Diet Makanan untuk Penyandang Autis

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah anak autis baik di dunia maupun di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Indikator kesejahteraan suatu masyarakat atau suatu bangsa salah satunya dapat

PENELITIAN. Perbandingan Kemajuan Terapi Anak Autisme Dengan Diet CFGF Dan Tanpa Diet CFGF Pada Yayasan Pengembangan Potensi Anak (YPPA) Padang

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan di seputar dunia autistik semakin banyak dan semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai nampak

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA POTENSI PANGAN OLAHAN BERBAHAN DASAR PATI GARUT SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL BAGI PENDERITA AUTIS

Autisme merupakan suatu istilah yang masih

HUBUNGAN ANTARA DIET BEBAS GLUTEN DAN KASEIN DENGAN PERILAKU HIPERAKTIF ANAK AUTIS

Apakah Autisme Itu? Author: Stanley Bratawira

PENGARUH DIET BEBAS GLUTEN DAN KASEIN TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK AUTIS DI SLB KHUSUS AUTISTIK FAJAR NUGRAHA SLEMAN, YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.

BAB I PENDAHULUAN. bisa jadi akan terus bertahan hingga mereka dewasa. Siswa siswi usia sekolah

Autisme selayang pandang. Oleh: Rohmani Nur Indah

TENTANG KATEGORI PANGAN

ABSTRAK. Gangguan Pencernaan pada Autistic Spectrum Disorder (ASD) Diana Octavia, 2004.Pembirnbingl:Hana Ratnawati ;Pembimbing2:Winsa Husin

Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Ibu dalam Pola Makan Anak Penderita Autis di Yayasan Tali Kasih

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tanda gangguan metabolisme lipid (dislipidemia). Konsekuensi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BIOKIMIA NUTRISI. : PENDAHULUAN (Haryati)

BAB I PENDAHULUAN. secara eksklusif selama 6 bulan kehidupan pertama bayi. Hal ini dikarenakan ASI

BAB I PENDAHULUAN. sedih bagi individu maupun anggota keluarga yang dapat menimbulkan. depresi. Depresi merupakan penyakit atau gangguan mental yang

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, yang mengakibatkan kelainan signifikan dan gangguan pada

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

Apakah Diet Makanan Saja Cukup Sebagai Obat Diabetes Alami?

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN FREKUENSI KONSUMSI BAHAN MAKANAN SUMBER GLUTEN DAN KASEIN DENGAN PERILAKU AUTISTIK ANAK AUTIS USIA 5-12 TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB I PENDAHULUAN. masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun),

membutuhkan zat-zat gizi lebih besar jumlahnya (Tolentino & Friedman 2007). Remaja putri pada usia tahun, secara normal akan mengalami

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3. plasebo, durasi 6 bln KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG

TI T PS K ESEHATA T N 1

AUTISM AWARENESS & GENDER BIAS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Vitamin. Dibawah ini merupakan penjelasan jenis jenis vitamin, dan sumber makanan yang mengandung vitamin

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

HEALTH SECRET. Q & S Dept Travira Air

Milik MPKT B dan hanya untuk dipergunakan di lingkungan akademik Universitas Indonesia

I. PENDAHULUAN. nilai gizi yang sempurna ini merupakan medium yang sangat baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga mampu

BAB VI PEMBAHASAN. Banyak faktor dapat mempengaruhi terjadinya diare berulang pasca

Gambar 1. Cara penggunaan alat pemeras madu. Gambar 2. Alat Pemeras madu. Gambar 3. Alat Penyaring madu Gambar 4. Ruang pengolahan madu 70 %

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Hepatitis Virus. Oleh. Dedeh Suhartini

BAB I PENDAHULUAN. Melalui penganekaragaman pangan didapatkan variasi makanan yang

Peran ASI Bagi Tumbuh Kembang Anak

BAB I PENDAHULUAN. zat seng / zinc. Padahal zinc merupakan co-faktor hampir 100 enzim yang

BAB VI PEMBAHASAN. subyek penelitian di atas 1 tahun dilakukan berdasarkan rekomendasi untuk. pemberian madu sampai usia 12 bulan.

Lampiran 1. Karakteristik Responden (Ibu) 1. Nama 2. Tempat, Tanggal lahir..., Usia... tahun 4. Alamat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan masalah gizi yang paling tinggi kejadiannya di dunia sekitar 500 juta

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama

Nutrition in Elderly

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu masalah gizi di Indonesi adalah gizi kurang yang disebabkan

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN GASTRITIS TERHADAP PENGGUNAAN TERAPI KOMBINASI RANITIDIN DAN ANTASIDA DI PUSKESMAS S. PARMAN BANJARMASIN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap konsumsi tepung. terigu cukup tinggi. Berbagai produk pangan yang diolah menggunakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

ASPEK KESEHATAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS. dr. Atien Nur Chamidah PLB UNY

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini

7 Manfaat Daun Singkong

BAB I PENDAHULUAN. terutama pada anak, karena alergi membebani pertumbuhan dan perkembangan anak

I PENDAHULUAN. juta penduduk Indonesia (Siagian, 2003). Asupan yang cukup serta ketersediaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Susu Sapi Perbedaan yang penting antara susu sapi dan ASI: - Protein & mineral lebih tinggi - Laktosa lebih rendah - Rasio protein whey dan casein leb

PENDAHULUAN Latar Belakang

Aspek Mikrobiologis Biokimiawi Anak Autis

Manfaat Terapi Ozon Manfaat Terapi Ozon Pengobatan / Terapi alternatif / komplementer diabetes, kanker, stroke, dll

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) sehat adalah suatu keadaan

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan salah satu elemen yang penting untuk menentukan maju

BAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nurfahmia Azizah, 2015

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. dasar (usia 6-12 tahun) adalah pola makan yang tidak tepat. Anak usia sekolah dasar

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan sendiri (swamedikasi) merupakan upaya yang paling banyak dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan

NUTRIGENOMIK. Titta Novianti

Obat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral

NILAI NUTRISI DAN SIFAT FUNGSIONAL KESEHATAN PROTEIN RICH FLOUR (PRF) KORO KRATOK (Phaseolus lunatus L.) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. impor. Volume impor gandum dari tahun ke tahun semakin meningkat. Berdasarkan data APTINDO (2013), Indonesia mengimpor gandum

Di bawah ini diuraikan beberapa bentuk peresepan obat yang tidak rasional pada lansia, yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

2013, No.710 6

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

2011, No BAB 9 FORMAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengarah pada dirinya sendiri disebut dengan autisme (Yuwono, 2009).

Pengaruh Soft Drink Pada Penggunaan Obat Herbal Untuk Penyakit Diabetes

Transkripsi:

ARTIKEL Diet Makanan untuk Penyandang Autis Oleh: Ainia Herminiati RINGKASAN Penyandang autis di Indonesia diperkirakan jumlahnya meningkat mengingat bahwa sudah banyak anak-anak di sekeliling kita yang menderita autisme (Kasran, 2003), walaupan belum ditemukan jumlah yang pasti karena belum banyak hasil penelitian tentang autisme dan sulitnya memperoleh data. Data perkiraan terakhir yang dilaporkan oleh Universa Medicina (2003), mengenai prevalensi autisme menunjukkan angka 16 per 10.000, tetapi angka prevalensi ini meningkat menjadi 63 per 10.000 bila diperhitungkan semua bentuk kelainan yang termasuk dalam spektrum autisme. Gejaia dan tingkat berat ringannya autisme sangat bervariasi. Oleh karena itu, terapi gizi anak autis seharusnya sangat individual dan tidak bisa diseragamkan. Intervensi diet yang dapat membantu memperbaiki kondisi kesehatan anak autis secara umum adalah menghindari makanan yang mengandung gluten, kasein, dan food additives. Karena banyak penyandang autis memiliki ketidakmampuan dalam mencerna gluten dan kasein, di mana gluten adalah protein dari tepung terigu dan hasil olahannya. Sedangkan kasein adalah protein dari susu dan hasil olahannya. Food additives yang biasa digunakan adalah monosodium glutamat (MSG), untuk beberapa bahan pangan olahan yang berfungsi sebagai penambah rasa. Juga pewarna makanan dan pemanis sintetik tidak diperbolehkan dalam makanan bagi penyandang autis. Pada prinsipnya, terapi gizi yang dapat dilakukan untuk penyandang autis adalah pemberian vitamin B6 dalam bentuk pyridoxal 5-fosfat, serta menghindari makanan yang mengandung gluten, kasein, monosodium glutamat, gula sintetis aspartam, dan pewarna makanan. I. PENDAHULUAN Pada tanggal 29 Agustus 2008, Harian Umum ( HU) Pikiran Rakyat menampilkan artikel berupa terapi bagi penyandang autis yang disesuaikan dengan kebutuhannya, diantaranya Terapi Okupasi (Occupational Therapy) dan Terapi Wicara (Speech Therapy). Salah satu terapi yang belum dibahas dan sangat penting adalah terapi gizi yang berguna untuk menyembuhkan saluran cerna penyandang autis. Hal ini berdasarkan hasil penelitian McGinnis (2001) yang menemukan bahwa 69% dari anak-anak autis menderita esofagitis (radang kerongkongan), 42% menderita gastritis (radang lambung), 67% menderita duodenitis (radang usus dua belas jari), dan 88% menderita kolitis (radang usus besar). Gangguan pencernaan inidapat dialami dalam jangka waktu yang lama, sehingga mengakibatkan penderita merasakan sakit secara fisik. Oleh sebab itu, diperlukan intervensi biomedis untuk memaksimalkan proses penyembuhannya. Terapi gizi yang bisa mengurangi beban penderitaan penyandang autis, harus lebih ditekankan sebelum terapi yang lain dijalankan. Berdasarkan pengalaman McCandless (2003) yang menangani cucu perempuannya yang terdeteksi menderita autis dan menemukan, bahwa yang harus dilakukan adalah menyembuhkan lambung, memberikan makanan yang cukup pada otak, membasmi PANGAN 90 Edisi No. 54/XVIIl/April-Juni/2009

patogen, melenyapkan racun, dan membantu sistem imun pada penderita autis. McCandless adalah seorang Doktor yang menangani masalah anti-penuaan, nutrisi otak, dan terapi hormon. Tetapi setelah cucunya terdiagnosa autis pada tahun 1996, dia mulai menangani autisme dengan menggunakan aspek-aspek biomedis. Mengapa kita harus memberikan perhatian pada penyandang autis? Menurut Kasran (2003) penyandang autis di Indonesia diperkirakan jumlahnya semakin meningkat yang diindikasikan dengan seringnya ditemukan anak-anak di sekitar kita yang menderita autisme. Data yang dilaporkan pada saat konferensi Defeat Autism Now (2001) mengenai prevalensi autisme di dunia menunjukkan angka 1 per 138 orang anak untuk semua bentuk kelainan yang termasuk dalam spektrum autisme. Di Indonesia, belum ditemukan jumlah yang pasti tentang jumlah anak yang menderita autis. Seorang psikiater yang selama ini menangani pasien autis setiap hari mendapatkan dua pasien baru yang terdeteksi menyandang Autism Spectrum Disorder. Apabila dalam sebulan disediakan waktu 20 hari untuk praktek, maka pasien autis baru dalam sebulan sekitar 40 orang, atau terdapat penyandang autis sebanyak 480 orang per tahun (Sonata, 2005). Menurut National Institute of Mental Health (1997) penyandang autis biasanya terdeteksi ketika usia 18 sampai 36 bulan dan kebanyakan adalah anak laki-laki dengan perbandingan 4 : 1 terhadap anak perempuan II. AUTISME DAN TERAPI YANG HARUS DIBERIKAN 2.1. Mengenai Autisme Autisme merupakan suatu sindrom yang dicirikan dengan adanya gangguan dalam hal hubungan sosial, bahasa dan komunikasi, gerakan-gerakan abnormal dan disfungsi sensorik (Bernard, 2000). Menurut Puspita (2003), autisme adalah kelainan pada anak yang berhubungan dengan perilaku yang tidak bisa melakukan reaksi terhadap lingkungannya, memiliki gejala-gejala gangguan komunikasi, gangguan perilaku dan gangguan interaksi. Selanjutnya McCandless (2003) menyatakan bahwa autisme merupakan gangguan biomedis pada anak yang mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan kognitif dan perilaku yang merupakan efek samping dari penyakitpenyakit fisik yang diderita oleh anak-anak tersebut. Kebutuhan makanan bagi anak penyandang autis agak berbeda dengan makanan yang dikonsumsi oleh anak-anak yang normal. Bahan dasar makanan tidak boleh mengandung gluten (protein yang berasal dari tepung terigu) dan kasein (protein yang berasal dari susu). Menurut Freidman (2000), penderita autis tidak dapat mencerna gluten dan kasein karena tidak mempunyai enzim utama DPP-IV (dipeptidylpeptidase IV) untuk mencerna protein tersebut akibat faktor genetik atau enzim tersebut tidak aktif karena mekanisme autoimun, sehingga menyebabkan terjadinya akumulasi opioid. Penumpukan dan akumulasi dari substansi-substansi ini menyebabkan penderita seperti tidak sadar (spaced out) atau kecenderungan tidak peduli terhadap orang lain dan kelihatan seperti hidup di dunianya sendiri. Hal tersebut diperkuat oleh Jasaputra (2003) yang menyatakan bahwa enzim pencemaan yang sering terganggu pada anak autis adalah DPP-IV yang berfungsi untuk menguraikan ikatan peptida setelah gugus karboksil prolin, sehingga gangguan fungsi DPP IV akan menimbulkan gangguan pencemaan kasein dan gluten sehingga tidak dapat tercerna sempurna dan hanya menjadi molekul dipeptida yang disebut caseomorphin dan gluteomorphin. Caseomorphin dan gluteomorphin dapat diserap oleh saluran cerna anak autis yang mengalami peradangan dan di dalam otak bertindak sebagai neurotransmitter palsu dan berikatan dengan reseptor morfin, sehingga terjadi gangguan perilaku. McCandless (2003) juga menyatakan bahwa penderita autisme sering memiliki saluran cerna yang meradang dan memiliki sensitifitas terhadap makanan tertentu seperti gluten dan kasein. Penyebab terjadinya autisme diantaranya: tidak adanya pemberian ASI, kolik yang berlangsung lama, seringnya terpapar Edisi No. 54/XVIIL'April-Juni/2009 PANGAN 91

antibiotik, imunisasi-imunisasi tertentu dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan logam berat, alergi makanan, serta rentannya imun tubuh pada produk gandum dan susu (McCandless, 2003). Hal ini mengakibatkan meningkatnya permeabilitas mukosa usus yang dikenai dengan istilah leaky gut (Ratnawati, 2003). Menurut Breton (2001) salah satu cara yang dapat dilakukan untuk terapi penderita autis adalah dengan mengatur pola makannya, yaitu menghindari gluten, kasein, monosodium glutamat dan gula sintetis aspartam. Penyajian dan pengaturan pola makan ini biasanya disusun oleh orangtuanya berdasarkan anjuran dokter ahli gizi. Ratnawati (2003) mengemukakan bahwa terdapat kelainan yang dapat ditemukan pada mukosa usus penderita autis, yaitu timbulnya lubang-lubang kecil pada mukosa usus dan meningkatnya permeabilitas usus yang dikenai sebagai leaky gut. Pada anak penderita autis seringkali terjadi gangguan pencemaan baik berupa konstipasi maupun diare karena zatzat makanan yang tidak terurai secara sempurna. Hal ini dapat terjadi karena rusaknya sel epitel mukosa usus sehingga produksi hormon sekretin terhambat, padahal hormon ini diperlukan untuk merangsang produksi enzim pencemaan dari pankreas. Akibatnya protein yang berasal dari susu sapi (kasein) dan yang berasal dari gandum (gluten) tidak dapat dicerna dengan sempurna, karena keduanya termasuk protein yang sulit dicerna. Gluten dan kasein adalah protein rantai pendek atau disebut juga polypeptida, yang dalam keadaan normal hanya diabsorpsi sedikit dan sebagian besar setelah diserap dibuang melalui feses. Adanya kebocoran usus dan hiperpermeabilitas mukosa usus menyebabkan protein ini akan diabsorpsi, masuk ke dalam sirkulasi dan menimbulkan reaksi alergi. Penderita autis menunjukkan kekurangan vitamin B6 yang menyebabkan peningkatan eksresi beberapa metabolit asam amino yang secara normal akan didegradasi lebih lanjut terutama metabolit triptofan, metionin, dan glisin. Under (1992) telah melakukan penelitian terhadap orang dewasa dan bayi yang sengaja diberi makanan kurang vitamin B6. Ternyata mereka menunjukkan adanya keterlambatan pertumbuhan khususnya pada bayi. Profil dari anak-anak penderita autis menunjukkan rendahnya aktivitas vitamin B6 (42%) yang berpengaruh terhadap rendahnya aktivitas Cu dalam serum. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kotsanis (1996) terhadap 12 penderita autis menunjukkan terjadinya penurunan fungsi vitamin B6 (82%), yang berpengaruh pada rendahnya kadar 4 jenis asam amino, yaitu tirosin, karnosin, lisin, dan hidroksilin. Rimland (1998) mengemukakan bahwa secara statistik terdapat manfaat positif yang signifikan pada anak-anak yang mendapatkan asupan harian vitamin B6 dengan tingkat dosis antara 300 dan 500 mg (8 mg per pon dari berat badan) dikombinasikan dengan beberapa ratus mg magnesium (3 atau 4 mg magnesium per pon berat badan). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar anak autis kekurangan seng, vitamin B6, dan juga kadar metionin yang rendah karena buruknya kualitas protein yang dikonsumsi (Rimland, 1999). Selanjutnya McCandless (2003) menyarankan penggunaan nutrisi khusus, meliputi: (1) B6 dan magnesium, (2) seng, (3) kalsium, (4) selenium, (5) vitamin A, (6) vitamin C dan E, (7) asam lemak esensial, (8) DMG (dimethylglycine) dan TMG (trimethylglycine), (9) vitamin-vitamin B, yaitu thiamine, riboflavin, niacin, asam pantotenat, piridoksin, vitamin B12, dan asam folat, (10) asam amino, dan (11) mineral tambahan. 2.2. Terapi Gizi bagi Penyandang Autis Makanan khusus bagi penderita autis yang bebas dari gluten dan kasein masih jarang didapatkan. Oleh sebab itu, pengembangan formula makanan untuk penderita autis yang memenuhi kebutuhan gizi dan persyaratan lain yang dibutuhkannya perlu mendapat perhatian untuk dikembangkan. Anak-anak penderita autis biasanya hanya menyukai makanan yang sangat terbatas nilai gizinya. Bahkan hanya sebagian kecil penderita yang suka mengkonsumsi sayuran dan makanan bergizi lainnya, mungkin juga tidak mendapatkan nutrisi yang cukup untuk kebutuhan otaknya karena PANGAN 92 Edisi No. 54/XVIII/April-Juni/2009

ketidakmampuan penderita untuk mencerna, menyerap, dan memfungsikan nutrisi yang masuk kedalam tubuhnya dengan baik. Kriteria tertentu yang harus diperhatikan dalam mengembangkan produk makanan bagi penderita autis adalah bahwa produk harus mempunyai nilai gizi yang baik, tidak menimbulkan alergi, dan tidak mendorong terjadinya hipersensitif. yaitu makanan yang terbebas dari adanya gluten dan kasein. Selain gluten dan kasein, makanan juga harus terbebas dari zat pengawet dan zat pewarna. Lewis (1998), mendukung adanya intervensi diet bebas zat pewarna dan flavor bagi anak penderita autis seperti yang pernah dilakukan oleh para orangtua sebelumnya Kebanyakan zat pengawet mengandung fenol, untuk memecah fenol ini memeriukan sulfur yang merupakan inhibitor kuat pada hati dan diperlukan untuk proses detoksifikasi. Beberapa zat pewarna makanan dapat merusak DNA yang menyebabkan mutasi genetik dan dapat mempengaruhi organ penting, seperti saraf otak (Sjambali, 2003). Bahan pewarna yang sering menimbulkan reaksi alergi adalah tartrazine, bahan pengawet asam benzoat, dan bahan penambah rasa adalah monosodium glutamat (Munasir, 2003). Penanggulangan alergi makanan yang paling penting adalah eliminasi alergen makanan tersebut dari penderita (Jasaputra, 2003). Adapun hubungan antara sensitifitas terhadap makanan dan leaky gut saling mempengaruhi (Ratnawati, 2003). Intervensi nutrisi pada penderita autis menurut Sjambali (2003) adalah dengan cara melakukan: (1) diet bebas gluten dan kasein, (2) menghindari makanan penyebab alergi, (3) intoleransi makanan, (4) diet rotasi, (5) diet rendah gula sederhana, (6) menghindari makanan yang difermentasi oleh ragi, (7) tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung zat pengawet dan zat pewarna. McCandless (2003) menyatakan bahwa sebelum melakukan penyembuhan saluran cerna dan meningkatkan status gizi, maka penanganan-penanganan lain akan tetap tidak efektif. Menyembuhkan saluran cerna dapat dilakukan dengan menyingkirkan hal-hal yang menganggu dari makanan yang dikonsumsi (gluten dan kasein) dan mengeluarkan toksintoksin lingkungan yang terdapat dalam tubuh anak. Banyak orang tua dari penderita autis telah melaporkan bahwa diet bebas gluten dan kasein pada anak autis memberikan dampak positif pada anak, dimana anak terlatih buang air besar, secara mental lebih bisa memusatkan kemampuan perhatian dan menunjukkan kemajuan dan kemampuan belajar, kontak mata, dan bahasa. Banyak hasil penelitian yang menunjukkan pentingnya vitamin B6 pada penderita autis. Terdapat 30-40% anak-anak autis menunjukkan hasil yang signifikan ketika diberikan vitamin B6 (McCandless, 2003). Apabila terjadi ketidaknormalan pada metabolisme protein yang melumpuhkan tubuh untuk mengubah asam amino menjadi triptofan dan niasin, dengan pemberian vitamin B6 kemampuan tersebut dapat dibangkitkan kembali (Under, 1992). Hasil survei yang dilakukan oleh Edelson (1998) terhadap 3500 orang tua anak penderita autis yang diminta untuk memberikan angka penilaian pada berbagai macam pengobatan, penanganan biomedis dan intervensinya, ternyata penilaian tertinggi diberikan kepada penggunaan vitamin B6 dan magnesium. Selanjutnya hasil penelitian yang dilakukan oleh Rimland (1999) terhadap 11 dari 19 penderita autis menunjukkan eksresi metabolisme pada urine yang tidak normal ketika diberikan tes triptofan. Setelah diberikan vitamin B6 sebanyak 30 mg temyata dihasilkan urine yang normal. Magnesium ditambahkan karena dapat meningkatkan efek-efek B6 dan menjaga kemungkinan B6 tersebut menyebabkan penurunan kadar magnesium. Meskipun tidak ada pasien yang disembuhkan dengan pemberian B6 dan magnesium saja, tetapi pemberian vitamin &mineral di maksud menghasilkan efek-efek menenangkan dan perbaikan perilaku ke arah normal. Edisi No. 54./XVIII/April-Juni/2009 PANGAN 93

' Jumlah Penderita Gangguan Metabolisme Otak Faktor pencemaan Faktor lingkungan Faktor genetik Faktor koagulasi Vaksinasi Imunitas tubuh Infeksi Nutrisi Terapi Gizi Penyembuhan saluran cerna Mengurangi hiperaktifitas Mengurangi tantrum i, Pola Makan Bebas gluten Bebas kasein Bebas monosodium glutamat, gula sintetis aspartam, pewarna makanan Pemberian vitamin B6 Gambar 1. Skema terapi gizi yang dilakukan terhadap penyandang autis III. PENUTUP Semoga tulisan ini dapat membantu para orang tua dari anak penyandang autis, terapis, dan orang-orang yang mencintai anak penderita autis sebagai bagian dari hidup mereka. DAFTAR PUSTAKA Bernard, S. 2000. Autism : a Novel From of Mercury Poisoning, www. Autism.com/ari/mercury.html. Breton, ML. 2001. Diet Intervention and Autism. Jessica Kingsley Publishers, London and Philadelphia. Defeat Autism Now. 2001. Defeat Autism Now Conference Syllabus Spring. Edelson. 1998. What I Would Do If I Were a Parent of an Autistic Child: Recommendations Based on 25 Years of Research Experience. Center for the Study of Autism. Salem, Oregon. Jasaputra, DS. 2003. Alergi Makanan Pada Anak Autis. Makalah disampaikan pada Kongres Nasional Autisme Indonesia-I. Jakarta. 2-4 Juli 2003. Kasran, S. 2003. Autisme: Konsep yang Sedang Berkembang. Jurnal Kedokteran Trisakti, Universa Medicina, Jakarta. 22 (1): 24-30. Kotsanis, G. 1996. Low EGOT (Functional B6) in 82% and All 12 Subjects Low in 4 Amino Acids. Defeat Autism Now Conference Syllabus Spring. September 1996. Lewis, L.S. 1998. Special Diets for Special Kids: Understanding and Implementing a Gluten and Casein Free Diet to Aid in the Treatment of Autism and Related Developmental Disorders. Future Horizons, Arlington Under, M.C. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme, dengan Pemakaian Secara Klinis. Edisi pertama, Universitas Indonesia Press, Jakarta. McCandless, J. 2003. Children with Starving Brains (Penerjemah: F. Siregar). Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. McGinnis, W. 2001. Nutrition Status in Autistic Children and ADHD. www.autism.com/mcginnis. Munasir. Z. 2003. Alergi Makanan dan Autisme. Makalah disampaikan pada Kongres Nasional Autisme Indonesia -1. Jakarta, 2-4 Juli 2003. National Institute of Mental Health. 1997. Autism. NIH Publication No. 97-4023. Puspita, D. 2003. Kiat Praktis Mempersiapkan dan Membantu Anak Autis Mengikuti Pendidikan di Sekolah Umum. Seminar Mandiga 22 Maret 2003. Ratnawati, H. 2003. Leaky Gut pada Autisme. Di dalam Penatalaksanaan Holistik Autisme. Edisi pertama. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian llmu Penyakit Dalam FK Universitas Indonesia, Jakarta. Rimland, B. 1998. Vitamin B6 (and Magnesium) in PANGAN 94 Edisi No. 54/XVIII/April-Juni,'2009

The Treatment of Autism. Autism Research Institute, San Diego. Rimland, B., S. Naker, and Brief. 1999. Alternative Approaches to the Development of Effective Treatment for Autisme. Journal Autism Deficit Disourder. Sonata, A. 2005. Komunikasi Pribadi. 11 Januari 2005; 9 Juni 2005, Jakarta. Sjambali R. 2003. Intervensi Nutrisi pada Autisme. Makalah disampaikan pada Kongres Nasional Autisme Indonesia-I. Jakarta, 2-4 Juli 2003. Universa Medicina. 2003. Editorial : Beberapa Penyebab Kelainan Berspektrum Autisme. Jumal Kedokteran Trisakti, Universa Medicina. 22(1):i-ii. BIODATA PENULIS : Ainia Herminati adalah Peneliti bidang Pangan dan Gizi di LIPI Subang. Lulus dari Universitas Pasundan jurusan Teknologi Pangan pada tahun 1995, dan menyelesaikan pendidikan Strata S2 di Institut Pertanian Bogor jurusan llmu pangan pada tahun 2005. Pekerjaan sehari-hari sebagai Peneliti bidang Pangan dan Gizi di LIPI Subang. Edisi No, 54/XVIII./April-Juni/2009 PANGAN 95