BAB I PENDAHULUAN. peneliti yang anaknya terdiagnosa tuberkulosis paru dan melakukan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

S T O P T U B E R K U L O S I S

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. tanah lembab dan tidak adanya sinar matahari (Corwin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat secara global. TB Paru menduduki peringkat ke 2 sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dan termasuk salah satu sasaran Millennium Development Goals (MDGs) dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. komplikasi berbahaya hingga kematian (Depkes, 2015). milyar orang di dunia telah terinfeksi bakteri M. tuberculosis.

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada tahun 2014 sebagian besar terjadi di Asia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. pengobatan. Pada era Jaminan Kesehatan Nasional saat ini pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru-paru,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang


BAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jumlah kematian per tahun. Kematian tersebut pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. TB sudah dilakukan dengan menggunakan strategi DOTS (Directly Observed

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. Tuberkulosis

BAB 1 PENDAHULUAN. karena penularannya mudah dan cepat, juga membutuhkan waktu yang lama

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World. Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Thomas, 2004). Ada beberapa klasifikasi utama patogen yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan dunia,

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang

BAB I PENDAHULUAN. bakterituberkulosis tersebut (Kemenkes RI,2012). Jumlah prevalensi TB di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tuberkulosis Paru (TB Paru) suatu penyakit kronis yang dapat

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Tuberkulosis paru adalah suatu infeksi kronik disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Departemen Kesehatan RI (2008) tuberkulosis merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. tergantung pada potensi biologinya. Tingkat tercapainya potensi biologi seorang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bentuk yang paling banyak dan paling penting (Widoyono, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

BAB 1 PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang merupakan bagian dari keluarga (Friedman, 1998).

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang sudah ada sejak zaman purbakala. Hal ini terbukti dari penemuan-penemuan kuno seperti sisa-sisa tulang belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sinar matahari, tetapi dapat hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan. masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. kadang-kadang juga berhenti minum obat sebelum masa pengobatan selesai,

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti karena menular. Menurut Robins (Misnadiarly, 2006), tuberkulosis adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. menyerang paru dan dapat juga menyerang organ tubuh lain (Laban, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium tuberculosis masih

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.bakteri ini berbentuk batang dan bersifat

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada negara berkembang atau yang mempunyai tingkat sosial ekonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

Tema Lomba Infografis Community TB HIV Care Aisyiyah 2016

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang. disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium Tuberculosis yang pada

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (World

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium Tuberculosis dan paling sering menginfeksi bagian paru-paru.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor risiko..., Helda Suarni, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di seluruh dunia. Sampai tahun 2011 tercatat 9 juta kasus baru

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN MOTIVASI PETUGAS TBC DENGAN ANGKA PENEMUAN KASUS TBC DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUPATEN BOYOLALI

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Tuberkulosis Paru (TB Paru) adalah penyakit infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau sering disebut dengan istilah TBC merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang terbaru (2010), masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terdapat di negara-negara berkembang dan 75% penderita TB Paru adalah

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health

BAB I PENDAHULUAN. jiwa dan diantaranya adalah anak-anak. WHO (2014) mengestimasi

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Tuberkulosis paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi Directly

BAB I. Treatment, Short-course chemotherapy)

BAB 1 : PENDAHULUAN. tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV dinyatakan sebagai epidemik

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ini terinspirasi dari pengalaman salah satu keluarga peneliti yang anaknya terdiagnosa tuberkulosis paru dan melakukan pengobatan selama 6 bulan. Selain itu, peneliti juga mendapatkan cerita dari ibu S yang berusia 34 tahun yang memiliki anak usia 6 tahun terdiagnosa tuberkulosis, menceritakan pengalamannya bahwa memiliki anak terdiagnosa tuberkulosis sangat melelahkan dan butuh kesabaran dalam merawat anaknya. capek banget trus kasian juga sama si dede, sebulan sekali harus ke dokter buat periksa kalo tahu mau ke dokter si dede suka nggak mau, suka nangis, udah mah gampang sakit trus makannya juga susah, minum obatnya juga susah, harus dibujuk pelan-pelan Selain hasil cerita dari ibu S, ibu D berusia 27 tahun yang memiliki anak usia 4 tahun terdiagnosa tuberkulosis juga menceritakan bahwa: Kasian lah sama kondisi anak saya, mudah sakit untung aja makannya nggak susah, kasian harus minum obat tiap hari yang biasanya bangun tidur tu makan, ini harus minum obat dulu trus setiap 2 minggu sekali harus ke puskesmas buat periksa sama ambil obat Di lakukan juga wawancara kepada ibu N berusia 29 tahun yang memiliki anak usia 6 bulan terdiagnosa tuberkulosis. Ibu tersebut menceritakan bahwa: Capek banget teh, pernah kan berhenti dulu pengobatannya karena saya harus ngurus surat-surat rujukan dulu, dimarahin sama dokternya jadi pengobatannya diulang lagi teh, untung aja sekarang mah geratis teh berobatnya kalo nggak udah berapa habis uang buat berobat si ade, saya kan nggak kerja jadi penghasilan cuman dari suami 1

2 Orang tua dalam merawat anak yang sedang pengobatan tuberkulosis memiliki pengalamannya masing-masing. Menurut Zhang, et al. (2014) melalui penelitiannya Experiences of the parents caring for their children during a tuberculosis outbreak in high school: a qualitative study. Penelitian ini adalah untuk menggali tekanan psikologis orang tua yang memiliki anak siswa SMA menderita tuberkulosis, dengan partisipan 22 orang tua yang merawat anak menderita tuberkulosis, melalui wawancara mendalam. Hasilnya terdapat tiga tema utama yaitu: orang tua tidak memiliki pengetahuan yang baik tentang tuberkulosis, orang tua memiliki tekanan psikologis yang tinggi, dan kehidupan sehari-hari orang tua terganggu. Hospice Palliative Care Association (2011), menyebutkan bahwa orang tua harus diberikan konseling tentang tuberkulosis dan pentingnya kepatuhan terhadap pengobatan tuberkulosis. Orang tua yang memiliki anak dengan tuberkulosis harus mampu meningkatkan kesehatan anaknya. Menurut Wong (2008) orang tua memiliki tujuan dasar meningkatkan daya tahan fisik dan kesehatan anak, mengembangkan keterampilan dan kemampuan yang penting agar dapat menjadi orang dewasa yang mandiri, dan membantu mengembangkan kemampuan perilaku untuk memaksimalkan nilai-nilai budaya dan kepercayaan. Orang tua termasuk dalam bagian keluarga. Menurut Pratt (1977, 1982 dalam Friedman, Bowden & Jones, 2010) keluarga merupakan sistem dasar tempat perilaku kesehatan dan perawatan diatur, dilakukan, dan dijalankan. Keluarga memberi promosi kesehatan dan perawatan kesehatan preventif, serta berbagai perawatan bagi anggotanya yang sakit. Keluarga

3 cenderung terlibat dalam pengambilan keputusan dan proses terapi pada setiap tahapan sehat dan sakit anggota keluarga (Doherty, 1992 dalam Friedman, Bowden & Jones, 2010). Hasil penelitian Sukumani, et al. (2012) yang berjudul Experiences of family members caring for Tuberculosis patients at home at Vhembe district of the Limpopo Province. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi dan menggambarkan pengalaman anggota keluarga merawat pasien tuberkulosis di rumah. Partisipan 13 anggota keluarga yang merawat pasien dengan tuberkulosis. Hasilnya terdapat dua tema utama yaitu kesulitan yang berkaitan dengan merawat pasien tuberkulosis di rumah dan sikap kepedulian. Kesulitan yang dialami diantaranya kesulitan menyediakan makanan, kebutuhan kebersihan, kurangnya peralatan, kendala keuangan serta kelelahan fisik dan psikologis. Keluarga merupakan pemberi dukungan psikologis terbesar berdasarkan pengalaman anak yang terdiagnosa tuberkulosis dan sebagian kecil dari petugas kesehatan dan teman (Zhang, et al., 2010). Menurut Paz- Soldan, et al. (2013) mekanisme dukungan sosial merupakan kunci dalam mempengaruhi perilaku mencari kesehatan, kepatuhan, dan kesejahteraan pasien secara keseluruhan dalam pengaturan klinis. Dukungan sosial yang diterima oleh pasien tuberkulosis dan orang tua pasien anak tuberkulosis untuk memahami peran dalam kesejahteraan psikososial pasien selama pengobatan. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang bisa menyerang semua umur, termasuk anak-anak. Anak-anak biasanya terinfeksi tuberkulosis dari

4 anggota keluarga dengan BTA positif atau kontak yang berdekatan dengan BTA positif. Hal tersebut, karena tuberkulosis merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menyebar di udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei) ketika orang yang sakit tuberkulosis paru batuk atau bersin (WHO, 2013; Kementerian Kesehatan RI, 2011). tuberkulosis sebagian besar menyerang paru (pulmonary TB), tetapi bisa juga menyerang bagian tubuh lainnya (extrapulmonary TB) seperti kelenjar getah bening, selaput otak, kulit, tulang dan persendian, usus, ginjal dan organ tubuh lainnya (WHO, 2013; Kementerian Kesehatan RI, 2011; Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia, 2010). Faktor risiko terjadinya infeksi tuberkulosis pada anak adalah kemiskinan karena hal ini berkaitan dengan gizi buruk dan kepadatan penduduk, serta fungsi kekebalan tubuh yang buruk juga dapat mempengaruhinya (WHO, 2013; USAID, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Sami ul Haq, et al. (2010) menyebutkan bahwa faktor risiko tuberkulosis pada anak karena adanya riwayat kontak dengan kasus tuberkulosis. Riwayat kontak dengan kasus tuberkulosis pada anak ini tergantung pada derajat infeksi sputum, lama dan frekuensi kontak, dan keadaan lain disekitar lingkungan kontak (Rudolph, 2006). Tuberkulosis pada anak yaitu kelompok dibawah usia 15 tahun atau usia antara 0-14 tahun (WHO, 2013; Kementerian Kesehatan RI, 2012). Jumlah kasus tuberkulosis pada anak di dunia diperkirakan ada 530.000 kasus baru pada tahun 2012 dan 74.000 meninggal karena tuberkulosis.

5 Setiap tahunnya setengah juta anak-anak menjadi sakit tuberkulosi (WHO, 2013). Sedangkan di Indonesia, jumlah kasus baru tuberkulosis paru BTA positif kelompok umur 0-14 tahun sebesar 1703 kasus (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Penyakit tuberkulosis pada anak sering terlewat atau diabaikan karena tanda dan gejala yang tidak jelas, dan sulitnya penegakkan diagnosis serta tuberkulosis pada anak sering dipengaruhi lebih dari satu sistem organ (WHO, 2013; USAID, 2008). Kesulitan menegakkan diagnosis tuberkulosis pada anak disebabkan oleh sedikitnya jumlah kuman dan sulitnya pengambilan spesimen (sputum) (IDAI, 2008). Pengendalian penyakit tuberkulosis menjadi komitmen global dalam Millennium Development Goals (MDGs). MDGs menargetkan 70% kasus tuberkulosis paru Basil Tahan Asam (BTA) positif terdeteksi dan diobati melalui program DOTS (Directly Observed Treatment Short-course). Strategi DOTS merupakan strategi penatalaksanaan penyakit tuberkulosis yang menekankan pentingnya pengawasan pada pasien tuberkulosis untuk menyelesaikan program pengobatan sampai dinyatakan sembuh. Strategi DOTS telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis sangat efektif (cost-efective) dan menghasilkan angka kesembuhan yang mencapai 85% (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Di Indonesia, pada tahun 2012 angka temuan kasus tuberkulosis mencapai 82,38% dan angka kesembuhan 90,2%, angka tersebut memenuhi target yang distandarkan WHO yaitu 70% dan 85%. Angka temuan kasus tuberkulosis dan kesembuhan tidak semua mencapai target

6 yang distandarkan WHO. Di Kota Bandung, pada tahun 2012 angka temuan kasus tuberkulosis mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2011 yaitu dari 43,89% menjadi 47,76%. Sedangkan angka kesembuhan tuberkulosis mengalami penurunan yaitu dari 85,30% menjadi 81,61% (Dinkes Kota Bandung, 2012; Dinkes Kota Bandung, 2011). Kota Bandung memiliki 30 wilayah kecamatan dan disetiap wilayah kecamatan memiliki Unit Pelaksana Teknis (UPT) Puskesmas. Salah satu wilayah kecamatan di Kota Bandung yang temuan kasus tuberkulosis dan angka kesembuhan yang tidak mencapai target yang distandarkan WHO berada di Kecamatan Babakan Ciparay yaitu sebesar 64,15% dan 68,54% (Dinkes Kota Bandung, 2012). Kecamatan Babakan Ciparay memiliki tiga UPT yaitu Puskesmas Caringin sebagai puskesmas pusat, dan dua puskesmas jejaring yaitu Puskesmas Cibolerang dan Puskesmas Sukahaji. Kementerian Kesehatan RI (2013) menyebutkan faktor keberhasilan pengobatan tuberkulosis ditentukan oleh kepatuhan dalam berobat, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Sedangkan menurut Permatasari (2005) faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan dan penyembuhan penyakit tuberkulosis diantaranya adalah : 1) faktor sarana yang meliputi tersedianya obat yang cukup dan kontinyu, edukasi petugas kesehatan, dan pemberian OAT yang adekuat; 2) faktor penderita yang meliputi pengetahuan, kesadaran, dan tekad untuk sembuh, serta kebersihan diri; dan 3) faktor keluarga dan lingkungan masyarakat. Faktor keluarga dan lingkungan masyarakat bisa muncul sebagai dukungan sosial yang positif tetapi bisa juga timbul sebagai stigma terhadap

7 penyakit dan pasien tuberkulosis. Weiss dan Ramakrishna (2006) mendefinisikan stigma yang berkaitan dengan kesehatan adalah sebagai proses sosial atau pengalaman pribadi yang ditandai dengan pengucilan, penolakan, menyalahkan atau devaluasi yang dihasilkan dari pengalaman atau antisipasi yang wajar dari penilaian sosial yang merugikan individu tersebut maupun kelompok berkaitan dengan masalah kesehatan tertentu. Menurut Crocker et al. 1998, Goffman, 1963, Jones et al. 1984 (dalam Dodor, 2009) stigma merupakan fenomena konstruksi sosial yang dapat membentuk sikap dan perilaku masyarakat terhadap mereka yang terkena dampak penyakit dalam masyarakat. Stigma tuberkulosis sering berkaitan dengan HIV, kemiskinan, kelas sosial yang rendah, kekurangan gizi atau perilaku yang buruk tergantung pada wilayah geografis (Courtwright & Turner, 2010). Mathew dan Takalkar (2007) didapatkan bahwa pasien tuberkulosis di India sering mendapatkan pengalaman adanya penolakan dan sosial di masyarakat. Hal tersebut, dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan takut dikucilkan, pasien dengan tuberkulosis sering menyembunyikan gejala mereka dan gagal untuk menerima pengobatan yang tepat dalam pengendalian penyakit. Hasil penelitian Suandi, et al. (2012) yang dilakukan kepada 80 orang tua yang anaknya sakit tuberkulosis di Balai Besar Kesehatan Paru (BBKPM) 81,25% orang tua memiliki stigma rendah terhadap tuberkulosis. Stigma tuberkulosis mempengaruhi sikap terhadap pengobatan dan kejadian tuberkulosis (Cramm & Nieboer, 2011). Stigma pada penyakit

8 tuberkulosis dapat menyebabkan keterlambatan pengobatan dan berdampak negatif terhadap kelangsungan berobat. Dampak negatif dalam kelangsungan berobat dapat menyebabkan terputusnya pengobatan pada pasien tuberkulosis yang bisa menyebabkan tidak tuntasnya pengobatan (Courtwright & Turner, 2010). Adanya stigma negatif yang dapat menghambat pengobatan tuberkulosis pada anak dan apabila tidak diperhatikan kasus tuberkulosis pada anak akan mengakibatkan kematian terutama anak-anak dengan sistem kekebalan tubuh yang rentan (WHO, 2013). Desmond Tutu TB Centre (2007), menyebutkan prognosis tuberkulosis pada anak-anak jauh lebih serius daripada pada orang dewasa, karena anak-anak lebih rentan terhadap terjadinya tuberkulosis yang lebih parah seperti meningitis tuberkulosis. Hasil studi pendahuluan di tiga UPT Puskesmas di Wilayah Kecamatan Babakan Ciparay, anak yang sudah menjalani pengobatan tuberkulosis lengkap dan dinyatakan sembuh oleh tenaga medis di puskesmas berdasarkan hasil pemeriksaan pada tahun 2013 sebanyak 15 anak. Pada tanggal 14 Maret 2013 melakukan wawancara terhadap petugas kesehatan menyatakan bahwa masih negatifnya stigma penyakit tuberkulosis di masyarakat sehingga banyak orang tua khususnya ibu yang tidak mau melakukan pengobatan tuberkulosis pada anaknya dan ada beberapa kasus tuberkulosis pada anak yang droup out. Optimalisasi keberhasilan pengobatan pada tuberkulosis anak dapat dilakukan jika anak mendapat perawatan yang baik dan dukungan dari

9 keluarga. Peran orang tua dapat membantu anak pendetira tuberkulosis terhadap meningkatkan status kesehatan pada anak. Pengalaman ibu merawat anak dengan tuberkulosis merupakan gambaran bagaimana orang tua membantu anak selama proses pengobatan, bagaimana upaya yang dilakukan orangtua, dan kesulitan yang dihadapi orang tua selama merawat anak penderita tuberkulosis paru. Berdasarkan hal yang tersebut diatas, disadari bahwa fenomenafenomena yang mungkin muncul terkait pengalaman ibu dalam merawat anak dengan tuberkulosis. Pengalaman dapat digali lebih mendalam dengan menggunakan penelitian kualitatif. Menurut Creswell (2009) penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menggunakan metode-metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang ada pada individu atau sekelompok orang dengan masalah sosial atau kemanusiaan. Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi yang merupakan strategi penelitian di mana di dalamnya peneliti mengidentifikasi dan menggambarkan hakikat pengalaman hidup manusia tentang suatu fenomena tertentu (Creswell, 2007). Oleh karena itu peneliti merasa perlu menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi, penting dipelajari untuk memperoleh gambaran bagaimana pengalaman ibu dalam merawat anak dengan tuberkulosis paru. Pendekatan fenomenologi dalam penelitian ini bertujuan untuk menggali lebih dalam gambaran pengalaman ibu dalam merawat anak dengan tuberkulosis paru. Sehingga dengan teridentifikasinya pengalaman ibu dalam merawat anak dengan tuberkulosis paru dapat dilakukan

10 pengkajian spesifik terkait psikologis yang biasanya terlewatkan oleh perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Hasil pengkajian spesifik terkait psikologis ibu dalam merawat anak dengan tuberkulosis paru, selanjutnya dapat dijadikan data dasar untuk pengambilan keputusan atau intervensi keperawatan dengan pemberian konseling pada ibu dengan anak tuberkulosis paru. B. Perumusan Masalah Masih tingginya kasus TB di Indonesia peringkat keempat di dunia menunjukkan bahwa pencegahan dan pengobatannya belum optimal. Kasus TB pada anak apabila tidak diperhatikan akan mengakibatkan kematian terutama anak-anak dengan sistem kekebalan tubuh yang rentan (WHO, 2013). Prognosis TB pada anak-anak jauh lebih serius daripada pada orang dewasa, karena anak-anak lebih rentan terhadap terjadinya TB yang lebih parah seperti meningitis TB (Desmond Tutu TB Centre, 2007). Orang tua memiliki peran penting dalam merawat anak dengan penyakit TB untuk meningkatkan daya tahan fisik dan meningkatkan kesehatan anak. Oleh karena itu, orang tua yang merawat anak dengan tuberkulosis memiliki masalah untuk meningkatkan status kesehatan. Penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui dan mengidentifikasi serta memahami pengalaman ibu dalam merawat anak dengan tuberkulosis. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, penelitian ini merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : bagaimana pengalaman ibu dalam merawat anak dengan tuberkulosis paru.

11 C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menggali pengalaman ibu dalam merawat anak dengan tuberkulosis paru. D. Manfaat penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini dapat dijadikan awal dalam mengembangkan penelitian lebih lanjut terhadap upaya meningkatkan perawatan anak dengan tuberkulosis paru. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat menjadi dasar pengembangan ilmu keperawatan khususnya di bidang keperawatan anak dalam memberikan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan keluarga dalam perawatan anak dengan tuberkulosis. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan dalam mengembangkan intervensi keperawatan dan program konseling khusus bagi ibu yang sedang merawat anaknya dengan tuberkulosis. Selain itu, sebagai perawat anak perlu melakukan pengkajian spesifik mengenai pengkajian psikologis dan memberikan intervensi keperawatan berupa konseling guna mengatasi masalah yang dihadapi ibu dalam merawat anak dengan tuberkulosis paru.