I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
|
|
- Susanto Kurnia
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau merupakan perairan umum daratan yang memiliki fungsi penting bagi pembangunan dan kehidupan manusia. Secara umum, danau memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi ekologi dan sosial ekonomi. Dari aspek ekologi, danau merupakan tempat berlangsungnya siklus ekologis dari komponen air dan kehidupan akuatik di dalamnya. Keberadaan danau akan mempengaruhi keseimbangan ekosistem di sekitarnya, sebaliknya kondisi danau juga dipengaruhi oleh ekosistem di sekitarnya. Dari aspek sosial ekonomi, danau memiliki fungsi yang secara langsung berkaitan dengan kehidupan masyarakat sekitar danau. Menurut Hartoto et al. (2009), danau memiliki fungsi sebagai penyedia jasa lingkungan, sosial-ekologi, pendidikan, kenyamanan, budaya, kemasyarakatan, jasa spiritual, ketahanan masyarakat, ekonomi, dan rekreasi. Menurut Puspita et al. (2005), saat ini di Indonesia terdapat sejumlah 843 danau dan 736 situ. Kondisi sebagian besar danau telah mengalami kerusakan ekosistem dan penurunan fungsi. Hasil penelitian FDI (2004), melaporkan bahwa faktor-faktor penyebab rusaknya ekosistem danau adalah tidak memadainya pengetahuan, kekurangan teknologi, keterbatasan finansial, serta kebijakan pengelolaan yang tidak tepat. Berdasarkan data Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2009), terdapat sembilan danau yang kondisinya kritis dan memerlukan prioritas untuk penanganannya, yaitu Danau Toba (Provinsi Sumatera Utara), Danau Maninjau dan Danau Singkarak (Provinsi Sumatera Barat), Danau Tempe (Provinsi Sulawesi Selatan), Danau Tondano (Provinsi Sulawesi Utara), Danau Poso (Provinsi Sulawesi Tengah), Danau Limboto (Provinsi Gorontalo), Danau Batur (Provinsi Bali), serta Danau Rawa Pening (Provinsi Jawa Tengah). Kondisi sebagian besar situ di Indonesia juga mengalami kerusakan ekologi dan dalam kondisi kritis. Menurut Roemantyo et al. (2003), jumlah situ di kawasan Jabodetabek pada tahun 1940 yaitu 76 situ dengan luas 7,900 km 2, selanjutnya jumlah situ pada tahun 2000 adalah 114 situ dengan luas 3,213 km 2. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi fragmentasi situ yang mengakibatkan penurunan kapasitas daya tampung situ.
2 2 Danau Rawa Pening dengan luas hektar yang berada di Kabupaten Semarang merupakan salah satu danau yang kondisinya kritis. Hasil penelitian UNEP (1999), melaporkan bahwa berbagai faktor fisik-kimia dan biologi telah mengakibatkan sedimentasi, serta masuknya limbah domestik dan industri. Akumulasi endapan lumpur, limbah pertanian dan industri menyebabkan suburnya tanaman Eichornia crassipes (Eceng Gondok). Luas tanaman Eceng Gondok yang menutupi permukaan danau yang mencapai hektar dengan pertumbuhan 7,1%-10% per bulan telah menimbulkan kerusakan ekosistem danau dan mengakibatkan krisis sumberdaya perikanan. Potensi sumberdaya perikanan Danau Rawa Pening menjadi kompleks dengan semakin tingginya eksploitasi sumberdaya perikanan. Berdasarkan data Disnakan Kabupaten Semarang (2007), jumlah produksi perikanan di perairan Danau Rawa Pening selama kurun waktu Tahun 2002 sampai dengan 2006 berturut-turut 982,5 ton, 1.033,7 ton, 1.084,5 ton, 1.026,0 ton, dan 1.042,8 ton. Jumlah nelayan yang menggantungkan hidupnya pada sumberdaya danau sekitar orang. Menurut Adrianto et al. (2010), status dan potensi sumberdaya perikanan menjadi kompleks setelah adanya intervensi manusia karena adanya demands (permintaan) yang kemudian diikuti eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya perikanan. Dalam kondisi tanpa pengelolaan, kegiatan eksploitasi membuat sumberdaya perikanan menjadi kolaps. Kegiatan pemanfaatan sumberdaya danau semakin meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk di sekitar danau. Kondisi ini dapat mengancam keberadaan danau sebagai ekosistem penyangga kehidupan dan penyedia langsung mata pencaharian bagi masyarakat sekitar danau (Anshari 2006). Dalam hal ini, masyarakat sekitar Danau Rawa Pening menggantungkan hidupnya terkait dengan matapencaharian, terutama untuk kegiatan perikanan tangkap dan pertanian. Danau Rawa Pening merupakan sebuah sistem ekologi yang mempunyai peran sosial ekonomi bagi masyarakat sekitarnya. Kondisi ini menjadikan ekosistem danau sebagai sistem yang rentan terhadap gangguan atau tekanan eksternal. Berbagai gangguan atau tekanan eksternal, baik yang bersifat alamiah maupun antropogenik dapat mempengaruhi kesehatan ekosistem danau. Hal ini
3 3 menjadi latar belakang pentingnya dilakukan penilaian kerentanan untuk mengidentifikasi masyarakat atau tempat yang paling rentan terhadap bahaya serta mengidentifikasi tindakan untuk mengurangi kerentanan. Pengelolaan Danau Rawa Pening bersifat multi stakeholders yang melibatkan banyak pihak seperti pemerintah, swasta, akademisi, lembaga nonpemerintah, petani, nelayan, dan pelaku perikanan lainnya. Model pengelolaan sentralistik dengan kontrol mutlak oleh pemerintah telah menghasilkan pola pengelolaan sumberdaya berbasis pemerintah. Dalam hal ini, pemerintah mendominasi dalam penentuan kebijakan dan kurang mengakomodasikan kepentingan masyarakat. Otoritas tunggal terbukti tidak efektif dalam pengelolaan Danau Rawa Pening, khususnya dalam mengurangi kerusakan sumberdaya serta menggalang dukungan dari masyarakat pemanfaat sumberdaya. Di lain pihak, apabila masyarakat melakukan kontrol penuh terhadap pengelolaan akan menghasilkan pola pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat. Model pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat tidak dapat menjamin keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya dan mengakibatkan konflik kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya. Ketidakseimbangan distribusi peran antara pemerintah dan masyarakat menjadi latar belakang pentingnya pendekatan pengelolaan kolaboratif untuk memperbaiki sistem pengelolaan Danau Rawa Pening dan mengakhiri konflik antar stakeholders tanpa adanya pihak yang dikalahkan. Seiring dengan tuntutan desentralisasi dan kemandirian dalam pengelolaan sumberdaya alam, pengelolaan kolaboratif merupakan model pengelolaan sumberdaya alam yang paling masuk akal. Pengelolaan kolaboratif dapat menciptakan perimbangan peran dan tanggung jawab antara pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam. Dalam hal ini, masyarakat pemanfaat sumberdaya bertindak sebagai pelaku yang mendayagunakan dan sekaligus memelihara sumberdaya alam, selanjutnya pemerintah berperan sebagai fasilitator. 1.2 Perumusan Masalah Sumberdaya Danau Rawa Pening dianggap sebagai free goods (barang bebas) atau common property (sumberdaya milik bersama). Konsekuensi terhadap
4 4 sumberdaya milik bersama adalah bahwa semua orang berhak mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumberdaya yang ada atau yang lebih dikenal dengan prinsip open access. Menurut Nasution et al. (2007), dampak negatif dari prinsip open access dalam pengelolaan sumberdaya alam adalah tidak adanya pihak yang peduli untuk mengembalikan atau memulihkan potensi sumberdaya yang telah rusak. Kerusakan sumberdaya alam dapat menurunkan produktivitas ekonomi dalam pemanfaatannya, sehingga dapat mengakibatkan menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat. Eksploitasi sumberdaya danau dilakukan secara intensif untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat sekitar kawasan. Pemanfaatan sumberdaya semakin meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Hal ini dapat mengancam keberadaan danau sebagai ekosistem penyangga kehidupan dan penyedia langsung mata pencaharian masyarakat (Anshari 2006). Kebergantungan masyarakat terhadap sumberdaya danau tidak hanya terbatas pada upaya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari, akan tetapi telah berkembang menjadi upaya untuk memperoleh hasil yang lebih untuk dapat dipasarkan. Dalam hal ini, telah berkembang beberapa mata pencaharian alternatif terkait dengan pemanfaatan sumberdaya danau, yaitu industri rumah tangga, jasa pariwisata alam, serta usaha perdagangan di sekitar Danau Rawa Pening. Kebergantungan masyarakat sekitar Danau Rawa Pening terhadap sumberdaya danau terkait dengan (1) kegiatan sektor pertanian lahan pasang surut seluas hektar, (2) nelayan dan petani ikan sebanyak orang, (3) budidaya karamba ikan berjumlah 200 keramba jaring apung dan 500 keramba tancap, (4) pemanfaatan Eceng Gondok dengan kapasitas kg/hari, (5) pemanfaatan gambut untuk kompos dengan kapasitas m 3 /tahun, serta (6) pariwisata dengan jumlah pengunjung orang/hari (BPSDA Jratun 2009). Konsep terpadu dalam pemberdayaan masyarakat belum tersusun, oleh sebab itu pemanfaatan potensi sumberdaya danau menghadapi banyak kendala. Konflik horisontal antar pemanfaat sumberdaya yang terus berlanjut telah menyebabkan tidak efektifnya program pemberdayaan masyarakat. Danau Rawa Pening merupakan sebuah sistem ekologi yang mempunyai peran sosial ekonomi bagi masyarakat sekitarnya. Fungsi ekologi danau mulai
5 5 terancam oleh berbagai tekanan, baik yang bersifat alamiah maupun antropogenik. Tekanan yang bersifat alamiah disebabkan oleh pemanasan suhu bumi secara global dan perubahan iklim yang ekstrim. Selanjutnya tekanan yang bersifat antropogenik merupakan faktor terpenting yang mengakibatkan kerusakan ekosistem danau. Hal ini menjadikan danau sebagai sistem yang rentan terhadap gangguan atau tekanan eksternal. Tingkat kerentanan yang tinggi merupakan penghalang atau hambatan bagi keberlanjutan danau. Penanggulangan terhadap kerusakan ekologi akan mempertinggi resiliensi untuk dapat kembali pada kondisi keseimbangan setelah adanya gangguan. Tingkat resiliensi bergantung pada kemampuan suatu sistem lingkungan dalam menanggulangi berbagai gangguan eksternal. Kapasitas beradaptasi merupakan kemampuan sistem sosial-ekologi untuk menghadapi situasi baru tanpa kehilangan pilihan di masa depan. Dalam hal ini, resiliensi merupakan kunci untuk meningkatkan kapasitas beradaptasi. Pengelolaan Danau Rawa Pening bersifat lintas sektoral dan melibatkan banyak stakeholders. Lemahnya koordinasi antar stakeholders mengakibatkan pelaksanaan program pengelolaan cenderung sektoral. Model pengelolaan sentralistik dengan tidak memberikan ruang bagi peranserta masyarakat pemanfaat sumberdaya tidak mampu melindungi ekosistem danau dari kerusakan ekologi. Ketidakadilan distribusi peran dalam pemanfaatan sumberdaya alam telah mengakibatkan munculnya konflik kepentingan. Konflik internal terjadi akibat adanya ketidakharmonisan hubungan antar stakeholders dalam kegiatan pemanfaatan sumberdaya. Dalam hal ini, tidak ada kerangka hukum dan peraturan yang secara tegas dapat dipakai untuk menyelesaikan berbagai konflik yang terjadi dalam pemanfaatan sumberdaya Danau Rawa Pening. Ekosistem Danau Rawa Pening merupakan penyangga kehidupan dan penyedia langsung mata pencaharian masyarakat sekitarnya. Terdapat keterkaitan antara aktivitas masyarakat terhadap kondisi ekosistem Danau Rawa Pening. Identifikasi permasalahan dalam pengelolaan Danau Rawa Pening mengacu penilaian biodiversity pada kerangka Drivers-Pressures-States-Impacts-Responses (DPSIR) yang dikembangkan Bin et al. (2009) diacu dalam Sulistiawati (2011) seperti disajikan pada Gambar 1. Menurut Bowen dan Riley (2003), model DPSIR
6 bertujuan mengidentifikasi aspek-aspek atau parameter-parameter kunci pada suatu sistem dan memantau tingkat keberlanjutan dari pengelolaan. 6 Faktor Penggerak/ Drivers (D) Tekanan Lingkungan/ Environmental Pressures (P) Perubahan Kondisi Lingkungan/ Environmental States Changes (S) Dampak/ Impacts (I) Petumbuhan populasi penduduk, kepentingan ekonomi (permintaan sumberdaya, kegiatan perikanan) Eksploitasi sumberdaya, degradasi lahan di sekitar danau, sedimentasi, ekspansi Eceng Gondok Kerusakan ekosistem danau dan potensi sumberdaya Krisis perikanan, produktivitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat menurun, dan konflik kepentingan Pengurangan Responses (R) Kebutuhan Pengurangan Pengurangan Peningkatan Respon ekologi, ekonomi, dan sosial Gambar 1 Identifikasi permasalahan dalam pengelolaan Danau Rawa Pening dengan kerangka DPSIR (Sulistiawati 2011) Kondisi ekosistem Danau Rawa Pening dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan populasi penduduk dan aktivitas masyarakat ekonomi seperti pemanfaatan sumberdaya dan kegiatan perikanan. Hal ini mengakibatkan tekanan terhadap ekosistem danau berupa eksploitasi sumberdaya, degradasi lahan di sekitar danau, sedimentasi dan penyuburan yang mengakibatkan kerusakan ekosistem danau dan kerusakan potensi sumberdaya danau. Sebagai dampaknya adalah terjadinya krisis sumberdaya perikanan, menurunnya tingkat produktivitas ekonomi dan tingkat kesejahteraan masyarakat, serta terjadinya konflik kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya. Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah dengan kerangka DPSIR, maka dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana tingkat kebergantungan masyarakat terhadap sumberdaya Danau Rawa Pening? 2. Bagaimana tingkat gangguan eksternal yang dapat mempengaruhi ekosistem dan masyarakat sekitar Danau Rawa Pening?
7 7 3. Bagaimana masyarakat sekitar Danau Rawa Pening dapat menyerap gangguan-gangguan yang bersifat eksternal? 4. Bagaimana merancang model pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening yang mampu memperbaiki sistem pengelolaan sumberdaya dengan mengintegrasikan seluruh stakeholders? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi tingkat kebergantungan masyarakat terhadap sumberdaya Danau Rawa Pening. 2. Menganalisis tingkat kerentanan masyarakat sekitar Danau Rawa Pening. 3. Menganalisis tingkat resiliensi masyarakat sekitar Danau Rawa Pening. 4. Merumuskan model dan kebijakan strategis pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening. 1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat untuk: 1. Menghasilkan informasi ilmiah sebagai dasar dalam pembuatan kebijakan pengelolaan danau dengan mempertimbangkan tingkat kebergantungan masyarakat terhadap sumberdaya danau, kerentanan masyarakat, dan resiliensi masyarakat dalam menyerap perubahan dan gangguan-gangguan yang bersifat eksternal. 2. Bahan pertimbangan dalam perbaikan sistem pengelolaan sumberdaya danau dengan mengintegrasikan pengakuan hak dan kemitraan dari seluruh stakeholders yang terlibat. 1.5 Kebaruan Penelitian Konsep pengelolaan kolaboratif telah banyak diterapkan dalam pengelolaan sumberdaya alam, terutama dalam pengelolaan sumberdaya perikanan dan hutan. Konsep yang mengintegrasikan antara masyarakat dan ekosistem danau belum dipertimbangkan dalam pengelolaan danau. Adanya pola interaksi antara masyarakat dan ekosistem danau akan mempermudah kontrol terhadap kerusakan ekosistem danau.
8 8 Kebaruan penelitian ini apabila dibandingkan dengan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan adalah: 1. Strategi pengelolaan dengan mempertimbangkan tingkat kebergantungan masyarakat, kerentanan masyarakat, dan resiliensi masyarakat sekitar danau. 2. Model pengelolaan yang mengintegrasikan masyarakat dan danau dengan lebih memfokuskan pada masyarakat serta adanya inisiasi kemitraan antara pemerintah dan masyarakat pemanfaat sumberdaya.
V KEBERGANTUNGAN DAN KERENTANAN MASYARAKAT TERHADAP SUMBERDAYA DANAU
V KEBERGANTUNGAN DAN KERENTANAN MASYARAKAT TERHADAP SUMBERDAYA DANAU 70 5.1 Kebergantungan Masyarakat terhadap Danau Rawa Pening Danau Rawa Pening memiliki peran penting dalam menciptakan keseimbangan
Lebih terperinciMODEL PENGELOLAAN KOLABORATIF PERAIRAN UMUM DARATAN DI DANAU RAWA PENING PROVINSI JAWA TENGAH PARTOMO
i MODEL PENGELOLAAN KOLABORATIF PERAIRAN UMUM DARATAN DI DANAU RAWA PENING PROVINSI JAWA TENGAH PARTOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER
Lebih terperinciMANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE
MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE (Environmental Study of University of Pattimura) Memiliki 1.340 pulau Pulau kecil sebanyak 1.336 pulau Pulau besar (P. Seram,
Lebih terperinciKETERGANTUNGAN DAN KERENTANAN MASYARAKAT TERHADAP SUMBERDAYA DANAU: KASUS DANAU RAWA PENING
Media Konservasi Vol. 16, No. 3 Desember 2011 : 114 121 KETERGANTUNGAN DAN KERENTANAN MASYARAKAT TERHADAP SUMBERDAYA DANAU: KASUS DANAU RAWA PENING (Dependency and Vulnerability of Community on Lake Resources:
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Depok merupakan salah satu daerah penyangga DKI Jakarta dan menerima cukup banyak pengaruh dari aktivitas ibukota. Aktivitas pembangunan ibukota tidak lain memberikan
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laju pertambahan penduduk yang tinggi banyak terjadi di negara berkembang seperti Indonesia, telah menghabiskan surplus sumberdaya alam yang diperuntukkan bagi pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang diperlukan oleh makhluk hidup baik itu manusia, hewan maupun tumbuhan sebagai penunjang kebutuhan dasar. Oleh karena itu, keberadaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalamnya, tergenang secara terus menerus atau musiman, terbentuk secara alami
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yang terkandung di dalamnya, tergenang secara terus menerus atau musiman, terbentuk secara alami di lahan yang relatif
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang garis pantai Indonesia mencapai 104.000 km dengan jumlah
Lebih terperinciVI KEBIJAKAN PENGELOLAAN KOLABORATIF DI DANAU RAWA PENING
86 VI KEBIJAKAN PENGELOLAAN KOLABORATIF DI DANAU RAWA PENING 6.1 Identifikasi Stakeholders dalam Pengelolaan Danau Rawa Pening Secara umum, stakeholders kunci yang terlibat dalam pengelolaan Danau Rawa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Danau merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan tawar, dan berfungsi sebagai penampung dan menyimpan air yang berasal dari air sungai, mata air maupun air hujan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran merupakan dampak negatif dari kegiatan pembangunan yang dilakukan selama ini. Pembangunan dilakukan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak potensi wisata yang unik, beragam dan tersebar di berbagai daerah. Potensi wisata tersebut banyak yang belum dimanfaatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam, terutama vegetasi, tanah dan air berada dan tersimpan, serta tempat hidup manusia dalam memanfaatkan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir dan laut merupakan daerah dengan karateristik khas dan bersifat dinamis dimana terjadi interaksi baik secara fisik, ekologi, sosial dan ekonomi, sehingga
Lebih terperinciPENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, termasuk hutan tanaman, bukan hanya sekumpulan individu pohon, namun merupakan suatu komunitas (masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang kompleks yang terdiri dari pohon,
Lebih terperinciBUDIDAYA IKAN DI WADUK DENGAN SISTEM KERAMBA JARING APUNG (KJA) YANG BERKELANJUTAN
BUDIDAYA IKAN DI WADUK DENGAN SISTEM KERAMBA JARING APUNG (KJA) YANG BERKELANJUTAN I. PENDAHULUAN Saat ini budidaya ikan di waduk dengan menggunakan KJA memiliki prospek yang bagus untuk peningkatan produksi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki lebih dari 500 danau dengan luas keseluruhan lebih dari 5.000 km 2 atau sekitar 0,25% dari luas daratan Indonesia (Davies et al.,1995), namun status
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. budidaya, masyarakat sekitar danau sering melakukan budidaya perikanan jala
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perairan danau merupakan salah satu bentuk ekosistem air tawar yang ada di permukaan bumi. Secara umum, danau merupakan perairan umum daratan yang memiliki fungsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan sosial (social development); pembangunan yang berwawasan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terkenal dengan potensi sumber daya alamnya yang melimpah. Namun, sering ditemukan pemanfaatan sumber daya alam oleh pelaku pembangunan yang hanya berorientasi
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan garis pantai sepanjang 81.290 km dan luas laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 5,8 juta km 2 (Dahuri et al. 2002).
Lebih terperinci*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan luas 49 307,19 km 2 memiliki potensi sumberdaya hayati laut yang tinggi. Luas laut 29 159,04 Km 2, sedangkan luas daratan meliputi
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan
Lebih terperinci2017, No Pengolahan Air Limbah Usaha Skala Kecil Bidang Sanitasi dan Perlindungan Daerah Hulu Sumber Air Irigasi Bidang Irigasi; Mengingat : 1.
No.247, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Penggunaan DAK. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah Usaha Skala Kecil Bidang Sanitasi dan Perlindungan Daerah Hulu Sumber Air Irigasi bidang
Lebih terperinciGERAKAN PENYELAMATAN DANAU (GERMADAN) DANAU RAWAPENING
GERAKAN PENYELAMATAN DANAU (GERMADAN) DANAU RAWAPENING KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2011 TIM PENYUSUNAN GERAKAN PENYELAMATAN DANAU (GERMADAN) DANAU RAWAPENING 1. Pengarah : - Ketua Komisi VII DRP RI (
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam hayati, sumberdaya alam non hayati dan sumberdaya buatan, merupakan salah satu aset pembangunan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Secara keseluruhan daerah Lampung memiliki luas daratan ,80 km², kota
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Secara keseluruhan daerah Lampung memiliki luas daratan 34.623,80 km², kota Bandar Lampung merupakan Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung yang memiliki
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelestarian lingkungan dekade ini sudah sangat terancam, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate change) yang
Lebih terperinciPENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan
PENDAHULUAN Latar Belakang Aktivitas kehidupan manusia yang sangat tinggi telah menimbulkan banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan pembangunan, terutama di sektor industri
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan sebagai modal dasar pembangunan perlu dipertahankan keberadaannya dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Luas kawasan hutan
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki 18 306 pulau dengan garis pantai sepanjang 106 000 km (Sulistiyo 2002). Ini merupakan kawasan pesisir terpanjang kedua
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa yang tidak terhingga nilainya bagi seluruh umat manusia. Sebagai anugerah, hutan mempunyai nilai filosofi yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terdapat di Asia Tenggara. Indonesia dikenal sebagai negara dengan hutan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mangrove tersebar di wilayah tropis sampai sub tropis dan sebagian besar terdapat di Asia Tenggara. Indonesia dikenal sebagai negara dengan hutan mangrove terluas di
Lebih terperinciStrategi Pengembangan Daya Tarik Wisata dan Pemberdayaan Masyarakat disekitar 15 Danau Prioritas
Strategi Pengembangan Daya Tarik Wisata dan Pemberdayaan Masyarakat disekitar 15 Danau Prioritas Di presentasikan pada : Konferensi Nasional Danau Indonesia (KNDI) II MINISTRY OF CULTURE AND TOURISM REPUBLIC
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terjadinya bencana banjir, longsor dan kekeringan yang mendera Indonesia selama ini mengindikasikan telah terjadi kerusakan lingkungan, terutama penurunan daya dukung
Lebih terperinciPENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi
PENDAHULUAN Latar Belakang Meningkatnya harga udang windu di pasaran mendorong pembukaan lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi untuk pertambakan adalah hutan mangrove.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau
I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 3,2 juta ha (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera,
Lebih terperinciBAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP
BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP A. UMUM Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan di dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN 2011-2030 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. rumah tangga dapat mempengaruhi kualitas air karena dapat menghasilkan. Rawa adalah sebutan untuk semua daerah yang tergenang air, yang
16 PENDAHULUAN Latar Belakang Rawa sebagai salah satu habitat air tawar yang memiliki fungsi yang sangat penting diantaranya sebagai pemancingan, peternakan, dan pertanian. Melihat fungsi dan peranan rawa
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PERMEN-KP/2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN PERIKANAN DI BIDANG PENANGKAPAN IKAN UNTUK PERAIRAN DARAT DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa
III. METODE PENELITIAN 3.1. Metode Pendekatan Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa meningkatnya persepsi masyarakat yang melihat adanya hubungan tidak searah antara keberhasilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, salah satu pengelompokan hutan berdasarkan fungsinya adalah hutan konservasi. Hutan konservasi merupakan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sumberdaya terbarukan yang memiliki fungsi ekologis, sosial-ekonomis, dan budaya yang sangat penting terutama bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir bukan merupakan pemisah antara perairan lautan dengan daratan, melainkan tempat bertemunya daratan dan perairan lautan, dimana didarat masih dipengaruhi oleh
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
18 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai modal pembanguan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi,
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Data yang Dikumpulkan
25 METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Situ Sawangan-Bojongsari, Kecamatan Sawangan dan Kecamatan Bojongsari, Kota Depok, Jawa Barat. Waktu penelitian adalah 5
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup dan faktor-faktor alam yang satu dengan yang lainnya. Kabupaten Simalungun memiliki 4 daerah kecamatan yang wilayahnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sumber daya alam merupakan bagian tak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan
Lebih terperinciKRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010
KRITERIA KAWASAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 PENETAPAN FUNGSI KAWASAN Tiga kriteria konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas: Kekhasan Perlindungan, Pengawetan & Pemanfaatan Keterancaman
Lebih terperinciBAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN
BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi Misi SKPD Lingkungan yang baik sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia. Ketersediaan sumber daya alam secara kuantitas
Lebih terperinciPENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah
Lebih terperinciSpesies yang diperoleh pada saat penelitian
PEMBAHASAN Spesies yang diperoleh pada saat penelitian Dari hasil identifikasi sampel yang diperoleh pada saat penelitian, ditemukan tiga spesies dari genus Macrobrachium yaitu M. lanchesteri, M. pilimanus
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah karunia alam yang memiliki potensi dan fungsi untuk menjaga keseimbangan lingkungan. Potensi dan fungsi tersebut mengandung manfaat bagi populasi manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertambangan batubara menjadi salah satu gangguan antropogenik terhadap ekosistem hutan tropis yang dapat berakibat terhadap degradasi dan kerusakan lahan secara drastis.
Lebih terperinciPenanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM
Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM DAS Bengawan Solo merupakan salah satu DAS yang memiliki posisi penting di Pulau Jawa serta sumber daya alam bagi kegiatan sosial-ekonomi
Lebih terperinciPENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM
PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL SUKANDAR, IR, MP, IPM (081334773989/cak.kdr@gmail.com) Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Sebagai DaerahPeralihan antara Daratan dan Laut 12 mil laut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Gorontalo sebagian besar wilayahnya berbentuk dataran, perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian 0 2000 M di atas permukaan laut. Luas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya perikanan di Kabupaten Gorontalo Utara meliputi perikanan tangkap dan perikanan budidaya.
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya perikanan di Kabupaten Gorontalo Utara meliputi perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Salah satu potensi sumberdaya perikanan yang belum banyak dimanfaatkan
Lebih terperinciBAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI
BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.791 km (Supriharyono, 2007) mempunyai keragaman
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.33/Menlhk/Setjen/Kum.1/3/2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN AKSI ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciIV KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
52 IV KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Fisik Danau Rawa Pening Danau Rawa Pening secara astronomis terletak pada koordinat 7 4' 7 30' Lintang Selatan dan 110 24'46" 110 49'06" Bujur Timur, serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebutuhan ini berasal dari kemampuan secara mandiri maupun dari luar. mempunyai tingkat kesejahteraan yang lebih baik.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesejahteraan adalah mengukur kualitas hidup, yang merefleksikan aspek ekonomi, sosial dan psikologis. Dalam aspek ekonomi, maka kemampuan untuk mencukupi kebutuhan
Lebih terperinciGUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU
1 GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 04 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DI PROVINSI GORONTALO
PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 04 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DI PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang
Lebih terperinciKAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R
KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R Oleh : Andreas Untung Diananto L 2D 099 399 JURUSAN PERENCANAAN
Lebih terperinciLESTARI BRIEF KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN USAID LESTARI PENGANTAR. Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri
LESTARI BRIEF LESTARI Brief No. 01 I 11 April 2016 USAID LESTARI KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri PENGANTAR Bagi ilmuwan, kebakaran
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123 TAHUN 2001 TENTANG TIM KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 123 TAHUN 2001 TENTANG TIM KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sumberdaya air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan dan penghidupan manusia
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan hasil kajian Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2001 mengenai perubahan iklim, yaitu perubahan nilai dari unsur-unsur iklim dunia sejak tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat yang masih memiliki nilai-nilai dan kultur tradisional. Sejak jaman dahulu, mereka tidak hanya
Lebih terperinciDefinisi dan Batasan Wilayah Pesisir
Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Daerah peralihan (interface area) antara ekosistem daratan dan laut. Batas ke arah darat: Ekologis: kawasan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Pesatnya pertambahan penduduk menyebabkan meningkatnya berbagai aktivitas sosial ekonomi masyarakat, pembangunan fasilitas kota seperti pusat bisnis, komersial dan industri,
Lebih terperinciPENGELOLAAN DANAU BERBASIS CO-MANAGEMENT: KASUS RAWA PENING Lake Management Based on Co-management: Case of Rawa Pening
PENGELOLAAN DANAU BERBASIS CO-MANAGEMENT: KASUS RAWA PENING Lake Management Based on Co-management: Case of Rawa Pening Partomo 1, Sjafri Mangkuprawira 2, Aida Vitayala S. Hubeis 3, Luky Adrianto 4 1)
Lebih terperinci2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (Lembaran Negara Republik Indonesia T
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.521, 2016 KEMEN-LHK. Perubahan Iklim. Penyusunan. Pedoman. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.33/Menlhk/Setjen/Kum.1/3/2016
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu dari luar sistem perairannya sehingga dapat dinetralkan atau distabilkan kembali dalam jangka waktu
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sub-sektor perikanan tangkap merupakan bagian integral dari pembangunan kelautan dan perikanan yang bertujuan untuk : (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Tahura Wan Abdul Rachman di Propinsi Lampung adalah salah satu kawasan yang amat vital sebagai penyangga kehidupan ekonomi, sosial dan ekologis bagi masyarakat
Lebih terperinci5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir
BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam 10 tahun terakhir, jumlah kebutuhan ikan di pasar dunia semakin meningkat, untuk konsumsi dibutuhkan 119,6 juta ton/tahun. Jumlah tersebut hanya sekitar 40 %
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. substitusinya sebagaimana bahan bakar minyak. Selain itu, kekhawatiran global
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Populasi manusia yang meningkat mengakibatkan peningkatan kebutuhan manusia yang tidak terbatas namun kondisi sumberdaya alam terbatas. Berdasarkan hal tersebut, ketidakseimbangan
Lebih terperinci