I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara pengekspor dan pengimpor, baik untuk minyak mentah (crude oil) maupun produk-produk minyak (oil product) termasuk bahan bakar minyak. Produksi minyak mentah Indonesia saat ini menunjukan trend yang menurun sehingga perlu dilakukannya impor minyak bumi untuk memenuhi permintaan kebutuhan minyak mentah dalam negeri. Tabel 1. Produksi dan Impor Minyak Bumi Indonesia Tahun 2004-2011 Tahun Produksi (Ribu Barel) Impor (Ribu Barel) 2005 341.203 148.489.589 2006 322.350 118.302.860 2007 305.137 116.232.183 2008 312.484 115.811.511 2009 301.663 97.005.665 2010 300.872 120.119.377 2011* 289.445 101.093.030 Sumber: Ditjen Migas, 2011 Keterangan: *Data sementara Bahan Bakar Minyak (BBM) memegang peranan sangat penting dalam perekonomian Indonesia, yaitu: 1) sebagai bahan baku produksi, 2) bahan bakar proses industrialisasi, dan 3) sebagai komoditas ekspor penghasil devisa negara (Ditjen Migas, 2005). Harga BBM di Indonesia dipengaruhi oleh fluktuasi harga minyak dunia, yang mengakibatkan pemerintah menggunakan asumsi harga minyak dunia dalam menentukan harga BBM dan penentuan dalam menyusun APBN. Pemerintah menyepakati harga minyak mentah yang diasumsikan dalam APBN sebesar US$ 90 per barel dengan anggaran untuk pengadaan subsidi energi khususnya BBM pada RAPBN 2012 adalah sebesar 123.599,7 miliar rupiah, sedangkan selama Februari rata-rata harga minyak mentah sudah mencapai US$ 122,17 per barel. Hal ini juga diikuti dengan peningkatan konsumsi solar dan premium dari 35,8 juta kilo liter pada tahun 2010 menjadi 38.5 juta kilo liter pada tahun 2011 lalu (Ditjen Migas, 2012).
2 Besarnya harga dan jumlah konsumsi BBM berdampak langsung pada besarnya anggaran yang harus dialokasikan oleh pemerintah dalam APBN. Tabel 2. Produksi dan Konsumsi BBM Indonesia Tahun 2005-2010 Tahun Konsumsi BBM (Ribu Barel) Produksi BBM (Ribu Barel) 2005 397.802 268.530 2006 374.691 257.821 2007 383.453 244.296 2008 388.107 251.531 2009 379.142 24.289 2010 388.241 254.433 Sumber: Ditjen Migas (2011) Peningkatan konsumsi BBM membuat permintaan akan subsidi BBM juga semakin meningkat, sehingga harus adanya penanggulangan akan hal ini. Pemerintah berencana menaikan harga BBM bersubsidi pada 1 April 2012, dengan segala pertimbangan kenaikan harga BBM bersubsidi ditunda sampai enam bulan mendatang seiring dengan pengamatan lonjakan harga minyak dunia. Saat ini, harga BBM di Indonesia jenis premium sebesar Rp 4.500 dan Solar Rp 4.500, dengan harga tersebut masih cenderung lebih rendah apabila dibandingkan dengan harga BBM negara lain seperti Malaysia harga eceran bensin yang disubsidi sebesar RM 1.90 atau dirupiahkan menjadi Rp 5.753 (Ditjen Migas, 2012). Kenaikan harga BBM yang direncanakan pemerintah bukanlah kejadian pertama, sebelumnya pada bulan Mei 2008 harga rata-rata minyak mentah Indonesia mencapai US$ 121 per barel. Pada saat itu, pemerintah terpaksa menaikan harga premium dari Rp 4.500 per liter menjadi Rp 6.000 per liter. Per 1 Desember 2008 harga premium menjadi Rp 5.500 per liter karena rata-rata minyak mentah Indonesia turun menjadi US$ 95,87 per barel diturunkan kembali harga BBM sampai dengan Rp 4.500 (Ditjen Migas, 2011) Premium dan solar merupakan jenis BBM bersubsidi yang mulai diperkenalkan kepada masyarakat Indonesia sejak Tahun 1977. Sasaran subsidi BBM khususnya pada bidang transportasi adalah kendaraan bermotor milik
3 pemerintah, transportasi darat bermotor yang memakai plat kuning, sepeda motor, sumua jenis ambulance, mobil jenazah dan mobil pemadam kebakaran. Saat ini, BBM bersubsidi yang paling banyak dikonsumsi adalah jenis premium. BBM menjadi faktor produksi utama dalam semua aktivitas usaha yang dilakukan oleh manusia begitupun dalam bidang jasa transportasi angkutan umum kota (angkot). Meningkatnya jumlah penduduk akan berdampak kepada meningkatnya jumlah pemakaian jasa angkutan umum karena tidak semua masyarakat memiliki kendaraan pribadi. Jumlah kendaraan yang semakin meningkat menyebabkan besaran konsumsi BBM akan terus meningkat. Kenaikan harga BBM tentunya akan berdampak pada setiap kegiatan yang menggunakan BBM. Transportasi nasional menjadi pemegang peranan penting dalam mendukung pembangunan nasional, sehingga apabila terjadi peningkatan harga BBM secara tidak langsung akan mengganggu proses pembangunan ekonomi nasional. Pengaruh tidak langsung lainnya yang disebabkan oleh adanya kenaikan harga BBM adalah meningkatnya harga sarana produksi dan barangbarang konsumsi. Tabel 3. Jumlah Kendaraan Bermotor Jawa Barat dan Jenis Kendaraan (unit) Tahun 2008-2010 Tahun Mobil Penumpang Bus Truk Sepeda Motor Jumlah Total 2008 507.552 162.705 451.495 2.126.612 3.248.364 2009 526.508 171.000 451.987 2.378.188 3.527.683 2010* 548.641 177.578 469.412 2.615.527 3.811.158 Sumber : BPS, Statistik Indonesia 2011 Keterangan : * angka sementara Jasa transportasi angkutan umum kota yang disebut angkutan kota (angkot) merupakan jenis angkutan umum masal yang mengangkut orang untuk mencapai suatu tujuan lokasi tertentu. Karakteristik kendaraan yang dimiliki angkot mempermudah menurunkan dan menaikan penumpang dimana saja dengan rute wilayah tertentu. Masyarakat yang tidak memiliki kendaraan pribadi akan memilih angkutan kota (angkot) dalam membantu setiap aktivitas mereka sehingga angkot menjadi sangat penting karena menjadi pilihan banyak masyarakat.
4 Tabel 4. Jumlah Angkutan Umum Kota (Angkot) Kota Bogor Tahun 2007-2009 Tahun Jumlah Angkutan Kota (unit) 2007 3.443 2008 3.452 2009 3.316 Sumber : Dishub Kota Bogor, 2011 Kota Bogor dengan jumlah penduduk sebesar 946.204 jiwa pada tahun 2009 merupakan salah satu wilayah yang cukup padat penduduk di Jawa Barat (BPS, 2011). Banyaknya jumlah penduduk Kota Bogor diimbangi dengan banyaknya jumlah angkutan kota (angkot) yang dimiliki oleh Kota Bogor. 1.2 Perumusan Masalah Konsumsi minyak Indonesia yang tinggi yang tidak disertai dengan tingginya produksi minyak mentah dalam negeri menyebabkan pemerintah melakukan impor minyak untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Naiknya harga minyak dunia akan menyebabkan naiknya penerimaan pendapatan negara. Namun, pada saat yang sama pengeluaran negara akan turut naik. Setiap kenaikan harga sebesar US$ 1 barel, dengan asumsi kurs Rp 9.000 per dolar akan menaikan penerimaan sebesar Rp 3,37 triliun. Namun, kenaikan US$ 1 per barel itu juga meningkatkan pengeluaran negara yang berasal dari kenaikan subsidi BBM sebesar Rp 2,83 triliun, subsidi listrik Rp 280 milyar, dana bagi hasil untuk daerah Rp 470 milyar dan kenaikan anggaran pendidikan sebesar Rp 720 milyar jadi total pengeluaran negara sebesar Rp 4,3 triliun. Setiap kenaikan harga minyak sebesar US$ 1 per barel, APBN harus menanggung beban tambahan Rp 900 milyar (Kementerian ESDM, 2012). Dengan perhitungan sebelumnya, Kementerian ESDM memperkirakan apabila harga BBM bersubsidi dinaikan sebesar Rp 1.000 maka akan menghemat anggaran sebesar Rp 21 triliun, dan jika harga BBM bersubsidi dinaikkan sebesar Rp 1.500 maka akan menghemat anggaran sebesar Rp 23 triliun. Jika harga BBM bersubsidi dinaikan sebesar Rp 2.000 maka akan menghemat Rp 33 triliun (Kementerian ESDM, 2012). Rencana kenaikan harga BBM bersubsidi tentunya akan menyebabkan muncul berbagai tanggapan pro dan kontra dari masyarakat.
5 Fauziah (2003) mengungkapkan bahwa kenaikan harga BBM pada 17 Januari 2002 telah berdampak pada menurunnya pendapatan usaha nelayan khususnya di Pelabuhan Ratu. Kenaikan harga BBM menyebabkan terjadinya ketidakstabilan harga dan konsumsi. Begitu pula dengan pendapatan yang akan diterima oleh jasa angkutan umum kota (angkot), perubahan harga BBM jenis premium akan menurunkan pendapatan yang akan di terima. Harga BBM saat ini adalah Rp 4.500 per liter, sedangkan harga BBM dunia adalah Rp 8.400 per liter, sehingga besaran subsidi BBM per liter adalah Rp 3.900 per liter. Usulan pada RAPBN 2012, rencana harga BBM bersubsidi dinaikkan sebesar Rp 1.500 per liter menjadi Rp 6.000 per liter. Kenaikan harga tersebut akan menjadikan besarnya harga subsidi BBM yang akan ditanggung oleh pemerintah dalam APBN menjadi sebesar Rp 2.400 per liter (Ditjen Migas, 2011) Posisi BBM yang memengaruhi biaya produksi pada suatu usaha serta fungsi transportasi sebagai penggerak roda perekonomian suatu wilayah membuat kedua faktor tersebut tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Kenaikan harga BBM akan diikuti oleh kenaikan biaya industri transportasi khususnya angkutan kota (angkot). Kenaikan BBM tersebut menyebabkan kenaikan tarif angkutan yang akan dibebankan oleh masyarakat sebagai pengguna jasa transportasi ini. Kenaikan tarif akan mendorong masyarakat untuk beralih menggunakan kendaraan roda dua karena masyarakat beranggapan akan lebih hemat dan cepat apabila menggunakan kendaraan roda dua dibandingkan dengan angkutan kota, akibatnya terjadi penurunan jumlah pengguna alat transportasi angkutan kota (angkot). Keadaan tersebut akan menurunkan penerimaan pendapatan yang diperoleh pengemudi angkutan kota (angkot) sehingga menyebabkan tingginya respon tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM. Kajian mengenai bagaimana respon pengemudi jasa angkutan umum kota (angkot) mengenai adanya rencana kenaikan harga BBM akan dikaji lebih lanjut pada penelitian ini, alasan pengambilan penelitian jasa angkutan umum kota (angkot) karena alat transportasi ini banyak digunakan oleh masyarakat suatu wilayah dan mendominasi angkutan di setiap perkotaan yang ada di Indonesia.
6 Berkenaan dengan latar belakang yang telah dipaparkan, maka masalah yang akan diteliti adalah: 1. Menghitung besarnya Willingness to Pay pengemudi jasa transportasi angkutan umum kota (angkot) dalam kenaikan harga BBM dan faktorfaktor yang memengaruhinya. 2. Bagaimana respon dan faktor-faktor apa saja yang memengaruhi respon setuju atau tidak setuju pengemudi jasa angkutan umum kota (angkot) terhadap kenaikan harga BBM. 1.3 Tujuan Tujuan pelaksanaan penelitian ini adalah: 1. Menghitung besarnya Willingness to Pay pengemudi jasa angkutan umum kota (angkot) terhadap kenaikan harga BBM. 2. Menganalisis bagaimana respon dan faktor-faktor yang memengaruhi respon setuju atau tidak setuju pengemudi jasa angkutan umum kota (angkot) terhadap kenaikan harga BBM. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, diantaranya: 1. Bagi akademisi dan peneliti khususnya dalam subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan faktor-faktor yang memengaruhinya. 2. Bagi pemerintah Kota Bogor, agar tetap memerhatikan kebijakan yang akan dipilih terkait kesesuaian tarif angkutan umum kota (angkot), yang diimbangi dengan besarnya kesedian membayar jasa transportasi angkutan umum kota (angkot). 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) wilayah penelitian dibatasi pada wilayah Kotamadya Bogor; (2) objek penelitian adalah pengemudi jasa transportasi angkutan umum kota (angkot) di wilayah penelitian sebagai responden; (3) responden adalah pengemudi angkot Kota Bogor; (4) harga BBM bersubsidi yang akan dibahas di sini adalah BBM jenis premium.