PERLINDUNGAN KOMBATAN. Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Distinction principle. Pasal 1 HR Kombatan..?

dokumen-dokumen yang mirip
HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL

PERLINDUNGAN ORANG SIPIL DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

Sumber Hk.

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, maka

Norway, di Yogyakarta tanggal September 2005

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipakai untuk melakukan penyerangan kepada pihak musuh. Peraturanperaturan

KONVENSI DEN HAAG IV 1907 MENGENAI HUKUM DAN KEBIASAAN PERANG DI DARAT

KETENTUAN PENGATURAN PERLINDUNGAN WARGA SIPIL dan OBYEK SIPIL DALAM PERANG DI SURIAH

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Jelaskan istilah-istilah yang digunakan untuk hukum humaniter! 2. Bagaimana Haryomataram membagi hukum humaniter?

BAB VIII HUKUM HUMANITER DAN HAK ASASI MANUSIA TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)

MAKALAH. Hukum Hak Asasi Manusia & Hukum Humaniter. Oleh: Dr. Fadillah Agus, S.H., M.H. FRR Law Office FH Unpad

-2- Konvensi Jenewa Tahun 1949 bertujuan untuk melindungi korban tawanan perang dan para penggiat atau relawan kemanusiaan. Konvensi tersebut telah di

PROTOKOL TAMBAHAN PADA KONVENSI-KONVENSI JENEWA 12 AGUSTUS 1949 DAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERLINDUNGAN KORBAN-KORBAN PERTIKAIAN-PERTIKAIAN

EKSISTENSI DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENTARA BAYARAN (MERCENARIES) YANG TERLIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

( 1) Hukum HAM: mengatur secara umum perlindungari HAM individu dalam waktu/sittiasi apa pun;

BAB II PERAN KONVENSI JENEWA IV TAHUN 1949 DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL. Dalam kepustakaan Hukum Internasional istilah hukum humaiter

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. ketika lawan terbunuh, peperangan adalah suatu pembunuhan besar-besaran

BAB III PENUTUP. bersenjata internasional maupun non-internasional. serangan yang ditujukan kepada mereka adalah dilarang.

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KEPALANGMERAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

2018, No d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Kepalangmerahan; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Repub

LAPORAN SINGKAT RAPAT RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM PANJA RUU KUHP KOMISI III DPR-RI DENGAN INTERNATIONAL COMMITTEE OF THE RED CROSS (ICRC)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL. A. Sejarah Lahirnya Hukum Humaniter Internasional

Hak Asasi Manusia (HAM), Implementasi dan. Hubungannya dengan Hukum Humaniter Internasional (HHI) Oleh : Yulianto Achmad

BAB I PENDAHULUAN. Dunant. Bemula dari perjalanan bisnis yang Ia lakukan, namun pada. Kota kecil di Italia Utara bernama Solferino pada tahun 1859.

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK-ANAK KORBAN PERANG DI SURIAH. A. Perlindungan yang di berikan pemerintah Suriah terhadap anak

PENJAHAT PERANG DITINJAU MENURUT HUKUM INTERNASIONAL ABSTRAK SKRIPSI. OLEH RUSTYATTITO TRIST{O DJATMIKO 1{RP xtrm

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

TINJAUAN HUKUM HUMANITER MENGENAI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI PERSONIL MILITER YANG MENJADI TAWANAN PERANG

SAN REMO MANUAL TENTANG HUKUM PERANG DI LAUT BAB I KETENTUAN UMUM. Bagian I Ruang Lingkup Penerapan Hukum

KONVENSI JENEWA II TENTANG PERBAIKAN KEADAAN ANGGOTA ANGKATAN PERANG DI LAUT YANG LUKA, SAKIT, DAN KORBAN KARAM DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

RUU KUHP PASAL-PASAL DIPENDING USUL PERUBAHAN KETERANGAN

ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang cukup signifikan termasuk dalam peperangan. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. yang bersengketa dengan menggunakan alat-alat dan metode berperang tertentu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNOFFICIAL TRANSLATION

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. Perang sipil Libya Tahun 2011 adalah konflik yang merupakan bagian dari musim semi

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA.

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3

Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT

commit to user BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2 KOMITE INTERNASIONAL PALANG MERAH (ICRC) Didirikan oleh lima warga negara Swiss pada tahun 1863 yaitu (Henry Dunant, Guillaume-Henri Dufour, Gustave

Haryomataram membagi HH menjadi 2 (dua) atura-aturan pokok, yaitu 1 :

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA HAK ASASI MANUSIA YANG PALING SERIUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN RELAWAN KEMANUSIAAN

Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia

PENGHILANGAN ORANG SECARA PAKSA ATAU TIDAK DENGAN SUKARELA. Lembar Fakta No. 6. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

K29 KERJA PAKSA ATAU WAJIB KERJA

PERNYATAAN UMUM TENTANG HAK-HAK ASASI MANUSIA

Konsep Keikutsertaan Langsung dalam Permusuhan dan Prinsip Pembedaan dalam Konflik Bersenjata

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

dr. SETYO TRISNADI, Sp.F, G.Bioethics

Institute for Criminal Justice Reform

UU 27/1997, MOBILISASI DAN DEMOBILISASI. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 27 TAHUN 1997 (27/1997) Tanggal: 3 OKTOBER 1997 (JAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. tidak turut serta dalam permusuhan (penduduk sipil= civilian population). 2. PBB dan Kellogg-Briand Pact, atau Paris Pact-1928.

Pada UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran khususnya pada pasal 52 juga diatur hak-hak pasien, yang meliputi:

Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Title? Author Riendra Primadina. Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov :10:06 GMT

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA

BAB II TINDAK PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI. mengenai fungsi, tugas dan tanggungjawab mereka sebagai anggota TNI yang

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA...

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid

NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

SURAT PERJANJIAN KERJA

Bab 1. Hak-hak Pasal 1 Setiap orang berhak atas penghidupan, kemerdekaan dan keselamatan pribadinya.

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN

BAB I PENDAHULUAN. perang sebisa mungkin harus dihindari. lebih dikenal dengan istilah Hukum Humaniter Internasional.

UU 2/1959, PENETAPAN UNDANG UNDANG DARURAT NO Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 2 TAHUN 1959 (2/1959)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERKOSAAN,PERBUDAKAN SEKSUALITAS

perkebunan kelapa sawit di Indonesia

Penyiksaan dalam RUU KUHP: Beberapa catatan kritis

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

STATUS TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA

BAB II PENGERTIAN DAN PERKEMBANGAN HUKUM HUMANITER DAN HAK AZASI MANUSIA. A. Pengertian Humaniter dan Hak Azasi Manusia

BAB 5 RINGKASAN. jatuh. Padahal ia telah menetapkan segala peraturan untuk dalam dan luar negeri. menyebabkan jatuhnya kekuasaan politik Tokugawa.

2017, No Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2010

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN

Transkripsi:

PERLINDUNGAN KOMBATAN Pasal 1 HR Kombatan..? Distinction principle Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Dipimpin seorang yang bertanggungjawab atas bawahannya Mempunyai lambang yang dapat diketahui dari jarak tertentu Membawa senjata secara terbuka Tunduk pada hukum dan kebiasaan perang Disempurnakan dan dilengkapi dengan Pasal 43 dan 44 Protokol Tambahan I 1977

Pasal 43 Protokol Tambahan I 1977 Mereka yang dapat digolongkan sebagai kombatan adalah mereka yang termasuk dalam pengertian armed force (angkatan bersenjata) suatu negara, dan mereka yang termasuk ke dalam pengertian angkatan bersenjata itu adalah mereka yang memiliki hak untuk berperan serta secara langsung dalam permusuhan. Mereka itu terdiri atas: Angkatan bersenjata terorganisasi (organized armed force) Kelompok-kelompok atau unit-unit yang berada di bawah komando yang bertanggung jawab atas komando yang bertanggung jawab atas bawahannya kepada pihak yang bersangkutan. Angkatan bersenjata itu harus tunduk pada suatu disiplin internal yang berisikan antara lain,pelaksanaan ketentuan yang berlaku dalam konflik bersenjata.

Pasal 44 Protokol Tambahan 1977 Setiap Kombatan yang jatuh ke dalam kekuasaan pihak lawan akan menjadi tawanan perang Kombatan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan hukum humaniter tidak akan menghilangkankan haknya sebagai tawanan perang Kombatan diharuskan untuk membedakan antara penduduk sipil dan kombatan ketika dalam pertikaian bersenjata

Bentuk: Mencari dan mengumpulkan yang luka, sakit dan jenazah Pencatatan dan pengiriman mereka yang terluka, sakit, mati Kombatan yang luka, sakit dan hors de combat tidak boleh diserang Larangan melakukan diskriminasi dalam perawatan dan pengobatan korban yang luka/sakit Kombatan yg jatuh ketangan musuh harus diperlakukan sbg tawanan perang dll.

Kombatan yang berstatus hors de combat atau jatuh ketangan musuh. Mereka yang berhak mendapat status tawanan perang: Anggota angkatan perang Anggota milisi gerakan perlawanan yang diorganisir Angkatan perang reguler lain-lain (Pasal 4A KJ III 1949) Perlindungan Umum: Menjamin penghormatan diperlakukan scr manusiawi Menjamin perlindungan dilindungi dari bahaya dan ketidakadilan Memberikan perawatan kesehatan tidak boleh diabaikan walaupun dari pihak musuh.

Permulaan tawanan: Dilakukan pemeriksaan (nama, pangkat, tgl lahir, dll), dipindahkan ketempat yang aman. Pada saat ditahanan: Tempat (sehat, higienis, jauh dari pertempuran), makanan harus cukup kualitas dan kuantitas dan disesuaikan dg kondisi mereka, diberikan uang bulanan dan upah kerja (jk dipekerjakan), dll. Berakhirnya tawanan: Pemulangan langsung (karena luka/sakit) dan pembebasan_pemulangan setelah permusuhan berakhir.

PERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL Perlindungan penduduk sipil sama kuatnya dengan perlindungan terhadap kombatan dan mereka yang telah berhenti berperang (hors de combat) artinya terhadap penduduk sipil tidak dijadikan obyek serangan. Diatur Dalam: Konvensi Jenewa IV 1949 Perlindungan Umum Perlindungan Khusus Bagian IV Protokol Tambahan I 1977

Perlindungan Umum diberikan kepada penduduk sipil tidak boleh dilakukan secara diskriminatif. Dalam segala keadaan, penduduk sipil berhak atas penghormatan pribadi, hak kekeluargaan, kekayaan dan praktek ajaran agamanya. Terhadap mereka tidak boleh dilakukan tindakan (Pasal 27-34): Melakukan pemaksaan jasmani maupun rohani untuk memperoleh keterangan; Melakukan tindakan yang dapat menimbulkan penderitaan jasmani; Melakukan intimidasi, terorisme dan perampokan Melakukan tindakan yang dapat menimbulkan penderitaan jasmani atau permusuhan terhadap orang yang dilindungi Dsb.

Perlindungan Khusus Mereka adalah penduduk sipil yang tergabung dalam suatu organisasi sosial yang melaksanakan tugas-tugas yang bersifat sosial untuk membantu pendudul sipil lainnya pada waktu sengketa bersenjata. Yaitu penduduk sipil yang menjadi anggota perhimpunan palang merah nasional atau perhimpuan penolong sipil lainnya, termasuk anggota pertahanan sipil. Dalam melaksanakan tugas Dihormati Mereka harus dibiarkan untuk melaksanakan tugas-tugas sosial mereka pada waktu sengketa bersenjata Dilindungi Mereka harus dilindungi dari serangan lawan sehingga mengakibatkan penderitaan yang tidak perlu

Orang sipil yang dilindungi Orang asing di wilayah pendudukan Pasal 35 Konvensi Jenewa IV 1949 Orang yang tinggal di wilayah pendudukan Interniran sipil Penduduk sipil musuh dalam wilayah pihak yang bersengketa yang perlu diawasi dengan ketat demi keamanan; Penduduk sipil musuh dalam wilayah pihak yang bersengketa yang dengan sukarela menghendaki untuk diinternir atau karena keamanan menyebabkan ia harus diinternir; Penduduk sipil musuh dalam wilayah yang di duduki, apabila penguasa pendudukan menghendaki mereka perlu diinternir karena alasan mendesak; Penduduk sipil yang telah melakukan pelanggaran hukum yang secara khusus bertujuan untuk merugikan penguasa pendudukan.

Pengaturan Perlindungan Penduduk Sipil Protoko, Tambahan I&II Tahun 1977 Konvensi Jenewa Tahun 1949 Konvensi Den Haag Tahun 1899&1907 Deklarasi St. Petersburg Tahun 1868 Konvensi Jenewa Tahun 1864 Instruksi Lieber Tahun 1863

Instruksi Lieber Tahun 1863 Instruksi ini membedakan penduduk sipil 3 : Orang sipil yang inoffensive Orang sipil yg terkait pelaks tugas angk bersenjata. Orang sipil yang ikut serta langsung dalam permusuhan Mereka diberi kedudukan sebagai Belligerent. Mereka mendapat perlindungan pribadi, harta dan kehormatannya. Mereka tidak boleh dibunuh, dijadikan budak, dipaksa bekerja pada pihak yang menang. Apabila mereka tertangkap musuh, maka berhak mendapat status sebagai tahanan perang.

Konvensi Jenewa Tahun 1864 Perjanjian Internasional HHI I yang menetapkan perlindungan bagi korban perang Dimaksudkan untuk menetapkan perlindungan bagi mereka yang luka di medan perang, personil dan kesatuan medik beserta peralatannya. Ketentuan ini mengatur tingkah laku orang sipil dalam pertikaian bersenjata dan perlindungannya. Deklarasi St. Petersburg Tahun 1868 Deklarasi ini secara implisit menetapkan perlindungan bagi orang sipil. Perlindungan itu ditetapkan dengan dicantumkannya asas pembedaan antara orang sipil dan kombatan di dalam konsiderannya. Konsideran itu menetapkan bahwa satu-satunya sasaran sah yang dapat dituju dalam perang adalah melemahkan angkatan bersenjata musuh.

Konvensi Den Haag Tahun 1899 & 1907 Konvensi Den Haag tidak menetapkan batasan orang sipil. Namun dalam Konvensi Den Haag terdapat ketentuan yang mengatur orangorang yang tidak tergolong belligerent, yaitu orang yang tidak turut serta dalam permusuhan, mereka adalah orang sipil. Garis besar perlindungan yang ditetapkan antara lain: Larangan pemaksaan orang sipil memberikan info ttg angk bersenjata pihak lawan bertikai atau tentang perlengkapan pertahanannya. Larangan meminta orang sipil untuk setia pd penguasa pendudukan. Penghormatan hak-hak pribadi dan harta orang sipil Larangan menjarah penduduk sipil Larangan pemungutan pajak dan pungutan lain yang sewenang-wenang Larangan penghukuman kolektif orang sipil Larangan pencabutan hak milik orang sipil secara sewenang-wenang.

Konvensi Den Haag Tahun 1899 & 1907 KJ IV secara eksplisit tidak menetapkan batasan pengertian orang sipil. Orang sipil yang dilindungi oleh konvensi ini pada umumnya hanya orang sipil yang berada di tangan musuh, baik di wilayah musuh, di wilayah yang di duduki maupun di wilayah pertempuran. Bentuk Perlindungannya : Perlindungan thd tindakan sewenang-wenang musuh yang menguasainya di wilayah pihak yang bertikai/pendudukan/interniran; Bantuan kantor penerangan; Penghormatan pribadi manusia; Penghormatan hak-hak dasar pribadi manusia pria ataupun wanita; Larangan hukuman kolektif, penyanderaan, penghinaan; Kesempatan meninggalkan wilayah musuh; Jaminan mendapatkan makan dan obat-obatan, dll.

Protokol Tambahan I dan II tahun 1977 Secara eksplisit menetapkan batasan pengertian orang sipil. Orang sipil adalah: setiap orang yang bukan anggota angkatan bersenjata pihak yang bertikai. Anggota angkatan bersenjata adalah kombatan, yaitu mereka yang berhak ikut serta dalam permusuhan. Bentuk Perlindungannya Protokol Tambahan I Tahun 1977 Larangan menyerang orang sipil Keharusan dilakukannya penghati-hatian dalam melakukan perbuatan perang demi untuk melindungi orang sipil Larangan dilakukannya kekerasan kepada orang sipil Larangan pemindahan paksa orang sipil Jaminan mendapatkan bantuan Kesempatan memberi bantuan korban pertikaian bersenjata.

Bentuk Perlindungannya Protokol Tambahan II Tahun 1977 Perlindungan terhadap operasi militer Larangan dijadikannya orang sipil menjadi sasaran pertikaian bersenjata Larangan menjadikan kelaparan orang sipil menjadi sarana pertikaian Larangan menyerang bangunan dan instalasi yang mengandung kekuatan berbahaya Larangan pemindahan paksa orang sipil Perlindungan kumpulan dan orang sipil penolong korban pertikaian bersenjata.

Perlindungan terhadap obyek lain dalam pertikaian bersenjata Pasal 52 Protokol I 1977 Obyek sipil tidak boleh dijadikan sasaran penyerangan/pembalasan. Bila hal itu diragukan apakah itu obyek sipil atau bukan, maka obyek tersebut harus diperlakukan sebagai obyek sipil. Dalam Perang dilarang: Melakukan suatu tindakan permusuhan secara langsung terhadap monumen-monumen bersejarah, hasil-hasil seni atau tempat suci yg merupakan warisan budaya atau jiwa rakyat (The culturea or spiritual heritage of people). Menggunakan obyek-obyek sipil tsb untuk membantu kepent militer Menjadikan obyek-obyek tersebut sebagai obyek pembalasan.

Perlindungan Lingkungan Hidup Dalam perang harus dijaga untuk melindungi lingkungan alam terhadap kerusakan yang meluas, dalam jangka waktu yang lama dan parah. Tmsk larangan penggunaan cara-cara atau alat-alat berperang yang dapat mengakibatkan kerusakan terhadap lingkungan alam dan merugikan kesehatan atau kelangsungan hidup penduduk. Penyerangan terhadap lingkungan alam dengan cara pembalasan dilarang