Site Report Tim (IV) Kegiatan Sosial Waktu : 8 Juni-17 Juni 2009 Lokasi : Kota Gorontalo Propinsi Gorontalo A. Ringkasan Hasil Sangat Sementara Kedua kelurahan ini merupakan sasaran dari program P2KP tahun 2004. Dilihat dari tingkat mata pencaharian menunjukkan bahwa kedua kelurahan ini memiliki perbedaan. Kelurahan Limba B mayoritas masyarakatnya merupakan masyarakat pedagang sedangkan Kelurahan Lekoballo mayoritas masyarakat bermata pencaharian sebagai masyarakat nelayan atau petani ikan dengan karamba di danau tersebut. Kelurahan Limba B, Kecamatan Kota Selatan Kota Gorontalo Kelurahan Limba B adalah salah satu dari sepuluh kelurahan yang berada di Kecamatan Kota Selatan. Kelurahan Limba B terbagi atas enam lingkungan dengan luas wilayah 112 hektar. Jumlah penduduk mencapai 5323 jiwa dengan 1304 Kepala Keluarga yang terdiri atas 2355 jiwa dan 3028 jiwa. Jumlah keluarga pra sejahtera dan Keluarga Sejahtera I adalah 376 KK dan jumlah Kepala Keluarga Sejahtera ada 928 KK. Jarak tempuh dari kecamatan 1 kilometer sedangkan jarak tempuh dari kota 2 kilometer. Kelurahan Lekobalo Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo Nama Lekoballo sering dimaknai sebagai daerah yang jalannya berliku-liku dan berbelokbelok. Wilayah ini berada di antara bukit/pegunungan dan danau. Pemukiman penduduk banyak di sekitar danau yang apabila hujan deras maka air danau naik dan rumah-rumah di sekitar danau terendam air. Dari sekitar 800 kepala keluarga lebih di Kelurahan Lekobalo, 181 diantaranya adalah keluarga miskin. Jumlah penerima BLT di Lekoballo : 549 jiwa. Lekobalo terdiri atas 20 Rukun Tetangga dan 5 Rukun Warga. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan Penelitian 1 : Bagaimana Pola kegiatan sosial yang diprakarsai dan dilaksanakan oleh BKM? Pola kegiatan sosial dari dua BKM di kedua tempat tersebut cenderung masih bersifat karitatif terutama yang terjadi di Kelurahan Limba B.Kegiatan-kegiatan sosial yang ada di Kelurahan Limba B meliputi Pemberian santunan Lansia (30 orang, masing-masing lingkungan 6 orang) wujudnya beras 50 kilogram, CIPU/alat shalat, sajadah, gula, terigu, kopi, teh, susu seharga 500 ribu. Kemudian juga ada pemberian beasiswa kepada siswa sekolah dari keluarga tidak mampu, pemberian bantuan untuk Rukun Duka berupa karpet 10 meter, amplifier, kursi 25 buah, alat dorong/gerobag. BKM membantu 7 unit Rukun Duka karena ada 1 lingkungan yang terdapat dua rukun duka. Kegiatan sosial lain adalah pelatihan Ketrampilan Salon Kecantikan dan Pemberian alat salon kecantikan. Kegiatan tersebut berlangsung pada tahun 2006. Sedangkan untuk tahun 2009 ini kegiatan sosial dilakukan dengan pembelian kursi sebanyak 200 buah yang kemudian dikelola oleh salah satu warga yang kebetulan punya usaha deklit untuk disewakan. Sedangkan kegiatan-kegiatan sosial yang terdapat di Kelurahan Lekobalo meliputi pemberian beasiswa kepada anak dari keluarga kurang mampu sebanyak 55 siswa baik dari SD, SMP dan SMA, program kegiatan rehab rumah bagi keluarga kurang mampu, dan program kegiatan Page - 1
memberikan gizi/makanan tambahan kepada anak Balita dan juga melengkapi fasilitas berupa timbangan, meja dan peralatan lainnya. Pertanyaan 2 : Prospek keberlanjutan pelayanan sosial sebagai prakarsa awal menuju the sustainable social safety net. Dilihat dari prospek keberlanjutan pelayanan sosial menunjukkan bahwa kegiatan-kegiatan sosial yang terdapat di kedua Kelurahan tersebut banyak yang kurang memiliki keberlanjutan. Di Kelurahan Limba B terdapat satu buah program yang memiliki potensi keberlanjutannya yaitu pelatihan ketrampilan salon kecantikan. Namun demikian, kegiatan ini tidak berlanjut padahal dari BKM sudah diinvestasikan dana untuk membeli peralatan salon yang menghabiskan dana sekitar Rp 12 juta. Kegiatan sosial pemberian bantuan sembako untuk Lansia meskipun merupakan kegiatan yang karitatif ternyata ada salah satu penerima yang kemudian memanfaatkan bantuan tersebut untuk membuka usaha. Saat ini Ibu penerima bantuan tersebut telah berhasil membangun warung. Sedangkan penerima bantuan sembako yang lainnya tidak ada yang berlanjut karena langsung habis untuk dikonsumsi. Demikian juga dengan kegiatan sosial pemberian beasiswa yang juga tidak berorientasi berkelanjutan. Kegiatan pemberian bantuan untuk Rumah Duka merupakan kegiatan pemberian bantuan sarana prasarana untuk membantu kelengkapan sarana ketika orang meninggal dunia. Kegiatan yang saat unik adalah kegiatan pembelian kursi yang kemudian disewakan kepada masyarakat. Kursi ini disewakan seharga Rp 1000 dimana Rp 500 untuk pengelola (250 transport, 250 upah pegawai) dan Rp 500 untuk kas BKM yang nantinya akan diwujudkan dalam pemberian bantuan sosial bagi warga tidak mampu seperti beasiswa, bantuan Sembako. Tetapi kalau untuk orang meninggal gratis kalau misal makai 7 hari hanya dihitung 2 hari. Ini merupakan wujud dari kegiatan sosial produktif. Kegiatan-kegiatan sosial yang di Kelurahan Lekobalo juga kurang memiliki potensi keberlanjutan. Pemberian beasiswa kepada anak kurang mampu yang dilakukan, pendanaannya dari pos dana BKM. Untuk kepentingan ke depan, pada tahun 2009 ini BKM mengalokasikan dana untuk pembelian peralatan Pesta yang kemudian disewakan (kegiatan sosial produktif). Satu set peralayan disewakan sebesar Rp 150.000. Dari hasil persewaan selama kurun waktu tiga bulan terakhir telah diperoleh dana sebesar lebih kurang Rp 480.000 dan nantinya akan digunakan untuk pemberian bantuan beasiswa. Sedangkan kegiatan rehab rumah tangga dari BKM mengeluarkan bantuan Rp 500 untuk setiap rumah. Kegiatan ini dilakukan terkait dengan program pemerintah untuk meningkatkan keindahan dan kesehatan rumah. Kegiatan sosial lain adalah pemberian gizi.makanan tambahan kepada anak Balita dan juga melengkapi fasilitas berupa timbangan, meja dan peralatan lainnya. Kegiatan pemberian makanan tambahan ini dilakukan seminggu sekali dan orang tua anak Balita memberikan kontribusi sebesar Rp 500. Pertanyaan Penelitian-3 : Pilihan dukungan masyarakat (faktor pendukung internal dan eksternal) untuk mendukung kegiatan jangka panjang dan berkelanjutan. Dilihat dari potensi yang ada menunjukkan bahwa sebenarnya ada upaya agar program tidak berhenti begitu saja. Akan tetapi ada upaya untuk mengembangkan program ini menuju kegiatan sosial produktif meskipun penggunaan dari kegiatan tersebut masih banyak yang Page - 2
berorientasi pada karitatif. Hal ini dikarenakan pemahaman yang keliru tentang apa definisi dari karitatif dan keberlanjutan dari suatu program. Kegiatan persewaan kursi di Limba B dan kegiatan persewaan pesta di Lekobalo menunjukkan hal tersebut. Ide penggunaan dana BKM untuk pembelian kursi dan perlengkapan pesta di dua kelurahan yang kemudian disewakan cukup bagus. Artinya uang tidak habis pakai. Akan tetapi hasil dari pembelian tersebut kemudian diwujudkan dalam berbagai bentuk bantuan sosial yang bersifat karitatif. Hal ini juga terjadi pada kegiatan sosial di Limba B yaitu pemberian bantuan untuk Rumah Duka berupa peralatan-peralatan yang terkait dengan pengurusan jenazah. Bantuan tersebut kemudian dikelola oleh masing-masing lingkungan dan ternyata berkembang. Di salah satu lingkungan yang mendapatkan bantuan peralatan rumah duka misalnya. Dulu hanya mendapatkan 25 kursi bantuan sekarang sudah berkembang menjadi 65 buah. Anggota rukun duka membayar setiap bulan Rp 500. Kalau ada yang meninggal biaya gratis. Untuk sewa keluar bisa bayar 500 rupiah. Ini menunjukkan sebenarnya tingkat swadaya masyarakat yang cukup tinggi dan dapat menjadi potensi keberlanjutan program. Kegiatan-kegiatan sosial lain di Limba B yaitu pemberian bantuan beasiswa sekolah, Kegiatan pelatihan dan pengembangan salon kecantikan, bantuan Lansia sudah tidak terlihat keberlanjutannya. Untuk pengembangan Balai Salon Kecantikan sebenarnya sangat disayangkan tidak berlanjut karena dana yang sudah dialokasikan adalah 12 juta rupiah. Sedangkan untuk kegiatan sosial lain yang ada di Lekobalo juga patut untuk dipertanyakan keberlanjutan program. Potensi-potensi pendukung dari sisi internal juga tidak ada. Pertanyaan Penelitian 4 : Terkait dengan hambatan (yang diduga dan obyektif) dalam penggunaan pilihan dukungan yang tersedia. Hambatan yang muncul adalah dalam proses pemetaan swadaya di kedua lokasi tersebut masih terlihat dominasi dari pengurus BKM. Bahkan beberapa pengurus BKM juga merangkap sebagai ketua RW dan ada juga yang anggota LPMD. Ini tentunya akan menimbulkan kebijakan yang bersifat elitis. Dalam kepengurusan BKM pun yang aktif cuma beberapa pengurus BKM saja. Ini tentunya menyulitkan proses pengembangan kegiatan sosial yang diselenggarakan oleh BKM. Partisipasi masyarakat miskin dalam proses pemetaan swadaya tidak ada. Mereka tahunya ketika undangan dari pengurus BKM untuk menerima bantuan. Masyarakat pun cenderung kurang memahami arti keberlanjutan sebuah kegiatan sosial. Artinya yang mereka harapkan adalah bantuan-bantuan sejenis seperti bantuan lansia, bantuan beasiswa. PJOK seringkali hanya menunggu laporan dari BKM saja. Mereka jarang memantau terjun langsung ke lapangan. Program-program chanelling dengan Dinas belum juga terlihat. Seringkali program-program dari dinas berjalan sendiri dan tidak terkait dengan kegiatan BKM seperti program Keluarga Bina Harapan, Program Bantuan pendidikan. Page - 3
Pertanyaan Penelitian 5 : Jenis perubahan rancangan program (termasuk pengembangan prosedur-prosedur standar dan kebijakan. Belum ada rancangan program dalam pelaksanaan kegiatan sosial di daerah tersebut. Perubahan pola P2KP menjadi program PNPM memberikan semangat sendiri bagi pengurus BKM. Pada saat P2KP menurut mereka terlalu banyak prosedur dan langkah yang harus dilakukan sementara dana tidak turun-turun sehingga pada saat itu mereka menyebut P2 Capek. Sedangkan untuk PNPM dianggap tidak melalui prosedur yang rumit. Untuk perubahan rancangan program dalam kegiatan sosial ini, Faskel selalu menekankan tentang kegiatan-kegiatan sosial yang berkelanjutan meskipun dalam kenyataannnya hal tersebut sulit dilaksanakan. Gambaran Informan: 1. Asisten Korkot Gorontalo bidang Community Development. 2. Faskel di Kelurahan Limba B dan Lekobalo untuk memperoleh gambaran secara detail sasaran dan mengetahui peran mereka dalam melakukan pendampingan kepada masyarakat. Peneliti melakukan kegiatan Focus Group Discussion kepada mereka. 3. Pemerintah Kelurahan di Limba B dan Lekobalo untuk memperoleh gambaran mengenai kondisi lokasis sasaran dan bagaimana peran pemerintah kelurahan dalam hubungannya dengan BKM dan pelaksanakan program PNPM. 4. BKM di dua kelurahan untuk memperoleh gambaran program BKM khususnya kegiatan Unit Pengelola Sosial. 5. KSM/Panitia di dua kelurahan untuk memperoleh data proses pelaksanaan kegiatan sosial BKM. 6. Masyarakat penerima manfaat program tersebut di Kelurahan Limba B dan Lekobalo. 7. UPS di Kelurahan Limba B dan Lekobalo untuk memperoleh data proses pelaksanaan kegiatan sosial BKM. 8. PJOK Kecamatan Kota Selatan dan Kecamatan Kota Barat untuk memperoleh data mengenai peran PJOK dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan sosial di kedua kelurahan tersebut. 9. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Gorontalo dan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan Kota Gorontalo. Interview mengenai kebijakan pemerintah daerah dalam proses pengembangan program PNPM. B. Kejadian/Hambatan Tak Terduga 1. Faskel-faskel yang ada di dua kelurahan tersebut ternyata merupakan Faskel baru yang bertugas kurang lebih lima bulan. Dalam banyak hal ternyata mereka belum begitu menguasai persoalan yang ada. Untuk melengkapi kekurangan data peneliti melakukan FGD dengan Faskel lama juga. 2. Dalam tahap awal penelitian, peneliti ternyata menemui hambatan ketika ketua BKM LImba B memerlukan surat formal dari tim peneliti untuk terjun ke Limba B. Namun Page - 4
demikian dengan bantuan asisten lokal dan pendekatan persuasif tim peneliti masalah tersebut dapat diatasi sehingga proses penelitian dapat berlangsung lancar. 3. Untuk FGD kepada anggota BKM di Limba B dan Lekobalo ternyata tidak semua anggota BKM hadir. Untuk Limba B ada 7 orang yang hadir dan Lekobalo yang hadir 6 orang juga. Hal ini dikarenakan kesibukan anggota BKM. Namun setelah ditelusuri memang banyak anggota BKM yang tidak aktif. 4. Untuk penerima manfaat bantuan Lansia beberapa informan yang diwawancarai sudah lanjut sehingga agak menghambat juga proses wawancara. C. Komentar Lain : 1. Untuk Faskel Limba B ternyata rumahnya cukup jauh dari berada di Kabupaten Gorontalo. Jarak rumah dengan Kantor BKM sekitar 15 kilometer. Hal ini tentunya agak mengganggu efektivitas kerja dari Faskel khususnya ketika kegiatan dilakukan pada malam hari. Faskel Limba B ini adalah perempuan. 2. Sebagian besar masyarakat Kota Gorontalo ini memiliki karakteristik yang keras. Untuk mendekati mereka tim Faskel melakukan berbagai strategi pendekatan yaitu dengan Pembawaan dari Faskel sehingga bisa meraih simpati, Keputusan melalui musyawarah, Strategi silaturahmi, membicarakan hal-hal di luar P2KP/PNPM, mengajak masyarakat berfikir, dan kadangkala harus juga pakai shock terapy : Masyarakat besar suara rakyat pun harus besar suara. Pukul Rangkul. Selain itu juga dilakukan dengan pendekatan keagamaan melalui forum pengajian khussnyta Ibu-Ibu. Misalnya dengan memetik ayat suci Al Quran : Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali kaum tersebut merubah sendiri. 3. BKM di kelurahan Limba B dan Lekobalo ini sebenarnya tidak masuk kriteria yang baik dalam pengelolaan BKM. Tahun 2009 ini kedua BKM tidak lagi mendapatkan dana bantuan PNPM dikarenakan tidak lulus syarat khususnya terkait dengan Unit Pengelola Simpan PInjam dimana Angka Pengembalian tidak mencapai 70%. Khusus untuk Kelurahan Limba B juga sempat ada masalah ketika ada penyelewengan keuangan dari pengurus BKM. 4. Karakteristik masyarakat Gorontalo cukup unik, seberapapun miskinnya akan tetapi yang penting masyarakat punya rumah meskipun dengan hutang. Setiap lebaran, misalnya, masyarakat berlomba-lomba untuk memperbaiki rumah merek. Jadi Rumah menjadi gengsi bagi mereka. Page - 5