Just-in-Time Production Systems (JITPS) in Developing. Countries: The Nigerian Experience

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Perubahan tersebut tidak hanya bersifat evolusioner namun seringkali sifatnya

SISTEM PRODUKSI TEPAT WAKTU (JUST IN TIME-JIT)

Bab I PENDAHULUAN. Di era perdagangan bebas saat ini menyebabkan iklim kompetisi yang tinggi di

Konsep Just in Time Guna Mengatasi Kesia-Siaan dan Variabilitas dalam Optimasi Kualitas Produk

BAB 9 MANAJEMEN OPERASIONAL SISTEM PRODUKSI TEPAT WAKTU (JUST IN TIME-JIT)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mursyidi (2008:174) Just In Time (JIT) dikembangkan oleh

MANAJEMEN PERSEDIAAN. HARIRI, SE., M.Ak Universitas Islam Malang 2017

BAB 13 MANAJEMEN SEDIAAN

SISTEM PRODUKSI JUST IN TIME (SISTEM PRODUKSI TEPAT WAKTU) YULIATI, SE, MM

14 PRINSIP TOYOTA WAY

PENGARUH PENERAPAN SISTEM JUST IN TIME TERHADAP BIAYA OVERHEAD PABRIK STUDI KASUS PADA PT XYZ

APLIKASI JUST IN TIME PADA PERUSAHAAN INDONESIA

SISTEM PRODUKSI JUST IN TIME (SISTEM PRODUKSI TEPAT WAKTU) YULIATI, SE, MM

Prepared by Yuli Kurniawati

Lean Thinking dan Lean Manufacturing

Akuntansi Biaya. Just in Time. Wahyu Anggraini, SE., M.Si. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Manajemen.

SISTEM PRODUKSI JUST-IN-TIME

Hubungan Tingkat Penerapan Sistem Tepat Waktu (Just In Time) pada Sistem Produksi dengan Kinerja Non Keuangan

PERTEMUAN 13 SIKLUS TRANSAKSI BISNIS : SIKLUS PRODUKSI

Bab 14 MANAJEMEN PRODUKSI YANG DILAKUKAN OLEH PERUSAHAAN MULTINASIONAL

Menghilangkan kegagalan/kesalahan dalam segala bentuk Percaya bahwa biaya persediaan dapat dikurangi Perbaikan secara terus menerus

Akuntansi Biaya. Just In Time and Backflushing. Ellis Venissa, MBA. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Manajemen

Akuntansi Biaya. Modul ke: Just In Time And Backflushing 07FEB. Fakultas. Angela Dirman, SE., M.Ak. Program Studi Manajemen

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain

SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelum penggunaan MRP biaya yang dikeluarkan Rp ,55,- dan. MRP biaya menjadi Rp ,-.

Studi kasus untuk merancang intervensi tingkat perusahaan untuk mempromosikan produktivitas dan kondisi kerja di UKM SCORE

SIKLUS PRODUKSI. A. Definisi Siklus Produksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam perusahaan manufaktur, proses produksi merupakan kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. manapun. Dengan adanya globalisasi yang didukung oleh kemampuan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. suatu perusahaan harus memperhatikan faktor-faktor internal dan eksternal yang

MANAJEMEN OPERASIONAL MINGGU KELIMA BELAS BY. MUHAMMAD WADUD, SE., M.SI. FAKULTAS EKONOMI UNIV. IGM

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

TOC dan Just In Time (JIT)

MANAJEMEN OPERASIONAL MINGGU KELIMA BELAS BY. MUHAMMAD WADUD, SE., M.SI. FAKULTAS EKONOMI UNIV. IGM

BAB II LANDASAN TEORI

Virtual Office Semester Ganjil 2014 Fak. Teknik Jurusan Teknik Informatika.

Contoh dari ukuran waktu tertentu diidentifikasi termasuk siklus pengembangan produk, untuk pengiriman siklus, dan layanan siklus.

BAB II. organisasi mulai dari perencanaan sistim operasi, perancangan sistim operasi hingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persaingan industri manufaktur menuntut produsen lebih produktif dan

BAB 2 LANDASAN TEORI

TIN310 - Otomasi Sistem Produksi. h t t p : / / t a u f i q u r r a c h m a n. w e b l o g. e s a u n g g u l. a c. i d

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Keberadaan supply chain atau rantai pasok dalam proses produksi

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya, tujuan akhir suatu perusahaan adalah untuk memperoleh

Manajemen startegik Dosen: Prof DR Ir Rudy C Tarumingkeng

BAB I PENDAHULUAN. saat ini secara langsung sangat berpengaruh terhadap kinerja perusahaan-perusahaan di

Materi #12. TKT312 - Otomasi Sistem Produksi T a u f i q u r R a c h m a n

GRUP TEKNOLOGI SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TEXMACO DISUSUN OLEH : NELA RESA PUDIN RIFAN FATURAHMAN SOBANA SUPIANTO

BAB V PERANAN INFORMASI DALAM KUALITAS PRODUK DAN JASA

MANAJEMEN PERSEDIAAN Modul ini akan membahas tentang gambaran umum manajemen persediaan dan strategi persdiaan barang dalam manajemen persediaan

SISTEM INFORMASI MANUFAKTUR

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, banyak terjadi perubahan yang cukup drastis pada lingkungan

1. TAHAP PERENCANAAN SISTEM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Evaluasi Sistem Bisnis Lean Oleh: Vincent Gaspersz, Lean Six Sigma master Black Belt

BAB 3 LEAN PRODUCTION SYSTEM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bahan Ajar SISPRO MAHOP :) 2012/2013

BAB IV PEMBAHASAN. Secara umum, penelitian ini bertujuan membantu perusahaan dalam

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

Bab 1. Pendahuluan. Jepang adalah negara yang selalu berusaha memperbaharui ciptaan dan

Temuan temuan penting dari Penelitian xq FranklinCovey

MANAJEMEN OPERASIONAL

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bentuk barang dan jasa dengan mengubah input menjadi output ( Heizer

Program Peningkatan Kemampuan Pemasok secara Efektif Nike 1. Apa persoalan yang perlu diselesaikan?

Manajemen Keuangan. Idik Sodikin,SE,MBA,MM MENGELOLA PERSEDIAAN PERUSAHAAN. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi Akuntansi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang hasilnya ditujukan kepada pihak-pihak internal organisasi, seperti manajer

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS STRATEGIK DAN MANAJEMEN BIAYA STRATEGIK

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis yang cepat dan kompleks sebagai akibat dari

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

KEWIRAUSAHAAN III. Power Point ini membahas mata kuliah Kewirausahaan III. Endang Duparman. Modul ke: Arissetyanto. Fakultas SISTIM INFORMASI

TUGAS E BISNIS MENINGKATKAN SUPPLY RANGKAIAN PERENCANAAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tantangan globalisasi yang dihadapi dunia tidak dapat dihindari baik dari

SISTEM JUST IN TIME ( JIT ) PENTING BAGI PERUSAHAAN INDUSTRI Oleh : Putu Sulastri

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan persaingan yang semakin ketat. Perusahaan akan bersaing dalam

PENGELOLAAN BIAYA MANUFAKTUR PADA LINGKUNGAN TEKNOLOGI MANUFAKTUR MAJU. Oleh : Edi Sukarmanto Th. 1 Abstrak

Pengembangan Sistem. Teori dan Pemodelan Sistem TIP FTP UB Mas ud Effendi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

7 Prinsip Manajemen Mutu - ISO (versi lengkap)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi menuntut setiap perusahaan untuk dapat bersaing dalam dunia

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi dapat dipandang sebagai suatu sistem yang mengolah masukan

KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 7 Oktober 2015

MENGENAL SISTEM PRODUKSI TEPAT WAKTU (JUST IN TIME SYSTEM)

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti saat ini, persaingan bisnis semakin ketat baik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V PENUTUP. Pontianak untuk merancang dan memperkenalkan balanced scorecard sebagai

Standar Kualitas Internasional

BAB I PENDAHULUAN. salah satu dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Banyak perusahaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha pada era globalisasi ini diwarnai dengan

STRATEGI OPERASI DI LINGKUNGAN GLOBAL

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya. Pengaruh Audit..., Prasasti, Fakultas Ekonomi 2015

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pendapatan di Indonesia. Usaha kecil yang berkembang pada

Layout Layout JIT diperlukan di dalam dapur restoran, di mana makanan dingin harus disajikan dingin dan makanan hangat disajikan hangat.

Transkripsi:

TUGAS PPIC Just-in-Time Production Systems (JITPS) in Developing Countries: The Nigerian Experience Kamla-Raj 2010 J Soc Sci, 22(2): 145-152 (2010) Oleh: Chandra Silvi (105100303111002) Dyah Intani Enggaela (105100301111004) Ekyl Putri (105100300111032) Fitra Sya bania Nur (105100300111054) JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2012

Just-in-Time Production Systems (JITPS) in Developing Countries: The Nigerian Experience Just-in-time JIT adalah untuk memproduksi barang just-in-time untuk digunakan atau dijual. Ini adalah metode manajemen manufaktur Jepang yang dikembangkan pada tahun 1970-an yang memiliki motivasi Jepang untuk mengembangkan lebih baik dan mampu membangun kembali efisiensi teknik ekonomi setelah Perang Dunia 2. Sampai sekarang, besar kecacatan yang ada dalam manufaktur sistem berhubungan dengan masalah menginventarisasi, produk cacat, meningkatnya biaya produksi melalui limbah dan produksi penundaan. Memang JIT adalah teknik produksi yang dikembangkan dari kebutuhan untuk mengembangkan sebuah proses bebas cacat. Empat tujuan utama dari JIT sebagai berikut: Penghapusan semua kegiatan yang tidak menambah nilai produk atau layanan Komitmen untuk tingkat kualitas yang tinggi Komitmen untuk perbaikan terus-menerus dalam efisiensi kegiatan dan Penekanan pada penyederhanaan dan peningkatan visibilitas untuk mengidentifikasi aktivitas yang tidak menambah nilai. Manfaat dasar dari teknik ini adalah: untuk meningkatkan kemampuan organisasi dalam bersaing dengan organisasi lain dan tetap relevan selama jangka panjang, karena dengan JIT, mereka dapat mengembangkan proses lebih optimal untuk perusahaan mereka. JIT juga mengurangi biaya produksi melalui peningkatan efisiensi dalam proses produksi, mengurangi limbah bahan, dan waktu kerja. Just-in-Time Produksi Teknik: Pengalaman Nigeria Sejak peluncuran Hari Produktivitas Nasional pada tahun 1991 oleh Pemerintah Federal Nigeria, produktivitas lokal telah dibuat sangat peka pada kebutuhan untuk peningkatan produktivitas di kedua masyarakat dan swasta sektor ekonomi. Upaya telah diarahkan mobilizing inisiatif lokal untuk mengurangi inefisiensi dan tidak produktif waktu dalam proses produksi sehingga untuk meningkatkan proses dan kualitas dari produk atau

jasa. Karena meningkatkan produktivitas menjadi masalah penting baik bagi pemerintah maupun sarjana, tugas bagi Nigeria adalah untuk mempromosikan konsep JIT yang lebih luas, mendapatkan industri manufaktur untuk menerapkan dan memperluas konsep tersebut ke departemen lain dari jalur produksi dan untuk industri lain dari manufaktur. METODOLOGI PENELITIAN Langkah pertama adalah melakukan survei terhadap perusahaan di negara itu untuk menentukan apakah perusahaan menggunakan JIT. Beberapa perusahaan yang tidak menanggapi surat JIT pertama akan dikirim pengingat sehingga mendorong pengisian kuesioner dan untuk membuat bantuan diperlukan waktu satu bulan, surat diterima kembali dari 18 JIT dan 21 non JIT companies. Dua set kuesioner selanjutnya dipersiapkan, satu untuk perusahaan yang menerapkan JIT dan lainnya untuk perusahaan yang tidak menerapkan JIT. Kuesioner pertama diuji pada dua JIT konsultan dan dua akademisi. Meskipun tingkat respon rendah yaitu sebesar 19%, ini tetap dianggap memuaskan dalam Nigeria. Hanya 16 dari JIT dan 18 non-jit balasan ditemukan bisa digunakan sedangkan sisanya ditemukan tidak lengkap. MANFAAT APLIKASI JIT DI NIGERIA Tabel 2 menunjukkan bahwa sejumlah manfaat memiliki terealisasi dalam mengimplementasikan JIT dalam Perusahaan Nigeria. Enam puluh sembilan persen dari Perusahaan JIT pengadopsi mengalami penurunan yang signifikan dalam persediaan biaya.

Enam puluh sembilan persen dari responden manfaat dari penghematan ruang besar dengan dua perusahaan memiliki penghematan ruang sebanyak 40%. Demikian penghematan diduga dihasilkan dari : tata letak pabrik yang lebih baik sehingga mengurangi jarak perpindahan; kualitas pelayanan yang lebih baik sehingga mengurangi kebutuhan untuk menjaga persediaan; pengurangan pengaturan waktu sehingga mengurangi penyimpanan persediaan; dan Menghasilkan persediaan jika diperlukan. Selain itu, JIT juga memungkinkan fleksibilitas dalam lingkungan setempat. Keuntungan lain dibesarkan oleh kecilnya persentase dari responden adalah bahwa JITPS memungkinkan kontrol visual yang lebih baik sebagai dasar untuk menjadi lebih rapi. Dalam lingkungan JIT, kesalahan yang cepat terdeteksi yaitu mesin atau manusia yang diaktifkan oleh visibilitas yang lebih besar yang diberikan oleh besar kecilnya ukuran dalam sistem. 44% responden juga merasa bahwa ada peningkatan semangat kerja karyawan, 44% responden juga merasakan penurunan lead time setelah menerapkan JIT. Satu perusahaan berhasil memperpendek lead-time sebesar 67% setelah JITPS diimplementasikan selama 4 tahun. Faktor penghambat Aplikasi JIT Penerapan faktor penghambat JIT akan dianalisis dalam hal 5 kategori, yaitu pemasok faktor, faktor personil, faktor produk, faktor produksi dan lainnya. I) Pemasok Faktor: Kurangnya kontrol waktu pengiriman pasokan luar negeri adalah masalah yang paling serius yang dihadapi baik oleh JIT dan non-jit perusahaan seperti yang terlihat dari grafik 1 dalam mencari komparatif.

(Ii) Faktor Personil: Responden menyetujui masalah ini menunjukkan bahwa kurangnya komitmen manajemen adalah faktor paling serius dengan 44% dari JIT dan 61% non-jit. Keberhasilan pelaksanaan suatu JITPS membutuhkan antara lain, merancang ulang pabrik tata letak dan mendidik karyawan pada konsep nilai tambah kegiatan yang akan memerlukan penggunaan perusahaan sumber daya langka. (Iii) Faktor Produk: Terdapat dua faktor produk dengan campuran tinggi dan penyimpangan dari permintaan. 75% dari responden kelompok JIT menganggap produk campuran sebagai masalah yang lebih serius (seperti yang ditunjukkan pada Gambar. 3), sementara 89% responden non-jit menunjukkan bahwa penyimpangan dari permintaan adalah faktor yang lebih penting untuk mengatasi masalah bauran produk. Solusi untuk mengadopsi Fleksibel Sistem Manufaktur (FMS) sehingga berbagai produk dapat diproduksi lebih besar. Memecahkan masalah penyimpangan permintaan dirasa lebih sulit, sebagai salah satu cara untuk mengatasi hal ini adalah untuk menjaga barang inventaris yang bertentangan dengan JIT. (Iv) Faktor Produksi:

Sebuah produksi rendah volume adalah masalah yang paling sering dikutip oleh JIT (56%) dan untuk non-jit (61%) responden yang ditunjukkan dengan perbandingan bagan faktor produksi oleh satu pemohon adalah untuk mengadopsi EMS dan sistem manufaktur seluler yang memungkinkan untuk jadwal produksi yang lebih pendek (gambar 4). Respon antara JIT dan non-jit kelompok mengenai batch produksi berorientasi proses berbeda. Perusahaan-perusahaan JIT memperhitungkan yang mendesain ulang tata letak pabrik sebagai masalah lebih berat daripada berorientasi pada proses produksi batch, sedangkan responden non-jit memandang orientasi batch adalah halangan utama untuk aplikasi AT. hasil dari responden JIT diambil sebagai wakil karena mereka memiliki pengalaman. 45% responden JIT menyatakan bahwa masalah terdapat pada mendesain ulang pabrik. Mengenai layout, hanya 17% dari responden non-jit memiliki pandangan bahwa layout merupakan masalah yang serius, dari presentase tersebut disimpulkan bahwa layout bukan merupakan masalah yang besar. (V) Faktor-faktor lain: Masalah lain ditunjukkan oleh kuesioner responden yang tidak mencakup secara khusus juga diterima. Salah satu faktor tersebut adalah prioritas. Karena jadwal proyek yang ketat, kemungkinan menerapkan JITPS dikesampingkan. Sebelum JITPS dapat diimplementasikan dengan sukses, sistem pra produksi JIT harus memberikan hasil dan tingkat output yang konsisten. Sebuah hasil yang tidak konsisten merupakan masalah dari kualitas. Jika JIT diperkenalkan sebelum masalah kualitas diselesaikan, jalur produksi akan macet. Rintangan ketiga adalah apakah perusahaan manufaktur produk yang dibuat khusus. Para responden yang dikutip faktor ini berhubungan dengan kapasitas cadangan yang perlu disesuaikan sesuai dengan permintaan pelanggan. Cara Aplikasi JIT untuk Mengatasi Masalah Implementasi Lainnya Selain masalah resolusi teknis yang disebutkan sebelumnya, enam belas responden JIT yang juga diikuti dengan proses lebih lanjut yaitu wawancara untuk menentukan bagaimana mereka mengatasi rintangan lainnya dan kesulitan dalam menerapkan JITPS. Sebagian besar perusahaan menyatakan bahwa kunci untuk kesuksesan adalah untuk mengatasi masalah manusia yakni faktor personil. Perusahaan-perusahaan JIT juga melakukan studi pra liminaris untuk membantu dalam memperlancar proses implementasi. Tujuan dari tim proyek JIT adalah untuk menganalisis filosofi JIT, yang bermanfaat dan

mengatasi keterbatasan, dan apakah sistem dapat diadopsi oleh perusahaan. Secara umum, perusahaan yang telah menerapkan JIT telah menghabiskan sekitar 3 sampai 6 bulan untuk penelitian tentang kelayakan sebelum menerapkan JITPS di perusahaan mereka. Tanpa komitmen manajemen, JIT hanya diberikan lip service dan pekerja tidak akan yakin terhadap keseriusan manajemen untuk berlatih JIT. Oleh sebab itu untuk dapat menggunakan JIT dengan baik maka perlunya keseriusan dari manajemen dan perubahan dalam sistem manajemen perlu dilakukan seperti konseling dan asuransi pekerja. Kesimpulan Makalah ini berfokus pada penerapan JIT di Nigeria. Survei ini mengungkapkan bahwa JIT hanya dapat bekerja sama di Nigeria. Namun, hanya segelintir perusahaan yang menggunakan JIT. Banyak perusahaan, khususnya yang lebih kecil yang masih tidak menyadari keberadaannya, apalagi kerja JIT. Bahkan jika ada kesadaran, takut pelek dan kegagalan ada adalah perusahaan yang relatif sedikit yang berhasil menerapkan JIT. Selain itu,keuntungan yang diraih secara lokal tidak dipublikasikan, karena ada kelangkaan penelitian lokal ke dalam dan dokumentasi hasil tersebut. Selain alasan ini, keengganan untuk menggunakan JIT mungkin karena faktor-faktor lain seperti yang dijabarkan sebelumnya, yaitu pemasok, personil, produk dan produksi faktor. Meskipun memang ada kendala, survei menunjukkan bahwa rintangan ini dapat diatasi. Prasyarat dalam mencapai JIT yang sukses implementasi adalah komitmen manajemen, tanggap terhadap selera pasar dan pendidikan dan komunikasi yang akan diperlukan untuk mencapai penerimaan umum dari sistem JIT. Industri di Nigeria tidak bisa ada tanpa bergantung pada pemasok luar negeri; adopsi lengkap JIT akan mendorong industri lokal untuk diversifikasi kelebihan persediaan mereka mungkin telah dipesan dari luar negeri. Oleh karena itu, JIT akan menghasilkan ide-ide baru dan akhirnya produk baru. Lebih lokakarya dan seminar mempromosikan dan menyebarluaskan konsep-konsep JIT, terutama ke manajemen puncak dari perusahaan yang belum pernah menggunakan JIT harus didorong. Selain itu, pendidikan dan pelatihan juga diperlukan untuk mendorong partisipasi karyawan dan keterlibatan.