BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan atau pelatihan medik dan para medik, sebagai tempat. lantai makanan dan benda-benda peralatan medik sehingga dapat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. (World Health Organization (WHO), 2011). Menurut survei di Inggris,

BAB I PENDAHULUAN. Ratusan juta pasien terkena dampak Health care-associated infections di

Infeksi yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah salah satu penyebab utama kematian dan peningkatan morbiditas pada pasien rawat

BAB I PENDAHULUAN UKDW. keseluruhan yang memberikan pelayanan kuratif maupun preventif serta

PENDAHULUAN. dapat berasal dari komunitas (community acquired infection) atau berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. infeksi tersebut. Menurut definisi World Health Organization. (WHO, 2009), Healthcare Associated Infections (HAIs)

BAB 1 PENDAHULUAN. yang selalu bertambah setiap tahunnya. Salah satu jenis infeksi tersebut adalah

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial atau yang sekarang dikenal dengan Healthcare Associated

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. dan tenaga ahli kesehatan lainnya. Di dalam rumah sakit pula terdapat suatu upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidaknyamanan yang berkepanjangan sampai dengan kematian. Tindakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dalam rangka mencapai tujuan Bangsa Indonesia. yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 perlu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pasien rawat inap. Kejadian HAIs banyak terjadi di seluruh dunia dengan

BAB I PENDAHULUAN. Healthcare Associated Infections (HAIs) telah banyak terjadi baik di

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection. (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting bagi perawat. Setiap hari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. maka pada tahun 1976 Join Commission on Acreditation of Health Care

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi (Hanafiah & Amir,

BAB I PENDAHULUAN. pasien lain dan dari lingkungan yang tercemar kepada pasien. Hand hygiene

Pendahuluan BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat. darurat (Permenkes RI No. 147/ Menkes/ Per/ 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah terhadap upaya

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan unit pelayanan medis yang sangat kompleks, rumah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang sudah ditentukan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan perpanjangan masa rawat inap bagi penderita. Risiko infeksi di

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. dibentuk oleh Kepala Rumah Sakit (Depkes RI, 2007). Menurut WHO (World

BAB I PENDAHULUAN. maupun tidak langsung kematian pasien. Infeksi nasokomial ini dapat berasal dari

GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun airbone,

Salah satu indikator keberhasilan dalam pelayanan rumah sakit adalah rendahnya angka infeksi atau Healthcare Associated Infections (HAIs) di rumah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. melindungi diri atau tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja, dimana

BAB I PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Infeksi yang terjadi dirumah sakit salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat

The Relations Between Knowledge and Personal Protective Equipment (PPE) Use Adherence in Non-Medical Employee

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini perhatian terhadap infeksi nosokomial di sejumlah rumah sakit di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Kompetisi antar rumah sakit dan terbukanya AFTA di tahun 2013 membuat semua rumah

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit (RS) sebagai institusi pelayanan kesehatan, di dalamnya

BAB 1 PENDAHULUAN. virus, bakteri, dan berbagai penyebab penyakit lainnya yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Nosokomial, yang saat ini disebut sebagai. dengan jumlah pasien dari jumlah pasien berisiko 160.

BAB 1 PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Kriteria pasien dikatakan mengalami infeksi

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat dilepaskan dari kebijaksanaan pembangunan kesehatan. Rumah sakit memiliki resiko untuk terjadi Health care Associated

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS). Dampak dari proses pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan di berbagai belahan dunia dan merupakan risiko terhadap sistem

promotif (pembinaan kesehatan), preventif (pencegahan penyakit), kuratif (pengobatan penyakit) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan) serta dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Ventilator Associated Pneumonia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi merupakan suatu keadaan ditemukan adanya agen infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu

PELAKSANAAN SURVEILANS INFEKSI RUMAH SAKIT. Halaman 1 dari 5. No. Dokumen... No. Revisi... RS ADVENT MANADO. Ditetapkan,

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian dan kecacatan secara terpadu dengan melibatkan berbagai multi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga pasien merupakan pihak yang mempunyai hak untuk

BAB I PENDAHULUAN. kompetitif, toksin, replikasi intra seluler atau reaksi antigen-antibodi.

BAB 1 : PENDAHULUAN. mencetuskan global patient safety challenge dengan clean care is safe care, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks, menggunakan gabungan alat ilmiah khusus dan rumit, dan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut seorang pasien bisa mendapatkan berbagai penyakit lain. infeksi nosokomial (Darmadi, 2008, hlm.2).

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan pekerjaan dalam rumah sakit di Indonesia, dikategorikan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), HAI s (Healthcare

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan. Sebagai layanan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mata, dan infeksi kulit. Umumnya penyakit tersebut terjadi pada anak-anak dan

BAB I PENDAHULUAN. Penatalaksanaan perawatan luka post operasi pada saat ini masih belum

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit. Rumah sakit merupakan salah satu sarana pelayanan. kesehatan kepada masyarakat. Rumah sakit memiliki peran penting

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit (RS) merupakan suatu unit yang sangat kompleks. Kompleksitas ini

ANALISIS INFECTION CONTROL RISK ASSESMENT DAN STRATEGI PENURUNAN HEALTH-CARE ASSOCIATED INFECTIONS DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut International Diabetes Federation (IDF), diabetes adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. saat menghadapi berbagai ancaman bagi kelangsungan hidupnya seperti kesakitan. dan kematian akibat berbagai masalah kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan semakin meningkat. Istilah infeksi nosokomial diperluas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

pola kuman 1. Program penerapan Kewaspadaan Isolasi 2. Program kegiatan surveilans PPI dan peta 4. Program penggunaan antimikroba rasional

Trend Angka Infeksi Rumah Sakit Tahun Trend Angka Infeksi Rumah Sakit Tahun 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah setiap tahunnya (Mores et al., 2014). Infeksi nosokomial adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan masyarakat untuk melindungi bayi sebelum, selama dan sesudah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme dalam tubuh yang menyebabkan sakit yang disertai. dengan gejala klinis baik lokal maupun sistemik.

KERANGKA ACUAN KEGIATAN PROGRAM DIKLAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI PUSKESMAS KALIBARU KULON

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1. Diajukan Oleh : RIA RIKI WULANDARI J

BAB I PENDAHULUAN. Penyedia pelayanan kesehatan dimasyarakat salah satunya adalah rumah sakit. Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor

BAB I PENDAHULUAN. penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. dapat terjadi adalah Healthcare-associated Infection (HAIs). HAIs

Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Nasional Ikatan Perawat Dialisis Indonesia (IPDI) Palembang, 17 Oktober 2014

BAB I PENDAHULUAN. obat-obatan dan logistik lainnya. Dampak negatif dapat berupa kecelakaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir, angka kejadian penyakit infeksi

nosokomial karena penyakit infeksi. Di banyak negara berkembang, resiko perlukaan karena jarum suntik dan paparan terhadap darah dan duh tubuh jauh

INFECTION CONTROL RISK ASSESSMENT (ICRA) DI INSTALASI BEDAH SENTRAL RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING

BAB I PENDAHULUAN. kualitas mutu pelayanan kesehatan. Rumah sakit sebagai tempat pengobatan, juga

SASARAN Semua Tenaga Pelayanan Kesehatan, Dokter, Perawat, Bidan. METODE Ceramah, Diskusi, Demonstrasi, Kunjungan lapangan, Praktek

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit melakukan beberapa jenis pelayanan di antaranya pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, pelayanan perawatan, pelayanan rehabilitasi, pencegahan dan peningkatan kesehatan, sebagai tempat pendidikan dan atau pelatihan medik dan para medik, sebagai tempat penelitian dan pengembangan ilmu dan teknologi bidang kesehatan (Depkes, 2004). Kegiatan tersebut menimbulkan dampak positif dan negatif. Dampak positifnya adalah meningkatkannya derajat kesehatan masyarakat, sedangkan dampak negatifnya adalah agen penyakit yang dibawa oleh penderita dari luar ke rumah sakit atau pengunjung yang berstatus karier. Kuman penyakit ini dapat hidup dan berkembang di lingkungan rumah sakit, seperti udara, air, lantai makanan dan benda-benda peralatan medik sehingga dapat menyebabkan terjadinya infeksi (Wichaksana, 2002). Ditinjau dari asal atau didapatnya infeksi dapat berasal dari komunitas (Community acquired infection) atau berasal dari lingkungan rumah sakit (Hospital acquired infection) yang sebelumnya dikenal dengan istilah infeksi nosokomial. Tindakan medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang dimaksudkan untuk tujuan perawatan atau penyembuhan pasien, bila dilakukan tidak sesuai prosedur berpotensi untuk menularkan penyakit infeksi, 1

2 baik bagi pasien (yang lain) atau bahkan pada petugas kesehatan itu sendiri (Depkes, 2008). Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2011, angka kejadian infeksi nosokomial di negara berpendapatan tinggi bervariasi antara 3,5-12%. Prevalensi kejadian infeksi nosokomial di negara Eropa sekitar 7,1% dan di Amerika angka kejadian infeksi nosokomial sekitar 4,5% pada tahun 2002. Sedangkan pada negara berpendapatan rendah, angka kejadian infeksi nosokomial lebih tinggi dibandingkan dengan negara berpenghasilan tinggi berkisar antara 5,7-19,1%. Prevalensi infeksi nosokomial di Indonesia yang termasuk ke dalam negara berpendapatan menengah sekitar 7,1%. Survei yang dilakukan di Inggris pada tahun 2011 didapatkan prevalensi keseluruhan hospital acquired infection (HAIs) di Inggirs sekitar 6,4%, dimana 22,8% diantaranya infeksi saluran pernapasan (pneumonia dan infeksi pernapasan lainnya), Urinary Tract Infections (UTI) atau di Indonesia lebih dikenal sebagai infeksi saluran kemih (ISK) sebesar 17.2%, Surgical Site Infections (SSI) atau infeksi luka operasi (ILO) berkisar 15.7%, clinical sepsis sebesar 10.5%, infeksi saluran pencernaan sebesar 8.8% dan Bloodstream Infections (BSI) atau infeksi aliran darah primer (IADP) sebesar 7.3%. Sedangkan survei yang dilakukan pada populasi anak-anak didapatkan, clinical sepsis sebesar 40,2%, infeksi saluran pernafasan sebesar 15.9% dan IADP sebesar 15.1% (Health Protection Agency, 2012). Sedangkan survei yang dilakukan di 183 rumah sakit yang berada di U.S. dari 11.282 pasien, 452 mendapatkan 1 atau lebih infeksi di rumah sakit atau sekitar 4.0%. Pasien

3 dengan pneumonia sebesar 21,8%, ILO sebesar 21,8%, infeksi saluran pencernaan sebesar 17,1%, ISK sebesar 12,9% dan IADP sebesar 9,9%. Sebanyak 43 pasien pneumonia atau sekitar 39,1% disebabkan oleh pemasangan ventilator, sebanyak 44 kasus ISK atau sekitar 67,7% dikaitkan dengan pemasangan kateter dan sebanyak 42 kasus IADP atau sekitar 84% dikaitkan kateter sentral (Shelley, dkk., 2014). Di Indonesia, dari penelitian yang telah dilakukan di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau didapatkan jumlah pasien operasi bersih yang menderita infeksi luka operasi pada bulan Oktober - Desember 2013 yakni sebanyak 13 dari 192 orang atau dengan angka kejadian sebesar 6,8% (Andy, dkk., 2015). Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Setjonegoro Kabupaten Wonosobo mengalami peningkatan kejadian infeksi nosokomial dari tahun 2010-2011 dari 0,37% menjadi 1,48% kasus. Prevalensi kejadian infeksi nosokomial di RSUD Setjonegoro dari bulan Juli 2009 - Desember 2011, kejadian ISK sebesar 0,33 per 1000 pasien rawat inap, ILO sebesar l,21 per 1000 pasien rawat inap, pneumonia sebesar 0 per 1000 pasien rawat inap, sepsis sebesar 0,12 per 1000 pasien rawat inap, dekubitus sebesar 1,12 per 1000 pasien rawat inap, dan phlebitis sebesar 5,02 per 1000 pasien rawat inap (Ratna, dkk., 2012) Di Yogyakarta, berdasarkan data dari Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) RS. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2012 terjadi 70 kasus Hospital Acquired Pneumonia (HAP) dari populasi berisiko sebanyak 3.778 pasien (prevalensi 1,85%) dan 21.590 total pasien yang dirawat (0,32%) dan

4 meningkat menjadi 0,34% pada tahun 2013. Sedangkan dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti selama 6 bulan di ruang Dahlia IV angka kejadian HAP mencapai 0,4% yang seharusnya angka ini nol (Kardi, dkk., 2015). Sedangkan infeksi nosokomial yang terjadi di RS PKU Muhammadiyah Gamping, berdasarkan survei yang dilakukan oleh pihak RS PKU Muhammadiyah Gamping bulan Januari hingga September 2015 didapatkan data phlebitis sebesar 0,014 per 1000 pasien rawat inap, ISK sebesar 0,006 per 1000 pasien rawat inap, infeksi post transfusi sebesar 0%, dan ILO sebesar 0,19% (Komite PPI RS PKU Muhammadiyah Gamping, 2015). Terjadinya HAIs akan menimbulkan banyak kerugian, antara lain lama hari perawatan bertambah panjang, penderitaan pasien bertambah, biaya perawatan juga meningkat. (Darmadi, 2008). Menurut WHO (2011), dampak HAIs meliputi tinggal di rumah sakit semakin lama, dapat mengakibatkan cacat jangka panjang, terjadi peningkatan resistensi mikroorganisme terhadap antimikroba, biaya tambahan yang besar bagi sistem kesehatan, biaya menjadi lebih tinggi untuk pasien dan keluarga pasien, dan dapat menyebabkan kematian. Di Eropa, HAIs menyebabkan 16 juta hari tambahan untuk tinggal di rumah sakit dan 37.000 kasus kematian yang disebabkan oleh HAIs. Beban penyakit ini juga tercermin dalam kerugian keuangan tahunan diperkirakan mencapai sekitar 7 milyar. Di Amerika Serikat, sekitar 99.000 kasus kematian dikaitkan dengan HAIs pada tahun 2002 dan biaya tambahan tahunannya sekitar US $6,5 miliar pada tahun 2004. Beberapa infeksi, seperti

5 infeksi aliran darah dan pneumonia terkait ventilator, memiliki dampak yang lebih parah daripada infeksi lainnya dalam hal kematian dan biaya tambahan. Infeksi aliran darah nosokomial diprediksi terjadi sekitar 250.000 kasus setiap tahun di Amerika Serikat dan kasus resistensi mikroorganisme terhadap antimikroba semakin meningkat beberapa dekade terakhir. Di negara berkembang sangat sedikit studi mengenai dampak HAIs dan tidak ditemukan adanya laporan secara nasional. Peningkatakan kematian pada orang dewasa di negara berkembang banyak disebabkan oleh pneumonia terkait ventilator yaitu sekitar 27,5%. Di antara bayi lahir sakit di negara-negara berkembang, HAIs bertanggung jawab sekitar 4% kasus dari 56% kasus kematian pada periode neonatal dengan 75% terjadi di Selatan-Asia Timur dan Afrika Sub- Sahara. Penggunaan alat pelindung diri (APD) memberikan penghalang fisik antara mikroorganisme dengan pamakai. Kadang hal itu memberikan proteksi dengan mecegah mikroorganisme dari tangan, mata dan pakian yang terkontaminasi agar tidak terjadi penularan kepada pasien lain dan petugas kesehatan sehingga dapat mencegah HAIs (International Federation of Infection Control, 2011). Namun demikian, APD tidak menghilangkan ataupun mengurangi bahaya yang ada. Peralatan ini hanya mengurangi jumlah kontak dengan bahaya dengan cara penempatan penghalang antara tenaga kerja dengan bahaya (Liswanti, dkk., 2015).

6 Integrasi ayat Al-Qur an yang berhubungan dengan topik penelitian: ال Artinya : Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, dimuka dan di belakang, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap kaum maka tidak ada yang dapat menolaknya, dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia (QS. Ar Ra du; 11) Ayat tersebut menjelaskan bahwa manusia tidak memiliki perlindungan terhadap keburukan yang dikehendaki Allah, artinya manusia tidak dapat menghindar dari keburukan yang telah ditakdirkan oleh Allah untuk terjadi dalam hidup manusia. Namun manusia berhak berusaha untuk menjaga kesehatan dan keselamatan dirinya dari ancaman yang terjadi. Dalam hal ini dapat diambil hikmah bahwa alat perlindungan diri merupakan salah satu upaya dalam pencegaran infeksi nosokomial. Penelitian ini dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Gamping yang merupakan rumah sakit pendidikan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, rumah sakit pendidikan tipe C ini mempunyai beberapa fasilitas pelayanan diantaranya berupa instalasi gawat darurat, pelayanan medis, pelayanan penunjang, pelayanan pemeliharaan kesehatan dan pelayanan unggulan.

7 Pelayanan penunjang dapat berupa pelayanan penunjang medis dan non medis. Pelayanan penunjang non medis merupakan pelayanan yang bekerja secara tidak langsung yang berkaitan dengan pelayanan medik antara lain Pelayanan Linen dan Laundry, Central Sterile Supply Departement (CSSD), Sanitasi, Instalasi Pengelolaan Air dan Limbah (IPAL), dan Elektromedik. Pelayanan penunjang non medis merupakan salah satu mata rantai yang penting dalam pencegahan dan pengendalian infeksi terutama infeksi nosokomial, sehingga penggunaan alat pelindung diri sangat diperlukan pada petugas yang bekerja di unit penunjang non medis agar tidak terkontaminasi bakteri sehingga terjadi infeksi (Depkes, 2004). Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan alat pelindung diri pada petugas penunjang non medis di RS PKU Muhammadiyah Gamping. B. Rumusan Masalah Permasalahan utama yang ingin diteliti dalam penelitian ini adalah Bagaimana hubungan pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan Alat Pelindung Diri pada petugas penunjang non medis di RS PKU Muhammadiyah Gamping? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan Alat Pelindung Diri pada petugas penunjang non medis di RS PKU Muhammadiyah Gamping.

8 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui pengetahuan mengenai APD pada petugas penunjang non medis di RS PKU Muhammadiyah Gamping. b. Mengetahui kepatuhan pengunaan APD pada petugas penunjang non medis di RS PKU Muhammadiyah Gamping. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut: 1. Bagi Rumah Sakit Memberikan data mengenai pengetahuan dan kepatuhan pada petugas penunjang non medis di RS PKU Muhammadiyah Gamping. 2. Bagi Praktisi Kesehatan Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan kepada tenaga medis khususnya dalam melakukan tindakan dengan menggunakan APD sesuai prosedur sehingga terhindar dari segala kemungkinan HAIs di RS PKU Muhammadiyah Gamping. 3. Bagi Lembaga atau Institusi Pendidikan Sebagai pengembangan pengetahuan baik kalangan mahasiswa pendidikan sarjana maupun profesi agar dapat melaksanakan pencegahan serta pegendalian HAIs yang berhubungan dengan. 4. Bagi peneliti Penelitian ini merupakan sarana belajar untuk menambah wawasan dan mengetahui lebih dalam tentang di rumah sakit dan hasilnya diharapkan dapat menjadi dasar pertimbangan bagi peneliti selanjutnya.

9 E. Keaslian Penelitian Tabel 1. Keaslian Penelitian Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Persamaan Perbedaan Istika Dwi Kusumaningrum, 2015 Evaluasi Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Perawat Unit Hemodialisa di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II Berdasarkan hasil observasi ditemukan sebagian saja yang dilaksanakan. Dapat disimpulkan bahwa evaluasi penggunaan APD di unit hemodialisa masih kurang Meneliti penggunaan APD pada petugas rumah sakit Penelitian dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Gamping Meneliti pada petugas Penunjang Non Medis sedangkan penelitian sebelumnya meneliti di Unit Hemodialisa Meneliti Hubungan pengetahuan dengan kepatuhan sedangkan penelitian sebelumnya meneliti evaluasi Fatih Zaenal Falah, 2014 Efektifitas Sosialiasi Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Terhadap Pengetahuan dan Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Petugas Pelayanaan Pendukung Di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II Terdapat peningkatan pengetahuan dari kategori tinggi sebelum sosialisasi menjadi kategori sangat tinggi setelah sosialisasi Meneliti pada Petugas Pelayanan Pendukung Penelitian dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Gamping Data diambil secara cross sectional sedangkan penelitian sebelumnya menggunaan metode pretest posttest. Meneliti hubungan pengetahuan dengan kepatuhan sedangkan penelitian sebelumnya meneliti tentang efektivitas K3 terhadap kepatuhan