Abstract The doxycycline half life in broiler and layer chickens KETUT TONO P.G Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University Jl. PB. Sudirman Denpasar Bali, Telp/fax: (0361) 3791 The research was done half-life of doxycycline in broilers and laying age of 45 days. Both types of chickens were given doxycycline via drinking water with 10 mg/ kg bw dose doxycycline concentration in plasma, liver and meat were observed every 4, 8, 1, 18, 4 and 4 hours after giving doxycycline. The average plasma half-life of 19.8 hours of broilers, the broiler liver 19.4 hours, and in the flesh of 0.4 hours while in laying hens were significantly different in laying hens where the halflife of doxycycline were significantly decrease (p <0.01) compared to broilers. In laying hens the plasma half-life of doxycycline in 13.4 hours, in liver 13 hours, and 13.4 hours in the flesh. The conclusions of this research was excretion of doxycycline was slowest on broiler bodi s than laying bodi s. Key words: Tube dilution, residu antibiotics, metabolism enzym, drug dosage Pendahuluan Penggunaan antibiotika pada ayam ada kecendrungan semakin meningkat. Baik ditunjukan untuk memacu pertumbuhan maupun untuk mencegah penyakit infeksi (Hofstad et al., 1984) antibiotika selain dapat menguntungkan peternak ayam dapat juga merugikan konsumen daging dan telur yang mengandung residu antibiotika. Adanya residu pada daging dilaporkan oleh Menge (003). Untuk menekan residu antibiotika tanpa mengurangi khasiatnya harus digunakan secara tepat. Kecepatan absorbsi dan besarnya absorbsi pada ayam pedaging dan petelur ternyata mempunyai perbedaan yang bermakna dimana baik kecepatan absorbsi maupun kemampuan absorbsi pada ayam pedaging jauh lebih besar dibandingkan ayam petelur (Tono, 1996). Disamping kecepatan dan kemampuan absorbsi perlu diketahui waktu paruh obat agar dapat dipakai acuan dalam menghitung dosis obat serta interval pemberian obat. kesempatan ini fokus study diarahkan pada waktu paruh doksisiklin pada ayam pedaging dan petelur. Bahan dan metode Bahan berupa hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam pedaging galur Lohman 0 betina dan ayam petelur galur white leghorn. Kedua kelompok ayam, baik ayam pedaging maupun petelur dipelihara sejak umur 1 hari sampai 45 hari dan diberi makan dengan formula yang sama tanpa antibiotika. Untuk mengetahui waktu paruh doksisiklin maka dilakukan pengambilan sampel darah, hati dan daging berturut-turut untuk pemeriksaan doksisiklin dalam plasma, dalam hati dan daging yang diambil dalam waktu 4, 8, 1, 18, 4 dan 4 jam setelah pemberian doksisiklin. Pemeriksaan kadar doksisiklin dilakukan dengan pemeriksaan mikrobiologis tube dilution (pengenceran tabung seperti yang diuraikan oleh Finegold dan Martin, (198). Data yang diperoleh berupa data konsentrasi kadar doksisiklin (ug/ml) versus waktu (jam) dihitung waktu paruh obat (Gibaldi, 1
1984 ). Selanjutnya waktu paruh doksisiklin yang terdapat pada plasma, hati dan daging antara ayam pedaging dan petelur dibedakan dengan menggunakan uji T (Steel, Torrie, 1980). Hasil dan Diskusi Hasil percobaan kadar doksisiklin dalam plasma ayam pedaging lebih tinggi dibandingkan ayam petelur. Rata-rata kadar doksisiklin 4 jam pasca pemberian obat ug/ml dan pada ayam petelur 1,95 ug/ml. 8 jam pasca pemberian obat, kadar doksisiklin pada ayam pedaging lebih tinggi yakni 1,93 ug/ml dan ayam petelur 1,46 ug/ml. 1 jam pasca pemberian obat 1,7 ug/ml pada ayam pedaging dan 1,0 ug,ml untuk ayam petelur. 18 jam pasca pemberian obat, 8 ug/ml untuk ayam pedaging dan 0,95 ug/ml pada ayam petelur. Demikian pula pada jam ke 4 kadar doksisiklinpada ayam pedaging 1,8 ug/ml dan ayam petelur 0 ug/ml. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1, kadar doksisiklin dalam hati pada Tabel dan kadar doksisiklin dalam daging disajikan pada Tabel 3 seperti yang disajikan berikut ini. Tabel 1. Kadar Doksisiklin Dalam Ayam Pedagaing dan Petelur 1 3 4 5 Waktu Pemeriksaan Darah (Jam) Pasca Pemberian Doksisiklin ayam pedaging ayam petelur,6 0,7 0,00 1,75 1,60 1,30 0,70,00 0 1,08 0 1,4 0,5 0,10 1,80 0 0 1,90 4 1,10 0,95 0,4 0,00 1,60 1,70 0,70,00 0 0,80 7 1,3 0,5 0 1,80 1,75 1,60 1,30 0,50 1,83 8 1,13 0,90 0,6 0 1,75 1,70 0 1,30 0,50,00 0 1,00 3 1,4 1,93 1,7 8 1,8 0 1,95 1,0 0,95 6 0 Tabel. Kadar Doksisiklin Dalam Ayam Pedagaing dan Petelur Waktu Pemeriksaan (Jam) Pasca Pemberian Doksisiklin ayam pedaging ayam petelur 1,0,00 1,80 0 1,10 0,30 1,80 1,70 0 1,10 0,40 1,80,10 1,75 1,40 0,90 0,40 1,90 0 1,30 1,00 0,30 3,10 1,80 1,75 1,40 1,10 0,50 1,80 1,40 1,30 1,00 0,0 4 1,80 1,80 1,60 1,0 0,90 0,0 1,60 1,45 1,40 1,10 0,30 5,00 1,70 1,70 1,40 1,10 0,0 1,80 0 1,35 1,00 0,0 1,98 1,88 1,7 1,38 1,0 0,3 1,78 1 1,37 1,04 0,8
Tabel 3. Kadar Doksisiklin Dalam Ayam Pedagaing dan Petelur Waktu Pemeriksaaan (Jam) Pasca Pemberian Doksisiklin ayam pedaging ayam petelur 1,00 1,80 0 1,0 0,90 0 1,80 1,60 1,0 0,80 0,40 1,80 1,75 1,40 1,10 0,95 0,50 1,70 1,60 1,0 0,90 0,50 3 1,75 1,75 0 1,00 0,95 0,50 1,60 0 1,10 0,90 0,40 4 1,80 1,70 1,60 1,00 0,90 0,70 0 1,30 1,00 0,80 0,30 5 1,90 1,80 1,70 1,10 1,00 0 1,60 1,40 1,10 0,85 0,40 1,85 1,76 4 1,08 0,94 0,58 1,64 1,48 1,1 0,85 0,40 Dari kadar doksisiklin yang terdapat dalam plasma, hati dan daging pada masing-masing ayam, baik pada ayam pedaging dan petelur selanjutnya dihitung waktu paruh. Hasil perhitungan waktu paruh pada plasma, hati dan daging seperti yang disajikan pada berikut ini (Tabel 4) Tabel 4. Waktu Paruh Doksisiklin pada Ayam Pedaging dan Petelur ayam pedaging ayam petelur 1 0,00 0,00 19,00 15,71 15,00 13,00 3,67 0,00 1,00 14,3 1,00 15,00 3 1,76 19,00 1,00 15,04 13,00 13,00 4 16,98 0,00 0,00 15,01 1,00 13,00 5 3,87 18,00 1,00 14,10 13,00 13,00 Rata- Rata 19,6 19,40 0,40 14,84 13,00 13,40 Rata-rata waktu paruh doksisiklin pada ayam pedaging yang terdapat dalam plasma 19,6 jam dan pada hati 19,40 jam tidak berbeda secara bermakna sedang pada daging 0,40 jam lebih lama dibandingkan pada hati dan plasma. Waktu paruh doksisiklin pada ayam pedaging lebih lama dibandingkan ayam petelur hal ini berbeda sangat bermakna. Penurunan kecepatan eleminasi yang ditandai dengan bertambahnya waktu paruh antara ayam pedaging yang lebih tinggi dibandingkan ayam petelur dapat diakibatkan oleh beberapa hal seperti perbedaan struktur dan fungsi fisiologi hati,empedu dan kadar lemak tubuh yang berperan dalam eleminasi obat. Turunnya kecepatan eleminasi atau bertambahnya waktu paruh antara ayam pedaging dan petelur pada plasma diperpanjang 4,4 jam, pada hati berbeda 6,40 jam dan di dalam daging 7 jam menujukkan bahwa pada ayam pedaing waktu paruhnya lebih lama dibandingkan petelur. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh adanya perbedaan gen diantara ke dua ayam, dengan adanya perbedaan gen akan 3
menyebabkan terjadinya perbedaan perkembangan struktur dan fungsi fisiologi pada organ yang berperan dalam metabolisme dan ekskresi seperti hati yang memproduksi enzim-enzim metabolisme, lemak tubuh dan empedu (Notari,1986). Perbedaan waktu paruh diantara kedua ayam dapat ditelaah dari adanya perbedaan produksi enzim amilase dan tripsin. ayam pedaging umur 5 hari enzim amilase 14 unit dan petelur18 unit. Enzim tripsin 111 unit pada ayam pedaging dan 17 unit/100 gram organ ayam petelur (Cherry et al., 1987). Adanya fakta bahwa enzim ayam pedaging lebih rendah dibandingkan ayam petelur menyebabkan pada ayam pedaging lebih lambat memetabolisme obat. Perbedaan waktu paruh dapat pula disebabkan oleh adanya perbedaan kandungan lemak, dimana lemak abdominal 7,1 gram atau 1,3 % dan ayam petelur 0,9 gram atau 0,3% berat badan pada umur ayam 5 hari. Adanya kandungan lemak yang lebih tinggi pada ayam pedaging menyebabkan doksisiklin berada lebih lama dibandingkan keberadaannya ditubuh ayam petelur. Demikian pula dengan perbedaan aktivitas empedu ayam dapat dilihat dari perbedaanberat hati yang mana hati berperan dalm metabolisme obat. ayam pedaging berat hati 1,86% sedang petelur,04% sehingga dapat dipahami kadar doksisiklin lebih cepat menurun pada ayam petelur. Kesimpulan Kadar doksisiklin pada ayam pedanging lebih lambat menurun dibandingkan ayam petelur Daftar pustaka Cherry, J.A., I. Nir., D.E. Jones., E.A. Dunnington., Z. Nitsan., and P.B. Siegel.1987., Growth Associated Traits in Parentral and F1 populations of Chickens under Different Feeding Programe, 1. Ad. Libitum Feeding. Poultry Science, 86 : 1-9. Finegold S.H., and W.J Martin 198. Diagnosis Mikrobiology 8Th Edition. The CV Mos by Company London. Gibaldi M, 1984. Biopharmaceutics and Clinical Pharmacokinetics. 3 th Edition. Lea and Febiger, Philladelphia. USA. Hofstad, M.S., H. John Barners., B.W. Calneck., W.M. Reid and H.W. Yarder, Jr. 1984. Disease of Poultry. 8 th Edition. Lowa State University Press. USA. Menge, H. 003. Lack of Growth Response of Eight Old Broilers Certain Antibiotics Poultry Science, 5:1891-1895 Notari, R.E. 1986. Biopharmaceutics and Clinical Pharmacokinetics and Introduction. 4 th Ed. Marcel Dekker INC New York. Steel, R.G.D., and J.H. Torrie. 1980. Principles and Procedures of Statistics. A Biometrical Aproach. nd Edition. McGraw Hill International Book Company. 4
Tono PG, Ketut 1996 Absobsi Doksisiklin pada Ayam Pedaging dan Petelur. Majalah Ilmiah Universitas Udayana NO.47-TH-XXIII-MEI-1996 Hal:79-83. 5