Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK) PEMBENIHAN IKAN PATIN

dokumen-dokumen yang mirip
I PENDAHULUAN Latar Belakang

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan 5.2. Struktur Organisasi

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock)

Panduan Singkat Teknik Pembenihan Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) Disusun oleh: ADE SUNARMA

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi benih ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas benih sebar

Produksi ikan patin pasupati (Pangasius sp.) kelas pembesaran di kolam

DRAFT REKOMENDASI KEBIJAKAN

USAHA PEMBENIHAN IKAN (salah satu faktor penentu di dalam usaha budidaya ikan)

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas benih sebar

BOKS : PENGEMBANGAN SUB SEKTOR PERIKANAN BUDIDAYA AIR TAWAR DI KAWASAN MINAPOLITAN KABUPATEN KAMPAR, PROVINSI RIAU

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

PROSIDING ISSN: E-ISSN:

1. PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang

PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DALAM KONSEP MINAPOLITAN

IV. METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi benih ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas benih sebar

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki potensi besar dalam

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock)

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus)

1. PENDAHULUAN. sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

BOKS 2 PENELITIAN POLA PEMBIAYAAN (LENDING MODEL) USAHA MIKRO KECIL INDUSTRI KECIL BATU BATA DI SULAWESI TENGGARA

I. PENDAHULUAN. karet dunia dengan mengungguli hasil dari negara-negara lain dan negara asal

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai kontribusi penting terhadap perekonomian Indonesia hal ini bisa dilihat dari besarnya

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan.

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas benih sebar

Ikan patin jambal (Pangasius djambal) Bagian 5: Produksi kelas pembesaran di kolam

Manajemen Pemasaran Produk Perikanan (Benih Ikan dan Ikan Konsumsi) TIM PPM Universitas Negeri Yogyakarta

PENDEDERAN IKAN PATIN DI KOLAM OUTDOOR UNTUK MENGHASILKAN BENIH SIAP TEBAR DI WADUK MALAHAYU, BREBES, JAWA TENGAH

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

No Keterangan Jumlah Satuan

Kisi-kisi Soal Uji Kompetensi Program studi Agribisnis Sumberdaya Perairan. Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Essensial

Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan

STUDI KELAYAKAN USAHA PEMBESARAN IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) PENDAHULUAN

AQUACULTURE POND BOTTOM SOIL QUALITY MANAGEMENT

Lampiran 1. Pola Tanam Pengusahaan Pembenihan Ikan Lele Phyton Pada Usaha Gudang Lele. Periode 1 Periode 2 Periode 3. Periode 4.

Pematangan Gonad di kolam tanah

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas benih sebar

VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Pembesaran Lele Sangkuriang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas perairan yang di dalamnya terdapat beraneka kekayaan laut yang

Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER

TUGAS KARYA ILMIAH TENTANG PELUANG BISNIS DAN BUDIDAYA IKAN PATIN

I. PENDAHULUAN. Jumlah (Unit) Perkembangan Skala Usaha. Tahun 2009*) 5 Usaha Besar (UB) ,43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Balai Benih Ikan Inovatif ( BBII ) merupakan unit pelaksanaan teknis daerah

Ikan lele dumbo (Clarias sp.) Bagian 3 : Produksi induk

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1

PEMBENIHAN KAKAP PUTIH (Lates Calcarifer)

Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK) PEMBENIHAN IKAN LELE

NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M ( ) R

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

VII. IMPLEMENTASI MODEL

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas

LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN MAS : IMADUDIN ATHIF N.I.M :

I. PENDAHULUAN * 2009 ** Kenaikan ratarata(%)

VI. ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL

INDUSTRI KERUPUK UDANG

Potensi pengembangan budi daya ikan nila skala industri di Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013

BUDIDAYA IKAN LELE DI KOLAM TERPAL

I. PENDAHULUAN. dan peranan penting bagi perekonomian Indonesia. Pembangunan perikanan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah

III. METODE PENELITIAN. Tulang Bawang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juli

IV METODOLOGI PENELITIAN

I PENDAHULUAN. terhadap PDB Indonesia membuat sektor perikanan dijadikan penggerak utama (prime mover)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

Bisnis Budidaya Ikan Bawal

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan. air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka memenuhi kebutuhan gizi manusia. Perikanan budidaya dinilai

ANALISIS TATANIAGA IKAN PATIN DI TINGKAT PEDAGANG BESAR PENERIMA

BUDIDAYA IKAN LELE DUMBO PELUANG BISNIS YANG MENJANJIKAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock)

I. PENDAHULUAN. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep.32/Men/2010 Tentang Penetapan Kawasan Minapolitan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

Produksi ikan nila (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas pembesaran di kolam air tenang

Transkripsi:

Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK) PEMBENIHAN IKAN PATIN

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) PEMBENIHAN IKAN PATIN

KATA PENGANTAR Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional memiliki peran yang penting dan strategis. Namun demikian, UMKM masih memiliki kendala, baik untuk mendapatkan pembiayaan maupun untuk mengembangkan usahanya. Dari sisi pembiayaan, masih banyak pelaku UMKM yang mengalami kesulitan untuk mendapatkan akses kredit dari bank, baik karena kendala teknis, misalnya tidak mempunyai/tidak cukup agunan, maupun kendala non teknis, misalnya keterbatasan akses informasi ke perbankan. Dari sisi pengembangan usaha, pelaku UMKM masih memiliki keterbatasan informasi mengenai pola pembiayaan untuk komoditas tertentu. Di sisi lain, ternyata perbankan juga membutuhkan informasi tentang komoditas yang potensial untuk dibiayai. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam rangka menyediakan rujukan bagi perbankan untuk meningkatkan pembiayaan terhadap UMKM serta menyediakan informasi dan pengetahuan bagi UMKM yang bermaksud mengembangkan usahanya, maka menjadi kebutuhan untuk penyediaan informasi pola pembiayaan untuk komoditi potensial tersebut dalam bentuk model/pola pembiayaan komoditas (Lending Model). Sampai saat ini, Bank Indonesia telah menghasilkan 112 judul buku pola pembiayaan komoditi pertanian, industri dan perdagangan dengan sistem pembiayaan konvensional dan 30 judul dengan sistem syariah. Dalam upaya menyebarluaskan lending model tersebut kepada masyarakat maka buku pola pembiayaan ini telah dimasukkan dalam website Sistem Informasi Terpadu Pengembangan UKM (SI-PUK) yang terintegrasi dalam Data dan Informasi Bisnis Indonesia (DIBI) dan dapat diakses melalui internet di alamat www.bi.go.id. Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah bersedia membantu dan bekerjasama serta memberikan masukan selama penyusunan buku lending model. Bagi pembaca yang ingin memberikan kritik, saran dan masukan bagi kesempurnaan buku ini atau ingin mengajukan pertanyaan terkait dengan buku ini dapat menghubungi: i

Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Biro Pengembangan BPR dan UMKM Tim Penelitian dan Pengembangan Perkreditan dan UMKM Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta Pusat Telp. (021) 381.8922 atau 381.7794 Fax. (021) 351.8951 Besar Harapan kami bahwa buku ini dapat melengkapi informasi tentang pola pembiayaan komoditi potensial bagi perbankan dan sekaligus memperluas replikasi pembiayaan terhadap UMKM pada komoditi tersebut. Jakarta, November 2010 ii POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)

RINGKASAN POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL USAHA PEMBENIHAN IKAN LELE No UNSUR PEMBINAAN URAIAN 1 Jenis usaha Usaha Pembenihan Ikan Patin 2 Lokasi usaha Kecamatan XIII Koto Kampar, Bangkinang dan Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau 3 Dana yang digunakan Investasi = Rp. 147.010.000 Modal Kerja = Rp. 44.208.000 Total = Rp. 191.219.000 4 Sumber dana a. Kredit (40%) b. Modal Sendiri (60%) Rp. 94.170.400 Rp. 141.255.600 Suku Bunga per tahun = 14% Jangka Waktu Kredit = 3 tahun 5 Periode pembayaran kredit Pengusaha melakukan angsuran pokok dan angsuran bunga setiap bulan selama jangka waktu kredit 6 Kelayakan usaha A Periode proyek B Produk utama C Skala proyek D Teknologi E Pemasaran produk 7 Kriteria kelayakan usaha NPV IRR Net B/C Ratio Pay Back Period BEP rata-rata Penilaian 4 tahun Benih Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) Pendapatan per tahun : Rp. 149.600.000 Pemijahan buatan dan Pendederan Pembudidaya/pembesaran ikan patin di lokal kabupaten dan luar kabupaten dalam provinsi, pedagang pengumpul untuk pasar antar kabupaten Rp. 54.092.039 28,94% 1,37 3,2 tahun Rupiah = Rp. 32.351.554 Benih Ikan Patin = 190.303 ekor Layak dilaksanakan iii

No UNSUR PEMBINAAN URAIAN 8 Analisis sensitivitas (1) Kenaikan Biaya variabel 46% Analisis Profitabilitas : NPV Rp. 39.164 IRR 14,11% Net B/C Ratio 1,00 Pay Back Period 47,9 bulan (<4 tahun) Penilaian Layak (2) Kenaikan Biaya variabel 47% Analisis Profitabilitas : NPV (-) Rp. 786.422 IRR 13,78% Net B/C Ratio 0,99 Pay Back Period > 4 tahun Penilaian Tidak Layak (3) Penurunan Pendapatan 12% Analisis Profitabilitas : NPV Rp. 2.254.075 IRR 14,63% Net B/C Ratio 1,02 Pay Back Period 47,6 bulan (< 4 tahun) Penilaian Layak (4) Penurunan Pendapatan 13% Analisis Profitabilitas : NPV (-) Rp. 2.104.838 IRR 13,41% Net B/C Ratio 0,99 Pay Back Period >4 tahun Penilaian Tidak Layak iv POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)

No UNSUR PEMBINAAN URAIAN (5) Kombinasi Kenaikan Biaya Variabel 9% dan Penurunan Pendapatan 9% Analisis Profitabilitas : NPV Rp. 4.732.363 IRR 15,32% Net B/C Ratio 1,03 Pay Back Period 47,1 bulan (<4 tahun) Penilaian Layak (6) Kombinasi Kenaikan Biaya Variabel 10% dan Penurunan Pendapatan 10% Analisis Profitabilitas : NPV (-) Rp. 804.157 IRR 13,77% Net B/C Ratio 0,99 Pay Back Period >4 tahun Penilaian Tidak Layak v

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... RINGKASAN... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR FOTO... DAFTAR TABEL... Hal i iii vii ix ix x BAB I PENDAHULUAN... 1 BAB II PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN 2.1 Profil Pengusaha... 9 2.2 Profil Usaha... 10 2.3 Pola Pembiayaan... 12 BAB III ASPEK PASAR DAN PEMASARAN 3.1 Aspek Pasar... 15 3.1.1 Permintaan... 15 3.1.2 Penawaran... 16 3.1.3 Analisis Persaingan dan Peluang Pasar... 17 3.2 Aspek Pemasaran... 18 3.2.1 Harga... 18 3.2.2 Jalur Pemasaran... 19 3.2.3 Kendala Pemasaran... 20 BAB IV ASPEK TEKNIS PRODUKSI 4.1 Lokasi Usaha... 21 4.2 Fasilitas Produksi dan Peralatan... 24 4.3 Bahan Baku... 36 vii

4.4 Tenaga Kerja... 36 4.5. Teknologi... 37 4.6 Proses Produksi... 38 4.7 Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi... 50 4.8 Produksi Optimum... 52 4.9 Kendala Produksi... 52 BAB V ASPEK KEUANGAN 5.1 Pemilihan Pola Usaha... 55 5.2 Asumsi dan Parameter untuk Analisis Keuangan... 58 5.3 Komposisi dan Struktur Biaya Investasi dan Biaya Operasional... 61 5.3.1 Biaya Investasi... 61 5.3.2 Biaya Operasional... 63 5.4 Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja... 65 5.5 Produksi dan Pendapatan... 67 5.6 Proyeksi Laba Rugi Usaha dan Break Even Point... 67 5.7 Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Usaha... 69 5.8 Analisis Sensitivitas... 70 BAB VI ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN DAMPAK LINGKUNGAN 6.1 Aspek Ekonomi dan Sosial... 75 6.2 Aspek Dampak Lingkungan... 75 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan... 77 7.2 Saran... 79 DAFTAR PUSTAKA... 81 DAFTAR ISTILAH... 83 DAFTAR LAMPIRAN... 91 viii POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)

DAFTAR GAMBAR Gambar Hal 1.1 Produksi Patin Indonesia dari Tahun 2004-2006 (Sumber: DKP, 2007)... 2 3.1 Jalur Pemasaran Benih Patin... 19 4.1 Bagan Alir Proses Produksi Benih Ikan Patin... 51 DAFTAR FOTO Foto Hal 4.1 Model Kolam Pemeliharan Induk... 30 4.2 Model Kolam/Bak Pengolahan Air... 31 4.3 Model Wadah Pemberokan Induk... 31 4.4 Model Bangsal (Panti Benih)... 32 4.5 Model Bak Penetasan dan Pemeliharaan Larva... 33 4.6 Model Wadah Penetasan Artemia... 33 4.7 Sarana dan Peralatan Pembenihan Patin... 35 4.8 Induk Patin Hasil Seleksi dan Ovaprim... 37 4.9 Ciri-ciri Induk Patin yang Matang Gonad... 40 4.10 Proses Pemijahan Ikan Patin... 42 4.11 Alat Bantu dan Proses Penetasan Telur... 43 4.12 Corong Penetasan Telur... 43 ix

DAFTAR TABEL Tabel Hal 1.1 Produksi Budidaya Perikanan Berdasarkan Jenis Ikan di Kabupaten Kampar Tahun 2008-2009... 5 1.2 Produksi UPR/UKR Berdasarkan Jenis Ikan di Kabupaten Kampar Tahun 2008 dan 2009... 6 1.3 Produksi BBI Berdasarkan Jenis Ikan di Kabupaten Kampar Tahun 2008 dan 2009... 7 3.1 Perkembangan Harga Benih Patin Siam... 18 4.1 Kisaran Kualitas Air untuk Pembenihan Patin Siam... 22 4.2 Fasilitas Produksi dan Peralatan dalam Pembenihan Patin... 24 4.3 Komposisi Pakan Buatan untuk Indukan Patin... 39 4.4 Jenis Pakan Berdasarkan Umur dalam Pemeliharaan Benih Patin Siam... 44 5.1 Asumsi untuk Analisis Keuangan... 59 5.2 Komposisi Biaya Investasi... 61 5.3 Komposisi Biaya Operasional... 63 5.4 Komponen dan Struktur Biaya... 66 5.5 Perhitungan Angsuran Kredit... 66 5.6 Proyeksi Produksi dan Pendapatan... 67 5.7 Proyeksi Pendapatan dan Laba Rugi Usaha... 68 5.8 Rata-rata Laba Rugi dan BEP Usaha... 69 5.9 Kelayakan Usaha Pembenihan Ikan Patin... 70 5.10 Analisis Sensitivitas Biaya Variabel Naik... 71 5.11 Analisis Sensitivitas Pendapatan Turun... 72 5.12 Analisis Sensitivitas Kombinasi... 73 x POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)

BAB I PENDAHULUAN Ikan patin (Pangasius spp.) merupakan salah satu komoditi perikanan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Permintaan lokal dan ekspor ikan patin semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan karena daging ikan patin memiliki kandungan kalori dan protein yang cukup tinggi, rasa dagingnya khas, enak, lezat, dan gurih. Ikan ini dinilai lebih aman untuk kesehatan karena kadar kolesterolnya rendah dibandingkan dengan daging ternak. Keunggulan ini menjadikan patin sebagai salah satu primadona perikanan tawar. Ikan patin adalah ikan perairan tawar yang termasuk ke dalam famili pangasidae dengan nama umum adalah catfish. Populasi di alam ditemukan di sungai-sungai besar di daerah Sumatera, Kalimantan, dan sebagian di Jawa. Di daerah penyebarannya tersebut di Indonesia, terdapat sekitar 14 jenis ikan patin, termasuk ikan patin siam (Slembrouck et al., 2005). Selain di Indonesia, ikan patin juga banyak ditemukan di kawasan Asia seperti di Vietnam, Thailand, dan China. Diantara beberapa jenis patin tersebut, yang telah berhasil dibudidayakan, baik dalam pembenihan maupun pembesaran dalam skala usaha mikro, kecil, dan menengah adalah 2 spesies, yakni ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus; nama latin sebelumnya adalah P. sutchi) dan patin jambal (Pangasius djambal). Patin siam mulai berhasil dipijahkan di Indonesia pada tahun 1981, sedangkan patin jambal pada tahun 1997. Di samping itu terdapat patin hasil persilangan (hibrida) antara patin siam betina dengan patin jambal jantan, yang dilakukan oleh Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar (LRPTBPAT) dan dikenal dengan patin pasupati (Pangasius sp.). Ketiga jenis ikan patin tersebut mempunyai beberapa kelebihan dan kendala tersendiri dalam budidaya, baik dari kegiatan pembenihan maupun pembesaran. Kendala yang relatif besar dihadapi dalam pembenihan ikan adalah terhadap ikan patin jambal. 1

PENDAHULUAN Sebagai salah satu primadona perikanan air tawar, masyarakat mulai melakukan budidaya pembesaran patin, karena produksinya dari alam semakin menurun. Perkembangan pembesaran patin di beberapa wilayah di Indonesia mulai meningkat pada tahun 1990an. Meskipun demikian, pada dekade tersebut pembenihan ikan patin masih terkonsentrasi di daerah Jawa Barat, khususnya Sukabumi dan Bogor. Perkembangan yang pesat untuk kegiatan pembenihan ikan patin dimulai tahun 2000an. Wilayah produsen ikan patin di Indonesia meliputi Sumatera (terutama Provinsi Riau, Jambi, Lampung, dan Sumatera Selatan), seluruh wilayah provinsi di Kalimantan, dan Jawa (terutama Provinsi Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta). Produksi ikan patin dari wilayah tersebut dari tahun 2004-2006 disajikan pada Gambar 1.1. Produksi yang demikian berasal dari budidaya di kolam dan karamba. Volume produksi yang tinggi di beberapa wilayah tersebut, tentu seiring dengan kebutuhan benih, baik yang berasal dalam wilayah provinsi sendiri maupun dari luar provinsi. 14 12 10 Produksi (Ton) 8 6 4 2 0 2004 2005 2006 Riau Jambi Lampung Lainnya DKI Banten Jabar Lainnya Kalsel Kalteng Kaltim Kalbar Sumatera Jawa Kalimantan Provinsi Gambar 1.1. Produksi Patin Indonesia dari Tahun 2004-2006 (Sumber: DKP, 2007) 2 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)

Pembenihan Ikan Patin Salah satu wilayah kegiatan produksi ikan air tawar di Indonesia pada umumnya dan ikan patin pada khususnya, yaitu Provinsi Riau. Hal ini yang menjadi salah satu pertimbangan bahwa penyusunan buku pola pembiayaan ini dilakukan berdasarkan hasil survei di wilayah tersebut. Disamping itu, beberapa wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Riau sudah ditetapkan sebagai Kawasan Minapolitan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan RI dengan Surat Keputusan Nomor Kep.32/MEN/2010, tertanggal 14 Mei 2010. Wilayah minapolitan Provinsi Riau meliputi Kabupaten Kampar, Rokan Hulu, Bengkalis, Kota Dumai, Kuantan Sengingi, dan Indragiri Hilir. Hal ini disebabkan karena pada umumnya wilayah kabupaten dan kota tersebut merupakan wilayah kegiatan budidaya ikan air tawar, kecuali Kabupaten Bengkalis yang merupakan wilayah kegiatan budidaya air tawar dan payau. Disamping itu kegiatan budidaya air tawar juga terdapat di Kota Pekanbaru dan Kabupaten Palalawan. Seiring dengan kondisi tersebut di atas, jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) budidaya, tenaga kerja, dan lahan budidaya juga relatif banyak di wilayah tersebut. Jumlah RTP dan tenaga kerja budidaya tawar pada tahun 2008 masingmasing mencapai 225 RTP dan 361 tenaga kerja. Jumlah RTP dan tenaga kerja tertinggi terdapat di Kabupaten Kampar, masing-masing mencapai 56% dan 63% dari total yang terdapat di Provinsi Riau. Selanjutnya luas lahan budidaya air tawar di Provinsi Riau pada tahun 2008 mencapai 143.569 m 2 dengan jumlah dan nilai produksi masing-masing 152.994 ton dan Rp 14 miliar. Produksi perikanan budidaya tawar Provinsi Riau sekitar 75% berasal dari Kabupaten Kampar. Meskipun demikian, luas area budidaya di Kabupaten Kampar hanya 3% atau menempati urutan ke lima di Provinsi Riau (DKP-Riau, 2009). Pembenihan merupakan salah satu bagian dari budidaya tawar selain pembesaran. Unit pembenihan ikan air tawar di Provinsi Riau terdiri dari Unit Pembenihan Rakyat (UPR) yang hampir 100% adalah milik perorangan serta Balai Benih Ikan (BBI). Luas fasilitas pembenihan (Bak, kolam induk, dan kolam pendederan) pada tahun 2008 mencapai 25.478 m2. Benih ikan air tawar yang diproduksi diantaranya adalah ikan lele, patin, nila, mas, gurame, baung, dan 3

PENDAHULUAN nilem. Produksi benih tertinggi adalah benih ikan lele, patin, dan nila yang pada umumnya berasal dari Kabupaten Kampar. Benih hasil produksi UPR dan BBI pada umumnya (±75%) dijual ke petani pembesar (DKP-Riau, 2009). Namun demikian kebutuhan benih ikan air tawar di Provinsi Riau masih sangat tinggi. Hal ini tampak bahwa volume penjualan benih lebih tinggi dari hasil produksinya. Dengan demikian terdapat benih yang berasal dari luar dan diperdagangkan di Provinsi Riau. Dengan perkembangan perikanan budidaya tawar yang pesat di Kabupaten Kampar sejak akhir tahun 1990an, maka Kabupaten Kampar (terutama wilayah Kecamatan XIII Koto Kampar dan Kecamatan Kampar) ditetapkan sebagai Kawasan Sentra Produksi (KSP) Budidaya Ikan di Provinsi Riau berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Provinsi Riau No. KPTS 99/II/2000, tertanggal 28 Februari 2000. Selanjutnya berdasarkan Keputusan Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) No. Kep.69/DJ-P2HP/2007 tertanggal 5 Juni 2007, Kabupaten Kampar merupakan Lokasi Pengembangan Sentra Pengolahan Hasil Perikanan, dengan komoditinya adalah nugget, kerupuk, dan selai ikan patin. Produksi ikan budidaya tawar di Kabupaten Kampar pada tahun 2009 adalah 23.150,61 ton dan mayoritas adalah ikan patin (sekitar 10.000 ton atau ±46%), ikan mas sekitar 4.500 ton (±19%), dan sisanya adalah ikan nila, lemak, lele, gurami, baung, dan lain sebagainya (Tabel 1.1). Selanjutnya, produksi ikan budidaya tersebut berasal dari budidaya di kolam seluas sekitar 700 ha dan karamba seluas 7.000 ha. Budidaya ikan di kolam tersebar di seluruh wilayah kecamatan, sedangkan budidaya dalam karamba terdapat paling tidak di 16 dari 20 kecamatan dalam wilayah Kabupaten Kampar. Produksi tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 19,96% dibanding dengan produksi tahun 2008. 4 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)

Pembenihan Ikan Patin Tabel 1.1. Produksi Budidaya Perikanan Berdasarkan Jenis Ikan di Kabupaten Kampar Tahun 2008-2009 (ton) No Jenis ikan Tahun 2009 1. Mas 4.461,45 2. Patin 10.793,00 3. Nila 2.103,97 4. Bawal 812,87 5. Gurami 876,78 6. Lele 1.655,37 7. Lemak 1.871,26 8. Baung 501,26 9. Lain-lain 74,65 Total Produksi 2009 23.150,61 Total Produksi 2008 19.297,77 Peningkatan (%) 19,96 Sumber : Disper Kampar, 2009 Usaha pembenihan dan pembesaran ikan patin adalah salah satu andalan kegiatan budidaya air tawar di Provinsi Riau pada umumnya dan Kabupaten Kampar pada khususnya. Kegiatan pembenihan ikan patin di Kabupaten Kampar pada awalnya dilakukan oleh petani untuk memenuhi kebutuhan sendiri dalam pembesaran ikan patin. Dengan bertambahnya jumlah pembudidaya untuk pembesaran ikan patin, maka pasokan benih terasa mulai berkurang dan harganya menjadi mahal. Untuk itu, pada tahun 2000 dan dengan dukungan pemerintah daerah, para pembudidaya ikan patin menjadikan kegiatan pembenihan sebagai suatu usaha guna menghasilkan benih ikan patin yang langsung dipasarkan kepada 5

PENDAHULUAN pembudidaya pembesaran ikan patin secara lokal (di dalam dan luar wilayah kabupaten) dan interinsular (di luar wilayah Provinsi Riau). Pembenihan ikan air tawar di Kabupaten Kampar tersebar di 18 dari 20 kecamatan. Berdasarkan data Dinas Perikanan Kabupaten Kampar tahun 2009, unit pembenihan yang banyak diantaranya adalah di Kecamatan Perhentian Raja (25 unit); XIII Koto Kampar (21 unit); Kampar (8 unit); kemudian di Kecamatan Bangkinang, Bangkinang Barat, dan Tambang masing-masing 6 unit. Di wilayah kecamatan lainnya hanya berkisar antara 1-4 unit. Dari total produksi benih ikan air tawar di Kabupaten Kampar pada tahun 2009 (Tabel 1.2), produksi benih ikan tertinggi adalah ikan patin (±46%), kemudian diikuti oleh ikan lele (±35%) dan sisanya adalah benih ikan nila hitam, mas, nila merah, baung, dan gurami. Sedangkan produksi benih dari BBI Kabupaten Kampar hanya sekitar 2,3 juta ekor pada tahun 2009 dan mengalami peningkatan hampir 200% dibanding tahun 2008. Volume produksi benih dari BBI yang tertinggi adalah ikan nila (±50%), kemudian diikuti oleh benih ikan patin (±23%), dan sisanya adalah benih ikan bawal tawar, mas, serta lele. Tabel 1.2. Produksi UPR/UKR Berdasarkan Jenis Ikan di Kabupaten Kampar Tahun 2008 dan 2009 No Jenis ikan Tahun 2008 Tahun 2009 Peningkatan (%) 1. Mas 2.785.534 3.025.176 8.60 2. Patin 30.804.585 33.060.852 7.32 3. Nila Merah 1.261.988 1.368.532 8.44 4. Nila Hitam 7.879.933 8.355.248 6.03 5. Baung 805.456 864.336 7.31 6. Lele 23.358.212 25.137.772 7.62 7. Gurami 225.592 216.084-4.21 Jumlah 67.121.300 72.028.000 7,31 Sumber : Disper Kampar, 2009 6 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)

Pembenihan Ikan Patin Tabel 1.3. Produksi BBI Berdasarkan Jenis Ikan di Kabupaten Kampar Tahun 2008 dan 2009 No Jenis ikan Tahun 2008 Tahun 2009 Peningkatan (%) 1. Mas 101.066 197.689 95.60 2. Patin 124.355 544.854 338.14 3. Nila 507.290 1.149.306 126.56 6. Lele 32.340 124.166 283.94 7. Bawal 30.520 319.999 948.49 Jumlah 795.571 2.336.016 193.63 7. Gurami 225.592 216.084-4.21 Jumlah 67.121.300 72.028.000 7,31 Sumber : Disper Kampar, 2009 Dari 98 UPR di Kabupaten Kampar, sekitar 15 UPR adalah UPR ikan patin yang tersebar di 9 kecamatan, diantaranya adalah Kecamatan XIII Koto Kampar dan Kampar masing-masing 4 UPR, kemudian di 7 kecamatan lainnya (Kecamatan Bangkinang, Bangkinang Barat, Bangkinang Seberang, Tapung Hulu, Salo, Tambang, dan Kampar Kiri), masing-masing satu unit UPR patin. Beberapa UPR di Kecamatan Kampar, Tampang, dan Kampar Kiri juga mengkombinasikan pembenihan patin dengan baung atau patin dengan lele. Sedangkan UPR lainnya adalah kegiatan pembenihan ikan lele, nila hitam, mas, nila merah, baung, dan gurami yang dilakukan secara mono dan multi species. Pada umumnya para pembudidaya ikan patin di Kabupaten Kampar tidak mengkhususkan usahanya pada kegiatan pembenihan, namun mengkombinasikannya dengan pembesaran dan/atau pembuatan pakan ikan. Produksi benih patin di setiap UPR berkisar antara 100.000-500.000 ekor benih patin per-siklus dengan 6-12 siklus per-tahun. Benih ikan patin yang dominan 7

PENDAHULUAN diminati konsumen adalah ukuran 1-2 inchi atau kategori P II (A) dengan harga berkisar antara Rp.170,- s.d. Rp. 250 per-ekor. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan kajian tentang pola pembiayaan pembenihan ikan patin yang diharapkan berguna sebagai salah satu referensi bank dan masyarakat yang berminat mengembangkan usaha pembenihan ikan patin. 8 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)

BAB II PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN 2.1. Profil Pengusaha Pengusaha pembenihan ikan patin di Kabupaten Kampar terdapat di 9 kecamatan, yaitu di Kecamatan XIII Koto Kampar, Kampar, Bangkinang, Bangkinang Barat, Bangkinang Seberang, Tapung Hulu, Salo, Tambang, dan Kampar Kiri. Pengusaha tersebut tergolong pengusaha mikro dan kecil, merupakan penduduk asli setempat, berada dalam golongan usia produktif (39-50 tahun) dengan pendidikan pada umumnya adalah SLTA - Sarjana. Usaha pembenihan ikan patin tersebut merupakan sumber penghasilan utama mereka. Usaha sampingannya adalah pembesaran dan/atau pengolahan ikan patin atau pembuatan pakan, dan bahkan sebagai pedagang ikan (segar atau olahan) serta sebagian kecil melakukan usaha pembenihan patin bersamaan dengan pembenihan ikan lele dan atau baung. Pengusaha pembenihan ikan patin di wilayah tersebut di atas telah menguasai teknik budidaya dengan baik dan sesuai dengan arahan dari Dinas Perikanan Kabupaten Kampar serta dukungan dari pemerintah daerah. Teknik budidaya diperoleh dari berbagai sumber antara lain: (1) sebagai pegawai atau buruh BBI atau Balai Penelitian Teknologi Pertanian (BPTP); (2) sebagai buruh UPR; (3) tukar menukar pengalaman dengan sesama pengusaha pembenih ikan patin; dan (4) penyuluhan dari Balai Benih Ikan Air Tawar Kabupaten Kampar. Terdapat beberapa alasan dari para pengusaha dalam menjalankan usaha pembenihan ikan patin, antara lain karena: (1) harga benih patin relatif baik dan stabil; (2) secara ekonomis menguntungkan; (3) pemasaran sudah terjamin dan sudah jelas pembelinya; bahkan sebelum benih mencapai ukuran jual sudah ada yang memesan, karena banyak petani pembesaran ikan patin di lingkungan wilayah kabupaten dan luar Kabupaten Kampar serta bahkan di luar Provinsi Riau, 9

PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN sehingga permintaan pasar akan benih patin tergolong tinggi; (4) pengetahuan/ keterampilan sudah dikuasai atau teknologi pembenihan ikan patin sudah dikuasai; (5) kondisi alam/potensi sumber daya dan ekologi wilayah mendukung; dan (6) hobby. Selain itu, ditunjang oleh SDM yang mendukung, bahan baku berupa calon induk banyak tersedia sehingga mudah diperoleh. Ikan patin merupakan komoditi ekspor (terutama hasil olahannya dalam bentuk fillet, nugget, selai, dan kerupuk ikan patin) serta adanya rencana pendirian pabrik fillet ikan patin yang didukung oleh pemerintah daerah serta pihak swasta. 2.2. Profil Usaha Pembenihan ikan patin umumnya dilakukan oleh perorangan dengan mengadopsi teknologi yang berkembang dalam pembenihan ikan air tawar. Usaha pembenihan ikan patin mulai berkembang di Kabupaten Kampar sejak tahun 2000 dengan jenis yang dibenihkan adalah patin siam (Pangasius hypophthalmus). Disamping itu usaha ini merupakan usaha pokok keluarga dan sebagian besar belum berbentuk badan hukum, tetapi memiliki Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP). Lahan yang digunakan untuk pembenihan patin adalah lahan milik sendiri, baik yang berada di sekitar rumah atau lahan pekarangan atau lahan yang terpisah sama sekali dari lahan rumah. Namun demikian, beberapa pengusaha yang menjadi responden menyewa kolam untuk pemeliharaan induk pada awal usahanya, sedangkan panti benih berada di lahan milik sendiri. Dalam perkembangannya, lahan untuk kolam induk yang disewa, pada akhirnya dibeli oleh pengusaha tersebut. Jenis usaha budidaya patin yang dijalankan mayoritas adalah gabungan pembenihan dengan pembesaran. Beberapa pengusaha melakukan kegiatan pembesaran patin hanya sebagai sampingan dengan kontribusi penghasilan sekitar 50% - 80% dari pembenihan dan 20% 50% dari pembesaran. Dalam kegiatan pembenihan patin dan untuk memproduksi benih berukuran 1-2 inchi, pengusaha menghabiskan waktu sekitar 20-25 hari per-siklus dan dapat memproduksi 10 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)

Pembenihan Ikan Patin sekitar 6-12 siklus per-tahun. Waktu pemeliharaan tersebut terdiri dari 12-16 hari untuk pemeliharaan di bak larva dan 8-12 hari di bak/kolam pendederan. Bak pendederan juga dapat menggunakan bak pemeliharaan larva atau penetasan telur. Untuk mendapatkan benih ukuran > 2 inchi, maka lama waktu pendederan di bak/kolam pendederan sekitar 18-22 hari, sehingga jumlah total waktu yang dibutuhkan kurang dari 40 hari per-siklus. Sedangkan untuk kegiatan pembesaran membutuhkan waktu 6-8 bulan untuk mencapai ukuran 1 kg, sebagai ukuran yang umum dipasarkan. Usaha mikro dan kecil pembenihan ikan patin di Kabupaten Kampar pada umumnya memiliki sarana/fasilitas pembenihan berupa: (1) kolam induk; (2) bak atau kolam pengolahan air; (3) wadah isolasi/pemberokan induk; (4) bangsal pembenihan (panti benih) yang terbuat dari bangunan permanen atau semi permanen; (5) bak penetasan dan pemeliharaan larva/benih; (6) wadah penetasan artemia sebagai pakan alami, dan (7) peralatan untuk meningkatkan suhu dan oksigen media pemeliharaan larva/benih; serta (8) sarana dan peralatan penunjang lainnya. Selain sarana dan fasilitas tersebut, dalam pembenihan patin dibutuhkan bahan berupa indukan patin. Di Kabupaten Kampar umumnya pengusaha pembenihan patin memiliki Induk Pokok (Parent Stock, PS) yang terdiri dari induk patin betina dengan jumlah 80-200 ekor dengan bobot >3 kg/ekor, sedangkan induk patin jantan berjumlah 60-100 dengan bobot >2 kg/ekor. Calon induk ini dibeli dari petani pembesar, kemudian di rawat sendiri atau hasil pembesaran sendiri oleh para pengusaha. Pengusaha pembenihan patin di Kabupaten Kampar menggunakan jasa tenaga kerja sebanyak 3-8 orang karyawan per-unit usaha dan 1 2 orang berasal dari anggota keluarga. Upah karyawan berkisar antara Rp 1,5 Rp 2 juta per bulan, selain itu karyawan memperoleh bonus produksi dan tunjangan hari raya (THR) sebesar 1 kali gaji. Pengusaha yang menjadi model mempunyai pembukuan sederhana yang cukup rapi dan tertib serta terkontrol, sehingga pembagian hasil usaha dapat dihitung dengan jelas. Kesadaran perlunya pembukuan dapat ditimbulkan karena 11

PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN adanya budaya untuk berlaku jujur diantara pekerja dan pengusaha serta karena adanya pembinaan dari bank pemberi pembiayaan. Usaha pembenihan ikan patin ini juga ditunjang dengan adanya kelompok pembenih dan penangkar ikan patin yang bernama Asosiasi Pengusaha, Pembenih, dan Penangkar Ikan Kampar (APPIK). Kelompok ini merupakan wadah bagi para pembenih ikan patin dan ikan air tawar lainnya untuk membahas permasalahanpermasalahan dalam bahan dan teknologi pembenihan serta untuk menetukan kesamaan harga pasar. 2.3. Pola Pembiayaan Pola pembiayaan usaha pembenihan ikan patin di Kabupaten Kampar pada awalnya berasal dari dana pengusaha sendiri (modal sendiri), baik sebagai dana investasi maupun modal kerja atau biaya operasional. Selanjutnya pola pembiayaan untuk pengembangan investasi dan biaya operasional berasal dari: (1) keuntungan hasil usaha; (2) kredit bank (Channeling); dan (3). bantuan dari Dinas Perikanan. Bantuan dari dinas dan kredit bank mempunyai proporsi yang berbeda antar pengusaha. Skim bantuan dari dinas adalah bantuan stimulus dari dana sosial dan hibah untuk pemula. Bantuan ini diberikan kepada usaha perorangan dan kelompok dan jika bantuan untuk kelompok hanya pada 1 desa dalam 1 kecamatan dan maksimal 4-5 kelompok dalam setahun. Khusus untuk pembenihan patin, bantuan dari dinas berupa pengadaan induk patin dan perbaikan sarana kolam atau fasilitas pembenihan lainnya. Selanjutnya skim pembiayaan budidaya patin, baik pembenihan maupun pembesaran atau keduanya yang tersedia adalah skim kredit agribisnis dengan jenis kredit modal kerja yang berasal dari dana bergulir pemda (Kredit Channeling) yang ditempatkan di BPR. Kredit ini juga diberikan kepada perorangan untuk pembudidaya ikan air tawar lainnya, pedagang bakulan, industri skala rumah tangga (home industry) pakan ikan dan lain sebagainya di bidang agribisnis. 12 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)

Pembenihan Ikan Patin Hal ini sesuai dengan program pemerintah daerah berupa program sosial untuk memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan taraf hidup masyarakat serta potensi daerah. Plafon kredit yang disediakan oleh BPR setempat untuk pembenihan ikan maksimal Rp 50 juta dengan grace period 3 bulan, bunga 6%, dan jangka waktu pengembalian selama 3 tahun. Hal ini disebabkan karena kredit pembiayaan pembenihan ikan patin selama ini mempunyai performance yang lebih baik dibanding usaha pembenihan lainnya. Untuk usaha lainnya seperti selai patin dan usaha budidaya ikan dalam karamba, plafon kreditnya adalah Rp 25 juta. Namun demikian, BPR ini juga mempunyai plafon kredit modal kerja yang lebih tinggi sebagai kredit executing di bidang perikanan (misalnya Rp 150 juta) terhadap usaha perikanan yang terintegrasi (misalnya kombinasi usaha perdagangan ikan segar, pembesaran patin, dan pabrik pakan ikan skala home industry). Untuk kredit sejenis ini, bunga ditetapkan sebesar 18%, grace period selama 3 bulan dan jangka waktu pengembalian selama 4 tahun. Persyaratan yang dibutuhkan untuk memperoleh kredit dari dana bergulir (Channeling) yaitu ijin usaha, agunan berupa girik/sertifikat tanah/bangunan dan atau BPKB kendaraan serta keterangan kelayakan usaha serta analisis usaha berdasarkan hasil orientasi lapangan (on the spot) dengan metode Rapid Rural Appraisal (RRA). Disamping itu, mengingat sumber dana kredit adalah dana bergulir pemda, maka persyaratan lain yang diperlukan adalah rekomendasi dari Dinas Perikanan sebagai instansi pemda yang bertugas dalam pembinaan dan pengelolaan teknis usaha. Jumlah pembiayaan yang disediakan melalui BPR ini dinilai pengusaha pembudidaya ikan patin belum mencukupi untuk menutup biaya investasi dan operasional. Sebagai contoh, salah seorang pembenih ikan patin, menyatakan biaya yang diajukan ke bank untuk pembenihan ikan patin selama jangka waktu 2-3 tahun sebesar Rp. 300 juta dan jumlah dana kredit yang diberikan hanya sebesar Rp. 50 juta. 13

PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN Jenis kredit lainnya yang tersedia di Provinsi Riau pada umumnya dan Kabupaten Kampar pada khususnya untuk sektor perikanan adalah kredit umum perorangan dengan skim modal kerja dan plafon < Rp. 500 juta dari Perusahaan Modal Ventura di daerah tersebut. Sumber dana kredit ini adalah dari Pemerintah Provinsi Riau. Performance jenis kredit umum perorangan ini masih rendah untuk sektor perikanan, karena adanya beberapa kendala yang dihadapi bank untuk melakukan analisis pembiayaan. Namun demikian, salah seorang pengusaha ikan patin yang terintegrasi (pembenihan, pembesaran, pembuatan pakan) di Kabupaten Kampar, telah mendapat kredit ini sebanyak 2 kali dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, dengan jumlah kredit masing-masing Rp. 265 juta dan Rp. 500 juta. Kriteria yang menjadi pertimbangan bank dalam melakukan analisis pembiayaan kepada nasabah adalah 5C, yaitu character (watak), capacity (kemampuan membayar dari usaha yang dijalankan), capital (permodalan), collateral (jaminan/agunan) dan condition (kondisi usaha: lokasi usaha, pemasaran, pengalam kerja, aspek hukum, dan ekonomi usaha). Analisis pembiayaan dengan prinsip 5C menekankan pada aspek karakter calon debitur. Namun mengingat karakter usaha sulit dinilai, biasanya perbankan setempat (khususnya BPR dan Perusahaan Modal Ventura) dalam pemberian kredit kepada sektor perikanan pada umumnya dan kegiatan pembenihan patin pada khususnya, didasarkan pada aspek kelayakan usaha (termasuk kinerja atau performance dan prospek usaha), usaha lain yang mendukung serta jaminan. Disamping itu prospek pemasaran dan sistem pembayaran dalam usaha juga tetap menjadi perhatian penting karena aspek pemasaran diakui merupakan faktor penting yang mempengaruhi kelayakan usaha 14 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)

BAB III ASPEK PASAR DAN PEMASARAN 3.1. Aspek Pasar 3.1.1. Permintaan Permintaan terhadap benih ikan patin cenderung meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan perkembangan budidaya ikan patin yang semakin meluas di beberapa wilayah di Indonesia, diantaranya di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Selatan, Jawa, dan Sumatera Barat. Di Kabupaten Kampar, permintaan pasar terhadap benih ikan patin yang sangat besar diindikasikan dengan banyaknya pesanan yang datang kepada para pembenih di daerah ini. Benih yang banyak diminati atau dipasarkan adalah benih kelas tebar kategori P II A (ukuran 1-2 inchi). Sementara itu permintaan benih kelas tebar kategori P I (ukuran <1 inchi) dan P II B (ukuran 2-3 inchi) relatif sedikit, sehingga relatif sedikit juga pengusaha pembenih yang membesarkan benih ikan patin di kolam pendederan sampai ukuran >2-3 inchi. Permintaan tersebut cenderung masih bersifat lokal (di dalam wilayah kabupaten atau provinsi) dan sebagian kecil dari luar provinsi. Hal ini tampak dari data penjualan benih patin oleh pengusaha pembenihan, bahwa sekitar 75-80% benih yang dijual adalah untuk memenuhi kebutuhan petani pembesaran ikan patin di Kabupaten Kampar, sedangkan 10-20% untuk memenuhi permintaan di luar kabupaten dalam wilayah Provinsi Riau (Rokan Hulu, Palalawan, dan Kuantan Singingi) serta kurang dari 10% adalah untuk memenuhi permintaan petani dari Provinsi Sumatera Barat. Dengan memperhatikan perkembangan penjualan benih patin di Provinsi Riau pada tahun 2008 yang mencapai 173,7 juta benih, permintaan benih patin yang terbesar adalah dari Kabupaten Indragiri Hulu (100 juta benih), kemudian disusul dengan Kabupaten Palalawan (57 juta benih), Kabupaten Kampar, Kota 15

ASPEK PASAR DAN PEMASARAN Pekanbaru dan Dumai (DKP-Riau, 2009). Berdasarkan informasi yang diperoleh di lapangan bahwa untuk memenuhi kebutuhan benih patin di Provinsi Riau, masih dipasok dari Jawa Barat atau Jakarta dengan benih ukuran <1 inchi (benih kelas tebar kategori P I). Benih tersebut dibesarkan terlebih dahulu oleh pedagang penangkar menjadi ukuran 1-2 inchi (benih kelas tebar kategori P II A). Permintaan pasar terhadap benih ikan patin diperkirakan akan semakin meningkat dengan drastis di masa yang akan datang. Hal ini berkaitan dengan program Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tentang akselerasi pembangunan perikanan tahun 2010-2014, bahwa produksi perikanan budidaya tawar Nasional akan ditingkatkan menjadi 1,8 juta ton. Dari volume yang demikian, sekitar 13% (237 ribu ton) diproyeksikan berasal dari Kabupaten Kampar. Sementara itu, dari Kabuapaten Kampar sendiri diproyeksikan mayoritas adalah produksi ikan patin sebagai salah satu andalan Provinsi Riau pada umumnya dan Kabupaten Kampar pada khususnya. Dengan asumsi bahwa 80% benih patin digunakan di wilayah Kabupaten Kampar dan dengan proyeksi produksi patin hasil pembesaran, maka kebutuhan benih patin akan meningkat rata-rata sekitar 35% per-tahun. Peningkatan ini belum termasuk untuk memenuhi kebutuhan permintaan dari luar kabupaten, baik di dalam maupun di luar wilayah Provinsi Riau. 3.1.2. Penawaran Dengan memperhatikan perkembangan produsi dan penjualan benih patin di Provinsi Riau maka penawaran atau pemasok benih patin yang tertinggi adalah dari Kabupaten Kampar (± 85%), kemudian diikuti dengan Kota Pekanbaru (± 10%) dan sisanya dari Kabupaten Palalawan, Kota Dumai, dan Indragiri Hulu (DKP-Riau, 2009). Disamping itu terdapat pasokan benih patin di Provinsi Riau yang berasal dari Jawa Barat, terutama patin siam dan patin pasupati. Produksi benih patin dari Kabupaten Kampar pada tahun 2009 adalah sekitar 33 juta benih atau 46% dari total produksi benih ikan perairan tawar Kabupaten Kampar (Diskan Kampar, 2009). Penawaran benih dari hasil produksi 16 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)

Pembenihan Ikan Patin yang demikian masih dibawah permintaan, terutama di luar kabupaten di dalam provinsi dan luar Provinsi Riau. 3.1.3. Analisis Persaingan dan Peluang Pasar Persaingan diantara para pembenih pada umumnya tidak ada, karena masingmasing pembenih sudah memiliki pelanggan. Namun demikian persaingan akan muncul dari pemasok benih dari luar Kabupaten Kampar atau luar Provinsi Riau (benih dari Jawa Barat atau Jakarta). Persaingan tersebut berkaitan dengan kualitas benih dan harga. Perbedaan harga terjadi pada tingkat pengusaha pembenihan (produsen) dengan pedagang benih (penangkar benih) atau pedagang antar kabupaten. Sebagai contoh, harga jual benih patin siam ukuran < 1 inchi di Bogor dan Jakarta adalah < Rp 100/ekor. Benih ini di jual di Pekanbaru oleh penangkar benih antara Rp 120 Rp 130/ekor, sedangkan harga pasar benih ukuran tersebut di Kabupaten Kampar sekitar Rp 150/ekor. Dengan demikian persaingan pasar akan semakin dirasakan oleh pengusaha pembenih. Perbedaan harga lainnya yang mungkin terjadi adalah terhadap pelanggan tetap produser dengan yang bukan pelanggan dengan perbedaan harga tersebut sekitar 10% di bawah harga minimal pasar. Dalam mengatasi persaingan usaha tersebut, pengusaha pembenihan ikan patin lebih cenderung memasarkan benih ukuran 1-2 inchi dengan harga antara Rp 170 - Rp 250/ekor. Benih ukuran yang demikian relatif kuat dipelihara di kolam pembesaran. Disamping itu, para pengusaha juga cenderung memberikan service kepada pembeli atau pembudidaya dalam bentuk konsultasi pemeliharaan awal. Bahkan ada pula yang memberi jaminan pengganti benih yang mati selama masa pengangkutan dan pemeliharaan awal di kolam pembesaran dengan penambahan jumlah sekitar 10% dari yang di beli atau di tebar. Permintaan pasar akan benih patin masih belum terpenuhi seluruhnya oleh pengusaha pembenih patin di Kabupaten Kampar dari produksi benih patin yang dihasilkan. Pada tahun 2009 total permintaan benih patin 40 juta ekor 17

ASPEK PASAR DAN PEMASARAN benih di Kabupaten Kampar, sedangkan produksi adalah 33 juta ekor benih. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan lebih besar dari pada produksi, sehingga peluang pasar benih patin masih terbuka. Peluang pasar benih patin akan semakin besar dengan adanya program pemerintah dalam meningkatkan produksi patin di wilayah produser patin di Indonesia pada umumnya dan Provinsi Riau pada khususnya. 3.2. Aspek Pemasaran 3.2.1. Harga Berdasarkan informasi dari Dinas Perikanan Kabupaten Kampar, harga pasar benih patin relatif stabil setiap tahunnya. Kenaikan harga terjadi pada tahun 2009 untuk setiap ukuran benih sebesar Rp 5,- s.d. Rp 25,- (Tabel 3.1). Harga benih tersebut dapat turun sekitar 10% di tingkat produser (pengusaha pembenih). Dari ketiga kelompok ukuran benih, konsumen lebih menyukai benih ukuran 1-2 inchi. Hal ini terkait dengan harga dan daya tahan benih. Tabel 3.1. Perkembangan Harga Benih Patin Siam Jenis/Mutu/ Ukuran Tahun dan harga jual benih/ekor (Rp) 2006 2007 2008 2009 2010 1 inchi 170 175 175 180 180 2 inchi 170 180 200 225 250 3 inchi 400 400 425 450 450 Sumber: Disper-Kampar (2010) 18 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)

Pembenihan Ikan Patin 3.2.2. Jalur Pemasaran Benih patin umumnya langsung dijual oleh pembenih ke pembudidaya ikan yang ada di dalam kabupaten dan penangkar atau pedagang antar kabupaten untuk di luar Kabupaten Kampar dan Provinsi Riau. Rantai pemasaran benih patin dapat dilihat pada Gambar 3.1. Penjualan secara langsung tersebut mencapai sekitar 70-90% (rata-rata 80%), baik dengan cara pembeli datang langsung ke lokasi pembenihan maupun pemesanan benih melalui telpon. Dengan demikian, harga yang diterima produsen atau pengusaha pembenih rata-rata 85-90% dari harga yang dibayarkan konsumen (pembudidaya pembesaran). Penerimaan pembenih yang lebih rendah dari harga yang dibayarkan konsumen disebabkan karena biaya transportasi untuk pengiriman benih ke lokasi konsumen atau penangkar. Pengusaha pembenihan patin melakukan pemanenan benih, penghitungan, dan pengepakan sendiri terhadap benih yang dijual. Selanjutnya dilakukan pengiriman dengan sarana transportasi yang dimiliki pembenih ke lokasi konsumen. Sedangkan biaya transportasi ke lokasi konsumen di luar provinsi, ditanggung oleh pembeli atau pedagang benih antar provinsi tersebut. Pembenih Penangkar Pedagang antar Kabupaten Pembudidaya ikan Gambar 3.1. Jalur Pemasaran Benih Patin 19

ASPEK PASAR DAN PEMASARAN 3.2.3. Kendala Pemasaran Sampai saat ini relatif tidak ada kendala yang dihadapi pengusaha pembenih ikan patin di Kabupaten Kampar dalam hal dalam pemasaran benih patin, bahkan produksi benih patin dengan permintaan pasar belum dapat terpenuhi seluruhnya. Namun demikian, dalam kondisi tertentu, terjadi persaingan harga yang kurang sehat antara pembenih dan atau disebabkan oleh penangkar dan pedagang antar kabupaten/provinsi serta pedagang benih yang benihnya berasal dari luar Provinsi Riau (benih dari Jawa Barat atau Jakarta). Untuk itu peran Asosiasi Pengusaha, Pembenih dan Penangkar Ikan Kampar (APPIK) sangat penting dalam mengendalikan hal ini. 20 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)

BAB IV ASPEK TEKNIS PRODUKSI Dalam budidaya ikan pada umumnya dan ikan patin pada khususnya terdapat 3 (tiga) sub sistem pemeliharaan, yaitu pembenihan, pendederan, dan pembesaran. Pembenihan ikan patin pada umumnya bersamaan dengan subsistem pendederan, baik pendederan di dalam bak dan kadang dikombinasikan dengan pendederan di dalam kolam untuk mendapatkan benih kelas tebar kategori P II A (ukuran 1-2 inchi) maupun hanya di dalam kolam untuk mendapatkan benih kategori P II B (ukuran 2-3 inchi). Namun demikian ada pula kegiatan pendederan yang hanya dilakukan di dalam bak pemeliharaan larva (tanpa menggunakan kolam). Pembenihan adalah kegiatan pemeliharaan induk untuk menghasilkan telur sampai dengan larva. Pendederan adalah kegiatan pemeliharaan benih ikan patin hasil pembenihan untuk mencapai ukuran tertentu dan sebagai masa adaptasi sebelum dipelihara di tempat pembesaran. Agar dapat memperoleh produk benih sesuai dengan target kuantitas dan kualitas yang diharapkan serta tepat waktu sesuai dengan permintaan, maka dalam proses produksi benih ikan patin terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dan akan dijelaskan dalam uraian di bawah ini. 4.1. Lokasi Usaha 4.1.1. Tanah dan Lahan Tanah untuk lokasi pembenihan, terutama untuk kolam induk dan pendederan yang menggunakan kolam tanah dapat dipilih dari lahan dengan tanah liat atau lempung berpasir dan tidak poreus, berwarna coklat atau kehitaman, tingkat keasaman (ph tanah) >6, dengan tekstur 50-60% liat atau liat berlempung, fraksi pasir kurang dari 20%, dan sisanya serbuk bahan organik. Lokasi tersebut berada 21

ASPEK TEKNIS PRODUKSI di atas lahan stabil dengan kemiringan <10%, dekat dengan sumber air, bebas dari segi gangguan bencana alam, gangguan pencemaran, gangguan keamanan, dan gangguan predator (khususnya di kolam pendederan), serta mempunyai aksessibilitas transportasi yang baik dengan mobil atau kendaraaan roda 4-6. Lahan tersebut dapat berada di sekitar lahan pekarangan rumah di area permukiman yang tergolong jarang dengan jarak lebih dari 10 m dari rumah atau di sekitar lahan perkolaman atau persawahan atau lahan kebun/ladang tradisional. 4.1.2. Sumber Air Air merupakan salah satu komponen penting dari proses produksi benih. Air yang digunakan untuk kegiatan pembenihan berasal dari air tanah (sumur tanah dangkal atau sumur bor) dan atau air permukaan (aliran mata air/anak sungai yang dibendung, air sungai, air irigasi, dan bendungan), dengan kualitas yang layak atau baik serta kuantitas yang mencukupi. Kisaran kualitas air untuk pembenihan patin disajikan pada Tabel 4.1. Air sebaiknya dapat dialirkan dengan sistem gravitasi dan ditampung terlebih dahulu dalam bak atau kolam penampungan, namun jika tidak memungkinkan digunakan bantuan pompa. Tabel 4.1. Kisaran Kualitas Air untuk Pembenihan Patin Siam No. Parameter kualitas air Satuan Nilai 1. Suhu C 28-31 2. ph - 6,5-8 3. Oksigen terlarut mg/l > 3 4. Amoniak mg/l < 0,2 5. Nitrit mg/l < 0,01 Sumber: LRPTBPAT (2007) 22 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)

Pembenihan Ikan Patin Untuk pemeliharaan induk dapat menggunakan air sungai atau air irigasi dengan kecerahan >30 cm, karena ikan patin tidak terlalu menyukai air yang jernih. Namun demikian, untuk pembenihan patin jenis Pasupati membutuhkan air yang relatif jernih dengan kadar oksigen yang tinggi pada pemeliharaan larva/ benih, pendederan, pembesaran dan/atau pemeliharan induk. Pada penetasan telur dan pemeliharaan larva digunakan air yang bersih dan jernih (air sumur, aliran mata air/air sungai) dengan ph sekitar 7 dan kadar besi yang rendah. Jika menggunakan air sumber dengan ph yang relatif rendah, diperlukan upaya perlakukan awal dengan pengapuran. Air tanah yang mengandung kadar besi yang tinggi, sebaiknya tidak digunakan, dan jika digunakan memerlukan perlakukan awal. Begitu juga halnya dengan air irigasi, bahwa perlakukan dengan pengendapan dan cara penyaringan masih diperlukan, apabila kondisi air kurang layak. Perlakuan terhadap air dengan ph yang rendah atau kadar besi yang relatif tinggi serta perlakuan terhadap air irigasi yang kurang layak, tentu akan menambah biaya produksi. Para pembenih patin siam di Kabupaten Kampar, sebagian menggunakan sistem pendederan dalam kolam dan sebagian menggunakan bak pemeliharaan larva sebagai sarana pendederan. Pendederan di dalam bak pemeliharaan larva dilakukan dengan mengurangi tingkat kepadatan dalam pemeliharan benih atau sesuai dengan tingkat kepadatan di dalam kolam pendederan. Alasan pembenih menggunakan bak pemeliharaan larva sebagai wadah pendederan, diantaranya adalah untuk menekan kematian benih dari pemangsaan predator. Air sumber yang digunakan untuk pendederan dalam kolam adalah air bersih yang dapat berasal dari air sungai/bendungan. Pengusaha pembenihan patin di Kabupaten Kampar sebagian besar menggunakan sumber air dari sumur bor dengan kedalaman 15-25 m. Keasaman (ph) air sumur bor ini pada umumnya adalah sekitar 5, sehingga diperlukan perlakuan berupa treatment air. Air sumber untuk kolam induk digunakan air sungai/bendungan dengan ph 5,5 6,5, sehingga diperlukan pengapuran tanah kolam induk dan pendederan sebelum digunakan. 23

ASPEK TEKNIS PRODUKSI 4.2. Fasilitas Produksi dan Peralatan Fasilitas produksi dan peralatan yang dibutuhkan dalam pembenihan ikan patin dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2. Fasilitas Produksi dan Peralatan dalam Pembenihan Patin No. Jenis Keterangan A. Fasilitas Produksi 1. Kolam induk/ Wadah pemeliharaan induk Kolam air tenang yang berfungsi untuk perawatan calon induk dan induk dasar; Konstruksi tanah atau pematang beton; ukuran 100-250 m2; kedalaman air 0,8-1,0 m; padat tebar 2-4 ekor/m2 untuk patin siam. Kemiringan kolam ke arah pembuangan air sekitar 3%. Untuk kolam induk dapat pula menggunakan: a. Fence: Konstruksi dari bambu atau kayu; ukuran 100-200 m2; kedalaman air 0,8-1,0 m, padat tebar 2 ekor/m2 untuk patin siam. b. Karamba Jaring Apung (KJA) Konstruksi terbuat dari kerangka bambu, kayu atau besi. Ukuran minimal 4m x 4m x 4m, jaring terbuat dari polyethyline, PE 210 D9 sampai D18, ukuran mata jaring minimal 1 inchi. Padat tebar 3 ekor/m3 untuk patin siam. 24 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)

Pembenihan Ikan Patin No. Jenis Keterangan 2. Wadah treatment air bersih Digunakan untuk treatment air sumber kegiatan pembenihan; umumnya digunakan oleh pengusaha pembenihan ikan patin di Kab. Kampar, karena air sumber berasal dari air sumur yang mempunyai ph relatif rendah atau air sungai dengan ph rendah dan kekeruhan relatif tinggi; Konstruksi wadah dari beton atau kolam tanah; ukuran disesuaikan dengan kebutuhan; terdiri dari kolam penambahan kapur tohor (CaO) dan kolam sedimentasi atau filtrasi serta kolam penampungan air bersih. 3. Wadah isolasi/ pemberokan induk Wadah isolasi ini berfungsi untuk pemberokan induk yang telah diseleksi serta pemeliharan induk betina yang sudah dilakukan penyuntikan; Wadah ini dapat terbuat dari kontruksi kayu yang dilapisi plastik atau bagian dari kolam induk yang di sekat dengan hapa (ukuran 3m x 2 m x 1 m atau disesuaikan), namun mendapatkan kualitas air yang baik yakni oksigen yang cukup (> 3 ppm) serta suhu air normal (28-30 C); Selama pemeliharaan induk dihindari jangan sampai stres, misalnya akibat penanganan yang tidak hati-hati atau gangguan dari pengaruh lingkungan. Induk yang stres dapat mengakibatkan kegagalan dalam ovulasi dan pemijahan. 25

ASPEK TEKNIS PRODUKSI No. Jenis Keterangan 4. Bangunan/ panti pembenihan (Hatchery) 5. Bak penetasan dan pemeliharaan Untuk penempatan bak penetasan dan atau pemeliharaan larva, wadah penetasan artemia sebagai pakan alami serta peralatan lainnya; Bangunan ini berupa bangunan permanen atau semi permanen. Jika panti benih berupa bangunan tradisional, perlu dipasang terpal untuk menutpi dinding dalam menjaga fluktuasi suhu media pemeliharaan antara siang dan malam hari. Bangun panti benih sebaiknya juga beratapkan seng atau asbes dan pada beberapa bagian di pasang seng plastik untuk membantu cahaya matahari masuk ke dalam bangsal pembenihan; ukuran 120-300 m2; Tinggi dinding bangunan ± 2 2,5 m dan tinggi total bangunan ± 3,0 3,5 m. Untuk menetaskan telur ikan patin dan atau pembesaran benih sampai ukuran 1 inchi. Konstruksi bak dari kayu balok dan papan (misalnya kayu meranti) berukuran 4m x 1m x 0,4 m (panjang x lebar x tinggi) dengan dilapisi plastik tebal. Tinggi bak secara keseluruhan 0,8 m dan digunakan untuk menampung air dengan kedalaman 0,4 m. Bak ini mempunyai 2 outlet guna sirkulasi air dan pengurasan total. Ukuran bak ini dapat bervariasi, misalnya 8 x 1,4 x 0,4 m dan bak ini dapat pula menggunakan fiber. Catatan: Pembenih patin siam di Kab. Kampar sebagian menggunakan bak ini sebagai wadah pendederan (pendederan I dan atau II A). Jika menggunakan bak ini sebagai wadah pendederan I, maka penetasan telur dilakukan dengan sistem corong. 26 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)

Pembenihan Ikan Patin No. Jenis Keterangan 6. Wadah penetasan artemia 7. Kolam pendederan Untuk menetaskan cyste artemia, ukuran 15-20 L (dapat menggunakan galon air mineral), jumlah 4-10 unit (dapat disesuaikan). Untuk adaptasi dan pembesaran benih mencapai ukuran > 1 inchi (2-3 inchi). Konstruksi tanah; ukuran 100-200 m2; kedalaman air 0,5-0,8 m; jumlah 2-4 unit atau disesuaikan dengan kebutuhan. Catatan: Kolam ini tidak selalu diperlukan oleh sebagian pembenih patin siam di Kab. Kampar. B. Peralatan 1. Hapa jaring 1 Untuk menghalau induk ke arah wadah pemeliharaan yang lebih sempit dalam proses seleksi induk; bahan waring dengan ukuran 20m x 1m (dapat disesuaikan); jumlah 1-2 unit (disesuaikan) 2. Hapa jaring 2 Untuk menangkap induk dalam proses seleksi; bahan waring dengan ukuran 10m x 2m (disesuaikan); jumlah 1-2 unit (disesuaikan) dan hapa jaring ini tidak selalu harus ada atau digunakan. 3. Scop net/ Seser besar dan kasar Untuk menangkap induk dari kolam induk atau wadah isolasi; ukuran disesuaikan; seser dapat dibuat dari waring ataupun jaring nilon; jumlah 5 unit. 4. Alat suntik Untuk menyuntikan hormon (ovaprim) pada induk patin; ukuran 2,5 3 ml; jumlah 2-5 unit (disesuaikan). 27