GERAKAN PENYELAMATAN DANAU MANINJAU (GERMADAN MANINJAU)

dokumen-dokumen yang mirip
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983)

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GERAKAN PENYELAMATAN DANAU (GERMADAN) DANAU RAWAPENING

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KARAKTERISASI HIDROLOGI DANAU MANINJAU SUMBAR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia,

I. PENDAHULUAN. Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan

Bab V Hasil dan Pembahasan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN AIR DANAU DAN/ATAU WADUK

BAB I PENDAHLUAN 1.1. Latar Belakang

permukaan, sedangkan erosi tanah pertanian dapat menyebabkan tingginya parameter TSS dan sedimentasi pada sungai dan waduk. Permasalahan degradasi

IV. PROFIL DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang

BAB I PENDAHULUAN. memonitor kualitas perairan (Leitão, 2012), melalui pemahaman terhadap siklus

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

Tabel 1. Perkembangan Kualitas Air Danau Toba ( ) Kelas I Kelas II Cemar Ringan

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT TAHUN 2015

Ir. H. Djuanda di bagian hilir DAS (luas permukaan air ha) selesai dibangun tahun

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

2014 KAJIAN KUALITAS AIR TANAH DI SEKITAR KAWASAN BUDIDAYA IKAN PADA KERAMBA JARING APUNG DI WADUK JATILUHUR KABUPATEN PURWAKARTA

ANALISIS TUTUPAN LAHAN TERHADAP KUALITAS AIR SITU BURUNG, DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya, tergenang secara terus menerus atau musiman, terbentuk secara alami

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan satu-satunya tanaman pangan yang dapat tumbuh pada tanah yang


BAB I PENDAHULUAN. Danau merupakan sumber daya air tawar yang berada di daratan yang

KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA

PIL (Penyajian Informasi Lingkungan)

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

Prosedur Pelaksanaan ANDAL

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

Dr. EDWARD Saleh FORUM DAS SUMATERA SELATAN 2013

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai potensi besar dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HIDROSFER IV. Tujuan Pembelajaran

BUDIDAYA IKAN DI WADUK DENGAN SISTEM KERAMBA JARING APUNG (KJA) YANG BERKELANJUTAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

DAMPAK PENGOPERASIAN INDUSTRI TEKSTIL DI DAS GARANG HILIR TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR DAN AIR PASOKAN PDAM KOTA SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sistem air terdiri dari laut, air permukaan maupun air tanah. Air merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu

BAB I PENDAHULUAN UMUM

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. komponen penting bagi semua bentuk kehidupan di bumi. Pengaturan air yang

BAB I PENDAHULUAN. budidaya, masyarakat sekitar danau sering melakukan budidaya perikanan jala

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

PENDAHULUAN. hal yang penting dan harus tetap dijaga kestabilannya (Effendi, 2003).

Transkripsi:

2015

GERAKAN PENYELAMATAN DANAU MANINJAU (GERMADAN MANINJAU)

Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Maninjau Kementerian Lingkungan Hidup, 2014 Bagian atau seluruh isi buku ini dapat dikutip dengan menyebutkan sumbernya disertai ucapan terimakasih kepada Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Cara mengutip : Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 2014. Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Maninjau. Pengarah : Arief Yuwono Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim, KLH Penanggung Jawab : Hermono Sigit Asisten Deputi Pengendalian Kerusakan Ekosistem Perairan Darat, KLH Tim Penyusun : Hafrijal Syandri, Nasaruddin, Aswirman, Harmin Manurung, Titi Novitha Harahap, Inge Retnowati, Wahyu Cahyadi Rustadi, Siti Rachmiati Nasution. Didukung oleh : Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Bappeda Provinsi Sumatera Barat, Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Barat, Bappeda Kabupaten Agam, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kabupaten Agam, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Provinsi Sumatera Barat dan Kabupaten Agam serta Universitas Bung Hatta Diterbitkan oleh : Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2015

SAMBUTAN DEPUTI BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN LINGKUNGAN DAN PERUBAHAN IKLIM Konferensi Nasional Danau Indonesia I yang diselengarakan pada tahun 2009, telah menghasilkan Kesepakatan Bali yang ditandatangani oleh 9 Menteri yakni Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Pertanian, Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral, Menteri Kehutanan, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif serta Menteri Riset dan Teknologi untuk mempertahankan, melestarikan dan memulihkan fungsi danau berdasarkan prinsip keseimbangan ekosistem dan daya dukung lingkungan, pada 15 Danau Prioritas Nasional. Untuk mempercepat implementasi Kesepakatan Bali Tahun 2009, maka pada Konferensi Nasional Danau Indonesia II di Semarang, Kementerian Lingkungan Hidup telah meluncurkan Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) dan mengangkat Penyelamatan Danau Rawapening sebagai model. Diharapkan Model Penyelamatan Danau Rawapening dapat direplikasikan kepada 14 danau prioritas lainnya. Sebagai wujud replikasi model penyelamatan Danau Rawapening, hingga saat ini telah tersusun dokumen GERMADAN Toba, Maninjau, Singkarak, Kerinci, Tondano, Limboto, Poso, Tempe, Matano, Kaskade Mahakam (Semayang, Melintang, Jempang), Sentarum, Sentani, Rawa Danau dan Batur. Dokumen GERMADAN ini lahir berdasarkan arahan dan kebijakan yang telah digariskan dalam Grand Design Penyelamatan Ekosistem Danau Indonesia serta hasil kajian, penelitian serta data dan informasi terbaru mengenai danau prioritas tersebut dari berbagai sumber terkait. GERMADAN ini berisi Rencana Aksi penyelamatan Danau Maninjau yang menjelaskan program super prioritas dan prioritas penyelamatan Danau Maninjau yang akan dilaksanakan secara bertahap oleh Kementerian, Lembaga, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha dan Masyarakat sesuai tugas, fungsi dan kewenangannya. Akhir kata saya menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya Germadan Maninjau iii

dan ucapan terima kasih kepada Tim Penyusun dan para narasumber, baik yang berasal dari pemerintah pusat, daerah, akademisi, dunia usaha maupun masyarakat, sehingga dokumen Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) ini dapat tersusun. Diharapkan dokumen GERMADAN ini dapat menjadi bahan arahan dan acuan bersama bagi para pihak untuk secara sinergis dan terpadu merencanakan, melaksanakan dan melakukan evaluasi kebijakan, program dan kegiatan penyelamatan Danau Maninjau. Jakarta, November 2014 Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim Ir. Arief Yuwono, MA iv Germadan Maninjau

KATA PENGANTAR BUPATI AGAM Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT saya menyambut gembira atas terlaksananya acara Finalisasi Penyusunan Dokumen Rencana Aksi Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Maninjau yang merupakan realisasi kerjasama antara Kementerian Lingkungan Hidup, Pemerintah Daerah Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat dan Universitas Bung Hatta Padang. Lahirnya dokumen ini diharapkan akan menyajikan gambaran mengenai manfaat kondisi saat ini, dan langkah nyata penyelamatan Danau Maninjau bagi Pemerintah, Masyarakat dan para pemangku kepentingan lainnya yang sama sama dirasakan manfaatnya. Hal ini dilakukan dalam rangka mewujudkan pengelolaan ekosistem Danau Maninjau secara seimbang antara kepentingan pemanfaatan dan pelestariannya. Disamping itu dengan selesainya penyusunan Dokumen ini diharapkan tindak lanjut dan komitmen pemerintah dalam pengelolaan ekosistem Danau Maninjau secara berkelanjutan seperti apa yang dicetuskan pada Konferensi Nasional Danau Indonesia I tahun 2009 di Denpasar Bali. Kesepakatan Bali yang ditandatangani oleh 9 Menteri yakni Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Pertanian, Menteri Energi Sumber Daya Mineral, Menteri Kehutanan, Menteri Kelautan dan Perikananm Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif serta Menteri Riset dan Teknologi telah melahirkan komitmen untuk mempertahankan, melestarikan dan memulihkan fungsi danau berdasarkan prinsip keseimbangan ekosistem dan daya dukung lingkungan. Akhir kata saya mengucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya dan terima kasih kepada Tim Penyusun khususnya dan para narasumber baik yang berasal dari pemerintah pusat, daerah dan dunia usaha maupun masyarakat Germadan Maninjau v

pada umumnya, sehingga dokumen Gerakan Penyelamatan Danau Maninjau ini dapat tersusun. Diharapkan dokumen GERMADAN ini dapat menjadi bahan arahan dan acuan bersama bagi para pihak untuk secara sinergis dan terpadu merencanakan, melaksanakan dan melakukan evaluasi kebijakan, program dan kegiatan penyelamatan Danau Maninjau. Lubuk Basung, November 2014 BUPATI AGAM INDRA CATRI vi Germadan Maninjau

DAFTAR ISI Sambutan Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim... iii Kata Pengantar Bupati Agam... v Daftar Isi... vii Daftar Tabel... viii Daftar Gambar... ix BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Peraturan Perundangan-Undangan... 4 BAB II KARAKTERISTIK MORFOMETRI DAN HIDROLOGI DANAU MANINJAU 7 2.1. Karakteristik Morfometri Danau... 7 2.2. Fluktuasi Muka Air Danau... 9 2.3. Aliran Air Masuk dan Keluar Danau... 10 2.4. Kondisi Daerah Tangkapan Air... 12 2.5. Status Mutu Air Danau Maninjau... 15 2.6. Status Trofik Perairan Danau Maninjau... 18 2.7. Pembebanan Organik... 22 BAB III BUDAYA MASYARAKAT DAN RENCANA MASA DEPAN... 29 3.1. Budaya Masyarakat Selingkar Danau Maninjau... 29 3.2. Peraturan-Peraturan yang ada untuk Kelestarian Danau... 32 3.3. Analisis Kelembagaan untuk Pengelolaan Ekosistem Danau Maninjau... 33 3.3.1. Elemen tujuan yang ingin dicapai... 35 3.3.2. Kebutuhan program yang diperlukan dalam Pengelolaan Danau Maninjau... 37 3.3.3. Elemen Kendala dalam Danau Maninjau... 38 3.3.4. Lembaga yang berperan dalam Pengelolaan Keberlanjutan Danau Maninjau... 40 BAB IV PROGRAM RENCANA AKSI DANAU MANINJAU BERDASARKAN SKALA PRIORITAS... 43 BAB V PENUTUP... 47 Daftar Pustaka... 49 Germadan Maninjau vii

DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Morfometri Danau Maninjau... 7 Tabel 2.2. Rata-rata Tinggi Muka Air danau (M.dpl) tahun 2007-2012... 10 Tabel 2.3. Inflow dan Outflow Air Danau Maninjau... 11 Tabel 2.4. Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan Tanjung Raya... 14 Tabel 2.5. Hasil Analisis Kualitas Air Danau Maninjau... 16 Tabel 2.6. Status Mutu Air Danau Maninjau Tahun 2013... 18 Tabel 2.7. Kategori Trofik Berdasarkan Indeks Status, Trifik Carison (1977) 21 Tabel 2.8. Indeks Status Trofik (Carlson Trophic State Index, TSII,1977) perairan Danau Maninjau pada bulan Juli 2013... 22 Tabel 2.9. Kadar TOM, DOM dan POM pada Sampel air Danau Maninjau 23 Tabel 2.10. Jumlah Keramba Jaring Apung (KJA) setiap Nagari di Danau Maninjau... 24 Tabel 2.11. Data Produksi Ikan, Jumlah Pakan yang diberikan dan Perkiraan Limbah Organik dari Sistem Budadaya Ikan Keramba Jaring Apung di Danau Maninjau... 25 Tabel 2.12. Komposisi Kimiawi sedimen Keramba Jaring Apung di Danau Maninjau... 27 Tabel 3.1. Matrik Swot Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman Danau Maninaju... 34 Tabel 3.2. Tujan yang ingin dicapai dalam Penyelamatan Kawasan Danau Maninajau... 36 Tabel 3.3. Program yang dibutuhkan dalam pengelolaan Kawasan Danau Maninjau... 37 Tabel 3.4. Elemen kendala dalam pengelolaan kawasan Danau Maninjau 39 Tabel 3.5. Lembaga yang berperan dalam pengelolaan danau Maninjau 41 Tabel 4.1. Program Rencana Aksi Danau Maninjau Berdasarkan Skala Prioritas... 43 viii Germadan Maninjau

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Geomorfologi Kawasan Danau Maninjau... 8 Gambar 2.2. Daerah Tangkapan Air danau Maninjau... 12 Gambar 2.3. Penggunaan Lahan di Danau Maninjau... 15 Gambar 2.4. Gambar 2.5. Jumlah Petak Keramba Jaring Apung (%) setiap Nagari di Kecamatan Tanjung Raya... 24 Jumlah Keramba Jaring Apung, Jumlah Pakan, Produksi Ikan dan Jumlah Sedimen... 25 Gambar 2.6. Hubungan antara produksi ikan dengan sedimen... 26 Gambar 3.1. Gambar 3.2. Gambar 3.3. Gambar 3.4. Gambar 3.5. Himbauan Wali Nagari Kota Malintang tentang kebersihan Lingkungan dan Perairan Danau... 32 Pengumuman/Pemberitahuan Peraturan Pemakaian Jalan secara Gotong Royong... 33 Diagram Hierarki dari Tujuan yang ingin dicapai dalam strategi Pengelolaan Danau Maninjau berkelanjutan... 36 Digram Hierarki Kebutuhan Program Pengelolaan Danau Maninjau... 38 Diagram Hierarki Kendala Utama Dalam Pengelolaan Danau Maninjau... 40 Germadan Maninjau ix

x Germadan Maninjau

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesepakatan Bali 2009 menetapkan 15 danau prioritas yang akan ditangani bersama secara terpadu, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan pada periode 2010-2014. Penetapan danau prioritas berlandaskan pada kerusakan danau, pemanfaatan danau, komitmen Pemda dan masyarakat dalam pengelolaan danau, fungsi strategis untuk kepentingan nasional, keanekaragaman hayati, dan tingkat resiko bencana. 15 danau tersebut adalah Danau Toba, Maninjau, Singkarak, Kerinci, Tondano, Limboto, Poso, Tempe, Matano, Mahakam, Sentarum, Sentani, Batur, Rawa Danau, dan Rawapening. Sumberdaya air merupakan salah satu sumberdaya alam yang menjadi prioritas dari lima area kunci hasil Konferensi Sedunia Pembangunan Berkelanjutan (World Summit on Sustaiable Development, WSSD). Lima area kunci yang dimaksud terdiri atas air, energi, kesehatan, pertanian, dan keanekaragaman hayati (Water, Energy, Health, Agriculture and Biodiversity, WEHAB). Kelima aspek tersebut memiliki dampak yang sangat besar pada kehidupan manusia, dalam interaksinya dangan alam dan keberlanjutan kehidupannya di masa datang. Oleh karena itu, sumberdaya perairan danau dan waduk menjadi prioritas global sebagai potensi ketersediaan sumberdaya air tawar karena 90% air tawar di permukaan bumi tersimpan di dalam danau dan waduk (KLH, 2010). Di Indonesia sumberdaya perairan danau umumnya mempunyai multifungsi baik secara teknis maupun ekologis. Secara teknis danau berfungsi sebagai pencegah banjir, penyedia air untuk pembangkit tenaga listrik, irigasi, industri (Kutarga et al, 2008), sedangkan secara ekologis berfungsi sebagai kawasan pariwisata dan transportasi air, kehidupan beragam plasma nutfah ikan endemik serta lahan pengembangan budidaya perikanan (Wargasasmita, 2002; Syandri, 2002; Syandri, 2008). Danau Maninjau merupakan salah satu danau prioritas dari lima belas danau di Indonesia untuk diselamatkan (KLH, 2011), terletak di Kecamatan Germadan Maninjau 1

Tanjung Raya Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat dengan luas 9.997 ha, kedalaman rata-rata 105, volume air 10,33 milyar m 3. dan waktu tinggal air selama 25 tahun (Fakhruddin, et al, 2002). Fungsi utamanya sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), dengan daya listrik yang dihasilkan sebesar 64 MW untuk mensuplai kebutuhan listrik daerah Sumatera Barat, pariwisata, perikanan tangkap. Selain itu, sejak tahun 1992 danau juga telah dimanfaatkan sebagai lahan pengembangan budidaya ikan sistem Keramba Jaring Apung (KJA) yang saat sekarang mengalami perkembangan yang pesat dengan jumlah KJA pada tahun 2012 mencapai 15.860 petak (Syandri et al, 2013). Nilai penting lainnya dari keberadaan Danau Maninjau adalah adanya jenis ikan endemik yang mempunyai nilai ekonomis tinggi yaitu rinuak (Psilopsis sp) dengan harga Rp35.000-40.000 /kg berat basah dan ikan bada (Rasbora argyrotaenia). Bahkan ikan bada yang sudah dikeringkan ( ikan bada masiak ) harganya mencapai Rp 120.000,- per kg. Selain itu tidak ditemukan lagi spesies ikan asang (Osteochilus haselti), ikan lelan (Osteochilus vittatus), ikan garing (Tor douronensis) dan ikan kailan panjang (Aguila sp) akibat semakin meningkatnya beban pencemaran yang masuk ke badan air danau, fluktuasi air permukaan dan pembangunan weir PLTA Maninjau di hulu Batang Antokan. Dewasa ini, tekanan terhadap lingkungan perairan danau Maninjau tidak hanya disebabkan oleh semakin berkembangnya budidaya perikanan, namun juga meluasnya pemanfaatan lahan di sekitar sempadan danau untuk pemukiman, alih fungsi lahan sawah menjadi kolam ikan dan peruntukan lainnya. Pemanfaatan perairan maupun daerah di sekitar Danau Maninjau yang kurang terkendali telah meningkatkan beban pencemaran yang diterima danau. Peningkatan pencemaran nutrien yang masuk ke danau diduga telah melebihi daya tampung danau. Beberapa dampak negatif yang ditimbulkan meningkatnya beban pencemaran nutrien di danau yaitu terjadinya blooming alga (marak algae) dan berkembangnya blue green algae serta terjadi dominasi komunitas fitoplankton oleh Cyanophycea, terutama Gloeocapsa, Oscillatoria dan Mycrocystis (Sulastri, 2001). Hasil sejumlah penelitian menunjukkan bahwa blooming alga mendorong terjadinya dominasi jenis 2 Germadan Maninjau

alga beracun yang membahayakan bagi organisme akuatik, hewan ternak maupun manusia yang memanfaatkan perairan tersebut (Machbub et al, 2003). Dampak lain dari blooming alga adalah terjadinya penggumpalan di permukaan air yang menyerupai buih. Pengkayaan nutrien di Danau Maninjau juga telah mengakibatkan munculnya penghambat pertumbuhan bagi organisme perairan terutama ikan. Hal ini terjadi karena melimpahnya jenis alga yang toksik sehingga ketersediaan pakan alami berkurang, kebutuhan oksigen terlarut terbatas, dan meningkatnya jenis maupun kosentrasi senyawa toksik. Hasil penelitian terhadap ikan budidaya di Danau Maninjau menunjukkan pertumbuhan yang tidak normal diduga timbul dari kondisi lingkungan yang tercemar bahan organik (Syandri et al, 2013). Kondisi yang lebih buruk terjadinya kematian masal ikan budidaya, dalam kurun waktu dua belas tahun (1997 2014) di Danau Maninjau tercatat telah terjadi kematian masal ikan sebanyak 15.713 ton (Syandri, 2004; Syandri et al, 2010, Media Indonesia, 2014). Dampak lain terjadinya pengkayaan nutrien di Danau Maninjau adalah terjadinya perubahan warna perairan danau dan bau busuk yang menyengat. Kondisi perairan danau yang demikian menyebabkan menurunnya kualitas perairan dan estetika serta keindahannya. Kondisi danau tersebut diduga juga menurunkan nilai potensi ekonomi danau sebagai fungsi pariwisata, fungsi budidaya perikanan dan fungsi utama sebagai PLTA. Pengkayaan unsur nutrien di perairan Danau Maninjau telah menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap kelestarian fungsi danau dan merugikan bagi pengguna (stakeholder). Syandri et al, (2013) menyatakan bahwa dampak pencemaran beban nutrien di perairan danau pada akhirnya bermuara pada gangguan sosial ekonomi masyarakat, konflik kepentingan, khususnya yang memanfaatkan ekosistem perairan danau. Salah satu tahapan penting yang diperlukan dalam penyusunan rencana pengelolaan sumberdaya perairan danau adalah identifikasi masalah yang mengemuka sebagai dampak kegiatan pembangunan. Masalah utama tersebut merupakan masalah kualitas lingkungan dan sumberdaya alam serta jasa-jasa lingkungan. Para pakar berpendapat bahwa semua perencanaan pengelolaan danau harus dilakukan secara terpadu (integrated) dengan Germadan Maninjau 3

mempelajari dampak aktivitas di daerah tangkapan airnya (watershed) dan aktivitas yang berlangsung di danau itu sendiri (Kartamihardja et al, 2009, Lukman dan Ridwansyah, 2009; Henny, 2009; Krismono dan Kartamihardja, 2010; Syandri et al, 2014). Sejauh ini, pendekatan pengendalian pencemaran nutrien di perairan Danau Maninjau umumnya dilakukan secara parsial yang terkait dengan aspek ekologi dengan pertimbangan biofisik. Nasution (2005) menyatakan pengelolaan pembangunan yang bersifat parsial telah meningkatkan degradasi sumberdaya alam dan penurunan kualitas lingkungan. Di sisi lain, Syandri (2008) menjelaskan bahwa untuk pengelolaan sumberdaya air tawar, seperti danau dan sumberdaya ikannya harus dilakukan dengan pendekatan secara holistik dengan mengintegrasikan antara faktor lingkungan, ekonomi dan sosial. Dengan meningkatnya kompleksitas proses pembangunan, membutuhkan suatu pendekatan strategi pembangunan yang sinergis dengan menempatkan keseimbangan antara perspektif alam, aspek lingkungan, ekonomi dan sosial (Kutarga et al, 2008). Selanjutnya dijelaskan, pendekatan strategi pembangunan yang holistik dan integratif yang saling terkait secara ekologis dapat menjadi solusi perbaikan dalam pengelolaan lingkungan karena pendekatan yang integratif lebih memberikan keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan ekologi. Bahwa untuk gerakan penyelamatan kawasan Danau yang mencakup pengelolaan sumberdaya air, sumberdaya ikan, sumberdaya lahan di sempadan danau dan daerah tangkapan air harus dilakukan dengan pendekatan secara holistik dengan mengintegrasikan antara faktor ekonomi, sosial dan lingkungan. Jika ketiga fakor tersebut dapat diaplikasikan kita yakin kemilau Danau Maninjau tidak akan pudar dan langit akan tetap biru. 1.2. Peraturan Perundangan-Undangan Dasar Hukum yang digunakan dalam penyusunan Germadan Danau Maninjau antara lain sebagai berikut: 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990, Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem; 4 Germadan Maninjau

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang sumber daya air; 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; 4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan; 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan; 6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009, Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; 7. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tentang Perikanan; 8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2010 tentang Sistem Budidaya Pertanian; 9. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi; 10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1990, Tentang Pengendalian Pencemaran Air; 11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfataan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar; 12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 1999, Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun; 13. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air; 14. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 tentang Pemanfaatan Jasa Lingkungan; 15. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan; 16. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan; 17. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumberdaya Air; Germadan Maninjau 5

18. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2010 tentang Bendungan; 19. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai; 20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik; 21. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012, Tentang Izin Lingkungan; 22. Surat Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor Kep-02/MENKLH/6/1988, Tentang Pedoman Baku Mutu Lingkungan; 23. Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51/KEPLH/10/ 1995 tentang Limbah Cair; 24. Keputusan Kepala Bapedal No. Kep-04/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata cara persyaratan penimbunan hasil pengolahan, persyaratan lokasi bekas pengolahan, lokasi bekas penimbunan limbah B3; 25. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 47 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang; 26. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Barat Tahun 2012 2032. 6 Germadan Maninjau

BAB 2 KARAKTERISTIK MORFOMETRI DAN HIDROLOGI DANAU MANINJAU 2.1. Karakteristik Morfometri Danau Morfometri Danau ini penting diketahui karena memberikan pengaruh terhadap proses fisik, kimia dan biologi di dalam perairan danau itu sendiri, seperti kedalaman reiatif, pengembangan garis pantai, maupun pola dari cekungan itu sendiri. Hasil pemetaan batimetri danau berdasarkan laporan Fakhrudin et al, [2010] pada bulan Oktober 2010 saat elevasi air danau mencapai 463,1 m.dpl dicantumkan pada Tabel 2.1 dan kondisi geomorfologi kawasan di cantumkan pada Gambar 2.1. Tabel 2.1 Morfometri Danau Maninjau N0 Parameter Satuan Dimensi 1 Luas permukaan ha 9.996 2 Panjang garis pantai km 52,7 3 Panjang maksimum km 16,46 4 Lebar maksimum km 7,50 5 Kedalaman maksimum m 168 6 Kedalaman rata-rata m 105 7 Kedalaman relatif (Z r ) - 1,508 8 volume air km 3 10,33 9 Pengembangan garis pantai (D L ) 1,51 10 Luas Daerah Tangkapan Air (DTA) Ha 13.260 11 Rasio luas DTA : luas permukaan danau 1:1,32 Germadan Maninjau 7

12 3 1 4 Gambar 2.1. Geomorfologi Kawasan Danau Maninjau 2 Gambar 2.1. Geomorfologi Kawasan Danau Maninjau Berdasarkan tingkat kedalaman relatif Danau Maninjau sebesar 1,508, angka ini menunjukkan sifat perairan kurang stabil. Bila dibanding dengan Danau Singkarak yang tingkat kedalaman relatifnya lebih besar (Zr) 2,45 (Syandri et al, 2012), maka Danau Singkarak lebih stabil daripada Danau Maninjau. Menurut Wetzel (1983) sebagian besar danau memiliki nilai Zr kurang dari dua menunjukkan tingkat stabilitas yang rendah. Sedangkan danau yang memiliki stabilitas tinggi umumnya memiliki nilai Zr >4 dan merupakan danau dalam dengan permukaan sempit. Pengembangan garis pantai [DL] adalah gambaran potensi dan peranan wilayah tepian danau dalam hubungannya dengan kesuburan danau, semakin panjang garis pantainya semakin besar nilai DL. Menurut Welch [1952] semakin panjang garis pantai makin besar produktivitas danau. Garis pantai diantaranya akan berkontribusi terhadap luasan kontak perairan dan daratan, memberikan daerah terlindung serta luasan dari wilayah litoral danau. Nilai DL Danau Maninjau sebesar 1,51 yang menunjukkan bahwa 8 Germadan Maninjau

peranan wilayah tepian kurang mendukung produktivitas perairannya. Bila dibanding dengan beberapa danau, maka nilai D L Danau Maninjau lebih tinggi dari nilai D L Danau Singkarak yaitu 0,16 [Syandri et al, 2012] dan Danau Lindu dengan nilai D L sebesar 1,27 [Lukman dan Ridwansyah, 2009]. Sebaliknya lebih rendah dari nilai D L Danau Poso sebesar 2,59 dan D L Danau Semayang sebesar 2,78 [Lukman et al, 1998]. 2.2. Fluktuasi Muka Air Danau Berdasarkan data rata-rata bulanan tinggi muka air Danau Maninjau mulai tahun 2007-2012, menunjukkan fluktuasi muka air danau selama 6 [enam] tahun mencapai sekitar 1,63 meter, dengan muka air tertinggi terukur pada bulan Mei 2009 yaitu mencapai 463,94 m.dpl dan terendah pada bulan Agustus 2012 yaitu 462,31 m.dpl [Tabel 3.2]. Muka air danau sangat tinggi mencapai 463,94 m.dpl terjadi pada bulan Mei 2009, disebabkan pada waktu itu terjadi hujan deras dengan ketebalan sebesar 18,18 mm. Fluktuasi muka air danau yang relatif stabil terkait dengan perbandingan luasan DTA yang hanya 1,32 kali luas perairan danau, air danau lebih banyak dipengaruhi oleh aliran air tanah. Tetapi kondisi cuaca sekitar danau terutama curah hujan dan evaporasi juga mempengaruhi secara langsung. Fluktuasi muka air danau berpengaruh terhadap luasan dan dinamika wilayah litoralnya serta daerah tepian yang merupakan wilayah rivarian. Wilayah-wilayah tersebut memiliki peran besar terhadap kondisi ekologis perairan danau, terkait dengan tingkat kesuburan danau maupun keragaman hayati. Menurut Wantzen et al [2008] perubahan permanen akibat fluktuasi muka air berpengaruh terhadap pola keragaman hayati di wilayah transisi perairan daratannya dan wilayah ini memiliki potensi keragaman biota yang tinggi. Germadan Maninjau 9

Tabel 2.2 Rata-Rata Tinggi Muka Air Danau [m.dpl] Tahun 2007-2012 Bulan 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Januari 463,42 463,15 462,98 463,63 463,21 462,64 Februari 463,49 463,20 463,04 463,76 463,12 462,73 Maret 463,53 463,30 462,91 463,76 463,17 462,58 April 463,70 463,15 463,11 463,89 463,14 462,52 Mei 463,69 463,10 462,94 463,94 463,27 462,55 Juni 463,61 463,36 462,61 463,60 463,11 462,42 Juli 463,50 463,24 462,45 463,36 462,98 462,35 Agustus 463,35 463,40 462,68 463,24 462,74 462,31 September 463,11 463,36 462,72 463,40 462,52 462,36 Oktober 463,03 463,42 462,91 463,36 462,45 462,60 Nopember 463,08 463,36 463,09 463,42 462,82 462,70 Desember 463,10 462,36 463,49 463,36 462,90 462,93 Sumber : PT. PLN (Persero) Sektor Pembangkitan Bukittinggi Berdasarkan fluktuasi muka air Danau Maninjau mencapai sekitar 1,63 meter dan profil bathimeteri danau serta kecenderungan pola topografi di daratannya, maka wilayah sisi utara (daerah yang landai) Danau Maninjau memiliki wilayah litoral dan wilayah transisi perairan daratannya yang dominan dan memiliki peran penting terhadap ekosistem danau. Namun demikian kondisi saat ini, wilayah tersebut telah menjadi lokasi pertanian yaitu sawah untuk tanaman padi dan kolam pembenihan ikan nila dan ini akan mempengaruhi kondisi ekologi danau. 2.3. Aliran Air Masuk dan Keluar Danau Perairan Danau Maninjau sejak tahun 1983 digunakan untuk pembangkit tenaga listrik yang produksinya rata-rata per tahun sebesar 205 GWH, dengan membangun Weir pada hulu Sungai Antokan yang dasar sungainya pada ketinggian 462 m.dpl. Bendungan ini menaikkan tinggi muka air danau dari ketinggian 462 m.dpl menjadi 464 m.dpl. Aliran yang masuk dan keluar Danau Maninjau yang tercatat antara tahun 2007-2012 menunjukkan fluktuasi setiap tahun seperti dicantumkan pada Tabel 2.3. Berdasarkan data aliran masuk dan keluar Danau Maninjau yang dicatat antara tahun 2007-2012 menunjukkan pada umumnya rata-rata aliran masuk 10 Germadan Maninjau

[14,25 m 3 /detik] lebih besar dari rata-rata aliran keluar [12,86 m 3 /detik]. Aliran keluar danau ini digunakan untuk pembangkitan tenaga listrik melalui bangunan pengambilan air PLTA pada ketinggian 457,15-463,75 m.dpl atau kedalaman dari puncak bendung antara 6,85-10,25 m. Jika dihitung debit rata-rata air yang melalui saluran pengambilan air untuk PLTA antara tahun 2007-2012 sebesar 12,86 m 3 /detik. Angka ini lebih kecil bila dibandingkan dengan debit air rata-rata melalui Batang Antokan sebelum ada Weir PLTA yaitu sebesar 13,37 m 3 per detik. Berdasarkan debit air keluar rata-rata 12,86 m 3 /detik dan volume air danau 10,22 milyar m 3, maka Danau Maninjau mempunyai waktu tinggal air di danau [retention time] sekitar 25 tahun. Waktu tinggal air Danau Maninjau lebih lama jika dibandingkan dengan waktu tinggal air Danau Singkarak selama 20,4 tahun [Syandri et al, 2012], Danau Poso 7,2 tahun dan Danau Lindu 2,26 tahun [Lukman dan Ridwansyah,2009]. Waktu tinggal air danau ini memberikan peranan yang cukup signifikan pada proses yang terjadi di danau, semakin lama waktu tinggal air maka proses perangkapan sedimen dan hara akan semakin besar. Dengan demikian sedimen dari limbah KJA dan limbah domestik di Danau Maninjau akan semakin banyak terperangkap di danau. Tabel 2.3 Inflow dan outflow air Danau Maninjau Bulan 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Inflow (m 3 /dtk) Outflow (m 3 /dtk) Inflow (m 3 /dtk) Outflow (m 3 /dtk) Inflow (m 3 /dtk) Outflow (m 3 /dtk) Inflow (m 3 /dtk) Outflow (m 3 /dtk) Inflow (m 3 /dtk) Outflow (m 3 /dtk) Inflow (m 3 /dtk) Outflow (m 3 /dtk) Januari 11,94 12,68 11,90 12,60 11,94 12,68 16,51 10,98 7,32 9,05 11,30 15,60 Februari 16,46 15,10 11,46 12,10 16,46 15,10 13,47 11,67 10,75 9,10 11,24 8,60 Maret 11,04 13,81 11,04 12,81 11,04 13,81 22,93 21,93 11,13 10,07 12,07 14,98 April 16,64 11,51 11,64 11,51 16,64 11,51 35,72 21,94 16,32 11,76 10,19 11,12 Mei 8,90 12,84 8,90 12,84 8,90 12,84 28,21 27,58 9,35 11,95 10,27 9,50 Juni 9,52 15,65 9,52 15,65 9,52 15,65 22,52 21,90 8,05 12,63 7,59 9,91 Juli 6,94 9,25 6,94 9,25 6,94 9,25 11,52 10,95 5,23 8,67 7,38 7,95 Agustus 14,95 9,76 14,95 9,76 14,95 9,76 9,54 11,11 14,48 18,71 6,12 6,78 Sept 15,01 12,38 15,10 12,30 15,01 12,38 12,69 8,69 12,08 11,24 8,49 7,96 Oktober 14,06 10,96 16,06 12,96 14,06 10,96 14,67 15,77 11,17 12,18 13,39 7,52 Nov. 24,55 15,25 22,50 15,20 24,55 15,25 19,91 16,49 22,67 13,89 22,36 13,89 Des 22,21 12,46 20,21 12,50 22,21 12,46 12,49 15,28 19,14 18,99 22,23 12,48 Germadan Maninjau 11

2.4. Kondisi Daerah Tangkapan Air. Daerah tangkapan air terdiri dari beberapa unsur yaitu unsur abiotik [tanah, air dan iklim], biotik [flora dan fauna] dan manusia. Unsur-unsur tersebut saling berinteraksi satu sama lainnya dan saling ketergantungan. Hasil luaran suatu daerah tangkapan danau dipengaruhi oleh masukan dan proses yang terjadi di daerah tersebut. Proses yang terjadi terkait dengan karakteristik daerah tangkapan danau yang meliputi sifat-sifat tanah, topografi, tataguna lahan, kondisi permukaan tanah, geomorfologi dan morfometri. Aktifitas manusia dapat mempengaruhi proses-proses yang terjadi di dalam daerah tersebut baik yang berdampak negatif maupun positif. Danau Maninjau merupakan satu kesatuan sistem dengan daerah tangkapannya [Gambar 2.2]. Berdasarkan peta rupa bumi skala 1:50.000 yang dikeluarkan Jantop TNI-AD tahun 1984 daerah tangkapan air danau berada pada ketinggian antara 464-1.250 m. dpl. Sebagian besar mempunyai lereng yang curam. Sebagai contoh pada sisi sebelah selatan perbedaan ketinggian antara permukaan danau dengan puncak pegunungan [batas daerah tangkapan air danau] sekitar 796 m tetapi jarak diagonalnya hanya 1,5 km atau mempunyai lereng sebesar 63%, lahan ini sebaiknya diklasifikasikan ke dalam lahan yang mempunyai potensi erosi yang tinggi dan menurut kementerian Kehutanan harus dihutankan. Untuk lahan-lahan yang mempunyai lereng yang besar cara pengolahan lahan disarankan dengan penterasan atau Gambar 2.2 Daerah Tangkapan Air Danau Maninjau pengolahannya sejajar kontur. Teras berfungsi untuk memperpendek 12 Germadan Maninjau

lereng dan sekaligus memperkecil lereng, air hujan mempunyai kesempatan lebih lama untuk meresap ke dalam tanah. Danau Maninjau mempunyai luas daerah tangkapan air sebesar 13.260 ha, bila dibandingkan dengan luas permukaan airnya seluas 9.737,50 ha relatif kecil, padahal air danau Maninjau mempunyai volume yang sangat besar yaitu 10.226.001.629,2 m 3. Hal ini juga dicerminkan oleh apa yang disebut oleh Ryding and Rast [1989] dengan volume quotient [A DAS /V w ] dan area quotient [A DAS /A w ] masing-masing sebesar 0,013 [km 2 /10 6 m 3 ] dan 1,38 yang mempunyai arti bahwa peranan aliran air tanah [groundwater] cukup besar dalam mensuplai air danau. Sumber air bagi danau ini bukan hanya dari air hujan, namun juga dari sungai-sungai yang ada di sekelilingnya, dan bermuara di danau tersebut. Sungai sungai yang bermuara di danau memiliki perbedaan tipe. Sungaisungai di sebelah utara Danau Maninjau memiliki pola linier [tidak bercabang], sementara di sebelah barat danau sungai-sungainya berpola dendritik [bercabang]. Artinya, di daerah yang sungainya berpola linier, keterbatasan air cenderung menjadi persoalan. Sementara di daerah berpola dendritik, pembukaan lahan cenderung lebih cepat terjadi. Berdasarkan perbandingan antara luas perairan danau [A] dengan luas daerah tangkapan air [DTA] dibanding dengan beberapa danau yang sejenis di Sumatera Barat, maka Danau Maninjau mempunyai rasio A : DTA = 1:1,36 lebih kecil dari Danau Singkarak A : DTA = 1:11,5, Danau Poso 1:3,4 dan Danau Lindu 1:15,9. Luas DTA terutama akan berpengaruh terhadap debit aliran masuk ke danau dan akhirnya pada debit aliran keluar. Danau Maninjau yang terletak di daerah pegunungan memiliki keunikan tersendiri. Pada umumnya, pemanfaatan lahan di pegunungan cukup terbatas. Selain disebabkan oleh kondisi topografi yang cukup beragam, keterbatasan sarana/prasarana pendukung, juga disebabkan oleh adanya ketentuan perundangan yang melarang atau membatasi pemanfaatan lahan secara intensif. Bentuk penggunaan lahan di kawasan Danau Maninjau terbagi dalam bentuk tegalan, sawah, hutan dan pekarangan atau permukiman. Penggunaan lahan yang ada akan berpengaruh terhadap penutupan tanah dan akan berpengaruh terhadap erosi dan sedimentasi di sub-sub DAS yang Germadan Maninjau 13

bermuara di Danau Maninjau. Besarnya erosi yang terbawa oleh limpasan yang terjadi di wilayah kawasan danau per tahun rata-rata 16 ton per ha, dengan total sedimen yang masuk ke danau setiap tahunnya sebanyak 2.410 ton [PSDA Sumbar, 2005]. Erosi yang terjadi di kawasan Danau Maninjau dapat menyebabkan merosotnya produktivitas lahan, rusaknya lingkungan, dan terganggunya keseimbangan estetika danau serta pencemaran perairan danau. Erosi akan berpengaruh terhadap penurunan produktivitas tanah akibat dari pengikisan tanah atau hilangnya tanah lapisan atas, memburuknya sifat fisik dan kimia, berkurangnya aktivitas biologi tanah dan tertutupnya tanah lapisan atas. Penggunaan lahan terbaru dalam dokumen RTRW Kabupaten Agam 2010-2030 menunjukkan bahwa data penggunaan lahan di lingkar Danau Maninjau tahun 2010 sangat berubah, dengan konversi hutan atau lanskap alami menjadi lahan budidaya intensif, dibanding data tahun 2002 hutan yang masih cukup mendominasi. Pemanfaatan sumber daya alami yang berlebihan ini juga menyebabkan semakin banyaknya endapan dari buangan limbah pemukiman dan tren budidaya perikanan karamba jaring apung yang semakin tidak terkontrol. Tabel 2.4 dan Gambar 2.3 memperlihatkan penggunaan lahan di kawasan Danau Maninjau. Tabel 2.4 Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan Tanjung Raya No Nagari Penggunaan Lahan (ha) Sawah Tegalan Permukiman Hutan Lain-lain 1 Maninjau 205 426 110 560 9 2 Bayur 526 435 138 692 8 3 III Koto 421 258 135 152 15 4 Koto Kociek 460 236 108 369 14 5 II Koto 390 199 144 2.037 12 6 Tanjungsani 126 1.773 154 2.421 27 7 Sungai Batang 390 279 180 1.223 11 Jumlah 2.518 3.606 869 6.951 96 Persentase 16,70 23,92 5,76 46,11 0,64 Sumber : Kecamatan Tanjung Raya Dalam Angka 2010. 14 Germadan Maninjau

Gambar 2.3 Penggunaan lahan di Danau Maninjau 2.5. Status Mutu Air Danau Maninjau Menurut Djokosetiyanto dan Hardjojo dan [2005], metode Storet merupakan salah satu metode untuk menentukan status mutu air yang umum digunakan. Secara prinsip metode Storet adalah membandingkan antara data kualitas air dengan baku mutu air yang disesuaikan dengan peruntukannya. Klasifikasi mutu air menurut PP 82 Tahun 2001 ditetapkan menjadi 4 [empat] kelas yaitu : 1) Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air minum dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; 2) Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/ sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertamanan dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; 3) Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar,peternakan, air untuk mengairi air pertamanan dan atau peruntakan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; Germadan Maninjau 15

4) Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi, pertamanan dan atau peruntukan lain yang mepersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Hasil perhitungan status mutu air Danau Maninjau untuk masing-masing lokasi dan waktu pengukuran [bulan Maret dan Juli] memperlihatkan bahwa air Danau Maninjau telah tercemar ringan sampai sedang [Tabel 3.5]. Tabel 3.5. memperlihatkan status mutu air pada musim penghujan dan kemarau, dimana status mutu air sedang [cemar sedang] pada semua stasiun pada klasifikasi mutu air kelas II, sedangkan pada kelas pada stasiun Intake PLTA status mutu airnya adalah baik [cemar ringan]. Tinggi rendahnya skor mutu air dipengaruhi oleh beberapa kegiatan masyarakat di sempadan danau. Kegiatan penduduk di wilayah perairan (kegiatan perikanan budidaya di karamba jaring apung) di Danau Maninjau juga memberikan sumbangan yang besar terhadap status mutu perairan. Kegiatan lain yang dominan antara lain, pemukiman, pertanian, erosi dan pembuangan sampah organik dan anorganik. Tabel 2.5 Hasil analisis kualitas air Danau Maninjau Baku Mutu Kualitas Air (PP No Sampel Air Dan Stasiun 82/2001) 1M H 1M K 2M H 2M K 3M H 3M K 4M H 4M K Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV 1 Temperatur 0 C 28 29 27 29 27 28 27 28 deviasi 3 deviasi 3 deviasi 3 deviasi 5 2 Residu terlarut (TDS) mg/l 22,79 18,11 21,63 16,40 13,70 9,79 12,34 12,40 1000 1000 1000 2000 3 Residu tersuspensi (TSS) mg/l 2,25 5,83 8,90 18,40 4,02 4,22 7,18 12,71 50 50 400 400 4 Kecerahan m 1,8 2,0 2,0 1,5 1,5 2,0 1,3 1,5 >8 >6 >5 >3 5 ph unit 7,6 8,5 8,0 7,5 8,0 8,5 8,0 8,5 6-9 6-9 6-9 6-9 6 BOD 5 mg/l 2,10 2,74 1,60 3,50 2,95 2,60 1,55 2,95 2 3 6 12 7 COD mg/l 16,42 16,07 23,65 47,82 7,02 8,94 15,33 24,06 10 25 50 100 8 DO mg/l 6,90 6,11 5,10 5,24 6,89 6,39 4,44 5,70 6 4 3 0 9 Total Fosfat µg/l 0,28 0,58 0,50 0,65 0,39 0,55 0,42 0,64 0,2 0,2 1 5 10 NO3 sebagai N (Nitrat) mg/l 1,05 1,20 2,53 1,94 2,42 1,90 2,61 1,22 10 10 20 20 11 NO2 sebagai N (Nitrit) mg/l 0,016 0,060 0,090 0,023 0,027 0,043 0,030 0,080 0,06 0,06 0,06-12 Clorine bebas (Cl 2 ) mg/l 0,032 0,052 0,040 0,100 0,035 0,049 0,030 0,065 0,03 0,03 0,03-13 Belereng sebagai H 2 S mg/l 0,045 0,110 0,120 0,175 0,092 0,092 0,16 0,130 0,002 0,002 0,002-14 Kadmium mg/l 0,560 0,590 0,122 0,133 0,254 0,252 0,580 0,560 0,01 0,01 0,01 0,01 15 Khrom mg/l 0,270 0,381 0,350 0,491 0,155 0,271 0,300 0,442 0,05 0,05 0,03 1 16 Tembaga (Cu) mg/l 0,794 0,894 1,150 1,115 0,694 0,62 1,150 1,115 0,02 0,02 0,02 0,2 16 Germadan Maninjau

Sampel Air Dan Stasiun Baku Mutu Kualitas Air (PP No 82/2001) 1M H 1M K 2M H 2M K 3M H 3M K 4M H 4M K Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV 17 Besi mg/l 0,02 0,15 0,06 0,48 0,06 0,08 0,30 0,32 0,3 - - - 18 Timbal (Pb) mg/l 0,653 0,663 0,934 0,924 0,589 0,583 0,934 0,924 0,03 0,03 0,03 1 19 Seng (Zn) mg/l 0,479 0,397 0,768 0,752 0,420 0,297 0,768 0,752 0,05 0,05 0,05 2 20 Minyak dan lemak µg/l <50 <50 <50 <150 <50 <50 <50 <100 1000 1000 1000-21 Deterjen sbg MBAS µg/l 20 40 62 100 57 40 73 60 200 200 200 - DATA TAMBAHAN UNTUK PERIKANAN 22 Kesadahan mg/l 30,15 23,25 34,77 33,95 30,85 30,78 40,08 43,73-350 - - 23 Alkalinitas mg/l 23,69 29,44 31,04 34,20 28,12 33,51 39,34 46,90 - >80-24 Daya Hantar Listrik mhos 229,4 254,8 291,1 301,4 240,1 231,9 258,5 218,7-225,0-25 Khlorofil- a µg/l 285,02 260,15 297,01 252,66 281,10 236,03 255,01 267,2 - - - 26 Orthopospat (PO 4 -P) mg/l 0,14 0,45 0,31 0,61 0,15 0,45 0,15 0,50-0,02-27 TOM mg/l 9,32 9,89 16,69 15,21 9,35 8,69 12,22 9,38-110 - 28 DOM mg/l 6,71 5,49 10,13 9,80 8,50 8,13 7,81 5,52-110 - 29 POM mg/l 2,61 4,40 6,56 5,41 0,85 0,56 4,41 3,86-110 - 30 Total N mg/l 1,110 1,171 1,250 1,115 1,43 1,53 1,248 1,130-10 Kode lokasi: 1M H : Hotel Tandirih Nagari Bayur musim hujan ; 1M K : Hotel Tandirih Nagari Bayur musim kemarau; 2M H : Lokasi Padat KJA di Nagari Koto Kaciek musim hujan; 2M K : lokasi Padat KJA di Nagari Koto Kaciek musim kemarau; 3M H : lokasi outlet danau intake PLTA Maninjau musim hujan; 3M K :lokasi outlet danau intake PLTA maninjau musim kemarau ; 4M H : Lokasi jarang KJA di perairan Sigiran musim hujan; 4M K : Lokasi jarang KJA di perairan Sigiran musim kemarau Keterangan : Elevasi danau Maninjau pada 13 Maret 2013 adalah 463,20 mdpl dan pada 1 Juli 2013 adalah 461,59 mdpl Tabel 2.6 memperlihatkan hasil perhitungan status mutu air Danau Maninjau bulan Maret dan Juli 2013, status mutu air pada stasiun 1 sampai 4 memperlihatkan kondisi perairan yang sedang [cemar sedang] pada klasifikasi mutu air kelas I, sedangkan untuk kelas II mutu air termasuk cemar ringan. Germadan Maninjau 17

Tabel 2.6 Status Mutu Air Danau Maninjau Tahun 2013 Nama Stasiun Status Mutu Air Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 Score Kategori Score Kategori Score Kategori Score Kategori Hotel Tandiri -150 Buruk -150 Buruk -150 Buruk -28 sedang Maninjau Koto Kaciek -150 Buruk -150 Buruk -150 Buruk -28 Sedang Intake PLTA -150 Buruk -150 Buruk -150 Buruk -29 Sedang Sigiran -150 Buruk -150 Buruk -150 Buruk -28 Sedang Keterangan : (1) Baik sekali, skor = 0 (memenuhi baku mutu) (2) Baik, skor = -1 s/d -10 (cemar ringan) (3) Sedang, skor = -11 s/d -30 (cemar sedang) (4) buruk, skor -31 (cemar berat) 2.6. Status Trofik Perairan Danau Maninjau Hasil pengukuran kualitas air selama penelitian memperlihatkan adanya variasi nilai parameter kualitas air yang kecil antar lokasi dan antar periode pengamatan [Tabel 2.4]. Data parameter kualitas air pada empat stasiun menunjukkan bahwa angka total Fosfor pada bulan Maret 2013 berkisar antara 39,0-58,0 µg/l dan bulan Juli 2013 berkisar antara 55,0-65,0 µg/l, kecerahan air bulan Maret 2013 berkisar antara 1,2-2,0 meter dan pada bulan Juli 2013 berkisar antara 1,1-1,5 meter, angka Khlorofil-a pada bulan Maret 2013 berkisar antara 25,266-29,701 µg/l dan bulan Juli 2013 berkisar antara 23,603-29,701 µg/l. Perbedaan kecerahan antar bulan pengamatan dapat disebabkan karena banyak air hujan dan air mata air yang menambah volume air danau sehingga elevasi danau mencapai 463,20 mdpl, sedangkan air dari sungai tidak banyak yang masuk ke danau ini, karena daerah tangkapan air danau tidak memiliki sungai yang besar. Status trofik perairan dicirikan dengan tinggi rendahnya kandungan unsur hara seperti N dan P serta kelimpahan fitoplankton atau konsentrasi khlorofilnya. Carlson s [1977] mengajukan suatu indeks status trofik perairan yang didasarkan kepada kecerahan perairan dari hasil pembacaan keping secchi. Kandungan total posfor dan kandungan khlorofil-a. Berdasarkan nilai tersebut maka indeks status trofik [TSI] perairan Danau Maninjau yang diteliti pada bulan Maret 2013 rata-rata sebesar 76,61±2,02, sedangkan yang 18 Germadan Maninjau

diteliti pada bulan Juli 2013 rata-rata sebesar 78,62±1,15 [Tabel 3.8 dan 3.9]. Nilai-nilai ini setelah dicocokan dengan kriteria yang dikemukan oleh Carlso s [1977] ternyata daerah perairan litoral Danau Maninjau yang diteliti status trofiknya pada bulan Maret 2013 [musim hujan] adalah eutrofik berat dan pada bulan Juli 2013 (musim kemarau) juga tergolong eutrofik berat. Tingkat kesuburan Danau Maninjau yang tinggi tersebut dapat disebabkan oleh tinggi beban unsur hara berupa P dan N dari limbah karamba jaring apung yang lepas ke perairan. Syandri et al [2012] menyatakan bahwa jumlah KJA di Danau Maninjau pada tahun 2012 adalah sebanyak 15.860 petak dan aktif digunakan sebanyak 12.688 petak dengan jumlah pakan yang digunakan 76.128 ton /tahun dan diprediksi menjadi limbah organik sebanyak 72,69 ton/hari. Selain akumulasi sisa pakan ikan, feces ikan dan jumlah ikan yang mati di dalam KJA dan dibuang ke danau. Jumlah ikan yang mati dari 100 petak KJA sampel rata-rata 0,5 kg/petak, sehingga dengan jumlah KJA 12.688 petak [diprediksi 80% KJA yang aktif] dikalikan 0,5 kg sama dengan 6.344 kg dikalikan dengan dua kali periode pemeliharaan = 12.688 kg [12,688 ton/tahun]. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab meningkatnya beban pencemaran air danau. Peningkatan unsur hara tersebut dapat menyebabkan terjadinya penyuburan [eutrofikasi] di perairan dan akan merangsang pertumbuhan gulma air seperti eceng gondok yang sudah berkembang di Danau Maninjau, terutama di wilayah sebelah utara [Nagari Maninjau, Nagari Dua Koto, Nagari Koto Kaciek dan Nagari Koto Malintang]. Dampak eutrofikasi terhadap ekosistem dan permasalahan bagi manusia di Danau Maninjau dapat dijelaskan secara rinci. Dampak terhadap ekosistem yaitu [1] sudah terjadi penurunan keanekaragaman spesies dan diganti oleh spesies yang dominan, seperti ikan betutu dan lobster dan Bivalvae [Lokan], [2] meningkatnya biomasa flora dan fauna; [3] meningkatnya kekeruhan; meningkatnya laju sedimentasi sehingga memperpendek umur danau; terjadi kekurangan oksigen yang sewaktu-waktu dapat menyebabkan kematian masal ikan. Sedangkan permasalahan eutrofikasi bagi masyarakat yaitu [1] air danau telah membahayakan kesehatan masyarakat seperti penyakit gatalgatal; [2] nilai air menjadi menurun karena tidak bisa lagi digunakan untuk Germadan Maninjau 19

MCK karena terjadi perubahan rasa dan bau; [3] punahnya beberapa jenis ikan ekonomis penting seperti ikan ide-ide, ikan asang dan ikan baung. Rasio TN : TP umumnya di atas 12 pada setiap stasiun pemantauan. Secara umum Danau Maninjau mempunyai rasio TN:TP >12. Hal ini disebabkan karena limbah pakan ikan, feses ikan dan ikan mati mengandung bahan organik dan nutrient yang tinggi yang terbuang ke dalam perairan. Menurut McDonald et al [1996] sebanyak 30% dari jumlah pakan yang diberikan tidak termakan dan 25-30% dari pakan yang dimakan akan dieksresikan. Rasio TN:TP yang lebih besar dari 12 perlu diwaspadai mengingat pernah terjadi blooming Microcystis di Danau Maninjau pada tahun 2000 [Syandri, 2003]. Oleh karena itu pembukaan pintu Dam Weir memberikan dampak sangat penting terhadap berkurangnya Microcystis di Danau Maninjau. Hasil pengukuran beberapa parameter kualitas air lainnya seperti ph dengan nilai antara 7,5-5,5 [bagian permukaan] menunjukkan perairan litoral danau bersifat basah. Hal ini diperkuat pula oleh nilai alkalinitas perairan ke empat stasiun berkisar antara 23,69-112,34 mg/l CaCO3-eq dapat menggolongkan perairan danau Maninjau mempunyai produktifitas sedang. Artinya perairan digolongkan mempunyai alkalinitas sedang dan produktifitasnya juga sedang. Menurut Swingle [1968] nilai alkalinitas antara 0-10 mg/l CaCO 3 eq mengindikasikan perairan sangat masam, antara 10-50 mg/l CaCO 3 eq perairan tergolong kurang produktif, antara 50-200 mg/l CaCO3 eq perairan mempunyai produktifitas sedang. Berbeda dengan status tropik Danau Ranau Sumatera Selatan yaitu mesotropik dengan tingkat kecerahan berkisar antara 3,5-4,5 meter dan ph berkisar antara 8,0-8,5 meter (Samuel, 2011). Perbedaan alkalinitas suatu perairan dapat disebabkan oleh perbedaan sumber dan jumlah bahan organik yang terdapat di perairan tersebut. Menurut Kaplan dan Newbold (1993) bahan organik berperan penting sebagai sumber energi dan daur unsur hara pada perairan umum daratan. Pada perairan umum, bahan organik yang berasal dari dalam perairan itu sendiri (authochnous) ataupun dari luar [allocthonous] merupakan komponen dasar metabolisme di dalam perairan [Whitten et al., 1987 dalam Husna dan Arisna, 2010]. Daya hantar listrik [DHL] adalah gambaran numerik dari kemampuan air untuk meneruskan aliran listrik. Semakin banyak garam-garam terlarut 20 Germadan Maninjau

yang dapat terionisasi maka akan semakin tinggi nilai DHLnya. Boyd [1979] menyatakan bahwa nilai DHL perairan alami sekitar 20-1.500 umhos/cm, sedangkan perairan laut bisa memiliki nilai DHL yang sangat tinggi karena banyaknya garam-garam yang terlarut di dalamnya. Nilai DHL perairan Danau Maninjau berkisar antara 330,4-456,7 umhos. Berarti perairan danau ini tergolong perairan yang mempunyai DHL sedang. Sebagai pembanding nilai DHL sungai Musi pada zona hulu berkisar antara 400-600 umhos dan zona hilir yang telah terpengaruh oleh salinitas air laut berkisar antara 610-740 umhos [Samuel et al, 2004]. Nlai DHL sungai Citarum dan anak-anak sungainya berkisar antara 200-300 umhos (Kartamihardja et al, 1987 dalam Samuel et al, 2004)), sedangkan nilai DHL sungai Kampar dan banjirannya berkisar antara 500-550 umhos [Azrita et al, 2011]. Carlson [1977] mengklasifikasikan status tropik perairan seperti Tabel 2.8. Nilai Status Tropik Perairan Danau Maninjau dicantumkan pada Tabel 2.9. Tabel 2.7 Kategori Status Trofik Berdasarkan Indeks Status Trofik Carlson (1977) Score Status Tropik Keterangan <30 Ultraoligotropik Air jernih, konsentrasi oksigen terlarut tinggi sepanjang tahun dan mencapai zona hipolimnion 30-40 Oligotropik Air jernih, dimungkinkan adanya pembatasan anoksik pada zona hipolimnetik secara periodik 40-50 Mesotropik Kecerahan air sedang, peningkatan perubahan sifat anoksik di zona hipolimnetik, secara estetika masih mendukung untuk kegiatan olahraga air 50-60 Eutropik ringan Penurunan kecerahan air, zona hipolimnetik bersifat anoksik, terjadi problem tanaman air, hanya ikan-ikan yang mampu hidup di air hangat, mendukung kegiatan olahraga air tetapi perlu penanganan 60-70 Eutropik sedang Didominasi oleh alga hijau-biru, terjadi penggumpalan, problem tanaman air sudah ekstensif 70-80 Eutropik berat Terjadi blooming alga berat, tanaman air membentuk lapisan bed seperti kondisi hypereutrophik >80 Hypereutropik Terjadi gumpalan alga, ikan mati, tanaman air sedikit didominasi oleh alga Germadan Maninjau 21

Tabel 2.8 Trofik Status Indeks [Carlson s trophic state index, TSI, 1977 perairan Danau Maninjau pada bulan Juli 2013 Stasiun Penelitian Total Fosfor (µg/l) Kecerahan (meter) Khlorofil-a (µg/l) TSI Rataan (Score) Status Trofik Muko-Moko 550 1,5 236,03 77,82 Eutrofik berat Sigiran 640 1,2 267,20 77,58 Eutrofik berat Bayur 580 1,4 285,02 79,03 Eutrofik berat Koto Kaciek 650 1,1 297,01 80,08 Eutrofik berat Nilai rataan 605±4,79 1,3±0,18 271,3±2,65 78,62±1,15 Eutrofik berat 2. 7. Pembebanan Organik Kadar organik terlarut [DOM] tampak lebih dominan dibanding kadar organik partikulat [POM] di dalam menyusun organik total [TOM], dan kadar fraksi DOM menunjukkan penurunan dari inlet menuju outlet [Tabel 3.10]. Menurut Saunders [1972] dalam Wetzel [1983] pada perairan danau proporsi fraksi organik terlarut jauh lebih tinggi dibanding partikulatnya. Proses sedimentasi dan mineralisasi diduga berperan terhadap penurunan kadar organik di Danau Maninjau. Kondisi air tergenang dari perairan danau lebih memberikan kesempatan kedua proses tersebut berlangsung. Komponen organik terlarut lebih mudah untuk mengalami mineralisasi, sementara komponen partikulat akan mengalami sedimentasi. Kadar organik terlarut [DOM] lebih dominan daripada organik partikulat [POM] di dalam menyusun organik total [TOM] dan kadar fraksi DOM lebih tinggi pada perairan yang lebih banyak KJA [perairan Koto Malintang, Koto Kaciek dan Sigiran] daripada perairan yang jarang KJA [Bayur dan Intake PLTA]. Kadar DOM, POM dan TOM antara stasiun penelitian berdasarkan uji One Way Anova berbeda nyata [p<0,05] dan berdasarkan analisis PCA terpisah masing-masing stasiun. 22 Germadan Maninjau

Tabel 2.9 Kadar TOM, DOM dan POM pada sampel Air Danau Maninjau Parameter Stasiun I. Koto Malintang II. Koto Kaciek III. Bayur IV. Outlet Danau V. Sigiran TOM (mg/l) 19,01±0,80 a 16,33±0,30 b 9,12±0,24 c 9,31±0,10 d 13,59±0,44 e DOM (mg/l) 14,20±0,13 a 10,14±0,05 b 6,58±0,24 c 8,41±0,10 d 8,17±0,08 e POM (mg/l) 4,55±0,05 a 6,50±0,05 b 2,55±0,05 c 0,90±0,05 d 5,43±0,20 e Keterangan : Rataan ±SD (n = 3) dengan huruf superscript yang berbeda menunjukan berbeda nyata (p<0,05) dan huruf superscript yang sama menunjukan tidak berbeda nyata (p>0,05) Kadar fraksi DOM menunjukkan penurunan dari perairan yang banyak KJA menuju outlet di intake PLTA Maninjau. Dari data danau Maninjau menunjukkan adanya beban organik allochtonus yang bersumber dari aktifitas usaha perikanan karamba jaring apung [KJA]. Pada lokasi padat KJA di perairan Koto Malintang berdasarkan hasil sensus tahun 2012 dengan jumlah KJA sebanyak 3.768 petak, kadar TOM adalah sebesar 19,94 mg/l (0,01994 kg.m -3 ), perairan Koto Kaciek dengan jumlah KJA 1.060 petak kadar TOM adalah sebesar 16,69 mg/l [0,01669 kg.m -3 ], sementara itu pada outlet PLTA di perairan Muko-Muko dilepaskan kadar TOM 9,35 mg.l -1 [0,0935 kg.m - 3 ]. Berdasarkan selisih antara beban organik di lokasi KJA seperti perairan Koto Malintang dan yang dilepaskan di outlet, maka akumulasi TOM di Danau Maninjau adalah 10,59 mg/l [0,1059 kg.m -3 ], atau 53,10% dari beban masuk dari KJA. Di Waduk Cirata akumulasi TOM adalah sebesar 29,4% dari beban masuk [Lukman dan Hidayat, 2002]. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan topografi Danau Maninjau dan Waduk Cirata dan masa tinggal air. Menurut Saunderss [1972] dalam Wetzel [1983] pada perairan danau proporsi fraksi organik terlarut jauh lebih tinggi dibanding partikulatnya. Kondisi air danau yang tergenang lebih memberikan kesempatan kedua proses tersebut berlangsung. Komponen organik terlarut lebih mudah untuk mengalami mineralisasi, sementara komponen partikulat akan mengalami sedimentasi. Jumlah KJA berdasarkan data primer dan sekunder dicantumkan pada Tabel 2.11 dan penyebarannya dicantumkan pada Gambar 2.5. Germadan Maninjau 23

Tabel 2.10 Jumlah KJA Setiap Nagari Di Danau Maninjau No Nagari/Desa Jumlah KJA [petak] 2005 2009 2012 2013 1 Tanjung Sani 5.260 5.194 4.140 4.000 2 Sungai Batang 469 742 1.741 1.750 3 Maninjau 364 331 1.743 1.795 4 Bayua 1.515 224 2.349 2.425 5 II Koto 921 281 907 1.050 6 Koto Kaciek 193 600 1013 1.060 7 Koto Gadang VI Koto 28 9 202 190 8 Koto Malintang 1.378 1448 3.768 3.850 4.484 9.830 15.860 16.120 Keterangan : Data tahun 2005 dan 2009 adalah data sekunder dan Data 2012 dan 2013 adalah data primer hasil sensus Gambar 2.4 Jumlah petak KJA [%] setiap Nagari di Kec. Tanjung Raya Pembebanan bahan organik di Danau Maninjau lebih besar bersumber dari autochtonus, terutama dari limbah proses produksi ikan pada sistem KJA jika dibandingkan dengan pembebanan bahan organik allochtonus yang bersumber dari inlet lainnya. Untuk mengetahui tingkat pembebanan bahan organik dari KJA di Danau Maninjau maka dirunut kembali berdasarkan datadata produksi ikan yang dihasilkan dari sistem KJA [Tabel 2.12, Gambar 2.5]. 24 Germadan Maninjau