelaksanaan berbagai macam bentuk aerasi disajikan pada Tabel 7.3. Tabel 7.3 Disain dan Karakteristik Operasi Aerator Aerator Penyisihan Spesifikasi Aerator Gravitasi: Cascade 20-45% CO 2 Tinggi: 1,0-3,0 m Luas: 85-105 m 2 /m 2.det Kecepatan aliran 0,3 m/det Packing Tower >95% VOC >90% CO 2 Diameter kolom maksimum 3 m Beban hidrolik: 2000 m 3 /m 2.hari Tray >90% CO 2 Kecepatan: 0,8-1,5 m 3 /m 2 /menit Kebutuhan udara 7,5 m 3 /m 3 air Jarak rak (tray): 30-75 cm Luas: 50-160m 2 /m 3 det Spray 70-90% CO 2 25-40 H 2 S Tinggi: 1,2-9 m Diameter nozzle: 2,5-4,0 cm Jarak Nozzle: 0,6-3,6 m Debit nozzle:5-10 L/det Luas bak: 105-320 m 2 /m 3 det Tekanan semprot: 70 kpa Aerator terdifusi 80% VOC Waktu detensi: 10-30 menit Udara:0,7-1,1 m 3 /m 3 air Tangki: kedalaman 2,7-4,5 m, lebar 3-9 m Lebar / kedalaman < 2 Volume maksimum =150 m 3 Diameter lubang diffuser : 2-5 mm diameter Aerator Mekanik 50-80% CO 2 Waktu detensi : 10-30 menit Kedalaman tangki: 2-4 m Sumber: Qasim et al. (2000) Aerator gravitasi meliputi pelimpah, terjunan air, cascade, aliran di atas bidang miring, menara (tray atau packed). Kontak antara air dan udara terjadi ketika air dijatuhkan dari ketinggian tertentu. Aerasi metoda jatuhan dapat dilakukan dengan berbagai jenis operasi antara lain (lihat Gambar 7.3): 141

1. Aerasi jatuhan bertingkat (Cascade Aeration) 2. Aerasi aliran dalam talang dengan pelimpah 3. Kombinasi jatuhan dan pengudaraan dengan aliran berlawanan. 4. Tray aeration Gambar 7.3 Beberapa tipe aerator garvitasi (i) cascade, (ii) packed tower counter-current, (iii) tray aerator Operasi aerasi dengan sistem ini, dilakukan dengan memompa air pada ketinggian tertentu kemudian dilepaskan pada titik pancaran pada bagian paling atas dari alat. Suhu udara dan kecepatan angin sangat berpengaruh pada laju 142

aerasi. Waktu kontak ditentukan oleh tinggi jatuhan dan kapasitas aliran air yang direncanakan. Rumus umum efisiensi aerasi dengan metoda jatuhan bertingkat adalah : K Ce Co = (7.20) Cs Co dimana : K = koefisien efisiensi Cs = konsentrasi jenuh oksigen terlarut pada suhu operasi., mg/l Ce= konsentrasi oksigen setelah aerasi,mg/l Co = konsentrasi oksigen pada saat awal, mg/l. Pengaruh faktor suhu dan tinggi jatuhan pada efisiensi aerasi untuk berbagai jenis air dirumuskan secara empiris sebagai berikut : 1. Air tanah tak terpolusi : K = 0,45 (1 + 0,026. T). H (7.21) 2. Air tercemar : K = 0,36 (1+0,046.T). H (7.22) 3. Air limbah domestik : K = 0,29 (1+0,046.T).H (7.23) dimana : T = suhu air, h= tinggi jatuhan, m Waktu kontak antara air dan udara untuk gravity aerator jatuh bebas: 2h t = (7.24) g t adalah waktu kontak, ( h) tinggi jatuhan dan (g) gaya gravitasi. 143

Aerasi dengan weir berganda, secara empiris dirumuskan : n K Cn = Cs [ Cs Co] x 1 n (7.25) Dalam formulasi ini, n, adalah jumlah weir atau cascade untuk jatuhan. Aerator semprot menyemprotkan butiran air ke udara melalui lubang atau nozzle, baik yang bergerak maupun diam. Bentuk aerator semprot dapat dilihat pada Gambar 7.4. Gambar 7.4 Spray aerator (Qasim et al., 2000) Aerator udara terdifusi melakukan transfer oksigen dari udara bertekanan yang diinjeksikan ke dalam air. Injeksi udara berlangsung dalam bak besar melalui difuser berpori berbentuk plat atau tabung. Udara yang keluar dari difuser biasa berbentuk gelembung udara yang akan menyebabkan peningkatan turbulensi air. Gelembung yang dihasilkan oleh difuser diklasifikasikan menjadi fine dan coarse bubble. Efisiensi yang dapat dicapai dengan fine bubble aerator adalah 8-12%, sementara untuk coarse bubble aerator adalah 4-8%. Periode aerasi berkisar 10 30 menit, suplai udara 0,1 1 m 3 /menit per m 3 volume tangki. 144

Laju perpindahan oksigen untuk aerasi dengan injeksi udara (diffused aeration) diformulasikan (Eckenfelder dan Ford dalam Reynolds,1996) : 1 n 0, 67 (T 20) N = CGa D (Csm CL ) * 1, 02 α (7.26) C dan n = konstanta G a = debit udara pada 20 o C dan 1 atm, m 3 /menit D = kedalaman difuser, m C sm = konsentrasi gas jenuh pada setengah kedalaman bak, mg/l α = K L a (air)/k L a (air bersih) Karena kelarutan oksigen bervariasi terhadap tekanan, konsentrasi jenuh oksigen, C sm ditentukan pada setengah kedalaman tangki aerasi yang dapat didekati dengan rumus: = C Pr Oe + 203 42 C (7.27) m s C s = konsentrasi gas jenuh, mg/l P r = tekanan absolut pada kedalaman pelepasan udara, kpa O e = % gas dalam aliran udara yang dikeluarkan Kebutuhan energi untuk suatu kompressor udara dapat dihitung dengan persamaan : n FRT 1 p 2 P = 1 (7.28) C.n.E p1 145

dimana : P = daya, kw F = massa aliran udara, kg/det = Ga(m 3 /det) x densitas udara (kg/m 3 ) R = konstanta gas = 0,288 T 1 = suhu absolut udara masuk, K p 1 = tekanan absolut udara masuk, kpa p 2 = tekanan absolut udara keluar, kpa n = 0,283 untuk udara E = efisiensi kompressor biasanya berkisar antara 70 80 %. C = 1,0 Aerator mekanik menggunakan alat pengaduk yang digerakkan motor. Ada beberapa tipe alat pengaduk, yaitu paddle tenggelam, paddle permukaan, propeller, turbine, dan aerator draft-tube. Formulasi laju perpindahan oksigen untuk aerasi mekanik adalah: C C 9,17 w L ( T 20) N = No.1,02 (7.29) dimana : N = laju perpindahan oksigen pada kondisi operasi, lb/jam No = Perpindahan oksigen dalam aerator, lb/jam. Klasifikasi mechanical aerator meliputi: high-speed axial-flow pump 146

- sering digunakan untuk aerated lagoon - daya motor: 1-150 hp (0,75-112 kw) - kecepatan putaran: 900-1800 rpm - kedalaman air: 0,9-5,5 m - kecepatan transfer oksigen: 1,22-2,37 kg/kw.jam slow speed vertical turbine - digunakan untuk activated sludge, aerobic digestion, aerated lagoon - daya motor: 3-150 hp (2,2-112 kw) - diameter turbine: 0,9-3,7 m - speed: 30-60 rpm - kedalaman air: 0,9-9,1 m - kecepatan transfer oksigen: 1,22-2,37 kg/kw.jam submerged slow-speed vertical turbine - ditempatkan pada 0,46 m di atas dasar bak - diameter turbine: 0,1-0,2 kali lebar bak - rate transfer oksigen: 1,22-1,83 kg/kw.jam - diperlukan sumber udara bertekanan rotating brush aerator - digunakan untuk oxidation ditch - tersusun atas poros horisontal yang panjang dengan bristle yang tercelup air sebagian - rate transfer oksigen: 1,83-2,13 kg/kw.jam 147

Contoh Soal 7.3: Suatu diffuser udara digunakan untuk aerasi proses lumpur aktif. Diffuser diletakkan pada kedalaman 4 m di bawah permukaan air. Kehilangan gesekan di sistem perpipaan diestimasikan sebesar 13 kpa. Perancangan didasarkan pada tekanan barometrik rata-rata sebesar 740 mm Hg dan suhu operasi 25 C. Spesifikasi dari pabrik menunjukkan bahwa setiap difuser mampu mentransfer 0,8 kg O 2 /jam, jika dioperasikan pada debit udara udara 0,3 m 3 /menit. Estimasikan massa O 2 /jam yang ditransfer per unit difuser pada kondisi aktual. Asumsikan bahwa 7 % oksigen yang ada dalam gelembung udara terserap dalam air. Pada kondisi tunak konsentrasi oksigen terlarut sebesar 2,5 mg/lt. Penyelesaian: 1. Dihitung nilai C s untuk air kran pada suhu 25 C & P = 740 mm Hg. pada tekanan 760 mm Hg nilai C s = 8,4 mg/lt dan p u = 23,8 mm Hg Sehingga 740 23, 8 Cs = 8, 4 = 8, 17mg / lt 760 23, 8 2. Hitung nilai Csm pada titik tengah dengan Pers (7.27) Pr Oe Csm = Cs + 203 42 1 atm = 10,34 m air = 101,37 kpa P r = Patm + (H/10,34) x 101,37 + (kehilangan energi gesekan) P r = [(740/760) x101,35]+[(4/10,34) x 101,37]+13 = 150,9 kpa O e = 21 % (1-x) = 21 % (1-0,07) = 19,5 % Jadi C sm = 8,17 [(150,9/203) + (19,5/42)] = 9,87 mg/lt. 3. Massa oksigen yang ditransfer dihitung dengan Pers (7.26): 1 n 0, 67 (T 20) N = CGa D (Csm CL ) * 1, 02 α, dengan asumsi konstanta C dan n masing-masing 0,04233 dan 0,1 dan α = 0,75, maka: 0, 9 0, 67 ( 25 20) N = 0, 04233* 0, 3 4 *( 9, 87 2, 5)* 1, 02 * 0, 75 = 0,221 kg O 2 /jam 7.6. Aplikasi Aerasi Penyisihan Rasa dan Bau. Aerasi mempunyai keterbatasan dalam hal penyisihan rasa dan bau. Sebagian besar rasa dan bau disebabkan oleh bahan yang sangat larut dalam air, sehingga aerasi kurang efisien dalam menyisihkan 148

rasa dan bau ini dibandingkan dengan metoda pengolahan lain, misalnya oksidasi kiiawi atau adsorpsi. Penyisihan Besi dan Mangan. Penyisihan besi dan mangan dapat dilakukan dengan proses oksidasi. Aplikasi aerasi dalam proses ini dapat memberikan cukup banyak oksigen untuk berlangsungnya reaksi. Proses ini biasanya digunakan pada air tanah yang kebanyakan mempunyai kandungan oksigen terlarut yang rendah. Oleh karena itu, aerasi dalam aplikasi ini akan menghasilkan endapan dan meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut. Mangan sering kali tidak dapat teroksidasi pada ph normal. Peningkatan ph sampai 8,5 dapat memperbesar oksidasi mangan, khususnya jika digunakan menara aerator. Penyisihan Senyawa Organik Volatile. Senyawa organik yang bersifat mudah menguap (volatile) dapat disisihkan dengan cara aerasi. Penyisihan Karbondioksida. Karbondioksida dapat cepat dihilangkan dengan cara aerasi. Karbondioksida mempunyai kelarutan yang rendah dalam air, sehingga aerasi sangat efisien dalam penyisihannya. Proses ini biasanya diterapkan pada pelunakan air tanah yang umumnya mempunyai kandungan karbondioksida yang tinggi. Tingginya konsentrasi karbondioksida dalam air dapat meningkatkan pemakaian bahan kimia untuk keperluan pelunakan. Penyisihan Hidrogen Sulfida. Hidrogen sulfida adalah senyawa utama penyebab rasa dan bau yang dapat diolah cukup efektif dengan aerasi. Mekanisme pengolahannya adalah terjadi oksidasi hidrogen sulfida menghasilkan air dan belerang bebas. 149

7.7. Rangkuman 1. Transfer gas didefinisikan sebagai perpindahan gas dari fase gas ke fase cair atau sebaiknya yang melibatkan terjadinya kontak antara udara atau gas lain dengan air. 2. Aerasi didefinisikan sebagai proses kontak antara air dan udara yang ditujukan untuk peningkatan kadar oksigen dalam air, pelepasan gas-gas dalam air, juga berfungsi untuk pengadukan pada proses pengolahan air limbah secara biologis. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perpindahan oksigen adalah suhu, kejenuhan oksigen, karakteristik air, dan derajat turbulensi. 4. Stripping lebih dikhususkan pada transfer gas dari fase cair ke fase gas. Fungsi utama stripping dalam pengolahan air dan air limbah adalah untuk menyisihkan kandungan gas terlarut yang tidak diinginkan, seperti ammonia, karbondioksida, hidrogen sulfida, dan organik volatile. 5. Peralatan untuk perpindahan massa dari fase gas ke fase cair atau sebaliknya dapat dibedakan dalam empat jenis sesuai dengan sifat operasinya, yaitu gravitasi / jatuhan, semprotan, diffuser, dan mekanik. 6. Aplikasi transfer gas pada bidang pengolahan air antara lain penyisihan rasa dan bau, penyisihan besi dan mangan, penyisihan senyawa organik volatile, penyisihan karbondioksida, dan penyisihan hidrogen sulfida. 150

7.8. Soal-soal 1. Suatu studi unsteady - state aeration dilakukan dengan menggunakan bak aerasi memakai sistem diffusi udara. Adapun karakteristik sistem adalah : Dimensi tanki: 15 m x 7,5 m x 4,5 m (p x l x h) Flow rate udara per diffuser: 3,5 m 3 /menit (pada 760 mm Hg dan 0 C). Percobaan pertama, tanki aerasi diisi penuh dengan air kran suhu air 25 C. Tekanan atmosfer 765 mm Hg. Air kran dideoksigenasi dengan menginjeksikan dengan gas Nitrogen setelah kadar oksigen mencapai Nol aerasi dimulai. Selama aerasi tanki ditutup rapat dan udara yang keluar dianalisa. Data - data yang diperoleh adalah sbb: Waktu (menit) DO (mg/l ) Parameter Volume (%) 0 0,0 CO 2 2,3 5 2,4 O 2 16,9 10 4,4 N 2 80,8 15 5,9 20 7,2 25 8,2 Percobaan kedua sama seperti percobaan pertama hanya air krannya diganti dengan air limbah yang bersuhu 35 C dan tekanan atmosfer = 770 mm Hg. Data yang diperoleh adalah sbb: Waktu (menit) DO (mg/l ) Parameter Volume (%) 0 0,0 CO 2 2,7 5 1,5 O 2 18,8 10 2,8 N 2 78,5 151

15 4,1 20 5,2 25 6,1 Penurunan tekanan akibat gesekan yang terjadi dalam sistem perpipaan = 1 psi dan nilai ß = 0,9 dan konsentrasi biomass pada air limbah diabaikan. Hitunglah : a. Konsentrasi jenuh oksigen pada air kran pada mid-depth (T=25 C dan P = 765 mm Hg). b. Konsentrasi jenuh oksigen pada air limbah pada mid-depth (T=30 C dan P = 770 mm Hg). c. Kla air kran (1/jam) pada suhu 25 C dan 20 C d. Kla air limbah (1/jam) pada suhu 35 C dan 20 C e. Koefisien α pada 20 C f. Lb O 2 /Jam yang ditransfer ke air limbah pada 35 C untuk aerasi steady state dengan konsentrasi DO rata - rata = 2 mg O 2 /L. 7.9. Bahan Bacaan: 1. Casey. T.J., Unit Treatment Processes in Water And Wastewater Engineering, John Wiley & Sons, Singapore, 1997. 2. Reynolds, Tom D, Unit Operations and Processes in Environmental Engineering, Brooks/Cole Engineering Divisions, Moenterey, California, 1996. 3. Bennefield, Larry D; Randall, Clifford W. Biological Process Design for Wastewater Treatment, Prentice-Hall, Inc, Englewwod Cliffs, NJ 07632, 1982. 152

4. Ramalho, R.S., Introduction to Wastewater Treatment Processes, Second Edition, Academic Press Inc.111 Fith Avenue, New York 10003, 1983. 5. Sundstrom, Donald.W., Wastewater Treatment, Prentice-Hall, Inc, Englewood Cliffs, NJ 07632, 1979. 6. Qasim, Syed R, Edward M. Motley, dan Guang Zhu, Water Works Engineering: Planning, Design dan Operation, Prentice Hall PTR, Upper Saddle River, NJ 07458, 2000. 153