BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam. perkembangan individu yang berlangsung sepanjang hayat.

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Maosul, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasannya jauh dibawah rata rata yang ditandai oleh keterbatasan intelejensi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu,

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizki Panji Ramadana, 2013

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal

Bagaimana? Apa? Mengapa?

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Gilang Angga Gumelar, 2015

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SOSIALISASI PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSIF NUFA (Nurul Falah) Bekasi, 22 Juni PSG Bekasi

BAB I PENDAHULUAN. 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

PENDIDIKAN INKLUSIF. Juang Sunanto Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia

Tim Pengembang Model Bahan Ajar SDLB Tunarungu. : Dra. Diah Harianti, M.Psi. : Drs. NS Vijaya, KN, MA.

BAB I PENDAHULUAN. dijamin dan dilindungi oleh berbagai instrumen hukum internasional maupun. nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.

warga negara yang memiliki kekhususan dalam pemenuhan kebutuhan pendidikannya. Salah satu usaha yang tepat dalam upaya pemenuhan kebutuhan khusus

BAB I PENDAHULUAN. warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak, tidak terkecuali anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tenaga profesional untuk menanganinya (Mangunsong,2009:3). Adapun pengertian tentang peserta didik berkebutuhan khusus menurut

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata rata. Tuna

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pendidikan terutama wajib belajar sembilan tahun yang telah lama

BAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris.

BAB I PENDAHULUAN. dalam fungsi motorik, afektif maupun kognitifnya. Orang-orang yang fungsi. kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. belajarnya. Segala bentuk kebiasaan yang terjadi pada proses belajar harus. terhadap kemajuan dalam bidang pendidikan mendatang.

2015 UPAYA GURU D ALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN VOKASIONAL BAGI ANAK TUNAGRAHITA RINGAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sejak dilahirkan mempunyai fitrah sebagai makhluk yang. berguna bagi agama, berbangsa dan bernegara.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin

BAB I PENDAHULUAN. untuk semua (Education For All) yang berarti pendidikan tanpa memandang batas

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sekolah-sekolah regular dimana siswa-siswanya adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iding Tarsidi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. harus dapat merasakan upaya pemerintah ini, dengan tidak memandang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ema Rahmawati, 2014 Kompetensi guru reguler dalam melayani anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

A. Perspektif Historis

BAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan memiliki kecakapan hidup dan mampu mengoptimalkan segenap

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi terminologi, dan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Bahasa digunakan manusia sebagai sarana komunikasi di dalam

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagi setiap individu telah diatur di dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. masa depan dan sanggup bersaing dengan bangsa lain. Dunia pendidikan di

PENDIDIKAN INKLUSIF. Kata Kunci : Konsep, Sejarah, Tujuan, Landasan Pendidikan Inklusi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pendidikan menjadi hak bagi setiap individu, bukan hanya individu dengan

BAB I PENDAHULUAN. terpadu (integrated learning) yang menggunakan tema untuk mengaitkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak berkebutuhan khusus merupakan anak luar biasa yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 Tahun

PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP

Educational Psychology Journal

2017, No Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500); 3. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2015 tentang Kement

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan inklusi, yaitu Peraturan Gubernur No. 116 tahun 2007 saja, masih belum

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia yang membuat manusia dapat

MANAJEMEN KESISWAAN PADA PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI (STUDI KASUS DI SD NEGERI KALIERANG 03 BUMIAYU)

KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA TUNARUNGU DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DIDASARKAN PADA TEORI SCHOENFELD

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

BAB I PENDAHULUAN. Anak tunagrahita kategori ringan membutuhkan pendidikan sebagaimana anak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Keterbatasan, tidak menjadi halangan bagi siapapun terutama keterbatasan

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakat. Pendidikan juga merupakan usaha sadar untuk menyiapkan

BAB I PENDAHULUAN. yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan karakteristiknya. Namun terkait

E-JUPEKhu(JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. maupun secara kuantitatif. Dalam tinjauan pustaka ini peneliti akan

BAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hal yang sangat penting untuk diperoleh anak-anak ataupun

BAB V PENUTUP. semakin menjadi penting bagi agenda reformasi pendidikan setelah Education

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan Luar Biasa merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses penbelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Selain itu pendidikan luar biasa juga berarti pembelajaran yang dirancang, khususnya untuk memenuhi kebutuhan yang unik dari anak kelainan fisik. Pendidikan luar biasa akan sesuai apabila kebutuhan siswa tidak dapat terakomodasikan dalam program pendidikan umum. Secara singkat pendidikan luar biasa adalah program pembelajaran yang disiapkan untuk memenuhi kebutuhan unik dari individu siswa. Contohnya adalah seorang anak yang kurang dalam penglihatan memerlukan buku yang hurufnya diperbesar. Pendidikan luar biasa merupakan salah satu komponen dalam salah satu sistem pemberian layanan yang kompleks dalam membantu individu untuk mencapai potensinya secara maksimal. Pendidikan luar biasa diibaratkan sebagai sebuah kendaraan dimana siswa penyandang cacat, meskipun berada di sekolah umum diberi garansi untuk mendapatkan pendidikan yang secara khusus dirancang untuk membantu mereka mencapai potensi yang maksimal. Pendidikan luar biasa tidak dibatasi oleh tempat umum sebaiknya diberikan dilngkungan yang lebih alami dan normal yang sesuai dengan kebutuhan anak. Individu-individu penyandang cacat hendaknya dipandang sebagai individu yang sama bukannya

2 berbeda dari teman teman sebaya lainnya dan yang harus diingat, bahwa pandanglah mereka sebagai pribadi bukan kecacatannya. Pendidikan Luar Biasa telah berkembang dari sistem segregasi (Sekolah Luar Biasa atau Sekolah Khusus) dimana layanan pendidikan bagi anak luar biasa diselenggarakan di sekolah luar biasa atau sekolah khusus yang terpisah dari teman sebaya pada umumnya, dengan layanan pendidikan yang sama bagi semua tanpa membedakan perbedaan individual. Secara berangsur-angsur sistem berkembang sampai sepenuhnya terintegrasi (terpadu) yaitu dimana anak luar biasa diterima di sekolah regular dengan keharusan anak menyesuaikan kurikulum yang digunakan oleh sekolah tersebut. Layanan pendidikan bagi anak luar biasa mengalami banyak perubahan. Perubahan-perubahan dalam pendidikan bagi anak luar biasa ini termasuk perubahan dalam kesadaran dan sikap, keadaan, metodologi, penggunaan konsepkonsep terkait dan sebagainya. Layanan pendidikan bagi anak luar biasa terus berkembang dan diperjuangkan agar anak luar biasa mendapatkan hak yang sama dengan anak pada umumnya dalam pendidikan. Munculah pendidikan inklusi yang merupakan perkembangan terkini dari model bagi anak luar biasa yang secara formal kemudian ditegaskan dalam pernyataan Salamanca (1994) pada Konferensi Dunia tentang Pendidikan Berkelainan pada bulan Juni 1994 bahwa prinsip mendasar dari pendidikan inklusi adalah selama memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka. Tersedia: (http://www.slbn-cileunyi.sch.id/200805-0123/mengenalpendidikan-inklusi-1/2.html, diambil pada 25 Januari 2009).

3 Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan inklusif adalah: 1) Pendidikan yang mengakomodir semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, emosional, sosial maupun kondisi lainnya. 2) Pendidikan yang memungkinkan semua anak belajar bersama-sama tanpa memandang perbedaan yang ada pada mereka. 3) Pendidikan yang berupaya memenuhi kebutuhan anak sesuai dengan kemampuannya 4) Pendidikan yang dilaksanakan tidak hanya di sekolah formal, tetapi juga di lembaga pendidikan dan tempat lainnya. Pendidikan Inklusif adalah pendidikan yang didasari semangat terbuka untuk merangkul semua kalangan dalam pendidikan. Pendidikan Inklusif merupakan Implementasi pendidikan yang berwawasan multikultural yang dapat membantu peserta didik mengerti, menerima, serta menghargai orang lain yang berbeda suku, budaya, nilai, kepribadian, dan keberfungsian fisik maupun psikologis. Adapun filosofi yang mendasari pendidkan inklusif adalah keyakinan bahwa setiap anak, baik karena gangguan perkembangan fisik/mental maupun cerdas/bakat istimewa berhak untuk memperoleh pendidikan seperti layanya anak-anak normal lainnya dalam lingkungan yang sama. Menurut Sapon Shevin Neil 1994 Pendidikan Inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya. Secara lebih luas, ini bisa diartikan bahwa anak-anak yang normal maupun yang dinilai memiliki kebutuhan khusus sudah selayaknya di didik bersama-sama dalam

4 sebuah keberagaman yang ada di dalamnya. Mereka tidak semata mengejar kemampuan akademik, tetapi lebih dari itu, mereka belajar tentang kehidupan itu sendiri. Tersedia: (http://dj-rahardja.blogspot.com/2008/09/pendidikan-luar-biasadulu-dan sekarang.html). Berdasarkan pernyataan di atas dan hasil survei awal yang dilakukan di SMK BPP (Sekolah Menengah Kejuruan Balai Perguruan Putri) memberikan gambaran, bahwa SMK BPP merupakan salah satu sekolah inklusif yang di dalamnya memiliki beragam karakter siswa yang menarik untuk diteliti. Siswa berkebutuhan khusus yang berada di SMK BPP yaitu siswa tunarungu dan siswa tunagrahita. Mereka memiliki keterbatasan dalam memahami ilmu pengetahuan, sosial dan sains, misalnya dalam pelajaran sains atau matematika mereka jarang memperhatikan guru. Siswa dengan kemampuan demikian tergolong kedalam kategori tunagrahita. Siswa tersebut lebih banyak diam dan harus selalu dipantau oleh guru, sedangkan siswa tuna rungu lebih memperhatikan bagaimana guru berbicara karena mereka tidak dapat mendengar. Mereka semua termasuk siswa yang pasif, pasif yang dimaksud siswa harus diberi motivasi dan diberi bimbingan agar dapat memahami materi ajar yang guru sampaikan. Hal di atas dapat dimaklumi, karena mereka mempunyai keterbatasan, sehingga mereka memerlukan waktu lebih lama dalam mencerna dan mengadaptasi materi. Kondisi tersebut sangat berbeda ketika mereka mengalami pembelajaran seni. Pelajaran seni budaya yang ada di SMK BPP merupakan salah satu pelajaran favorit, karena melalui pelajaran ini mereka dapat menyalurkan bakat dan minatnya.

5 Pelajaran seni budaya ini terdiri dari 3 materi yaitu seni musik, seni rupa dan seni tari. Pada proses kegiatan belajar mengajar siswa berkebutuhan khusus bisa termotivasi dan mempunyai antusiasme yang tinggi dalam pembelajaran seni budaya. Misalnya ketika guru mendemonstrasikan sebuah tarian, siswa-siswa berkebutuhan khusus dapat mengikutinya terlebih mereka diantaranya sangat percaya diri dalam mengikuti gerakan guru. Salah satunya dalam mengajarkan sebuah tarian kepada siswa tuna rungu, guru memberikan contoh gerak dan siswa mengikutinya hanya saja saat menyesuaikan dengan audio guru tersebut menggunakan bahasa isyarat. Dalam arti, guru tersebut harus mampu menggunakan bahasa isyarat bagi siswa tuna rungu. Untuk siswa tuna grahita siswa tersebut lebih banyak diam, sehingga guru lebih banyak mengajak dan harus sabar dalam menghadapi siswa tuna grahita, karena siswa tuna grahita tidak mampu untuk belajar mandiri. Guru selalu mendampingi dan selalu bertanya tentang kesulitan mereka, guru membuatnya lebih mudah dan menarik dalam pelajaran seni budaya, sehingga siswasiswa dapat lebih memahami dan mengerti khususnya bagi siswa berkebutuhan khusus. Guru tidak pernah memaksakan siswa berkebutuhan khusus untuk mampu dalam pelajaran seni budaya, hanya saja guru disini lebih menginginkan siswa berkebutuhan khusus mau mengikuti pelajaran seni budaya. Guru sangat berperan penting bagi siswa berkebutuhan khusus, mereka memerlukan perhatian yang lebih. Dalam praktiknya guru disini tidak membeda-bedakan siswa hanya saja mereka lebih dipermudah dalam proses pembelajarannya, siswa yang lainnyapun dapat mengerti dengan kondisi tersebut.

6 Siswa berkebutuhan khusus mempunyai respon yang cepat, mereka bisa larut, dan mereka bisa berprilaku seperti orang normal. Itu menarik untuk diteliti karena apabila beberapa hal yang menyebabkan mereka termotivasi dan rasa antusias itu dapat ditemukan, hal ini bisa menjadi potensi yang bagus dalam mata pelajaran yang lain. Berdasarkan paparan di atas, peneliti tertarik untuk memahami dan membahas pembelajaran seni tari bagi siswa berkebutuhan khusus di sekolah inklusif SMK BPP. B. Identifikasi dan Perumusan Masalah Pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus (student with special needs) di sekolah inklusif membutuhkan suatu strategi tersendiri sesuai dengan kebutuhan masing masing. Guru dalam hal ini dituntut untuk mempelajari strategi yang memungkinkan anak berkenurtuhan khusus dapat memahami pelajaran yang akan disampaikan, salah satunya pelajaran seni tari. Untuk dapat memperjelas pembahasan dalam penelitian ini, maka peneliti merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana proses penerapan pembelajaran seni tari di sekolah inklusif? 2. Bagaimana hasil pembelajaran seni tari di sekolah inklusif?

7 C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan latar belakang rumusan masalah yang telah diidentifikasi, maka secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang data dan hasil Pembelajaran Seni Tari di Sekolah Inklusif SMK BPP (Sekolah Menengah Kejuruan Balai Perguruan Putri) Bandung. Secara khusus dirumuskan sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan proses penerapan pembelajaran seni tari di sekolah inklusif. 2. Mendeskripsikan hasil pembelajaran seni tari yang dilakukan oleh guru di sekolah inklusif. D. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis. Metode ini dipilih karena pada penelitian ini bertujuan memaparkan, mendeskripsikan dan menganalisis cara pengajaran guru, materi yang guru sampaikan, metode apa yang dipakai dan bagaimana evaluasi pada pembelajaran seni Tari di sekolah inklusif. Penelitian deskriptif analisis mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. Seorang peneliti berusaha mendeskripsikan suatu gejala, tindakan, perisiwa, kreativitas, dinamika, kejadian, dan kegunaan yang terjadi pada saat sekarang. Penelitian deskriptif ini memusatkan perhatian pada masalah-masalah aktual pada saat penelitian untuk kemudian dipaparkan sebagaimana adanya. Metode deskriptif analisis merupakan metode yang memusatkan perhatian dengan

8 menggambarkan atau melukiskan semua peristiwa atau kejadian yang terjadi selama penelitian berlangsung, kemudian dianalisis untuk mengkaji dampak yang ditimbulkan atau suatu fenomena yang terjadi. Adapun pendekatan yang dipilih dengan cara observasi, wawancara, dokumentasi dengan guru dan siswa berkebutuhan khusus maupun siswa normal. E. Manfaat Penelitian Adapun beberapa kegunaan yang dapat diambil dengan mengangkat penelitian ini, adalah sebagai berikut. 1. Kegunaan Teoretis Pengembangan ilmu pendidikan seni untuk anak berkebutuhan khusus dan penemuan konsep-konsep tentang pendidikan seni untuk anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusif. 2. Kegunaan Praktis Memperkuat peranan pendidikan seni dalam membentuk karakter siswa berkebutuhan khusus. 3. Manfaat bagi Peneliti Sebagai pembekalan ilmu dan pengalaman yang akan menjadi cerminan bagi peneliti dalam menjalankan tugasnya menjadi guru saat terjun langsung ke dalam dunia kependidikan atau keguruan.

9 4. Manfaat bagi Lembaga Dapat dijadikan sebagai referensi dan kepustakaan dalam pembuatan suatu karya tulis atau gambaran dalam melakukan praktek penelitian. 5. Manfaat Bagi SMK BPP (Sekolah Menengah Kejuruan Balai Perguruan Putri) Dapat dijadikan sebagai dokumentasi sekolah dan sebagai referensi ilmu bagi pengajar-pengajar di SMK BPP, khususnya bagi pengajar Seni Budaya. F. Struktur Organisasi Skripsi A. BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Masalah b. Rumusan Masalah c. Tujuan Penelitian d. Metode Penelitian e. Manfaat Penelitian B. BAB II KAJIAN PUSTAKA C. BAB III METODE PENELITIAN a. Lokasi dan Subyek Penelitian b. Desain Penelitian c. Metode Penelitian d. Definisi Operasional e. Instrumen Penelitian f. Teknik Pengumpulan Data

10 g. Langkah-langkah Penelitian h. Analisis Data D. BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN a. Profil Sekolah Inklusif SMK BPP Bandung b. Deskripsi Hasil Penelitian c. Pembahasan Hasil Penelitian E. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan b. Saran